Anda di halaman 1dari 6

Perkembangan Hukum Islam Pada Masa Tabi'in

Naharuddin SR

Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum Islam, Institut Agama Islam Negeri Parepare

Email: naharuddinsr123@gmail.com

Abstract

Hukum Islam pada zaman tabiin (periode tabiin) terjadi setelah masa khalifah empat
(Abu Bakar, Umar, Ali, dan Utsman) berakhir. Setelah fase Khulafaur Rasyidin berakhir,
muncullah fase tabiin atau zaman tabiin yang pemerintahannya dipimpin oleh bani Umayyah
kala itu. Pemerintahan ini didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan yang sebelumnya menjadi
gubernur Damaskus.

Keywords: hukum islam, tabi’in

tentu tidak. Proses penetapan


hukum dalam islam tentunya
1. PENDAHULUAN hadir berdasarkan fase yang
Hukum islam pada dasarnya dimana pada masa awal itu
bertujuan untuk diselesaikan langsung oleh
mendatangkan Rasulullah Saw. Setelah
kemashlahatan dan menolak Rasulullah Saw wafat, maka
kemudharatan sebagaimana kasus-kasus yang baru
yang termaktub dalam muncul itu langsung
Qowaidul Fiqhiyah. Itulah diselesaikan oleh sahabat
merupakan acuan utama atau dikenal dengan fase
ulama dalam merumuskan Istinbath hukum pada masa
suatu hukum. Lantas apakah sahabat. Setelah itu baru
proses istinbath hukum memasuki Fase Tabi’in dan
muncul begitu saja, tanpa ada itulah yang akan diulas dalam
yang melatarbelakangi ? artikel ini.
Tunisia, Aljazair, Maroko sampai
kepada Samudra Atlantik.
2. PEMBAHASAN DAN ISI
Penaklukkan Spanyol
Faktor Perkembangan Hukum Islam dilakukan pada Al-Walid bin Abdul-
Pada Masa Tabiin Malik (khalifah dari Bani Umayah
Hukum Islam pada zaman yang berkuasa pada tahun 705–715),
tabiin (periode tabiin)terjadi setelah banyaknya daerah baru yang
masa khalifah empat (Abu Bakar, dikuasai berarti banyak pula
Umar, Ali, dan Utsman) berakhir. persoalan yang dihadapi oleh umat
Setelah fase Khulafaur Rasyidin Islam, persoalan tersebut perlu
berakhir, muncullah fase tabiin atau diselesaikan berdasarkan ajaran
zaman tabiin yang pemerintahannya Islam karena agama hanif (tauhid)
dipimpin oleh bani Umayyah kala merupakan petunjuk bagi manusia.
itu. Pemerintahan ini didirikan oleh Dengan demikian, perluasan wilayah
Muawiyah bin Abu Sufyan yang dapat mendorong perkembangan
sebelumnya menjadi gubernur hukum Islam karena semakin luas
Damaskus. wilayah yang dikuasai berarti
semakin banyak penduduk di negeri
Pada fase ini, perkembangan muslim. Dan semakin banyaknya
hukum Islam ditandai dengan penduduk akan semakin banyak pula
munculnya aliran-aliran politik yang persoalan yang harus diselesaikan.
secara emplisit mendorong
terbentuknya aliran hukum. Adapun 2. Perbedaan Penggunaan Ra’yu
faktor-faktor yang mendorong Ra'yu adalah salah satu cara
perkembangan hukum Islam pada umat Islam untuk menetapkan suatu
masa tabiin adalah sebagai berikut: hukum dari permasalahan-
1. Perluasan Wilayah permasalahan kontemporer yang
belum didapati dalam Al-Qur’an dan
Sebagaimana diketahui dalam sunah. Karena semakin luasnya
sejarah, ekspansi (perluasan wilayah) wilayah Muslim, maka persoalan
dunia Islam dilakukan sejak zaman yang mereka hadapi di daerah
khalifah. Langkah awal yang masing-masing berbeda, hingga
dilakukan Muawiyah dalam rangka muncullah hasil ijtihad yang berbeda
menjalankan pemerintahan pula.
memindahkan ibu kota negara, dari
Madinah ke Damaskus. Muawiyah Masing-masing ulama di
kemudian melakukan ekspansi ke daerah tersebut berupaya mengikuti
barat sehingga dapat menguasai metode ijtihad sahabat yang ada di
daerah mereka, sehingga muncullah
sikap fanatisme terhadap para
sahabat tersebut. Dari perbedaan (bervariasi). Oleh sebab itu, menurut
metode yang dikembangkan para Mustafa Ahmad az-Zarqa (politikus
sahabat ini kemudian muncullah Ahli fiqih), tidak mengherankan jika
dalam fiqh Islam Madrasah al-hadis ulama Irak banyak menggunakan
(madrasah = aliran) dan Madrasah logika dalam berijtihad.
ar-ra’yu. Madrasah al-hadits
kemudian dikenal juga dengan 3. Sumber-sumber Hukum
sebutan Madrasah al-Hijaz dan Islam Pada Masa Tabiin.
Madrasah al-Madinah, sedangkan Secara umum, tabiin
Madrasah ar-ra’yu dikenal dengan mengikuti langkah-langkah
sebutan Madrasah al-Iraq dan penetapan hukum yang dilakukan
Madrasah al-Kufah. oleh sahabat dalam mengeluarkan
Kedua aliran ini menganut hukum. Langkah-langkah yang
prinsip yang berbeda dalam metode mereka lakukan di antaranya mencari
ijtihad. Madrasah al-Hijaz dikenal ketentuan dalam Al-Qur’an. Apabila
sangat kuat berpegang pada hadits ketentuan itu tidak ada, mereka
karena mereka banyak mengetahui mencari dalam As-Sunah. Apabila
hadis-hadis Rasulullah Saw., di tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an
samping kasus-kasus yang mereka dan Sunah, mereka kembali kepada
hadapi bersifat sederhana dan pendapat sahabat. Apabila pendapat
pemecahannya tidak banyak sahabat tidak diperoleh, mereka
memerlukan logika dalam berijtihad. berijtihad. Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa sumber-
Sedangkan Madrasah al-Iraq sumber hukum Islam pada masa
dalam menjawab permasalahan tabiin antara lain:
