Anda di halaman 1dari 16

HADIS TARBAWI

PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadis Tarbawi

Dosen Pengampu: Nurul Ikhsanudin LC, M.Ag

Disusun oleh kelompok 10 PAI-1C :

1. Dian Makrifatul Illah (1860201223223)

2. Hanik Khoirul Mazidah (1860201222131)

3. M. Irfan Zakaria (1860201221020)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

Jl. Mayor Sujadi No.46, Kudusan, Plosokandang, Kec. Kedungwaru, Kab.


Tulungagung
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat- Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Tidak lupa
shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita
harapkan syafaatnya dihari akhir. Tak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada
Bapak Nurul Ikhsannudin, M.Pd selaku dosen mata kuliah Hadis Tarbawi yang
telah membimbing kami dalam menyusun dan menyelesaikan tugas makaalah ini.

Makalah ini menjadi salah satu tugas mata kuliah Hadis Tarbawi dalam
program studi Pendidikan Agama Islam. Tujuan dari penulisan makalah ini untuk
memenuhi tugas yang telah diberikan. Selain itu, makalah ini bertujuan guna
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan penulis.

Terkait dalam penulisan makalah ini kami mengetahui masih banyak


kekurangan dan juga kesalahan karena pengetahuan yang kami miliki masih
kurang. Oleh karena itu, kami berharap kepada para pembaca untuk memberikan
kritik maupun saran yang membangun untuk kebaikan makalah ini. Harapannya
makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi semua.

Tulungagung, 06 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................2

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN..................................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................4
C. Tujuan Makalah..............................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................5

A. Kedudukan Seorang Pendidik dalam Perspektif Hadis..................................5


B. Syarat – syarat Seorang Pendidik dalam Perspektif Hadis.............................7
C. Sifat – sifat Pendidik dalam Perspektif Hadis..............................................11
PENUTUP............................................................................................................15

A. KESIMPULAN...........................................................................................15
B. SARAN.........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung
jawab untuk mendidik. Sementara itu secara khusus, pendidik dalam
perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan
perkembangan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidik


dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung
jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan
tugas-tugas kemanusiaannya (baik sebagai khalifah maupun abid)
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam
konteks ini bukan hanya terbatas pada orang yang bertugas di sekolah
tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak sejak
dalam kandungan hingga dewasa, bahkan sampai meninggal dunia

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas, antara lain :

1. Apa aja kedudukan seorang pendidik dalam perspektif hadis?

2. Apa saja syarat – syarat seorang pendidik dalam perspektif hadis?

3. Bagaimana sifat – sifat seorang pendidik dalam perspektif hadis?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui kedudukan seorang pendidik dalam perspektif hadis

2. Untuk mengetahui. syarat – syarat seorang pendidik dalam perspektif


hadis

3. Untuk mengetahui sifat – sifat seorang pendidik dalam perspektif hadis

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Seorang Pendidik dalam Perspektif Hadis

1. Sebagai Orang Tua

Menurut Rasulullah pendidik berkedudukan sebagai orangtua.


Sehubungan dengan ini terdapat hadis sebagai berikut.

“Sesungguhnya aku menempati posisi orangtuamu. Aku akan


mengajarmu. Apabila salah seorang kamu mau buang hajat, maka
janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat, janganlah ia
beristinja’ (membersihkan dubur sesudah buang air) dengan tangan
kanan. Beliau menyuruh beristinja’ (kalau tidak dengan air), dengan
tiga batu dan melarang beristinja’ dengan kotoran (najis) dan tulang.”
(HR. Abu Dawud)

Hadis di atas dengan jelas mengatakan bahwa Rasulullah bagaikan


orangtua dari para sahabatnya. Pengertian bagaikan orangtua adalah
mengajar, membimbing, dan mendidik anak-anak seperti yang pada
umumnya dilakukan oleh orangtua. Beliau mengajarkan kepada
sahabat bagaimana adab buang hajat. Sebenarnya, persoalan ini adalah
persoalan orang tua. Akan tetapi, Nabi yang tidak diragukan lagi bagi
umat islam, sebagai maha guru dan pendidik juga mau mengajarkan
hal itu.

