Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PEMBAHASAN

A. Pengertian Masail Fiqhiyah


Kalimat Masail Fiqhiyah trdiri dari dua kata yaitu masail dan fiqhliyah. Masail
adalah bentuk plural dari masalah yang berarti problematika atau hal yang sulit yang
butuh dicarikan solusinya atau diambil dari kata saala yang artinya bertanya. Dengan
kata lain, ia adalah sesuatu yang perlu dicarikan jawabannya karena masih samar bagi
akal mengenai solusinya.
Fiqhiyah adalah kata nisbah atau kata yang menunjukkan keterkaitan kepada
sesuatu yang dalam hal kaitannya adalah fiqh. Fiqh secara bahasa berarti paham.
Sedangkan dari segi istilah fiqh adalah memahami hukum syara yang terkait dengan
perbuatan yang disimpulkan dari dalil-dalilnya yang terinci seperti al-Quran, hadits,
qiyas dan ijma. Pemahaman disini mengindikasikan sebuah upaya manusiawi yang
sifatnya relatif tidak absolut yang bisa jadi benar sesuai dengan maksud Allah dan rasulNya dan bisa juga salah yang dikenal dengan ijtihad. Bagaimanapun juga ijtihad ini
salah maupun benar mendapatkan ganjaran di sisi Allah dengan syarat jika ditujukan
untuk menjalankan perintah Allah dengan ikhlas dan berhati-hati dalam menjauh dari
murka Allah dengan mengetahui mana yang haram dan meninggalkannya. Namun jika
ditujukan

untuk

merubah

hukum

Allah

atau

mempermainkannya

ataupun

menggugurkannya, menafsirkannya sesuai dengan hawa nafsu, tentu ini akan berakibat
sangat fatal.1
Masa`il Fiqhiyah menurut pengertian bahasa adalah permasalahan-permasalahan
baru yang berhubungan dengan masalah-masalah atau jenis-jenis hukum (fiqh) dan
dicari jawabannya. Secara istilah, masail fiqhiyah adalah problem-problem hukum
Islam baru al-waqiiyyah (faktual) dan dipertanyakan oleh umat jawaban hukumnya
karena permasalahan tersebut tidak tertuang di dalam sumber-sumber hukum Islam.
Dan persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu karena adanya
1

Dr H. Muhibbuthabry, M. Ag., Masail Fiqhiyah Al-Haditsah: Penyelesaian kasus-kasus


kekinian, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), hal x

perbedaan situasi yang melingkupinya. Masail fiqhiyah disebut juga Masail fiqhiyah
al haditsah (persoalan hukum Islam yang baru). Objek kritis adanya masa'il fiqhiyah ini
menunjukkan adanya kepedulian islam untuk mencari jawaban berbagai masalah yang
berkembang dimasa kini.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Masail
Fiqhiyah adalah masalah-masalah baru yang muncul setelah turunnya Al-quran dan
hadits dan setelah wafatnya Rasulullah SAW yang belum ada ketentuan hukum secara
pasti, sehingga dalam mencari jawabannya memerlukan metodologi ijtihad para ulama
dalam menginstinbatkan hukum yang diambil dari Al-quran, Hadits, ijma, qiyas, qaulul
sahabat dan lain sebagainya. Dengan adanya Ilmu masa'il fiqhiyah menunjukkan
adanya kebebasan berpikir secara bertanggung jawab di kalangan umat islam dan
sekaligus toleransi dan kedewasaan sikap dalam menghadapi berbagai perbedaan
pendapat.2
B. Sejarah Perkembangan Pemikiran Hukum Islam
Hukum islam adalah perintah Allah SWT yan berkaitan dengan aktivitas para
mukallaf, baik berbentuk perintah (suruhan dan larangan), pilihan maupun ketetapan.
Hukum islam tersebut digali dari dalil-dalilnya yang terperinci yaitu al-Quran dan
Sunnah, dan lain-lain yang secara jelas maupun samar-samar yang perlu digali dengan
menggunakan kemampuan akal (ijtihad). Secara umum dapat dikatakan bahwa agar
ijtihad tidak menyimpang dari garis yang ditentukan oleh al-Quran dan Sunnah, para
mujtahid telah membuat semacam aturan main dalam bentuk norma-norma dan kaidahkaidah dalam ijtihad yang dikenal dengan Ushul Fiqh yang menjadi garis yang
mengikat mujtahid yang menggunakan akal bebasnya.
1. Hukum islam di zaman Rasulullah
Dengan turunnya wahyu kepada Rasulullah dalam bentuk al-Quran dan
Sunnah, mulailah timbul sejarah hukum islam yang berkenaan dengan hukum dari
ayat Madaniyah. Ilmu-ilmu yang berkenaan dengan hukum islam, khususnya Fiqh
dan Ushul Fiqh telah ada pada zaman Rasulullah meskipun belum ada klasifikasi dan
kodifikasinya. Masa ini baru merupakan periode peletakkan dasar-dasar dan prinsip
umum.
2

