Nama : Endi
Nim : 2211098
Kelas : PAI 2
KEMENTERIAN AGAMA RI
a). Sejarah pengumpuluan dan penulisan Al Qur’an pada zaman Nabu Muhammad saw dan Abu
Bakar Siddik
Pada zaman Nabi SAW, Alquran masih ditulis pada pelepah kurma, papan, kulit binatang, tanah
keras, batu dan lain-lain. Beberapa sahabat memiliki catatan kumpulan wahyu ilahi ini, di antara
mereka yang masyhur adalah Zaid bin Tsabit Radhiyallahu Anhu.
"Panggillah Zaid untukku, serta hendaknya dia membawa lauh (alat tulis) dan tinta" (HR Bukhari
dan Muslim).
"Aku adalah jar (tetangga) Rasulullah. Apabila turun wahyu, beliau mengutus (seseorang)
kepadaku, maka aku pun menulis wahyu tersebut" (HR Abu Dawud).
"Rasulullah wafat, dan saat itu (ayat-ayat) Alquran belum terkumpul pada sesuatu (dalam satu
kitab). Ia masih berada pada pangkal dan pelepah kurma" (Jami'ul Bayan).
Kerja kodifikasi Al-Qur’an di masa khalifah Utsman bin Affan melahirkan produk Al-Qur’an
beberapa mushaf yang sangat terbatas. Sejumlah mushaf versi resmi ini kemudian terkenal
dengan sebutan Mushaf Utsmani atau Al-Imam. Mushaf Utsmani atau Al-Imam merupakan fase
ketiga dalam sejarah kodifikasi Al-Qur’an. (Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’an,
[tanpa kota, Darul Ilmi wal Iman: tanpa tahun], halaman 129). Pada masa khalifah Abu Bakar
RA, Sayyidina Umar RA tercatat sebagai orang yang mengusulkan kodifikasi Al-Qur’an kepada
pemerintah. Sedangkan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, sahabat Hudzaifah ibnul
Yaman adalah orang yang mengusulkan kodifikasi Al-Qur’an kepada pemerintah dengan sebab
yang berbeda.
Imam Bukhari dalam Kitab Shahih-nya menceritakan dari sahabat Anas bin Malik RA, sahabat
Hudzaifah Ibnul Yaman datang menemui Utsman bin Affan RA. Hudzaifah yang bertugas dalam
ekspedisi penaklukan Armenia dan Azirbaijan melaporkan kepada Utsman RA betapa
terkejutnya ia atas keragaman versi bacaan Al-Qur’an (di mana mereka saling mengafirkan
karena perbedaan versi bacaan). "Selamatkanlah umat ini sebelum mereka terpecah perihal
bacaan seperti Yahudi dan Nasrani," kata Hudzaifah kepada Utsman. Keresahan ini tidak hanya
dirasakan oleh sahabat Hudzaifah. Riwayat Ibnu Jarir menunjukkan betapa banyaknya sahabat
yang mengalami keresahan yang sama di mana banyak masyarakat membaca Al-Qur’an dengan
berbagai versi dan bahkan sebagian membaca dengan salah. Satu sama lain saling mengafirkan
karenanya. (Al-Qaththan, tanpa tahun: 125) dan (Syekh Ali As-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumil
Qur’an, [tanpa kota, Darul Mawahib Al-Islamiyyah: 2016], halaman 60). Kodifikasi Al-Qur’an
era khalifah Utsman didorong oleh situasi yang berbeda dari situasi yang dihadapi khalifah Abu
Bakar, yaitu banyaknya penaklukan kota-kota dan sebaran umat Islam di berbagai kota-kota
yang jauh. (As-Shabuni, 2016: 60).
Mushaf Al-Quran yang pertama dan banyak dikenal masyarakat luas adalah Mushaf Utsmani.
Mushaf Utsmani merpakan Al-Quran yang ditulis pada masa khalifah Utsman bin Affan.