5
Pendidik (guru di sekolah) perlu menyadari bahwa ia melaksanakan
tugas yang diamanahkan oleh Allah dan orangtua peserta didik.
Mendidik anak harus didasarkan pada rasa kasih sayang. Oleh sebab
itu, pendidik harus memperlakukan peserta didiknya bagaikan anaknya
sendiri. Ia harus berusaha dengan ikhlas agar peserta didik dapat
mengembangkan potensinya secara maksimal. Pendidik tidak boleh
merasa benci kepada peserta didik karena sifat-sifat yang tidak
disenanginya.

2. Sebagai Pewaris Nabi


Sehubungan dengan kedudukan ini, terdapat sabda nabi seperti berikut :

Abu Ad-Darda’ berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, Siapa


yang menempuh jalan mencari ilmu, akan dimudahkan Allah jalan
untuknya ke surga. Sesungguhnya, malaikat merentangkan Abu Ad-
Darda' berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Siapa yang
menempuh jalan mencari ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya
ke surga. Sesungguhnya, malaikat merentangkan sayapnya karena
senang kepada pencari ilmu. Sesungguhnya, pencari ilmu dimintakan
ampun oleh orang yang ada di langit dan bumi, bahkan ikan yang ada
dalam ai Keutamaan orang berilmu dari orang yang beribadah adalah
bagaikan keutamaan bulan di antara semua bintang. Sesungguhnya,
ulama adalah pewaris para nabi. Mereka tidak mewariskan emas dan
perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu, hendaklah ia mencari
sebanyak-banyaknya."" (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi, Abu

6
Dawud, dan Ad-Darimi). Dalam hadis di atas dikemukakan beberapa
hal penting. Hal yang berkaitan erat dengan tema ini adalah ulama
adalah pewaris yang berkaitan erat dengan tema ini adalah ulama
adalah pewaris para nabi. Pendidik, dalam hal ini terutama guru,
adalah orang yang berilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia
termasuk kategori ulama. Jadi, ia adalah pewaris para nabi. Sebagai
pewaris para nabi, tentu guru tidak dapat mengharapkan banyak harta
karena mereka tidak mewariskan harta. Akan tetapi, Rasulullah tidak
pernah melarang orang berilmu, termasuk pendidik, untuk mencari
harta kekayaan selama proses itu tidak mengurangi upaya pengambilan
warisan beliau yang sebenarnya, yaitu ilmu pengetahuan.

B. Syarat – syarat Seorang Pendidik dalam Perspektif Hadis


1. Pendidik Harus Beriman
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab membimbing anak
untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu beriman dan bertakwa kepada
Allah. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, pendidik terlebih dahulu
harus beriman. Sehubungan dengan ini, terdapat hadis sebagai berikut.

Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi meriwayatkan bahwa ia berkata


kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, katakanlah kepada saya sesuatu
tentang Islam yang tidak akan saya tanyakan lagi sesudah engkau."
Nabi berkata, "Katakanlah, 'Saya beriman kepada Allah,' lalu
tetapkanlah pendirianmu." (HR. Muslim dan Ahmad)

Hadis ini menunjukkan bahwa iman kepada Allah dan istiqamah


dengan pengakuan keimanan itu merupakan suatu hal sudahcukup dan
memadai bagi seseorang muslim. Oleh karena itu, para pendidik harus

7
berusaha agar peserta didik memiliki iman yang kuat dan teguh
pendirian dalam melaksanakan tuntutan iman tersebut. Segala aktivitas
kependidikan diarahkan menuju terbentuknya pribadi-pribadi yang
beriman. Apabila yang diinginkan adalah peserta didik beriman kepada
Allah, maka terlebih dahulu pendidik yang harus beriman. Tidak
mungkin orang yang tidak beriman mampu membina orang menjadi
beriman. Orang yang tidak memiliki, tidak akan mampu memberi.

