Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN USHUL FIQIH

Paper ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih 1
Dosen pengampu Moh Khusen,M.Ag

Disusun oleh:
Nama
NIM

: Ahmad Mundhofar
: 21113048

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN AHWALUS SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

KATA PENGANTAR

PENDAHULUAN

Ushul Fiqih adalah komponen utama untuk menghasilkan produk fiqih.Ushul Fiqih
adalah ilmu yang tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah
Sebagaimana ilmu-ilmu keagamaaan lain dalam islam.Hal ini menandakan bahwa usul fiqih
tidak timbul dengan sendirinya meskipun benih benih kehadiran ushul fiqih sudah ada sejak
zaman Rosululloh dan sahabat.Hal ini didasarkan pada hadits yang meriwayatkan bahwa
rosululloh bertanya kepada Muadz bin Jabal ketika diutus untuk menjadi gubernur di Yaman
tentang apa yang akan dilakukan apabila dia harus menetapkan hukum sedangkan dia tidak
menemukan hukumnya dalam Al Quran maupun As Sunnah ,Kemudian Muadz Bin Jabal
menjawab dalam pertanyaan terakhir ini bahwa dia akan menetapkan hukum melalui
ijtihadnya ,dan ternyata jawaban Muadz tersebut mendapat pengakuan dari Rosululloh .Masalah
utama yang menjadi bagian Ushul Fiqih seperti ijtihad,qiyas,nash,dan takhsis adalah kajian
kajian yang sudah ada pada zaman itu.Kajian Ushul fiqih semakin mendapatkan perhatian dari
kalangan ahli hokum islam pasca wafatnya Rosululloh SAW.
Pada masa tabiin cara mengistibath hukum semakin berkembang.Diantara mereka ada
yang menempuh metode maslahah atau metode qiyas disamping berkembang pula pada fatwa
sahabat sebelumnya.Pada masa tabiin inilah mulai tampak perbedaan perbedaan mengenai
hukum sebagai konsekuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan oleh ulama pada waktu
itu .Corak perbedaan lebih jelas lagi pada masa sesudah tabiin atau pada masa Al Alimmat Al
Mujtahidin.Sejalan dengan itu,kaidah kaidah istinbat yang digunakan juga semakin jelas
bentuknya.Abu Hanifah contohnya menempuh metode qiyas dan istihsan.Sementara Imam Malik
berpegang pada amalan orang orang Madinah.
Perbedaan perbedaan diatas tergolong wajar.Bahkan ada beberapa pendapat yang
menjelaskan mengenai asal dari ushul fiqih .Secara teoritis ,ilmu ushul fiqih lebih dahulu lahir
dari ilmu fiqih karena ushul fiqih sebagai alat untuk melahirkan fiqih.Akan tetapi ,fakta sejarah
menunjukkan ushul fiqih bersamaan lahirnya fiqih.Sedangkan dari segi penyusunanya,ilmu fiqih
lebih dahulu lahir lebih dahulu daripada ilmu fiqih.Hal ini disebabkan pada zaman itu corak atau
metode pemikiran belum terbukukan dalam suatu tulisan yang sistematis.Dengan kata lain
,belum berbentuk suatu disiplin ilmu tersendiri.
Namun terlepas dari hal hal diatas .Dalam pembahasan,makalah ini akan menjelaskan
secara rinci mengenai hal ikhwal sejarah perkembangan ushul fiqih