hukum lebih banyak menggunakan
logika dalam berijtihad. Hal ini a) Mencari ketentuan dalam Al-
mereka lakukan karena hadis-hadis Qur’an.
Rasulullah Saw. yang sampai pada b) Apabila ketentuan itu tidak
mereka terbatas, sedangkan kasus- didapatkan dalam Al-Qur’an,
kasus yang mereka hadapi jauh lebih mereka mencarinya dalam
berat dan beragam, baik secara As-Sunah.
kualitas & kuantitas, dibandingkan
yang dihadapi Madrasah al-Hijaz. c) Apabila tidak ada dalam Al-
Qur’an dan As-Sunah,
Ulama Hijaz berhadapan mereka merujuk pada
dengan suku bangsa yang memiliki pendapat sahabat.
budaya homogen (tunggal), sedang
ulama Irak berhadapan dengan
masyarakat yang relatif majemuk
d) Apabila pendapat sahabat munculnya dua aliran pemikiran
tidak diperoleh, mereka hukum ini merupakan bukti bahwa
berijtihad. dalam Islam terdapat kebebasan
berpikir dan masing-masing saling
Dengan demikian sumber hukum menghargai perbedaan pendapat di
Islam pada periode ini adalah; Al- antara mereka.
Qur’an, As-Sunah, Ijma’ dan
pendapat para sahabat serta ijtihad. 5. Pengaruh Golongan Politik
Terhadap Perkembangan
4. Pengaruh Ahli Hadis Dan Hukum Islam Masa Tabi’in
Ahli Ra’yu Terhadap Hukum
Islam Masa Tabi’in Perpecahan kaum muslimin
dalam politik sebagaimana dalam
Pada masa tabi’in ini para ulama’ gambaran politik, memicu adanya
dibedakan menjadi dua aliran yaitu kelompok-kelompok fanatisme baru,
Al-Hadits (madrasah al-madinah), al- di antaranya yaitu kelompok
hadits ra’yu (madrasah al-kufah). Al- Khawarij dan syi’ah. Pendukung Ali
hadits adalah golongan yang banyak (Syi’ah) mempunyai kecenderungan
menggunakan riwayat dan sangat kepada Ali dan keluarganya dan
berhati-hati dalam penggunaan ra’yu. setiap orang yang ada pada
Imam malik brpendapat bahwa, ijma’ partainya. Ia selalu menghindari
penduduk madinah merupakan perpecahan atas musuh-musuh dan
hujjah yang wajib diikuti. Dalam orang-orang yang memeranginya.
perkembangan selanjutnya aliran ini
terpecah, seperti aliran Maikiyah, Sedangkan Khawarij selalu
Syafi’iyah, Hanbaliyah, dan cenderung kepada Abu Bakar, Umar
Hanafiyah. dan orang yang mengikutinya, dan
mereka melepaskan diri dari Utsman,
Ali, Mu’awiyah, serta orang yang
Adapun ahli ra’yu lebih mengikuti mereka. Pendukung
banyak menggunakan ra’yu Mu’awiyah atau jumhur Islam lari
ditambah hadits. Munculnya dua dari dua golongan itu dan tidak
aliran pemikiran hukum ini semakin menempatkan timbangan untuk
mempercepat perkembangan ikhtilaf. mereka.
Dan pada saat yang sama, semakin Terpisahnya ulama-ulama
memotivasi perkembangan hukum muslimin dalam negara-negara besar
Islam. Islam disebabkan karena para
Kedua aliran tersebut, sahabat-sahabat pindah dari Madinah
masing-masing memiliki pendapat ke tempat-tempat tinggal baru pada
dan pengikut sendiri. Di sisi lain, negara-negara besar. Dan dikalangan
mereka lahirlah sekumpulan Tabi’in
besar yang bersekutu dengan mereka melebih-lebihkan ibadah. Orang-
dalam berfatwa dan para sahabat orang bodoh yang membuat stigma
mengakui mereka dalam hak sendiri mengenai suatu ibadah,
persekutuan pada kedudukannya. keutamaan-keutamaan dan khasiat
ibadah, yang pada hakikatnya
Tetapi, syiar-syiar riwayat Rasulullah tidak pernah
hadis dan periwayatan hadis lama- mengucapkan hal demikian.
kelamaan akhirnya hilang, sahabat-
sahabat yang masih ada setelah Dan yang demikian ini nyata
Khulafaur Rasyidin, menjadi tempat adanya, bahkan redaksinya masih
pemberhentian dalam bepergian dari ada sampai sekarang. Di sinilah
negara-negara besar untuk minta peran ulama ahli hadis diperlukan.
fatwa dan belajar. Kemudian muncullah ilmu rijalul
hadis, yaitu ilmu khusus yang
Oleh sebab itu, hadis-hadis menelaah tentang periwayatan hadis,
tidak terkumpul dalam satu negeri, menelaah apakah hadis tersebut
bahkan tidak dalam satu buku karena autentik dari Rasulullah atau tidak.
shabat yang berfatwa telah terpisah-
pisah pada negara-negara besar, 3. Kesimpulan
penduduk setiap negara
meriwayatkan dari sahabat yang Hukum islam pada masa
tinggal di wilayahnya sendiri, maka tabi’in melahirkan berbagai macam
pada setiap negara mempunyai hadis pandangan dikalangan ulama pada
yang tidak ada pada negeri lain. masa tersebut. Hal ini mencerminkan
semangat yang begitu luar biasa dari
Akhirnya, mulai munculnya kalangan ulama pada masa tabiin
dusta pada hadis Rasulullah Saw. untuk melakukan ijtihad.
sebagaimana yang ditakutkan oleh
Abu Bakar dan Umar. Dengan semangat itulah yang
mengantarkan pada perbedaan
Ada beberapa pihak yang pendapat namun dari perbedaan
sudah berani lancang dan macam – tersebut melahirkan konsensus atau
macam, sebagiannya ada orang yang ijmak, karena dengan itulah sehingga
membuat-buat redaksi hadis lahir persatuan pendapat dikalangan
(HOAX) atas baginda Nabi yang ulama meskipun berangkat dari
sebenarnya sama sekali tidak pernah perbedaan pendapat.
diucapkan oleh beliau. Seperti oleh
orang-orang Zindik misalnya, serta
orang-orang yang tidak
mengharapkan kehormatan agama,
Dan pada saat itu yang paling marak
adalah pembodohan hadis seperti
4. Referensi