2. Pendidik Harus Berilmu


Sehubungan dengan ini ditemukan hadis sebagai berikut.

Abdullah bin Amru bin Al-'Ash meriwayatkan bahwa ia mendengar


Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak menarik ilmu
pengetahuan kembali dengan mencabutnya hati sanubari manusia, tetapi
dengan mewafatkan orang-orang berpengetahuan (ulama).tetapi dengan
mewafatkan orang-orang berpengetahuan (ulama). Apabila tidak ada lagi
orang alim yang tersisa, manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi
pemimpin yang dijadikan tempat bertanya. Lalu orang-orang bodoh itu
ditanya dan mereka berju tanpa ilmu mengakibatkan mereka sesat dan
menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari)
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa hadis ini berisi anjuran menjaga
ilmu, peringatan bagi pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang
berhak mengeluarkan fatwa adalah pemimpin yang benar-benar
mengetahui, dan larangan bagi orang yang berani mengeluarkan fatwa
tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Hadis ini juga dijadikan alasan oleh

8
jumhur ulama untuk mengatakan bahwa pada zaman sekarang ini tidak ada
lagi seorang mujtald.
J.Abdullah bin Amru bin Al-'Ash meriwayatkan bahwa ia
mendengar Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak menarik ilmu
pengetahuan kembali dengan mencabutnya hati sanubari manusia, tetapi
dengan mewafatkan orang-orang berpengetahuan (ulama).tetapi dengan
mewafatkan orang-orang berpengetahuan (ulama). Apabila tidak ada lagi
orang alim yang tersisa, manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi
pemimpin yang dijadikan tempat bertanya. Lalu orang-orang bodoh itu
ditanya dan mereka berju tanpa ilmu mengakibatkan mereka sesat dan
menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari)
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa hadis ini berisi anjuran menjaga
ilmu, peringatan bagi pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang
berhak mengeluarkan fatwa adalah pemimpin yang benar-benar
mengetahui, dan larangan bagi orang yang berani mengeluarkan fatwa
tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Hadis ini juga dijadikan alasan oleh
jumhur ulama untuk mengatakan bahwa pada zaman sekarang ini tidak ada
lagi seorang mujtald.
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa orang yang berfatwa dan
mengajar harus berilmu pengetahuan. Termasuk dalam hal ini adalah
pendidik atau guru. Apabila pendidik tidak berilmu pengetahuan, maka
murid-murid yang diajarnya akan sesat. Dengan kata lain dalam bahasa
kependidikan, apabila guru tidak profesional, mengakibatkan proses
pembelajaran yang sia-sia. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
Republik Indonesia, salah satu syarat guru adalah profesional. Sehubungan
dengan ini, terdapat sebuah hadis.

‫ه‬00‫ان إثم‬00‫عن أبي هريرة يقول قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم من أفتى بغير علم ك‬
‫على من أفتاه‬.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang berfatwa


tanpa ilmu, maka dosanya akan dipikul oleh orang yang berfatwa itu."
(HR. Abu Dawud)

9
Dalam hadis ini Rasulullah menyebut frasa siapa yang berfa
Adapun berfatwa adalah memberikan ilmu kepada orang lain.
Sementara itu, mengajar dan mendidik juga memberikan iln kepada
orang lain. Dengan demikian, keduanya sama. Berfatw mendidik, dan
mengajar tanpa ilmu akan menyesatkan orang lain. Oleh karena itu,
beliau melarangnya.

3. Pendidik Harus Mengamalkan Ilmunya

Selain berilmu, pendidik harus mengamalkan ilmunya. Berkaitan


dengan ini terdapat hadis berikut.