Dibentuknya Mushaf Utsmani merupakan bentuk kekhawatiran setelah meninggalnya Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan banyak para sahabat penghafal Al-Quran yang
meninggal dalam perang Yamamah.
Maka dari itu, tercetus ide untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran menjadi satu. Maka
terbentuklah Mushaf Utsmani.
Namun dalam penulisannya, Mushaf Utsmani masih dalam bentuk gundul atau tanpa harakat.
Guna menghindari kesalahan dalam membaca, seorang ahli bahasa yang bernama Abu al Aswad
Zalim bin Sufyan Ad-Dhu’ali merumuskan harakat dan titik dalam Mushaf Al-Quran Utsmani
berdasarkan atas perintah khalifah Ali bin Abi Thalib.
Sementara di Indonesia sendiri, tata tulis Al-Quran sedikit berbeda dengan Mushaf Utsmani. Hal
ini berujuan untuk memudahkan umat Muslim Indonesia dalam membaca ayat-ayat suci Al-
Quran.
Lalu dari kata dasar nasakha itu dibentuk dua kata: nasikh dan mansukh.
Pendapat ulama bahwa Nasakh secara akal bisa terjadi dan secara Sam`i/Syar`i telah
terjadi. Pendapat ini merupakan ijma` kaum Muslimin, sebab kemunculan Abu Muslim Al-
Ashfahani beserta yang sepaham dengan beliau. Mereka mengemukakan dalil-dalil kebolehan
Nasakh tersebut, baik secara `Aqli maupun secara Sam`i/ Syar`i yaitu: Dalil Aqli Menurut akal,
Nasakh itu tidak dilarang atau akal tidak menganggap mustahil terjadinya Nasakh itu. Sebab,
Nasakh itu didasarkan atas kebijaksanaan Allah swt yang mengetahui kemaslahatan hamba-Nya
pada sewaktu-waktu. Sehingga Allah menyuruh suatu perbuatan pada waktu tersebut. Nasakh
dalam ayat al-Qur’an para ‘ulama berbeda pendapat: Abū Muslim al-Isfihānī berpendapat bahwa,
tidak terdapat nasakh dalam al-Qur’an. Hal ini terdapat dua alasan. Alasan pertama, seandainya
ada nasakh maka telah terjadi pembatalan hukum dalam al-Qur’an. Kedua, hukum al-Qur’an
bersifat tetap sampai hari kiamat. Jumhur ‘ulama berpendapat bahwa terdapat nasakh dalam Al-
Qur’an. Hal ini juga terdapat dua pendapat: Pertama ini berdasarkan dalam QS. al-Baqarah [2]:
106, sebagaimana Allah berfirman:
Artinya : “Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti kami ganti dengan
yang lebih baik atau yang sebanding dengannya, tidakkah kamu tahu bahwa Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.”
Secara bahasa Azl-Zarqani dalam Manahil al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an menyebutkan nasakh itu
adalah al-ibthal (penghapusan), al-izalah (peniadaan) dan al-naql (perpindahan). Nasikh (isim
faiil) diartikan sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, dan memalingkan.
Sedangkan mansukh (isim maf’ul) adalah sesuatu yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, diganti
dan dipalingkan.
3. Ilmu Munasabaqah
a.) Munasabah dalam pengertian bahasa berarti cocok, pantas, hubungan, pertalian, sebab, dan
mendekati. Sedangkan dalam khazanah ilmu al-Qur’an, istilah munasabah digunakan untuk
mengungkap segi-segi hubungan antar satu ayat dengan ayat yang lain dan satu surat dengan
surat yang lain secara rasional intuitif (‘aqli), inderawi (hissi), imaginatif (khayali), atau
ketergantungan mentalistik (at-talazum al-zihni), maupun keterkaitan eksternal (at-talazum al-
kharji).
Munasabah Menurut Para Ahli
MenurutAz-Zarkasi:
Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti
akal itu akan menerimanya.
MenurutManna’Al-Qaththan:
Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau
antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat, (di dalam al-Qur’an).