PEMBAHASAN

SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH


Ushul fiqh sebagai sebuah bidang keilmuan lahir terlebih dahulu dibandingkan ushul fiqh
sebagai sebuah metode memecahkan hukum. Kalau ada yang bertanya: Dahulu mana ushul fiqh
dan fiqh? tentu tidak mudah menjawabnya. Pertanyaan demikian sama dengan pertanyaan
mengenai mana yang lebih dahulu: ayam atau telor.
Musthafa Said al-Khin memberikan argumentasi bahwa ushul fiqh ada sebelum fiqh.
Alasanya adalah bahwa ushul fiqh merupakan pondasi, sedangkan fiqh bangun yang didirikan di
atas pondasi. Karena itulah sudah barang tentu ushul fiqh ada mendahului fiqh. Kesimpulannya,
tentu harus ada ushul fiqh sebelum adanya fiqh.
Jawaban demikian benar apabila ushul fiqh dilihat sebagai metode pengambilan hukum
secara umum, bukan sebuah bidang ilmu yang khas. Ketika seorang sahabat, misalnya,
dihadapkan terhadap persoalan hukum, lalu ia mencari ayat Alquran atau mencari jawaban dari
Rasulullah, maka hal itu bisa dipandang sebagai metode memecahkan hukum. Ia sudah punya
gagasan bahwa untuk memecahkan hukum harus dicari dari Alquran atau bertanya kepada
Rasulullah. Akan tetapi, cara pemecahan demikian belum bisa dikatakan sebagai sebuah bidang
ilmu. Pemecahan demikian adalah prototipe (bentuk dasar) ushul fiqh, yang masih perlu
pengembangan lebih lanjut untuk disebut sebagai ilmu ushul fiqh.
Contoh ijtihad yang dilakukan oleh sahabat adalah ketika dua orang sahabat bepergian,
kemudian tibalah waktu shalat. Sayangnya mereka tidak punya air untuk wudlu. Keduanya lalu
bertayammum dengan debu yang suci dan melaksanakan shalat. Kemudian mereka menemukan
air pada waktu shalat belum habis. Salah satu mengulang shalat sedangkan yang lain tidak.
Keduanya lalu mendatangi Rasulullah dan menceritakan kejadian tersebut. Kepada yang tidak
mengulang Rasulullah bersabda: Engkau telah memenuhi sunnah dan shalatmu mencukupi.
Kepada orang yang berwudlu dan mengulang shalatnya, Rasulullah menyatakan: Bagimu dua
pahala.
Dalam kisah di atas, sahabat melakukan ijtihad dalam memecahkan persoalan ketika
menemukan air setelah shalat selesai dikerjakan dengan tayammum. Mereka berbeda dalam
menyikapi persoalan demikian, ada yang mengulang shalat dengan wudlu dan ada yang tidak.
Akhirnya, Rasulullah membenarkan dua macam hasil ijtihad dua sahabat tersebut.

Perkembangan ushul fiqih dibagi dalam beberapa periode


1. Ushul Fiqh Masa Rasulullah
Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran dan
Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu turunnya wahyu yang
menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka Rauslullah SAW
menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan
hadits atau sunnah.
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan fiqih (hukum
Islam) dikembalikan kepada Rasul. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa sumber fiqih
adalah wahyu Allah SWT. Namun demikian juga terdapat usaha dari beberapa sahabat
yang menggunakan pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Hal ini
didasarkan pada Hadis
Suatu saat seorang perempuan datang kepada Rasulullah dan mengatakan bahwa
ibunya meninggal dunia dengan meninggalkan hutang puasa satu bulan. Rasulullah pun
kemudian berkata:

: : .
Bagaimana seandainya ibumu memiliki hutang, apakah engkau
membayarkannya? Perempuan tersebut menjawab: Ya. Rasulullah berkata: Hutang
kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan.
Terhadap pertanyaan perempuan yang datang kepadanya, Rasulullah tidak
menjawab dengan jawaban Ya atau Tidak. Beliau menjawabnya dengan meng-qiyaskan terhadap hutang piutang. Jadi, hukum hutang puasa orang tua yang meninggal dunia
disamakan dengan hukum hutang piutang harta. Kasus tersebut menjadi bentuk dasar
qiyas, yang dikemudian hari disusun prosedurnya secara baku oleh Imam Syafii.

2. Ushul Fiqh Masa Sahabat


Masa sahabat sebenarnya adalah masa transisi dari masa hidup dan adanya
bimbingan Rasulullah kepada masa Rasulullah tidak lagi mendampingi umat Islam.
Ketika Rasulullah masih hidup sahabat menggunakan tiga sumber penting dalam
pemecahan hukum, yaitu Alquran, sunnah, dan rayu (nalar). Petunjuk paling jelas
terhadap tiga sumber tersebut tampak dalam riwayat berikut:

