NIM : 1105213004
Kelas : TB-45-02
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam dan Etika (UAI1A2)
RESUME
BAB IV : SUMBER HUKUM ISLAM
Alquran, menurut Bahasa artinya sesuatu yang dibaca. Dalam bentuk mashdar
artinya adalah menghimpun dan mengumpulkan. Secara istilah Alquran adalah firman
Allah Swt. Yang disampaikan oleh malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah Swt.
Kepada Nabi Muhammad Saw. Rasulullah menerima wahyu pertama di usia 40 tahun, di
Gua Hira pada tanggal 17 Ramadhan. Ayat yang pertama kali diturunkan adalah ayat 1-5
dari surat Al-Alaq. Yang terakhir diturunkan adalah surat Al-Maidah ayat 3, dimana
Alquran diturunkan secara berangsur selama 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari. Setelah ayat-
ayat yang diturunkan cukup sampai satu surat, kemudian beliau memberi nama surat
tersebut untuk membedakan dengan yang lainnya. Dan memberi petunjuk kepada para
sahabatnya, tentang penempatan surat. Sahabat Rasul banyak yang menjadi hafiz
(penghapal Alquran), dan di antaranya ada yang terpilih untuk menuliskan Alquran yaitu
Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit,
Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Ubay bin Ka’ab, Zubair bin Awwam, Amr bin As dan sahabat
lainnya.
Alquran pada periode Abu Bakar Siddiq, wafatnya Rasullulah memunculkan
Gerakan riddah, dimana Sebagian orang Islam Kembali kepada kekafiran (riddah) bahkan
di antaranya ada yang mengaku sebagai Nabi, sehingga Abu Bakar memeranginya pada
Perang Yamamah (12 H). Banyak Qori’ dan Hafudz yang wafat sehingga Umar khawatir
Alquran akan punah dan tidak terjaga, Umar akhirnya mengusulkan untuk membukukan
Alquran, maka Abu Bakar menyerahkan urusan tersebut kepada Zaid bin Tsabit. Zaid bin
Tsabit mengumpulkan Alquran dengan berpegang pada hafalan surat para Hufadz dan
bukti tulisan-tulisan, kemudian Zaid bin Tsabit memberikan mushaf yang telah tersusun
diberikan kepada Abu Bakar, dan beliau menyimpannya hingga wafat.
Alquran pada periode Utsman bin Affan, semakin banyak wilayah yang ditaklukan
menyebabkan semakin beranekaragaman Qiro’ah antara satu dengan yang lain, yang
dikhawatir menimbulkan perpecahan umat. Utsman bin Affan membentuk lajnah
(panitia) yang dipimpin oleh Zaid bin Haristah dengan anggotanya Abdullah bin Zubair,
Said ibnu Ash, dan Abdurrahman bin Harits untuk menyalin mushaf dan dikirimkan ke
wilayah islam yaitu Mekkah, Kuffah, Basrah dan Suria. Yang bertujuan untuk
menyeragamkan bacaan dengan satu dialek yakni dialek Qurays. Mushaf ini dinamai
mushaf Al Imam atau mushaf Utsmani.
Ali Bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al Aswad Ad Da’uli Untuk menulis
ilmu Nahwu dengan tujuan untuk menjaga keselamatan Alquran dengan ini Ali bin
Abi Thalib menjadi orang pertama yang meletakkan dasar-dasar ilmu I’rab
Alquran. Perintah Ali Bin Abi Thalib yang membuka gerbang pengodifikasian
ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Nama-nama Alquran, antara lain Al- Kitab
(buku), Al-Bayan (Penerang), An-Nur (Cahaya), Al-Kalam (Firman/Ucapan), Al-
Mau’idhah (Pelajaran/nasihat), Asy-Syifa (obat.penyembuh), Al-hukm
(peraturan/hukum) , Al-Balagh (Penyampaian/kahar), Al-Busyra (Kabar gembira),
Adz-Dzikr (Pemberi peringatan), Al-Hikmah (Kebijaksanaan), Al-Furqaan
(pembeda antara yang benar dan salah), At-Tanzil (Yang diturunkan), Ar- Rahmat
(Karunia), Al-Qaul (Ucapan), Ar-Ruh (Ruh), Al-Basha’ir (Pedoman), dan Al-Huda
(Petunjuk).