MenurutAl-‘Arabi:
Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu
ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah
merupakan ilmu yang sangat agung.
MenurutAl-Biqa’i:
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan
atau urutan bagian-bagian al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.
1. Munsabah antar surat dengan surat sebelumnya, contohnya : Dalam surat Al-Fatihah ayat 1
ada ungkapan alhamdulilah. ungkapan ini berkaitan dengan surat Al-Baqarah ayat 152 serta 186.
2. Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya, contohnya : seperti surat Al-Baqarah, surat
yusuf, surat An-Naml dan surat Al-Jinn.
3. Munasabah antar bagian suatu ayat, contohnya : seperti terlihat dalam surat Al-Hadid ayat 4.
4. Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan, contohnya : Contoh firman Allah, yang
Artinya: Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji
bagi Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al-Fatihah: 1-2).
5. Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat di sampingnya, contohnya : Dalam
QS. Al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 20
6. Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat, contohnya : dalam QS. Al-Ahzab ayat 25
7. Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama, contohnya : munasabah ini
terdapat dalam QS. Al-Qashas
8. Munasbah antar-penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya, contohnya : pada
permulaan surat Al-Hadid diawali dengan tasbih
b.) Qur‟an untuk menunjukkan keserasian antara kalimat dengan kalimat dalam satu ayat,
keserasian, keserasian antara satu ayat dengan ayat berikutnya, bahkan juga keserasian antara
satu surah dengan surah berikutnya. Tatkala menemukan ayat-ayat yang sepertinya tidak punya
kaitan sama sekali, sebagian orang yang tidak mengerti Munasabah akan
langsung mempertanyakan kenapa penyajian Al-Qur‟an melompat-lompat dari satu masalah ke
masalah lain, atau dari satu tema ke tema lain secara tidak sistematis. Setelah
mengetahui Munasabah, tentu orang yang terburu-buru menilai seperti itu akan segera menarik
pandangannya dan menyadari betapa Al-Qur‟an tersusun dengan sangat serasi dan sistematis,
tetapi tentu saja berbeda dengan sistematika buku-buku dan karya ilmiyah buatan manusia.
Para ahli tafsi biasanya memulai penafsirannya dengan menggunakan asbab Al-nuzul. Sebagian
dari mereka biasanya bertanya-tanya, mana yang lebih baik apakah memulai penafsiran dengan
mendahulukan asbab Al-nuzul atau Munasabah.
97
Menurut Asy-Suyuthi, ilmu Munasabah adalah ilmu yang sangat penting dalam penafsiran Al-
Qur‟an, tetapi hanya sedikit diantara para mufassir yang memberikan perhatiannya karena ilmu
ini sangat memerlukan ketelitian dan kejelian. Diantara mufassir yang banyak memberikan
perhatian terhadap ilmu Munasabah adalah Imam Fakhruddin Ar-Razi. Ar-Razi menyatakan,
sebagian besar rahasia yang tersembunyi dari Al-Qur‟an tersimpan dalam persoalan urutan surah
dan ayat serta kaitan antara satu sama lain. khusus tentang surah Al-Baqarah, Ar-Razi
menyatakan bahwa siapa saja yang memperhatikan rahasia susunan ayat-ayat dalam surah ini
akan mengetahui bahwa Al-Qur‟an, tidak hanya mukjizat dari segi kefasihan lafal- lafalnya dan
kehebatan isinya, tetapi juga mukjizat dari segi susunan surah dan ayat-ayatnya.98
Sehubungan dengan itu, Al-Khaththabi juga berpendapat sebagaimana dikutip Hasani Ahmad
Said, bahwa tujuan bergabungnya berbagai persoalan di dalam satu surah adalah agar pembaca
dapat memperoleh banyak petunjuk dalam waktu yang singkat. Salah satu tujuan
diungkapkannya aneka ragam persoalan yang terdapat dalam satu surah adalah agar pembaca
tidak jenuh. Secara fitrah, manusia sering sekali mengalami kebosanan jika berhadapan dengan
persoalan yang monoton.99
Naskah teks Al-Qur‟an menurut Mushaf Utsmani tidaklah disusun berdasarkan kronologis
turunnya. Hal ini yang kemudian melahirkan satu ilmu tersendiri yang dikenal dengan
kajian Munasabah. Secara bahasa, Munasabah berarti musyakAlah (keserupaan) dan
muqarabah (kedekatan), sedangkan secara istilah, Munasabah berarti pengetahuan tentang
berbagai hubungan di dalam Al-Qur‟an, baik antarayat maupun antarsurah, bukan kronologis
historis dari bagian-bagian teks, tetapi aspek pertautan antarayat dan surah menurut urutan
teks.100
4. Fawatih as suar
a.) Fawatihus Suwar Pujian : Dalam kitab Al-Burhan fi Ulum al-Quran, Imam Badruddin
Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyi menyebutkan, fawatihus suwar berbentuk pujian kepada
Allah ini ada dua macam, yaitu pujian untuk mengukuhkan sifat kesempurnaan-Nya dan pujian
untuk meniadakan kekurangan-Nya.
b.) Fawatihus Suwar Huruf Hijaiyah : Fawatihus suwar berupa huruf hijaiyah (huruf
muqaththa'ah) paling banyak terdapat di dalam Al-Quran.
c.) Fawatihus Suwar Panggilan : Macam fawatihus suwar yang ketiga adalah panggilan atau nida'
kepada orang yang diajak bicara (mukhotob). Bentuk yang satu ini biasanya menggunakan
huruf-huruf nida' seperti ya' panjang.
d.) Fawatihus Suwar Jumlah Khabariyah : Kalimat berita atau dalam bahasa Arab disebut jumlah
khabariyah yang mengandung kebenaran atau kebohongan. Fawatihus suwar yang satu ini
berupa jumlah fi’liyah dan jumlah ismiyah.
e.) Fawatihus Suwar Sumpah : Sumpah pada fawatihus suwar menggunakan huruf qasam wawu.
Ilmu yang mempelajari sumpah dalam Al-Quran adalah ‘Ilmu Aqsamul Quran.
f.) Fawatihus Suwar Syarat : Syarat merupakan kalimat yang membutuhkan jawaban ‘maka’.
Saat membahas syarat, ada tiga unsur yang perlu diperhatikan: adat asy-syarthi, fi’lu asy-syarthi,
dan jawab asy-syarthi.
g.) Fawatihus Suwar Perintah : Bentuk fawatihus suwar selanjutnya adalah perintah atau
‘amr.
h.) Fawatihus Suwar Istifham : Istifham merupakan kalimat pertanyaan yang juga menjadi salah
satu dari bentuk fawatihus suwar.
i.) Fawatihus Suwar Doa : Bentuk kalam fawatihus suwar yang selanjutnya adalah doa, baik
berupa harapan baik maupun buruk.
j.) Fawatihus Suwar At-Ta’lil : Bentuk fawatihus suwar yang kesepuluh adalah at-ta’lil atau
alasan. Hanya terdapat satu surat di dalam Al-Quran yang diawali dengan pertanyaan yaitu Surat
Al-Quraisy.
Penutupan ini terdapat pada 17 surah yaitu surah Al-Maidah, Al-Anfal, Al-Anbiya, Al-Nur,
Luqman, Fathir, Fushilat, Al-Hujurat, Al-Hadid, Al-Hasyr, Al-Jumu’ah, Al-Munafiqun, Al-
Taghobun, Al-Thalaq, Al-Jin, Al-Mudatstir, Al-Qiyamah, dan At-Tin. Ada yang berpendapat
bahwa penutupan pada surah-surah ini bisa di masukkan ke dalam pertanyaan.
Contoh ayat:
ِ ْت َواَأْلر
]2[ض َو َما فِي ِه َّن ۚ َوهُ َو َعلَ ٰى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر ُ هَّلِل ِ ُم ْل
ِ ك ال َّس َما َوا
Artinya:
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu.”(Q.S Al Maidah:120)
Penutupan ini terdapat pada 6 surah , yaitu surah Al-A’raf, Al-Hijr, Al-Thur, Al-Najm, dan Al-
Alaq.
Contoh ayat:
]3[ َِإ َّن الَّ ِذينَ ِع ْن َد َربِّكَ اَل يَ ْستَ ْكبِرُونَ ع َْن ِعبَا َدتِ ِه َويُ َسبِّحُونَهُ َولَهُ يَ ْس ُج ُدون
Artinya:
3. Penutupan dengan pujian (Al-Tahmid)Walaupun pujian ini tidak persis di akhir surah, melainkan
sebelumnya, tetapi tetap di golongkan sebagai penutup. Penutup ini terdapat ada 11 surah yaitu
surah Al-Isra’, Al-Najm, Yasin, Al-Shaff, Al-Shafat, Al-Zumar, Al-Jatsiyah,Al-Rahman,Al-
Waqi’ah, Al-Haqqah dan Al-Nashr.
Contoh ayat:
Artinya:
“Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai
sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan
agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.”(Q.S Al Isra’:111)
4. Penutup dengan doa
Contoh ayat:
Artinya:
“Dan katakanlah: “Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah
Pemberi rahmat Yang Paling baik”.(Q.S Al Mu’minun:118)
Penutupan ini terdapat pada 7 surah yaitu Ar-Rum, Al-Dukhan, Al-Shaff, Al-A’la, Al-Fajr, Al-
Dukhan, dan Al-Ashr.
Contoh ayat:
]6[ َك الَّ ِذينَ اَل يُوقِنُون ٌّ فَاصْ بِرْ ِإ َّن َو ْع َد هَّللا ِ َح
َ َّق ۖ َواَل يَ ْست َِخفَّن
Artinya:
“Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah
orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.”(Q.S
Ar Rum:60)
Contoh ayat:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah
bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
beruntung”(Q.S Al Imran:200)
Contoh ayat:
ك ۚ َوه َُو يَ ِرثُهَا ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَهَا َولَ ٌد ۚ فَِإ ْن َ ت فَلَهَا نِصْ فُ َما ت ََر ٌ ْس لَهُ َولَ ٌد َولَهُ ُأ ْخ
َ ك لَي َ َك قُ ِل هَّللا ُ يُ ْفتِي ُك ْم فِي ْالكَاَل لَ ِة ۚ ِإ ِن ا ْم ُرٌؤ هَل
َ َيَ ْستَ ْفتُون
َضلُّوا ۗ َوهَّللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍءِ ك ۚ َوِإ ْن َكانُوا ِإ ْخ َوةً ِر َجااًل َونِ َسا ًء فَلِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ اُأْل ْنثَيَ ْي ِن ۗ يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ْم َأ ْن ت َ َكانَتَا ْاثنَتَ ْي ِن فَلَهُ َما الثُّلُثَا ِن ِم َّما تَ َر
]8[َعلِي ٌم
Artinya:
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak
dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari
harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara
perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka
bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka
(ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang
saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan
(hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”(Q.S An Nisa:176)
Penutupan ini antara lain terdapat pada surah Al-Muzzamil, dan Al-Humazah.
Contoh ayat:
Artinya:
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua
pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah
mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka
Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-
orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain
lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman
yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.
Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(Q.S AlMuzammil:20)
Penutupan ini antara lain terdapat pada Penutupan ini antara lain surah AL-Kautsar, Al-Kafirun.
Contoh ayat:
Artinya:
Penutupan ini antara lain terdapat pada Penutupan ini antara lain surah Yusuf, Shad dan Al-
Qalam.
Contoh ayat:
ًصي َل ُك ِّل َش ْي ٍء َوهُدًى َو َرحْ َمة َ ب ۗ َما َكانَ َح ِديثًا يُ ْفت ََر ٰى َو ٰلَ ِك ْن تَصْ ِدي
ِ ق الَّ ِذي بَ ْينَ يَ َد ْي ِه َوتَ ْف ِ ص ِه ْم ِعب َْرةٌ ُأِلولِي اَأْل ْلبَا َ َلَقَ ْد َكانَ فِي ق
ِ ص
ُ
]11[ َلِقَوْ ٍم يُْؤ ِمنون
Artinya:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman.”(Q.S Yusuf:111)
Penutupan ini antara lain terdapat pada Penutupan ini antara lain surah Al-Ra’ad.
Contoh ayat:
ِ َويَقُو ُل الَّ ِذينَ َكفَرُوا لَسْتَ ُمرْ َساًل ۚ قُلْ َكفَ ٰى بِاهَّلل ِ َش ِهيدًا بَ ْينِي َوبَ ْينَ ُك ْم َو َم ْن ِع ْن َدهُ ِع ْل ُم ْال ِكتَا
]12[ب
Artinya:
“Berkatalah orang-orang kafir: “Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul”. Katakanlah:
“Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu, dan antara orang yang mempunyai ilmu Al
Kitab”.(Q.S Al Ra’ad:43)
Penutupan ini antara lain terdapat pada Penutupan ini antara lain surah Al-Taubah, Ibrahim, Al-
Kahfi, dan Al-Qashash.
Contoh ayat:
]13[ش ْال َع ِظ ِيم ُ فَِإ ْن تَ َولَّوْ ا فَقُلْ َح ْسبِ َي هَّللا ُ اَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل ه َُو ۖ َعلَ ْي ِه تَ َو َّك ْل
ِ ْت ۖ َوهُ َو َربُّ ْال َعر
Artinya:
“Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada
Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki
‘Arsy yang agung”.(Q.S At Taubah:129)
Penutupan ini antara lain terdapat pada Penutupan ini antara lain surah Maryam, Al-Tahrim,
Abasa dan Al-Fil.
Contoh ayat:
]14[َو َك ْم َأ ْهلَ ْكنَا قَ ْبلَهُ ْم ِم ْن قَرْ ٍن هَلْ تُ ِحسُّ ِم ْنهُ ْم ِم ْن َأ َح ٍد َأوْ تَ ْس َم ُع لَهُ ْم ِر ْك ًزا
Artinya:
“Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat
seorangpun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar?”(Q.S
Maryam:98)
Contoh ayat:
ج ۚ ِملَّةَ َأبِي ُك ْم ِإ ْب َرا ِهي َم ۚ هُ َو َس َّما ُك ُم ْال ُم ْسلِ ِمينَ ِم ْن قَ ْب ُل َوفِي َّ َو َجا ِهدُوا فِي هَّللا ِ َح
ٍ ق ِجهَا ِد ِه ۚ هُ َو اجْ تَبَا ُك ْم َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم فِي الدِّي ِن ِم ْن َح َر
َ ُ اَل هَّلل
ص ُموا بِا ِ ه َُو َموْ ك ْم ۖ فنِ ْع َم ْ َ َّ
ِ َص ةَ َوآتوا الزكاةَ َواعت ُ اَل َأَ ِ ٰهَ َذا لِيَ ُكونَ ال َّرسُو ُل ش ِهيدًا َعل ْيك ْم َوتَكونوا شهَدَا َء َعلى الن
َّ اس ۚ ف قِي ُموا ال َّ َ ُ ُ ُ ُ َ َ
]15[صي ُر ْ
ِ َّال َموْ لَ ٰى َونِ ْع َم الن
Artinya:
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang
muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”(Q.S Al Hajj:78)
Penutupan ini antara lain terdapat pada Penutupan ini antara lain surah Al-Fatihah, Al Syu’ara
dan Al-Takwir.
Contoh ayat:
Artinya:
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”(Q.S Al Fatihah:7)
Penutupan ini antara lain terdapat pada Penutupan ini antara lain surah Al-Mulk, Al-Tin, dan Al-
Mursalat.