Sesungguhnya Rasulullah Saw. mengutus Muadz ke Yaman. Kemudian Nabi bertanya


kepada Muadz bin Jabbal: Bagaimana engkau akan memutuskan persoalan?, ia
menjawab: akan saya putuskan berdasarkan Kitab Allah (al-Quran), Nabi bertanya: kalau
tidak engkau temukan di dalam Kitabullah?!, ia jawab: akan saya putuskan berdasarkan
Sunnah Rasul SAW, Nabi bertanya lagi: kalau tidak engkau temukan di dalam Sunnah
Rasul?!, ia menjawab: saya akan berijtihad dengan penalaranku, maka Nabi bersabda:
Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik atas diri utusan Rasulullah (HR.
Bukhari).
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa Ushul Fiqih secara teori telah
digunakan oleh beberapa sahabat, walaupun pada saat itu Ushul Fiqih masih belum
menjadi nama keilmuan tertentu. Salah satu teori Ushul Fiqih adalah, jika terdapat
permasalahan yang membutuhkan kepastian hukum, maka pertama adalah mencari
jawaban keputusannya di dalam al-Quran, kemudian Hadis. Jika dari kedua sumber
hukum Islam tersebut tidak ditemukan maka dapat berijtihad.
Hadits ini secara tersurat tidak menunjukkan adanya upaya Nabi mengembangkan
Ilmu Ushul Fiqh, tapi secara tersirat jelas Nabi telah memberikan keluasan dalam
mengembangkan akal untuk menetapkan hukum yang belum tersurat dalam Al-Quran dan
Sunnah.
Dari contoh-contoh ijtihad yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, demikian pula
oleh para sahabatnya baik di kala Rasulullah SAW masih hidup atau setelah beliau wafat,
tampak adanya cara-cara yang digunakannya, sekalipun tidak dikemukakan dan tidak
disusun kaidah-kaidah (aturan-aturan)nya ; sebagaimana yang kita kenal dalam Ilmu
Ushul Fiqh ; karena pada masa Rasulullah SAW, demikian pula pada masa sahabatnya,
tidak dibutuhkan adanya kaidah-kaidah dalam berijtihad dengan kata lain pada masa
Rasulullah SAW dan pada masa sahabat telah terjadi praktek berijtihad, hanya saja pada
waktu-waktu itu tidak disusun sebagai suatu ilmu yang kelak disebut dengan Ilmu Ushul
Fiqh karena pada waktu-waktu itu tidak dibutuhkan adanya. Yang demikian itu, karena
Rasulullah SAW mengetahui cara-cara nash dalam menunjukkan hukum baik secara
langsung atau tidak langsung, sehingga beliau tidak membutuhkan adanya kaidah-kaidah
dalam berijtihad, karena mereka mengetahui sebab-sebab turun (asbabun nuzul) ayat-ayat
Al-Quran, sebab-sebab datang (asbabul wurud) Al- Hadits, mempunyai ketazaman
dalam memahami rahasia-rahasia, tujuan dan dasar-dasar syara dalam menetapkan
hukum yang mereka peroleh karena mereka mempunyai pengetahuan yang luas dan
mendalam terhadap bahasa mereka sendiri (Arab) yang juga bahasa Al-Quran dan AsSunnah. Dengan pengetahuan yang mereka miliki itu, mereka mampu berijtihad tanpa
membutuhkan adanya kaidah-kaidah.
3. PERIODE TABIIN DAN IMAM MAZHAB

Pada masa tabiin, tabiit-tabiin dan para imam mujtahid, di sekitar abad II dan
III Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, sampai ke daerahdaerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan bangsa Arab atau tidak berbahasa Arab
dan beragam pula situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya. Banyak diantara para
ulama yang bertebaran di daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit penduduk daerahdaerah itu yang memeluk agama Islam. Dengan semakin tersebarnya agama Islam di
kalangan penduduk dari berbagai daerah tersebut, menjadikan semakin banyak persoalanpersoalan hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan hukumnya dalam Al-Quran
dan As-Sunnah. Untuk itu para ulama yang tinggal di berbagai daerah itu berijtihad
mencari ketetapan hukumnya.
Karena banyaknya persoalan-persoalan hukum yang timbul dan karena pengaruh
kemajuan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang yang berkembang dengan pesat yang
terjadi pada masa ini, kegiatan ijtihad juga mencapai kemajuan yang besar dan lebih
bersemarak.
Dalam pada itu, pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan
perdebatan antara para ulama mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan yang
ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut, bukan saja antara ulama satu daerah
dengan daerah yang lain, tetapi juga antara para ulama yang sama-sama tinggal dalam
satu daerah.Kenyataan-kenyataan di atas mendorong para ulama untuk menyusun kaidahkaidah syariah yakni kaidah-kaidah yang bertalian dengan tujuan dan dasar-dasar syara
dalam menetapkan hukum dalam berijtihad.

TAHAP PERKEMBANGAN USHUL FIQH


secara garis besarnya, ushul fiqh dapat di bagi dalam tiga tahapan yaitu:
1.

Tahap awal (abad 3H)


pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah wilayah Islam semakin meluas
kebagian timur.khalifah-khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah : AlMamun(w.218H),
Al-Mutashim(w.227H),
Al
Wasiq(w.232H),
dan
AlMutawakil(w.247H) pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah
dikalangan Islam yang dimulai dari kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil dari
kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan Islam ketika itu adalah berkembangnya
bidang fiqh yang pada giliranya mendorong untuk disusunya metode berfikir fiqih yang
disebut ushul fiqh.
Seperti telah dikemukakan, kitab ushul fiqh yang pertama-tama tersusun seara
utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah karangan As-Syafii. kitab ini
dinilai oleh para ulama sebagai kitab yang bertnilai tinggi. Ar-Razi berkata kedudukan
As-Syafii dalam ushul fiqh setingkat dengan kedudukan Aristo dalam ilmu Manthiq dan
kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu Ar-rud.
Ulama sebelum As-Syafii berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqh dan
menjadikanya pegangan, tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum yang
menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syariat dan cara memegangi dan cara
mentarjih kanya: maka datanglah Al-Syafii menyusun ilmu ushul fiqih yang merupakan
kaidah-kaidah umum yang dijadikan rujukan-rujukan untuk mengetahui tingkatantingkatan dalil syarI, kalaupun ada orang yang menyusun kitab ilmu ushul fiqh sesudah
As-Syafi;I, mereka tetap bergantung pada Asy-Syafii karena Asy-Syafiilah yang
membuka jalan untuk pertama kalinya.
Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah tersusun pula sejumlah kitab ushu
fiqh lainya. Isa Ibnu Iban(w.221H\835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas. Khabar AlWahid, ijtihad ar-rayu. Ibrahim Ibnu Syiar Al-Nazham (w.221H\835M) menulis kitab
An-Nakl dan sebagainya.
Namun perlu diketahui pada umumnya kitab ushul-fiqh yang ada pada abad 3 h
ini tidak mencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqh yang utuh dan mencakup segala

aspeknya kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri. Kitab Ar-Risalah lah yang mencakup
permasalahan-permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat perhatian Para Fuqoha pada
zaman itu.
Disamping itu, pemikiran ushuliyah yang telah ada, kebanyakan termuat dalam
kitab-kitab fiqh, dan inilah salah satu penyebab pengikut ulama-ulama tertentu
mengklaim bahwa Imam Madzhabnya sebagai perintis pertama ilmu ushul fiqh tersebut.
Golongan Malikiyah misalnya mengklaim imam madzhabnya sebagai perintis pertama
ushul fiqh dikarenakan Imam Malik telah menyinggung sebagian kaidah-kaidah
ushuliyyah dalam kitabnya Al Muwatha. Ketika ia ditanya tentang kemungkinan adanya
dua hadits shoheh yang berlawanan yang datang dari Rasulluloh pada saat yang sama,
Malik menolaknya dengan tegas, karena ia berperinsip bahwa kebenaran itu hanya
terdapat dalam satu hadits saja.

2.

Tahap perkembangan (abad 4 H)


Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan kelemahan Dinasty
abaSsiyah dalam bidang politik. Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-daulah kecil
yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian tidak berpengaruh
terhadap perkembangan semangat keilmuan dikalangan para ulama ketika itu karena
masing-masing penguasa daulah itu berusaha memajukan negrinya dengan
memperbanyak kaum intelektual.
Khusus dibidang pemikiran fiqh Islam pada masa ini mempunyai karakteristik
tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri Islam. Pemikiran liberal Islam berdasarkan
ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini. mereka mengangagap para ulama terdahulu
mereka suci dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi mengeluarkan
pemikiran yang khas, terkecuali dalam hal-hal kecil saja, akibatnya aliran-aliran fiqh
semakin mantap exsitensinya, apa lagi disertai fanatisme dikalangan penganutnya. Hal ini
ditandai dengan adanya kewajiban menganut madzhab tertentu dan larangan melakukan
berpindahan madzhab sewaktu-waktu.
Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dikatakan taqlid,
karena masing-masing pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan kegiatan ilmiah
guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para pendahulunya.dengan melakukan
usaha antara lain:
1. Memperjelas ilat-ilat hukum yang di istinbathkan oleh para imam mereka mereka disebut
ulama takhrij
2. Mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab baik dalam segi riwayat
dan dirayah.