Pokok-pokok ajaran dalam Alquran yaitu Akidah (ketetapan yang tidak ada
keraguan pada orang yang mengambil keputusan), Ibadah (taat kepada Allah
dengan melaksanakan perintah-perintahNya (yang digariskan) melalui lisan para
Rasul-Nya, Qs. Al-Baqarah ayat 21), Akhlak (Bahasa : dari kata Khuluqun yang
artinya budi atau khulqun yang artinya perbuatan-perbuatan lahir, yaitu sesuatu
yang tersimpan dalam hati, sangat halus sulit diketahui orang lain, namun memiliki
kekuatan yang sangat besar terhadap tingkah laku manusia. Secara istilah, artinya
tingkah laku lahiriah yang diperbuat oleh seseorang secara spontan sebagai
cerminan hati seseorang yang menciptakan hubungan bai kantar pribadi dengan
pribadi dan antar masyarakat sesamanya), Hukum ( meliputi dua hal Ibadah ( salat,
puasa, zakat, dan haji) dan muamalah (meliputi hukum keluarga, jinayah, politik
dan eknomi) ), Ilmu Pengetahuan (sains) (seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia), Sejarah (semasa lampau manusia, baik yang berhubungan
dengan peristiwa politik, social, ekonomi, maupun gejala alam).
Fungsi Alquran yaitu sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad Saw.
Petrunjuk bagi segenap umat manusia, sumber pokok ajaran Islam, Peringatan dan
pembelajaran bagi manusia.
Abad ke 3 H, para ulama mulai memilah hadis-hadis shahih dan
menyusunnya ke dalam berbagai topik. Abad ke 8 M, satu per satu penghafal hadis
meninggal dunia, meluasnya daerah kekuasaan islam membuta penghafal hadis
terpencar-pencar ke berbagai wilayah. Di tengah kondisi ini ada upaya pemalsuan
hadis demi memuluskan berbagai kepentingan merajarela. Melihat kondisi ini
Umar bin Abdul Aziz, khalifah dinasti Umayyah kedelapan, memerintahkan
pembukuan hadis-hadis guna mencegah punahnya hadis dan mendapatkan
dukungan dari para ulama di zaman tersebut. Juga memerintahkan Muhammad bin
Syihab Az-Zuhri untuk menghimpun hadis yang dikuasai oleh para ulama di Hijaz
dan Suriah.
Di Abad pembukuan hadis, paara ulama hadis yang muncul adalah Imam
Bukhari ( Menyusun Sahih al-Bukhari ), Imam Muslim ( Menyusun Sahih Muslim
), Abu dawud (Menyusun kitab Sunan Abi Dawud), Imam Abu Isa Muhammad At-
Tirmizi ( Menyusun kitab sunan at-Tirmizi), Imam An-Nasai (Menyusun kitab
Sunan An-Nasai dan Ibnu Majah atau Muhammad bin Yazid ar-Rabai al-Qawazni).
Dalam istilah hadis ada yang disebut dengan rawi ( seorang yang
menyampaikan atau menulis dalam sebuah kitab apa yang diterimanya dari seorang
guru), Sanad (silsilah atau rentetan para perawi yang menukilkan Hadis dari
sumber yang pertama), Matan ( teks hadis atau tulisan mengenai isi hadis itu
sendiri), Mukharij/Mudawwin ( perawi hadis (rawi), atau orang-orang yang telah
berhasil Menyusun kitab berupa kumpulan hadis, seperti al-Bukhari, muslim,
Malik, Ahamd, dsb).