Contoh ayat:
]17[قُلْ َأ َرَأ ْيتُ ْم ِإ ْن َأصْ بَ َح َماُؤ ُك ْم َغوْ رًا فَ َم ْن يَْأتِي ُك ْم بِ َما ٍء َم ِعي ٍن
Artinya:
“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah
yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?”(Q.S Al Mulk:30)
. Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan makna tujuh huruf tersebut dengan perbedaan
yang beragam. Ibn Hayyan, sebagaimana dikutip al-Qattan dalam Mabahits (2013) menyebutkan
setidaknya ada tiga puluh lima pendapat. Berbeda dengan Ibn Hayyan, al-Suyuthi dalam al-
Itqan (2008) menyebutkan, bahkan tidak kurang dari empat puluh pendapat. Dan salah satunya
adalah pendapat Abu Muhammad Abdillah bin Qutaibah, atau yang masyhur kita sebut Ibn
Qutaibah.
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam
bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna; dengan pengertian jika bahasa mereka
berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah
lafal sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat
perbedaan, maka Qur’an hanya mendatangkan satu lafaz atau lebih saja.
Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu. Dikatakan
bahwa ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Huzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah,
Tamim dan Yaman.
Menurut Ibnu Hatim as-Sijistani, Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy, Huzail, Tamim,
Azad, Rabi’ah, Haazin, dan Sa’d bin Bakar. Dan diriwayatkan pula pendapat lain."
5. Ulumul Qur’an
Jika disifatkan pada satu bangunan dengan kata ini, maka bangunan tersebut kokoh, indah, dan
tidak mempunyai kekurangan. Jika susunan kalimat tampil dengan indah, benar, baik, dan jelas
maknanya maka kalimat tersebut disebut muhkam. Sebagaimana firman-Nya:
ْ َصل
.. ت ْ ِكتَابٌ ُأحْ ِك َم
ِّ ُت آيَاتُهُ ثُ َّم ف
“Suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci…” (Q.S.
Hud[11]: 1).
Misalnya dua anak kembar, secara sepintas keduanya sama, akan tetapi keduanya berbeda.
Sebagaimana firman-Nya:
“Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa.” (Q.S. az-
Zumar[39]: 23).
b.) Dalam pembahasan ulumul Quran, kita mengenal istilah muhkam dan mutasyabih. Apa itu
muhkam dan mutasyabih dan bagaimana pendapat ulama terkait keduanya? Berikut ulasannya di
bawah ini.
Term muhkam dan mutasyabih merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab. Muhammad
Bakar Isma’il dalam Dirasat fi ‘Ulum Al-Quran mengatakan menurut ahli tafsir, muhkam secara
bahasa berasal dari kata al-Itqan dan al-Ihkam. Al-Itqan artinya lafal yang mengokohkan sesuatu
atau perkatan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah atau urusan yang lurus dari
yang sesat.
Dalam kajian ilmu tafsir, persoalan muhkam dan mutasyabih telah memunculkan banyak
pendapat dan opini dikalangan ahli tafsir. Al-Quran telah memuat kedua terminologi tersebut
yaitu Q.S. Ali Imran [3]: 7,
ت ۗ فَا َ َّما الَّ ِذ ْينَ فِ ْي قُلُوْ بِ ِه ْم زَ ْي ٌغ فَيَتَّبِعُوْ نَ َما تَ َشابَهَ ِم ْنهُ ا ْبتِغ َۤا َء
ٌ ب َواُخَ ُر ُمت َٰشبِ ٰه
ِ ت ه َُّن اُ ُّم ْال ِك ٰت ٌ ب ِم ْنهُ ٰا ٰي
ٌ ٰت ُّمحْ َكم َ ك ْال ِك ٰت ْٓ هُ َو الَّ ِذ
َ ي اَ ْن َز َل َعلَ ْي
هّٰللا
ِ ْالفِ ْتنَ ِة َوا ْبتِغ َۤا َء تَْأ ِو ْيلِ ٖ ۚه َو َما يَ ْعلَ ُم تَْأ ِو ْيلَ ٗ ٓه اِاَّل ُ ۘ َوال ٰ ّر ِس ُخوْ نَ فِى ْال ِع ْل ِم يَقُوْ لُوْ نَ ٰا َمنَّا بِ ٖ ۙه ُك ٌّل ِّم ْن ِع ْن ِد َربِّنَا ۚ َو َما يَ َّذ َّك ُر آِاَّل اُولُوا ااْل َ ْلبَا
ب
Ayat di atas memuat istilah muhkamat dan mutasyabihat dalamm posisi paradoks. Istilah
pertama berkonotasi pada sesuatu yang jelas dan terang dalalahnya, sementara yang kedua
menunjukkan kepada sesuatu yang samar dalalahnya.