http://velliezardiansyah.blogspot.co.id/2012/11/masail-fiqhiyyah.html

Rasulullah adalah pakar ilmu Ushul Fiqh yang pertama dan beliau menerima
wahyu al-Quran yang kemudian dijelaskan dengan sunnahnya (perkataan maupun
perbuatan). Beliau juga menggunakan metode berpikir analogis (qiyas) dan juga
metode ijtihad.pemikiran rasional untuk menjelaskan hukum islam melalui penalaran
hukum dan induksi guna memperoleh hukum dalam hubungan vertikal dam
horizontal, atau dalam kasus-kasus baru, atau memberi nilai hukum terhadap
peristiwa khusus, belum merupakan gejala umum dalam masyarakat pada periode ini
dan masa sahabat. Kegiatan berpikir baru muncul sebagai gejala umum ketika
kepentingan duniawi telah mulai mengejar.3
Setiap ijtihad seorang sahabat dalam menetapkan suatu hukum dan
memutuskan perkara tidak dapat menjadi tasyri dan undang undang bagi umat islam,
kecuali setelah ada pengakuan dari Rasulullah SAW sendiri. Jadi selama Rasulullah
SAW masih hidup kekuasaan penetapan hukum atau perundang-undangan berada
ditangan beliau sendiri.
2. Masa khulafa al-rasyidin
Para sahabat telah mewarisi apa yang ada masa Rasulullah dan dihadapkan
kepada mereka masalah-masalah baru. Metode pengajaran hukum yang dilakukan
para sahabat adalah mengembalikan permasalahan terlebih dahulu kepada al-Quran.
Jika tidak didapatkan pemecahan masalah didalamnya, mereka kembalikan kepada
Sunnah Nabi. Dan kalau tidak juga terselesaikan, baru mereka melakukan ijtihad
untuk mendapatkan hukum yang dicari. Para mereka berijtihad adalah dengan
berpegang kepada maqul al-nash dan mengeluarkan illah (penyebab adanya
hukum) atau hikmah yang dimaksud dari nash itu, kemudian menerapkannya pada
semua masalah yang sesuai illahnya dengan illah yang ada pada nash yang disebut
al-qiyas. Dengan bermusyawarah dalam mencari hukum yang tidak ada nashnya,
kemudian mereka bersepakat dalam hukum yang mereka temukan atas suatu masalah
yang disebut dengan ijma. Para sahabat dalam menghadapi berbagai problem yang
terjadi yang tidak ada ketetapan hukumnya dalam al-Quran dan sunnah, mereka

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Masail Al-Fiqhiyah, (Jakarta: Prenada Media Group,
2006), h. 5-9

berijtihad menetapkan hukum-hukumnya dengan menggunakan menggunakan


metode istimbath al-ahkam.4
3. Ushul fiqh di masa tabiin (khalifah umawiyah)
Periode ini mulai tahun 41 H/ 661 M sampai jatuhnya Khalifah Umawiyah di
Damaskus tahun 132 H/ 750 M. Pada masa ini telah terjadi perbedaan pendapat yang
menimbulkan aliran-aliran, dan telah terkristalisasi kecenderungan- kecenderungan
dan cara pendekatan dari aliran-aliran yang saling berbeda. Pada masa ini adalah
masa pembentukan hukum islam yang telah menjurus kepada furu syariyyah,
hukum-hukumnya diambil dari dalil-dalil yang terperinci, dan sekaligus peletakkan
peraturan dasar yang diambil dari keempat sumber yang ada. Pada masa ini juga
telah dimulai usaha penafsiran al-Quran dan pengumpulan hadits, mempelajari dan
mendalaminya, menjaga kepalsuannya dari pengaruh politik atau pengaruh golongan,
atau sebab-sebab lain.
4. Masa tabi tabiin (keemasan abbasiyah)
Masa ini terkenal sebagai masa perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu Fiqh
dan ushul Fiqh ikut berkembang pesat, dan banyak dikarang kitab-kitab berkenaan
dengannya. Setelah munculnya Imam SyafiI, pada masa ini pemikiran hukum islam
benar

benar

tampak

perkembangannya,

sehingga

mulai

dipikirkan

pengkodifikasiannya. Imam SyafiI adalah orang yang pertama kali menulis tentang
Ushul Fiqh dalam kitab Al-Risalah.
Pemikiran hukum islam, khususnya Ushul Fiqh, pada abad III H ini memiliki
keistimewaan tersendiri, walaupun masih ada yang mencampurkan dengan fiqh. Dan
pada abad IV H merupakan titik pemisah sejarah hukum islam karena sebagai
periode telah selesainya pembentukan hukum yang berdasarkan ijtihad secara mutlak
sehingga tidak dapat lagi menetapkan atau mengeluarkan keputusan hukum kecuali
masalah kecil. Kemudian abad V sampai pertengahan abad VII H, merupakan masa
penyempurnaan pemikiran hukum islam. Pemikiran Ushul Fiqh mengalami
kemajuan luar biasa dengan munculnya pemikir-pemikir berbobot.