Hadis berdasarkan Sandaran, Hadis Marfu’ adalah berita yang disandarkan
kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, sifat dan persetujuan sanadnya tidak
bersambung atau terputus, seperti hadis mursal, muttasil, dan munqathi. Hadis
Mawquf adalah sesuatu yang disandarkan kepada seseorang sahabat atau beberapa
golongan sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun persetujuan, baik
bersambung sanadnya atau terputus. Hadis Maqthu adalah sifat matan yang
disandarkan kepada seorang tabi’in atau seseorang generasi setelahnya baik
perkataan, perbuatan, dan persetujuan.
Hadis berdasarkan jumlah Rawi, Hadis Mutawir adalah hadis yang
berdasarkan pada panca indra (dilihat dan didengar) yang diberitakan oleh
segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil menurut tradisi
mereka sepakat berbohong. Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan dari
Rasulullah Saw oleh sejumlah orang tetapi tidak sampai pada tingkat mutawatir
atau hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir. Pembagian hadis ahad
berdasarkan rawinya : Hadis Mashyur, Hadis Aiz, Hadis Ghorib (dibagi lagi
menjadi ghorib mutlak dan ghorib Nisbiy).
Ijtihad berasal dari kata "al-jahd" atau "al-juhd" yang berarti "al masyoqot"
(kesulitan atau kesusahan) dan "athoqot" (kesanggupan dan kemampuan) atas dasar
pada firman Allah Swt dalam Qs. Yunus: 9 yang artinya: "...dan (mencela) orang
yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan." .
Sedangkan ijtihad menurut istilah ahli ushul fiqih dikhususkan untuk mengerahkan
segenap kemampuan dalam rangka mencari dugaan kuat dari hukum syara.
Sehingga dia merasa tidak mampu lagi untuk berbuat lebih dari yang telah
diusahakannya. Adapun syarat mujtahid adalah: Mengetahui dalil-dalil syar'i yang
dalam ijtihadaya, seperti ayat-ayat hukum dan hadisnya. la mengetahui apa-apa
yang berhubungan dengan kesahihan hadis dan kedho'ifannya, seperti mengetahui
sanad-sanadnya dan para perawinya dan lain-lain. la mengetahui nasikh dan
mansukh dan tempat-tempat terjadinya ijma', sehingga ia tidak menghukumi
dengan suatu hukum yang sudah mansukh atau menyelisihi ijma'. la mengetahui
dalil-dalil yang diperselisihkan hukumnya dari pengkhususan, atau taqyid, atau
yang semisalnya, sehingga ia tidak menghukumi dengan yang menyelisihi hal
tersebut. la mengetahui bahasa ('Arab, pent), dan ushul fiqih yang berhubungan
dengan penunjukkan-penunjukkan lafaz, seperti umum, khusus, muthlaq,
muqoyyad, mujmal, mubayyan, dan yang semisal itu, sehingga ia menghukumi
dengan apa yang menjadi konsekuensi penunjukkan-penunjukkan tersebut. Dan ia
memiliki kemampuan untuk kokoh dalam menggali hukum-hukum (beristimbath)
dari dalil-dalilnya.
Dasar hukum ijtihad ialah dalil Alquran (an-Nisa ayat 83, asy-Syura ayat 38,
al-Hasyr ayat 2 dan surat Al-Baqarah ayat 59), sunah, dan ijmak Fungsi Ijtihad
adalah menguji kebenaran hadis yang tidak sampai ke tingkat hadis mutawattir dan
mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam Alquran dan sunnah
seperti Qiyas, Istihsan, dan Maslahah mursalah. Wilayah Ijtihad adalah masalah-
masalah yang diperbolehkan penetapan hukumnya secara ijtihad. Wahbah
Azzuhaili menjelaskan sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil qath'i atsubut
dalalah tidaklah termasuk dari lapangan ijtihad yaitu persoalan yang tergolong
maʼulima al-din bildhor uroh, di antaranya kewajiban salat lima waktu, puasa bulan
ramadan, zakat, haji, mencuri dan meminum khomer.