Azhary, Muhammad Tahir, Negara


Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-
Prinsipnya. (Cet. I, Bogor Kencana,
2003)

Khallaf, abdul wahab,khulasah,


Tarikh al-Tasry al-Islamiy. (PT. Raja
Garfindo Persada,2002)

Mannan, Abd, (Reformasi Hukum


Islam di Indonesia). (Jakarta: PT.
Raja Grafind)

Zainuddin Ali, Hukum Islam.


(Jakarta : Sinar Grafika Ofset, 2006)

Muhammad Ali Sayis, Tarikh fal-


Fiqh Islamy (Beirut:Dar al-kutub al-
Ilmiyah,1990)

Muhammad Salam Madkur, Al


Madkhal Li al fiqh al Islam ( Cairo :
Dar an Nadhah Islamiyah)

Umar Sulaiman al-Asygar, Tarikh al-


Fiqh al- Islamy, (Amman: Dar al-
Nafais,1991)

Daud Ali, Muhammad. Hukum Islam


(Pengantar Ilmu dan Tata Hukum
Islam di Indonesia). ( Jakarta: PT.
Grafindo Persada. 1999

Harjono, Anwar. Hukum Islam


(Keluasan dan Keadilan). ( Jakarta:
Bulan Bintang. 1987)

Anda mungkin juga menyukai