Usamah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Seseorang akan


didatangkan pada hari kiamat dan dilemparkan ke neraka. Usus
ususnya keluar di neraka. Ia pun berputar sebagaimana berputarnya
keledai di penggilingan. Para penghuni neraka herkumpul kepadanya
dan bertanya, “Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah engkau dan
bertanya, "Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah engkau dahulu
memerintahkan kami untuk melakukan perbuatang mung dan melarang
kami perbuatan mungkar!' la menjau b. Dahul aku memerintahkan
kalian perbuatan yang ma'ruf tetapi aku tidak melakukannya dan aku
melarang kalian perbuatan mungkar tetaji aku mengerjakannya."" (HR.
Al-Bukhari)

10
Hadis diatas, menjelaskan siksaan Allah yang akan diterima oleh
orang yang mengajarkan kebaikan (al amr bi al ma’ruf) tetapi ia sendiri
tidak mengerjakannya dan orang yang menasihati orang lain agar
meninggalkan yang buruk (an nahi ‘an al munkar) tetapi ia sendiri
mengerjakannya. Tugas tersebut adalah salah satu yang dikerjakan
oleh pendidik atau guru. Jadi, guru harus mengamalkan ilmu yang
diajarkannya kepada peserta didiknya agar terhindar dari siksa Allah.

C. Sifat – sifat Pendidik dalam Perspektif Hadis


a. Sifat Lemah Lembut dan Kasih Sayang

ٌ‫ث قال َأتَ ْينَا النبي صلى هللا عليه وسلم ونَحْ نُ َشبَبَة‬ ِ ‫ك ب ِْن الح َُويْر‬ ِ ِ‫عَن َأبِي ُسلَ ْي َمانَ َمال‬
‫اربُونَ فََأقَ ْمنَ ِع ْن َدهُ ِع ْش ِر ْينَ لَ ْيلَةً فَظَ َّن َأنَّا اا ْشتَ ْقنَا َأ ْهلَنَا َو َسَألَنَا َع َّم ْن ت ََر ْكنَا فِي َأ ْهلِنَا فََأ‬
ِ َ‫ُمتَق‬
‫ارَأ ْيتُ ُموْ نِي‬ َ ‫ْخبَرْ نَاهُ َو َكانَ َرفِ ْيقًا َر ِح ْي ًما فَقَا َل ارْ ِجعُوْ ا ِإلَى َأ ْهلِ ْي ُك ْم فَ َعلِّ ُموْ هُ ْم َو ُمرُوْ هُ ْم َو‬
َ ‫صلُّوْ ا َك َم‬
)‫صأَل ةُ فَ ْليَُؤ ِّذ ْن لَ ُك ْم َأ َح ُد ُك ْم ثُ َّم لِيَُؤ َّم ُك ْم َأ ْكبَرْ ُك ْم (رواه البخار‬
َّ ‫ت اَل‬ْ ‫ض َر‬ َ ‫صلِي َوِإ َذا َح‬ َ ‫ُأ‬

Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ditanya


tentang anak-anak orang yang musyrik. Lalu beliau menjawab: Allah
Maha Mengetahui apa yang akan mereka kerjakan pada saat ia
diciptakan. Dalam hadis ini dinyatakan bahwa Rasulullah SAW.
ditanya oleh sahabat tentang nasib anak-anak orang musyrik pada hari
kiamat nanti. Beliau menjawab, "Allah lebih mengetahui" atau "Allah
mengetahui" apa yang mereka lakukan. Di sini terlihat bahwa
Rasulullah SAW. tidak selalu menjawab pertanyaan yang diajukan
kepadanya, kendatipun beliau adalah Rasulullah. Beliau tidak merasa
risih dengan sikap tidak memberikan jawaban yang pasti. Itulah
sesungguhnya sikap yang harus dimiliki oleh setiap pendidik. Bila
ternyata ada hal yang diragukan atau belum diketahui sama sekali,
jangan segan mengatakan "Allah Yang Mahatahu. Itu adalah salah satu
bentuk sikap tawadhu' seorang hamba