Dalam konteks ini, pertanyaannya adalah apakah Al-Quran seluruhnya muhkam atau semuanya
mutasyabih atau mengandung muhkam mutasyabih secara bersamaan? Bermula dari pertanyaan
ini, para ulama berbeda-beda menyikapinya. (Amir ‘Abdul Aziz dalam Dirasat fi ‘Ulum al-
Qur’an, Subhi as-Salih dalam Mabahis fi ‘Ulum Al-Quran, Muhammad ‘Abdul ‘AzIm az-
Zarqani dalam Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Quran)
Pertama, Al-Quran mengandung muhkam dan mutasyabih. Asumsi ini didasarkan pada Q.S. Ali
Imran: 7,
Ayat tersebut secara jelas memuat istilah muhkamat dan mutasyabihat. Hal ini secara jelas pula
mengungkapkan pola yang terkandung dalam Al-Quran.
Kedua, bahwa Al-Quran seluruhnya bersifat muhkam. Dasar asumsi ini berasal dari Q.S. Hud
[11]: 1,
ت ِم ْن لَّد ُْن َح ِكي ٍْم خَ بِي ۙ ٍْر
ْ َ صل ْ ۤال ٰر ۗ ِك ٰتبٌ اُحْ ِك َم
ِّ ُت ٰا ٰيتُهٗ ثُ َّم ف
Asumsi ini juga bermakna bahwa Al-Quran seluruhnya muhkam dalam artian kata-katanya tetap
fasih, membedakan yang hak dan batil, antara yang benar dan dusta. Menurut al-Qattan, inilah
yang dimaksud dengan al-Ihkam al-‘amm atau muhkam dalam pengertian yang umum.
Sedangkan muhkam yang berasal dari kata al-Ihkam, menurut Manna Khalil Qattan
dalam Mabahits-nya, artinya seperti lafal “saya menahan binatang itu”. Al-Hukm berarti
memutuskan dua perkara, maka kata “hakim” bearti orang yang mencegah kezaliman dan
memisahkan atau mendamaikan kedua pihak yang bersengketa atau berseteru. Pengertian
tersebut senada dengan Nashiruddin Baidan dalam Wawasan Baru Ilmu Tafsir, di mana
seseorang dapat tercegah dari berbuat sesuatu di luar ketentuan tersebut dan ketentuan itu harus
sesuatu yang jelas. Adapun term mutasyabih secara etimologi berasal dari kata at-tama’sil.
Dalam term yang lain disepadankan dengan kata tasyabuh (menyerupai yang lain). Jika
diderivasikan, syubhah adalah keadaan di mana salah satu dari dua hal tidak dapat dibedakann
dengan yang lain karena ada kemiripan (similatiry).
Menurut Az-Zarqani dalam Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Quran, mutasyabih juga berarti samar,
yang membawa pada keraguan. Munculnya keraguan karena adanya kemiripan kedua benda
tersebut sehingga sulit untuk mencari perbedaannya. Sebagai contoh, firman Allah swt yang
berbicara tentang buah-buahan di surga, itu serupa atau sepadan dengan sebagian yang lain
dalam hal warna, tidak dalam hal rasa dan hakikat.