3. Setiap golongan mentarjihkanya dalam berbagai masalah khilafiyah. Mereka menyusu


kitab al-khilaf.
Akan tetapi tidak bisa di ingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telah tertutup,
akibatnya dalam perkembangan fiqh Islam adalah sebagai berikut:
1.

Kegiatan para ulama terbatas terbatas dalam menyampaikan apa yang telah ada, mereka
cenderung hanya mensyarahkan kitab-kitab terdahulu atau memahami dan meringkasnya.

2. Menghimpun masalah-masalah furu yang sekian banyaknya dalam uaraian yang sungkat
3. Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah permasalahan.
Keadaan tersebut sangat, jauh berbeda di bidang ushul fiqh. Terhentinya ijtihad dalam
fiqh dan adanya usaha-usaha untuk meneliti pendapat-pendapat para ulama terdahulu dan
mentarjihkanya. Justru memainkan peranan yang sangat besar dalam bidang ushul fiqh.
Sebagai tanda berembangnya ilmu ushul fiqh dalam abad 4 H ini ditandai dengan
munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang merupakan hasil karaya ulama-ulama fiqh diantara
kitab yan terekenal adalah:
1.

Kitab Ushul Al-Kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubaidillah Ibnu Al-Husain Ibnu
Dilal Dalaham Al-Kharkhi,(w.340H.)

2.

Kitab Al Fushul Fi-Fushul Fi-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Baker Ar-Razim
yang juga terkenal dengan Al-Jasshah (305H.)

3 Kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh abu Muhammad Badr Ad-Din Mahmud Ibnu
Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dalam perkembangan ushul fiqh pada abad
4h yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang membahas ushul fiqh secara utuh dan tidak
sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Kalaupun ada yang
membahas hanya kitab-kitab tertentu, hal itu semata-mata untuk menolak atau memperkuat
pandangan tertentu dalam masalah itu.
Selain itu Materi berpikir dan penulisan dalam kitab-kitab yang ada sebelumnya dan
menunjukan bentuk yang lebih sempurna, sebagaimana dalam kitab fushul-fi al-ushul karya
abu baker ar-razi hal ini merupakan corak tersendiri corak tersendiri dalam perkembangan
ilmu ushul fiqh pada awal abad 4h., juga tampak pula pada abad ini pengaruh pemikiranyang
bercorak filsafat, khususnya metode berfikir menurut ilmu manthiq dalam ilmu ushul fiqih.
3.

Tahap Penyempurnaan ( 5-6 H )


kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah
kecil, membawa arti bagi perkembanangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam tak

lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti Cairo, Bukhara, Ghaznah, dan
Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan, raja-raja penguasa
daulah-daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan peradaban.
Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu ushul fiqih yang menyebabkan
sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya, antara lain AlBaqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-Baghdadi, Abu Zayd Ad Dabusy, Abu
Husain Al Bashri, Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani, Abu Humaid Al Ghazali
dan lain-lain. Mereka adalah pelopor keilmuan Islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu
keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan
aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak ada bandinganya dalam penulisan dan pengkajian
keislaman , itulah sebabnya pada zaman itu, generasi Islam pada kemudian hri senantiasa
menunjukan minatnya pada produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi sumber
pemikiran.
Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini
merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab
yang mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih selanjutnya.
Kitab-kitab ushul fiqih yang ditulis pada zaman ini, disamping mencerminkan
adanya kitab ushul fiqih bagi masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya
alioran ushul fiqih, yakni aliran hanafiah yang dikenal dengan alira fuqoha, dan aliran
Mutakalimin

PENUTUP

Secara garis besar Ushul Fiqih lahir pada masa Nabi Muhamad SAW.Namun berkembang
pesat pada masa tabiin dan tabiit.Kendati demikian masa sahabat tidak menutup kemungkinan
bahwa usbhul fiqih berkembang namun tidak begitru maju.Perkembangan Ushul Fiqh paling
pesat ditandai dengan munculnya kitab kitab

DAFTAR PUSTAKA

Hasim Kamali, Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam, Pustaka Pelajar Offset, 1996
SyafiI,Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,2007,bandung
https://ruruls4y.wordpress.com/2012/04/07/sejarah-perkembangan-ushul-fiqh/

Anda mungkin juga menyukai