11
b. Mengembalikan Ilmu kepada Allah

Seorang pendidik harus memiliki sifat tawaduk, tidak merasa


paling tahu atau serba tahu. Bila ada hal-hal yang tidak diketahui
dengan jelas, ia sebaiknya mengembalikan persoalan itu kepada Allah.
Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis:

‫عن ابن عباس رضى هللا عنهم قال ُسِئ َل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن‬
)‫َأوْ اَل ِدال ُم ْش ِر ِك ْينَ فقال هللا ِإ ْذ َخلَقَهُ ْم َأ ْعلَ ُم بِ َما َكانُواعَا ِملِ ْينَ (رواه البخارىومسلم‬

Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ditanya


tentang anak-anak orang yang musyrik. Lalu beliau menjawab: Allah
Maha Mengetahui apa yang akan mereka kerjakan pada saat ia
diciptakan. Dalam hadis ini dinyatakan bahwa Rasulullah SAW.
ditanya oleh sahabat tentang nasib anak-anak orang musyrik pada hari
kiamat nanti. Beliau menjawab, "Allah lebih mengetahui" atau "Allah
mengetahui" apa yang mereka lakukan. Di sini terlihat bahwa
Rasulullah SAW. tidak selalu menjawab pertanyaan yang diajukan
kepadanya, kendatipun beliau adalah Rasulullah. Beliau tidak merasa
risih dengan sikap tidak memberikan jawaban yang pasti. Itulah
sesungguhnya sikap yang harus dimiliki oleh setiap pendidik. Bila
ternyata ada hal yang diragukan atau belum diketahui sama sekali,
jangan segan mengatakan "Allah Yang Mahatahu. Itu adalah salah satu
bentuk sikap tawadhu' seorang hamba.

C. Memperhatikan Keadaan Peserta Didik

Agar pendidikan dan pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif,


pendidik perlu memperhatikan keadaan peserta didiknya. Hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah minat, perhatian, kemampuan dan kondisi
jasmani peserta didik. Pendidik jangan sampai memberikan beban belajar

12
yang sangat memberatkan peserta didik. Sehubungan dengan ini terdapat
hadis:

َ‫عن بن مسعود قال كان النبي صلى هللا عليه وسلم يَتَ َخ َّولُنَا بِ ْال َموْ ِعظَ ِة فِي اَألي َِّام َك َراهَة‬
)‫اَلسَّآ َم ِة َعلَ ْينَا (رواه البخارى‬

Dari Ibnu Mas'ud, Nabi SAW. selalu menyelingi hari-hari belajar


untuk kami untuk menghindari kebosanan kami. Dalam hadis ini
terdapat informasi bahwa Rasulullah saw. mengajar sahabat tidak
setiap hari, tetapi ada waktu belajar dan ada pula waktu istirahat. Hal
itu dilakukannya untuk menghindari kebosanan kepada pelajaran. Itu
berarti bahwa Rasulullah saw. memperhatikan kondisi para sahabat
(peserta didik) dalam mengajar. Peserta didik membutuhkan selingan
waktu untuk beristirahatlah. Menurut Muhammad Utsman Najati, di
antara temuan riset mutakhir dalam proses belajar ialah jadwal waktu
belajar. Dengan kata lain, dalam proses belajar harus ada jenjang
waktu untuk istirahat. Hal ini sangat penting dalam proses belajar yang
tepat dan cepat. Dengan mengatur jadwal waktu belajar, pelajaran yang
akan disampaikan berikutnya dapat dicerna dengan baik. [5]Oleh
karenanya, prinsip belajar dengan membagi waktu belajar ini dapat
menghilangkan rasa lelah dan bosan. Dalam hadis di atas, Rasulullah
SAW juga mempraktekkan prinsip “pembagian waktu belajar”. Ini
sebagai metode mendidik jiwa para sahabatnya dengan tujuan agar
mereka tidak merasa bosan. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud
RA. bahwa Nabi SAW dalam beberapa hari pernah memberi nasihat
kepada kami sehingga perasaan benci dan bosan itu muncul pada diri
kami semua.”Abu Wail RA berkata: “Setiap hari Kamis, Abdullah
memberi ceramah kepada sekelompok orang. Salah seorang di antara
mereka berkata kepada beliau, Hai ayah Abdurrahman! Saya berharap
engkau setiap hari memberi ceramah kepada kami.” Ia menjawab,
“Aku tidak bisa setiap hari karena sesungguhnya aku tidak suka
melihat kalian bosan. Aku memberi ceramah kepada kalian seperti

13
Nabi SAW memberi peringatan kepada kami. Kami takut bila rasa
bosan menimpa kami semua.

D. Berlaku dan Berkata Jujur

Seorang pendidik harus bersifat jujur kepada peserta didiknya


sebagaimana yang dipertunjukkan oleh Nabi SAW. dalam hadis

َ‫ال َما ال َمسُْؤ وْ ل ْ ِع ْنهَا بَِأ ْعلَ َم ِمن‬


َ َ‫ قال فََأ ْخبِرْ نِي ع َِن السَّا َع ِة ق‬... ‫عن عمربن الخطاب‬
)‫ (رواه البخارى ومسلم‬... ‫السَّاِئ ِل‬

Umar ibn al-Khatthâb meriwayatkan: … Jibril berkata lagi,


Beritahukan kepadaku tentang hari kiamat! Rasulullah saw. menjawab:
tentang masalah ini, saya tidak lebih tahu dari Anda. ... Dalam hadis di
atas dikatakan bahwa ketika Nabi SAW. ditanya oleh malaikat Jibril
tentang hari kiamat, belia menjawab, saya tidak lebih tahu daripada
Anda, saya sama-sama tidak tahu dengan Anda. Beliau tidak mentang-
mentang Rasulullah, lalu menjawab semua yang ditanyakan
kepadanya. Beliau tidak segan-segan mengatakan tidak tahu bila yang
ditanyakan orang itu tidak diketahuinya. Inilah sifat yang harus
dimiliki oleh setiap pendidik. Seorang ilmuan, guru, dan pendidik
harus bersifat jujur dan terbuka. Bila ditanya orang tentang suatu hal
yang tidak diketahuinya, dia harus berani mengatakan tidak tahu.
Jangan bergaya serba tahu. Jangan mengada-ada untuk menjaga gengsi
keilmuan.

14
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.Kedudukan seorang pendidik dalam perspektif hadis
a. Sebagai orang tua
b. Sebagai pewaris nabi

2. Syarat – syarat seorang pendidik dalam perspektif hadis


a. Pendidik harus beriman
b. Pendidik harus mengamalkan ilmunya

3. Sifat – sifat pendidik dalam pesrpektif hadis


a. Sifat lemah lembut dan kasih sayang
b. Mengembalikan ilmu kepada Allah
c. memperhatikan keadaan peserta didik
d. Berlaku dan berkata jujur

B. SARAN
Demikian makalah ini kami susun, yang mana pasti jauh dari kata
sempurna dan tentunya tak lepas dari kekurangan baik dalam
penyusunan maupun penyajian. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan evaluasi dari
apa yang kami usahakan dalam penyusunan makalah ini. Harapan
kami semoga makalah ini bermanfaat khususnya untuk menambah
pengetahuan bagi pembaca. Amin

15
DAFTAR PUSTAKA

Umar, B. (2022). Hadis tarbawi: pendidikan dalam perspektif hadis.


Amzah.

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/36325

16

Anda mungkin juga menyukai