Prof. Dr. Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 12, 59

Dari dalam gelombang pemikiran Ushul Fiqh, timbullah empat aliran


pemikiran: Mutazilah, Asyariyah, Salafiyah, dan Maturidiyah. Dimasukkan dalam
pembahasan Ushul Fiqh permasalahan-permasalahan pokok yang erat kaitannya
dengan bahasa dan hal-hal yang berhubungan dengan ilmu Kalam.5
Usaha perbaikan bentuk penulisan al-Quran dan pemberian baris pada hurufhurufnya. Usaha ini dilakukan karena mushaf yang telah dibukukan pada masa
khalifah Usman bin Affan yang kemudian disalin kembali dan diperbanyak menjadi
beberapa naskah mushaf lalau disebarkan di kota besar islam. Karena pesatnya islam
berkembang sehingga orang non Arab masuk islam yang menjadi kekhawatiran
pembaca al-Quran terjadi kesalahan membaca sehingga Abu al-Aswad ak-Dualiy
membuat tanda baris pada akhir tiap kalimat. Usaha tersebut berlomba-lomba dalam
menghafal al-Quran, memperbaiki dan menyempurnakan penulisannya, tanda-tanda
barisnya, titik-titiknya dan perbedaan setiap huruf yang bisa membantu untuk dapat
membacanya dengan baik dan benar.6
5. Masa sekarang
Perkembangan kehidupan di dunia ini tentu tidak akan pernah hentinya dalam
segala hal seperti teknologi, sains, pendidikan, politik, kebudayaan dan seterusnya.
Perkembangan ini tentunya mewujudkan problematika baru yang belum terjadi pada
masa lampau atau pernah terjadi pada masa silam dan muncul kembali namun dalam
hal yang lebih rumit lagi, seperti masalah cloning, bayi tabung, KB dan lainnya.
Sebagai seorang muslim yang berpedoman teguh kepada al-Quran dan
Sunnah, maka wajiblah ia menimbang segala masalah yang dihadapi dengan alQuran dan hadits. Meruju dalam menetapkan segala hukum hingga ia tidak tersesat
dari jalan Allah SWT. Namun ada sebagian kasus yang tidak ada dalil hukumnya
secara kongkrit dan tegas di dalam nash-nash al-Quran dan hadits yang dengan
demikian dibutuhkan ijtihad dalam menetapkan hukumnya berdasarkan dengan
prinsip-prinsip dasar yang termuat di dalam nash dan tidak lari darinya. Oleh sebab
itu, pintu ijtihad tidaklah tertutup selamanya karena kasus baru yang berkembang di
masyarakat tidaklah pernah berhenti. Ijtihad ini tentunya memiliki syarat-syarat dan
5

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Masail Al-Fiqhiyah, h. 9-18

Prof. Dr. Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan , h. 84-85

kaedah tertentu dimana masing-masing mazhab fiqh memiliki persyaratan dan


kaedah dalam berijtihad.7
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, kita telah mengetahui pembahasan hukum islam dari
zaman Rasulullah hingga hukum islam kontemporer atau masail fiqhiyah. Masail
fiqhiyah adalah problem-problem hukum Islam yang baru karena tidak terjadi pada
zaman dahulu dan dipertanyakan oleh umat jawaban hukumnya sebab permasalahan
tersebut tidak tertuang di dalam sumber-sumber hukum Islam.
Hukum islam adalah kumpulan hasil pemahaman para mujtahid terhadap alQuran dan Sunnah, dengan metodologi istimbath hukum yang telah dibuat sebagai
dasar pemikiran. Hukum islam dalam perjalanannya mengalami perkembangan yang
sangat pesat, sejak zaman Rasulullah, para sahabat, dan kurun waktu selanjutnya,
sampai lahirnya para mujtahid mazhab dengan berbagai karya ilmiah sebagai khazanah
intelektual keislaman. Dengan metodologi istimbath yang diciptakan oleh para
mujtahid, menjadikannya sebagai hukum yang sempurna yang mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan berbagai kasus yang dihadapi oleh umat dalam perkembangan
zaman dulu, sekarang, dan akan datang sampai hari kiamat tiba.

Dr H. Muhibbuthabry, M. Ag., Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, hal xi

DAFTAR PUSTAKA

http://velliezardiansyah.blogspot.co.id/2012/11/masail-fiqhiyyah.html
Khallaf, Abdul Wahab. 2002. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhibbuthabry. 2011. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah: Penyelesaian kasus-kasus
kekinian. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Nata, Abuddin. 2006. Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta: Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai