A. Latar Belakang
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib adalah seorang Nabi serta
Rasulullah serta sebagai manusia revolusioner sejati. Keberhasilannya mengubah
pola kehidupan masyarakat arab hingga seluruh belahan dunia dalam berbagai
aspek kehidupan. Menjadikannya layak mendapat julukan ini. Setidaknya
pendapat ini diyakini oleh semua umat islam dan sebagian orientalis. Michel H.
Hart dalam bukunya yang berjudul 100 Pokoh yang paling berpengaruh di dunia
menempatkan Nabi Muhammad ﷺdalam urutan pertama. Ia mengatakan bahwa
Nabi Muhanmmad adalah sosok manusia yang berhasil memimpin dan
menyeberkan agama islam hingga seluruh dunia. Ini tidak lepas dari
kesempurnaan hukum dan ajaran islam yang dibawanya.1
Berbicara Islam pada masa kini tidak dapat dilepaskan dari sejarah
kelahiran dan pertumbuhan Islam pada masa silam. Kemunculan Agama Islam
sekitar abad keenam masehi tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial masyarakat
Arab pada masa itu yang kita kenal dengan zaman jahiliyahnya. Sehingga dapat
kita katakan bahwa kondisi sosial suatu masyarakat atau bangsa akan berpengaruh
terhadap produk hukum yang diberlakukan dalam masyarakat tersebut. Hukum
Islam lebih cenderung bersifat “tegas terutama dalam masalah jinayah (hukum
pidana).
Fokus utama pada makalah ini yaitu tasri’ pada periode Rasulullah ﷺ,
disini kami mencoba memaparkan beberapa penjelasan antaralain yaitu tentang
tasyri’ fase makkiyah dan madaniyah, pengaruh tasri’ pada masa Rasulullah,
sumber hukum, ayat-ayat serta gaya bahasa dalam penetapan hukum. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
1
Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 15
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini ialah :
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui sejarah tasyri’ pada fase makkiyah dan madaniyah.
2. Mengetahui pengaruh tasri’ pada masa itu.
3. Mengetahui darimana sumber hukum pada masa itu.
4. Mengetahui jumlah ayat serta gaya bahasa yang digunakan dalam
penetapan hukum.
2
PEMBAHASAN
3
di muka bumi (QS. Al-A’raf:56), dan kewajiban shalat (QS. Hud: 114). Rahasia
mengapa di Mekkah belim banyak ayat hukum, karena disana belum terbentuk
masyarakat Islam seperti halnya di Madinah setelah Rasulullah hijrah.4
2. Madaniyah
Periode kedua adalah periode Madaniyah yakni semenjak Rasulullah
sudah berhijrah ke Madinah, selama 10 tahun kurang lebihnya, terhitung mulai
dari waktu hijrah beliau sampai waktu wafatnya. Pada fase ini Islam sudah kuat
(berkembang dengan pesatnya), jumlah umat Islampun sudah bertambah banyak
sudah terbentuk suatu umat-umat yang sudah mempunyai suatu pemerintahan
yang gemilang dan sudah berjalan dengan lancar media-media dakwah. keadaan
inilah yang mendorong perlunya mengadakan tasyri’ dan pembentukan undang-
undang untuk mengatur perhubungan antara individu dari suatu bangsa dengan
bangsa lainnya, dan untuk mengatur pula perhubungan mereka dengan bangsa
yang bukan Islam baik di waktu damai maupun di waktu perang.5Untuk
kepentingan inilah maka di Madinah ditentukan hukum-hukum perkawinan,
perceraian, warisan, perjanjian, hutang piutang, kepidanaan, dan lain-lain.
4
Abdul Majid Khon, Ikhtisar...... , h. 22
5
Wahab Khollaf, Ringkasan......h. 10
6
Abdul Majid Khon, Ikhtisar...... , h. 22
7
Ibid.
4
B. Pengaruh Tasyri’ Pada Masa Rasulullah
Sumber atau kekuasaan tasyri’ pada periode ini dipegang oleh Rasululloh
sendiri dan tidak seorang pun yang boleh menentukan hukum suatu masalah baik
untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Dengan adanya Rasulullah di
tengah-tengah mereka serta dengan mudahnya mereka mengembalikan setiap
masalah mereka kepada beliau, maka tidak seorang pun dari mereka berani
berfatwa dengan hasil ijtihadnya sendiri. Bahkan jika mereka dalam menghadapi
suatu peristiwa atau terjadi persengketaan, mereka langsung mengembalikan
persoalan itu kepada Rasulullah dan beliaulah yang selanjutnya akan memberikan
fatwa kepada mereka, menyelesaikan sengketa, dan menjawab pertanyaan dari
masalah yang mereka tanyakan.8
8
Ibid., h.16
5
menunggu wahyu, jika wahyu tidak datang maka Nabi berijtihad dengan
berpedoman ruh syariat, kemaslahatan, atau permusyawaratan.
9
Mun’im A Sirry, Sejarah......, h. 27
6
Ada karakteristik yang sangat menonjol dari Al-qur’an yaitu, bahwa
meskipun Al-qur’an diturunkan dalam ruang waktu tertentu dan sebab tertentu,
tetapi esensi kalam tuhan tersebut adalah universal, sehingga tetap menjadi
rujukan sanmpai sekarang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sasaran Al-
qur’an dan juga sebab turunnya adalah “kemanusiaan (problematika kehidupan
manusia), baik pada masa Nabi, masa kini dan masa seterusnya.10
Pada era kenabian, Al-qur’an belum tertulis seperti kita lihat sekarang.
Sahabat menuliskan setiap wahyu yang turun dan dibacakan oleh Nabi pada
dedaunan, lembaran-lembaran kulit, bebatuan, pelepah kurma, dan bahan-bahan
lainnya. Nabi menyuruh penulis-penulis wahyu itu untuk menulisnya setelah
terlebih dahulu di bacakan kepada mereka dan mereka menghafalkan dihadapan
Rasulullah.
10
Ibid.
11
Ibid, h. 27-28
12
Muhammad Ali As-sayis, Sejarah Fiqih Islam, (Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2003), h.
65
7
Permasaalahan ijtihad pada masa Rasulullah ini terjadi perbedaan
pendapat. Para ulama berbeda pendapat apakah Nabi ﷺdiperbolehkan
menetapkan hukum yang tidak ada wahyunya atau tidak. Diantaranya :13
a. Golongan Asy’ariyyah, Mu’tazilah, dan Mutakallimin berpendapat
bahwa Nabi tidak diperkenankan untuk berijtihad dalam hal halal dan
haram.
b. Ulama hadis dan ulama ushul berpendapat bahwa Nabi diperkenankan
untuk berijtihad mengenai hukum-hukum yang tidak ada wahyunya.
c. Fuqaha berpendapat bahwa Nabi diperkenankan untuk berijtihad
dalam hal peperangan dan syariat.
Saat itu Rasulullah saw lebih condong kepada pendapat Abu Bakar yang
berpendapat untuk mengambil fidyah dari para tawanan tersebut. Namun setelah
itu turun firman Allah swt yang mendukung pendapat Umar untuk membunuh
mereka "Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi
13
Abdul Majid Khon, Ikhtisar......, h. 41
14
Muhammad Ali As-sayis, Sejarah ......., h. 29
15
Ibid.
8
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS. Al-Anfal: 67)16
9
f. Tentang pengaturan keuangan negara dan ekonomi, sebnyak 10 ayat.
Lain halnya dengan Harun Nasution yang berpendapat bahwa dari 6.360
ayat Al-qur’an, ayat-ayat ahkam hanya mencapai 5,8 persen.
a. 140 ayat tentang ibadah, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
b. 70 ayat tentang keluarga, seperti nikah, talak, warisan dan wasiat.
c. 70 ayat tentang perdagangan dan perekonomian, seperti jual-beli,
sewa-menyewa, pinjam-meminjam, gadai, perseroan, dan kotrak.
d. 30 ayat tentang kriminal, seperti pembunuhan dan pencurian.
e. 25 ayat tentang hubungan antara orang islam dan non-islam.
f. 13 ayat tentang pengadilan.
g. 10 ayat tentang hubungan miskin dan kaya.
h. 10 ayat tentang kenegaraan.
Jumlah keseluruhannya adalah 368 ayat. Dari jumlah ini hanya 3,5 persen
atau 228 ayat yang mengurus tentang hidup kemasyarakatan umat. Ayat-ayat
hukum di dalam Al-qur’an tidak mencapai 1/10. Sebagian ulama menyebutnya
tidak lebih dari 200 ayat, sementara Imam Al-Ghazali menyebunya mencapai 500
ayat.18
2. Gaya bahasa
Secara garis besar, tasri’ di dalam Al-qur’an berisikan tiga hal, yaitu
perintah, larangab, dan pilihan. Dalam menyampaikan tiga hal tersebut, Al-qur’an
menggunakan berbagai gaya bahasa (uslub) yang bervariasi.. Sehubungan dengan
itu, Syeikh Muhammad Al-Khudhari Bik memaparkan hasil penelitiannya sebagai
berikut.
18
Abdul Majid Khon, Ikhtisar......, h. 27-29.
19
Ibid, h. 31-36
10
KESIMPULAN
Fase makkiyah, yaitu sebelum Nabi hijrah ke Madinah yaitu saat nabi
masih berada di mekkah. Inti dari ayat-ayat ini adalah masalah aqidah untuk
meluruskan keyakinan umat di masa jahiliah dan menanamkan ajaran tauhid.
Sedangkan fase madaniyah, yaitu setalah Nabi hijrah ke kota madinah. Inti
ayat-ayat ini adalah masah hukum dan berbagai aspeknya.
11
DAFTAR PUSTAKA
12