Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada

permasalahan yang cukup penting. Karena itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surah

berkenaan dengan satu peristiwa. Asbabun nuzul ada kalanya berupa kisah tentang peristiwa

yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang di sampaikan kepada rasulullah saw untuk mengetahui

hukum suatu masalah, sehingga Quran pun turun peristiwa atau pertanyaan tersebut, asbabun

nuzul mempunyai pengaruh tersebut. Asbabun nuzul mempunyai pengaruh dalam

memahamimakna dan menafsirkan ayat-ayat al-Quran.

Ayat-ayat yang terdapat dalam al-Quran dibagi menjadi dua bagian:

1. Ayat-ayat yang di turunkan memberikan hidayah dan pendidikan serta pencerahan,tanpa

di dahului dengan adanya kejadian dan sebab-sebab tertentu yang menyebabkan ayat itu

di turunkan, contohnya ayat-ayat yang menggambarkan tentang kan terjadinya hari kiamat

nikmat dan azab kubur, ayat-ayat tersebut di turunkan Allah SWT untuk memberikan

hidayah kepada umat manusia yang bukan merupakan jawaban atas pertanyaan atau

tanggapan dan sikap atas kejadian yang tengah berlangsung.

2. Ayat-ayat al-Quran yang di turunkan karena di dahului dengan adanya sebab berupa

kejadian-kejadian yang terjadi pada masa wahyu di turunkan. Contohnya adalah


persoalan-persoalan yang di hadapi oleh rasulullah saw dalam berdakwah.Penyebab

penyebab yang menuntut turunnya ayat-ayat al-Quran ini di sebut dengan sebutan asbabun

nuzul.
BAB 2

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN ASBAB AL-NUZUL

Asbabun nuzul adalah idhafah yang terdiri dari kata asbab jamak dari

kata sabab (sebab, alasan atau ‘illat) dan nuzul bermakna al-su’ud (turun). 1Sehingga

asbabun nuzul secara literal bermakna sebab turunnya satu atau beberapa ayat AlQuran.

Muhammad Abdul Halim al- Zarqani, asbabun nuzul adalah suatu kejadian yang

menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan

petunjuk hukum berkenaan dengan turunnya suatu ayat.2

Manna’ al-Qaththan, asbabun nuzul adalah suatu yang karenanya Al-Quran

diturunkan, sebagai penjelas terhadap apa yang terjadi, baik berupa peristiwa maupun

pertanyaan.3 Sedang Shubhi as-Shalih mendefinisikan Sababun nuzul ialah sesuatu yang

karena sesuatu itu menyebabkan satu atau beberapa ayat al-Qur‟an di turunkan yang di

maksud dengan sesuatu itu sendiri ada kalanya berbentuk pertanyaan dan kejadian, tetapi

bisa juga berwujud alasan logis (illat) dan hal-hal lain yang relevan serta menedorong

turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur‟an.4

1
Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia (Cet. 14; Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), h. 602. Muhammad ibn Mukram al-Manshur al-Afriqy al-Mishry, Lisan al-‘Arab, Juz 11 (Beirut: Dar al-
Nashr, t.th.), h. 656.
2
Abdul Aziz Dahlan dkk. (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam I, h. 133

3
Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, h. 95.
4
Muhammad Amin Suma,Studi ilmu-ilmu Al-Quran. (Jakarta: Pustaka firdaus, 2004), h.100-103
Ada banyak ulama yang berbeda pendapat dalam mendefinisikan tentang asbab

anNuzul, di antaranya Az-Zargani, Ash-Shabuni, Shubhi Shaleh dan Manna‟Khalil Al-

Qattan,. Akan tetapi kendatipun redaksi pendefinisian di atas sedikit berbeda, semuanya

menyimpulkan bahwa asbab an-nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatar

belakangi turunnya ayat Alquran, dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan

menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut. Asbab an-nuzul

merupakan bahan sejarah yang dapat di pakai untuk memberikan keterangan terhadap

turunnya ayat Alquran dan memberinya konteks dalam memahami perintah-perintahnya.

Dari defenisi di atas, maka dapat dipahami bahwa keadaan yang menjadi sebab

turunnya suatu ayat adakalanya berbentuk sebagai berikut:

1.) Sikap permusuhan.

2.) Terjadinya kekeliruan akibat perbuatan suatu dosa. Misalnya QS. Al-Nisa’: 43.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan

mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid)

sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.

dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau

kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka

bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.

Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Nisa’: 43)295

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf mengundang makan

Ali dan kawan-kawannya. Kemudian dihidangkan minuman khamar, sehingga

terganggulah otak mereka. Ketika tiba waktu shalat, orang-orang menyuruh Ali untuk

menjadi imam, dan pada waktu itu beliau membaca dengan keliru: “Qul ya ayyuha al-
5
Quranic Word
kafirun, la a’budu ma ta’budun, wa nahnu na’budu ma ta’budun.” Maka turunlah ayat di

atas sebagai larangan untuk shalat di waktu mabuk.6

3.) Pertanyaan tentang suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau, yang sedang

terjadi dan yang akan datang. Misalnya QS. Al-Kahfi: 83, al-Nazi’at: 42, al-Isra’: 45. Di

samping itu, terdapat pula ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah SWT. Untuk menjawab

pertanyaan yang masih akan diajukan kepada Rasul SAW., tetapi belum dipertanyakan.

Misalnya QS. Thaha: 105.

Sehingga dalam wilayah keadaan tersebut, maka ketika menelaah dan menganalisis

sebab turunnya suatu ayat; kasus atau peristiwa, pelaku peristiwa, tempat peristiwa dan

adanya waktu peristiwa adalah sesuatu yang tak bisa luput dan lepas dari perhatian.

Namun yang perlu diingat, meski menempati posisi yang sangat urgen, hubungan antara

teks dan realitas dalam kajian asbabun nuzul di sini bukanlah dimaksudkan sebagai

hubungan sebab-akibat (kausalitas).

pendapat al-Zarqani yang mengelompokkkan asbabun nuzul ke dalam dua bagian, yaitu:

1.) Ayat yang diturunkan tanpa ada peristiwa yang terjadi, ibtida’i. Ketika diturunkan

oleh Allah, ia semata-mata merupakan bentuk petunjuk bagi manusia. Misalnya QS.

Al-‘Alaq: 1-5, al-Fatihah dll.

2.) Ayat yang diturunkan berkaitan dengan sebab khusus atau peristiwa tertentu, nuzul

bi sabab. Misalnya; QS. Al-Nisa’ (wanita), al-Anfal (perang), al-Thalaq (talak) dll.7

6
Diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, al-Hakim yang bersumber dari Ali. Manna’ al-Qaththan, Mabahits
fi ‘Ulum al-Qur’an, h. 128.
7
Abdul Aziz Dahlan dkk. (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam I, h. 134. Husain Shahab, “Mengenal Asbab al-nuzul”
dalam Sukardi KD. (ed.), Belajar Mudah Ulumul Quran; Studi Khazanah Ilmu Quran (Cet. I; Jakarta: Lentera,
2002), h. 126-127.
2. MACAM-MACAM ASBAB AL-NUZUL

1) Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbaban nuzul dapat dibagi kepada;

1. Ta'addud al-Asbab wa al-Nazil Wahid

Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat atau wahyu.

Terkadang wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab,

misalnya turunnya QS. al-Ikhlas: 1-4, yang Artinya: "Katakanlah, "Dia-lah Allah,

yang Maha Esa". Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala

sesuatu. Tiada berada beranak dan tiada pula di peranakkan. Dan tiada seoarang

pun yang setara dengan dengan Dia."

Ayat-ayat yang terdapat pada surah di atas turun sebagai tanggapan terhadap

orang-orang musyrik Makkah sebelum Nabi hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab

yang ditemui di Madinah setelah hijrah. Contoh yang lain, "Peliharalah semua

shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam

shalatmu) dengan khusyu8

Ayat di atas menurut riwayat diturunkan berkaitan dengan beberapa sebab

berikut:

a. Dalam sustu riwayat dikemukakan bahwa Nabi Saw. Shalat dzuhur di waktu

hari yang sangat panas. Shalat seperti ini sangat berat dirasakan oleh para

sahabat. Maka turunnlah ayat tersebut di atas (HR. Ahmad, Bukhari, Abu Daud).

8
Fitriani Nur Alifah,watak asbab An-nuzul dalam pendidikan islam,Nazhruna:pendidikan islam Vol.2 NO.1(2019),h
36.
b. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Nabi Saw. shalat dzuhur di waktu

yang sangat panas. Di belakang Rasulullah tidak lebih dari satu atau dua shaf saja

yang mengikutinya. Kebanyakan diantara mereka sedang tidur siang, ada pula

yang sedang sibuk berdagang. Maka turunlah ayat tersebut di atas (HR. Ahmad,

an-Nasa'i, Ibnu Jarir).

c. Dalam riwayat lain dikemukakan pada zaman Rasulullah Saw. Ada orang-

orang yang suka bercakap-cakap dengan kawan yang ada di sampingnya saat

meraka shalat. Maka turunlah ayat tersebut yang memerintahkan supaya diam

pada waktu sedang shalat (HR. Bukhari Muslim, Tirmidhi, Abu Daud, Nasa'i,

dan Ibnu Majah).

d. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang bercakap-

cakap di waktu shalat, dan ada pula yang menyuruh temannya menyelesaikan

dulu keperluannya (di waktu sedang shalat). Maka turunlah ayat ini yang sedang

memerintahkan supaya khusyuk ketika shalat.

2. Ta'adud an-Nazil wa al-Asbab Wahid

Satu sebab yang mekatarbelakangi turunnya beberapa ayat. Contoh: QS. ad-

Dukhan (44): 10,15 dan16, yang berbunyi:

(ini tolong surahnya)


Artinya: "Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata." (QS. ad-

Dukhan (44): 10)

Yang dimaksud kabut yang nyata ialah bencana kelaparan yang menimpa kaum

Quraisy karena mereka menentang Nabi Muhammad Saw.

(tolong surahnya

Artinya: "Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit

Sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar). Ingatlah) hari (ketika) Kami

menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah

pemberi balasan." (QS. ad-Dukhan (44): 15-16)

Hantaman yang keras itu terjadi di peperangan Badar dimana orang-orang

musyrik dipukul dengan sehebat-hebatnya sehingga menderita kekalahan dan banyak

di antara pemimpin-pemimpin mereka yang tewas.9

Asbab an-nuzul dari ayat-ayat tersebut adalah, dalam suatu riwayat

dikemukakan, ketika kaum Quraisy durhaka kepada Nabi Saw., Beliau berdo'a supaya

mereka mendapatkan kelaparan umum seperti kelaparan yang pernah terjadi pada

zaman Nabi Yusuf. Alhasil mereka menderita kekurangan, sampai-sampai mereka

pun makan tulang, sehingga turunlah (QS. Ad-Dukhan,(44): 10). Kemudian mereka

menghadap Nabi Saw. untuk meminta bantuan. Maka Rasulullah Saw. berdoa agar di

turunkan hujan. Akhirnya hujan pun turun, maka turunlah ayat selanjutnya (QS. ad-

Dukhan (44): 15), namun setelah mereka memperoleh kemewahan mereka pun
9
Ad-dukhan,10,15,16,Qur’an in word
kembali kepada keadaan semula (sesat dan durhaka) maka turunlah ayat ini (QS. ad-

Dukhan (44): 16) dalam riwayat tersebut dikemukakan bahwa siksaan itu akan turun

di waktu Perang Badar

Contoh lainnya dalam surah al maidah ayat 90:

(Tolong surahnya)

Artinya”hai orang orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)

khamr,berjudi,(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah

termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu

mendapatkan keberuntungan”

Contoh lainnya dalam surah al maidah ayat 91

(tolong surahnya)

Artinya:”sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan

dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)khamr dan berjudi itu, dan

menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang,maka berhentilah kamu

(dari mengerjakan pekerjaan itu).

2) Dari segi bentuk peristiwa asbabun nuzul sendiri terbagi menjadi tiga macam :

1. Peristiwa berupa pertengkaran


Seperti kisah turunnya surat ali imran : 100. Yang bermula dari adanya

perselisihan oleh kaum asus dan khazraj hingga turun surah ali imran :100.

Dari surat ali imran yang menyerukan untuk menjauhi perselisihan ُ

(tolong surah ali Imran ayat 100)

Terjemah Arti: Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti

sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan

mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.

2. Peristiwa berupa kesalahan yang serius

Contoh : saat itu ada seorang imam sholat dalam keadaan mabuk. Sehingga

salah mengucapkan surat al-kafirun, dan kemudian turunlah surat an-nisa‟

dengan perintah untuk menjauhi sholat dalam keadaan mabuk

(surah annisa tolong)

Artinya “ hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu

dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”

3. Peristiwa karna suatu hasrat atau cita-cita

Ini di contohkan dari sebagian rasullah yang mempunyai 3 cita-cita besar dan

salah satunya adalah permintaan umar kepada rasulullah tentang maqam

Ibrahim sebagai tempat shalat.10

3. UNGKAPAN–UNGKAPAN ASBAB AL-NUZUL

Asbab an-Nuzul mempunyai beberapa redaksi dan Makna, yaitu:11

10
Miftha Suheni,asbab al-nuzul,h 6
11
“Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu, h. 120
1. Berupa pernyataan tegas dan jelas dengan menggunakan kata sebab, seperti: “Sababu

Nuzulil ayah kadza”; dengan menggunakan fa’ ta’qibiyah yang bersambung dengan lafazh

Nuzul, seperti: “...fa’anzalallahu...”; tidak menggunakan kata sebab dan fa’ ta’qibiyah, tetapi

dapat dipahami sebagai sebab dalam konteks jawaban atas suatu pertanyaan yang diajukan

kepada Rasulullah, seperti hadits riwayat Ibn Mas’ud ketika Nabi saw. Ditanya tentang ruh.

“Aku berjalan dengan Nabi di Madinah. Ia berpegang pada tongkat dari pelepah pohon

kurma. Dan ketika melewati serombongan orang-orang Yahudi, seseorang diantara mereka

berkata: “coba kamu tanyakan sesuatu kepadanya”. Lalu mereka menanyakan: “ceritakan

kepada kami tentang ruh”. Nabi berdiri sejenak dan mengangkat kepala. Aku tahu bahwa

wahyu engah turun kepadanya. Wahyu itu turun hingga selesai. Kemudian ia berkata:

(“katakanlah: ruh itu termasuk urusan Tuhanku; dan kamu tidak diberi pengetahuan

melainkan sedikit”). (QS. Al-Isra’: 85)

2. Berupa pernyataan tidak tegas dan jelas, seperti ungkapan “nuzilat hadzihil ayātu fi kadzā”,

“ahsibu hadzihil ayat muzilat fi kadza”, atau “ma ahsibu hadzihil ayat nuzilat fi kadzā”.

Menurut al-Zarqani, redaksi semacam ini bisa jadi merupakan penjelasan kandungan

hukum ayat yang dimaksud. Dengan pernyataan itu dan pernyataan selanjutnya perawi

tidak memastikannya sebagai Ashab an Nuzul. Redaksi-redaksi tersebut mengandung

kemungkinan menunjukkan sebab Nuzul dan hal yang lain. Pendapat senada juga

dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Sementara az-Zarkasyi mengatakan bahwa hal itu

berdasar kepada kebiasaan sahabat dan tabi’in. Bila seseorang diantara mereka

menggunakan lafal tidak jelas seperti itu menunjukkan kandungan hukum dan bukan sebab

turunnya ayat, maka hal itu merupakan jenis pengambilan dalil terhadap suatu ayat dan

bukan periwayatan peristiwa.


3. Jika ada dua redaksi yang menunjuk satu objek persoalan, redaksi yang tegaslah yang harus

menjadi pegangan. Karena redaksi yang tegas lebih kuat dibandingkan dengan redaksi yang

mengandung kemungkinan kemungkinan. Seperti riwayat Muslim dari Jabir tentang sebab

Nuzul QS. Al-Baqarah: 223 dan riwayat Bukhari dari Ibnu Umar. Riwayat Jabir dipegangi

sebagai sebab Nuzül, karena ketegasannya dengan menggunakan fa’ ta’qibiyah

“fa’anzalallahu”, sedangkan riwayat dari Ibnu Umar dianggap sebagai penjelasaannya.12

4. KAIDAH KAIDAH ASBAB AL-NUZUL

Dalam memahami kaidah disini dibagi menjadi dua yaitu :Kaidah .1 Yang berarti

“ungkapan itu : didasarkan pada keumuman teksnya, bukan didasarkan atas kekhususan

penyebabnya”.

Pengertiannya adalah jawaban lebih umum dari pertanyaan atau sebab -nya. Dan sebab

lebih khusus. Dari pada lafadz jawabnya. Ini secara lgis mungkin terjadi, dan kenyataannya

juga benar-benar terjadi. Karena bentuk seperti ini tidak mengandung kekurangan, justru

keumuman lafadz dengan kekhususan sebabnya akan menyampaikan kepada tujuan secara

lebih sempurna dan efektif.

Hanya saja, ulama berbeda Pendapat tentang hukumnya, apakah yang dianggap

keumuman lafadznya atau kekhususan sebabnya? Jumhur ulama berpendapat bahwa

hukumnya mencakup semua unsur dari lafadz tersebut, baik unsur-unsur sebab maupun

12
Subhan Abdullah Acim,kajian ulum qur’an(NTB:Al-Haramain,2020),h 66
unsur-unsur selain sebab. Sebagai contoh, peristiwa tuduhan zina oleh Hilal ibn Umayyah

kepada istrinya, yang berkenaan dengan peristiwa itu, turun firman Allah SWT

Penetapan makna Suatu ayat didasarkan pada bentuk hukumnya lafazh (bunyi lafazh),

bukan sebabnya yang khusus).Contoh kaidah pertama Firman Allah, Surat An-Nur ayat 6:

Dan orang-yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi

selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan

nama Allah, bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. [Q.S. An-

Nur: 6].

Persoalan penting dalam pembahasan asbabun nuzul, jika terjadi satu pertanyaan,

kemudian satu ayat turun untuk memberikan penjelasan atau jawabannya, tetapi ungkapan

ayat tersebut menggunakan redaksi amm (umum) hingga memiliki cakapan yang lebih luas

dan tidak terbatas pada kasus pertanyaan itu. Apakah ayat tersebut harus dipahami dari

keumuman lafazh ataukah dari sebab khusus (spesifik) itu.

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang harus menjadi pertimbangan adalah

keumuman lafaz dan bukan pada kekhususan ar ilah bhi umam al-lafidi la bi ‫العبرة بعموم اللفظ ال‬

‫ بخص``وص الس``بب‬sebab khususas-sabab. As-Suyuthi, memberikan alasan bahwa itulah yang

dilakukan oleh para sahabat golongan lain. Hal ini dibuktikan ketika turun ayat gibar dalam

kasus Salman Ibn Shakhar, ayat l’an dalam perkara Hilal Ibn Umayyah, dan ayat qadgaf

dalam kasus tuduhan terhadap Aisyah. Penyelesaian terhadap kasus tersebut ternyata juga

diterapkan terhadap peristiwa lain yang serupa.13 al-Humazah Zamakhsyari dalam

menafsirkan Surat Mengemukakan bahwa surat ini diturunkan karena sebab khusus, namun

13
Jalaluddin Al suyuti, Al itqan fi ulum Al quran(Beirut:dar al fikr,tth),h 110
ancaman hukum yang tercakup di dalamnya berlaku umum,Mencakup semua orang yang

berbuat kejahatan yang disebutkan,14

Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa banyak ayat yang diturunkan berkenaan dengan

kasus tertentu, bahkan kadangkadang menunjuk pribadi seseorang, namun dipahami berlaku

umum. Misalnya, surat al-Maidah ayat 49 tentang perintah kepada Nabi untuk berlaku adil,

ayat ini sebenarnya diturunkan bagi kasus Bani Quraidzah dan Bani Nadhir. Namun Ibn

Taimiyyah berpendapat bahwa tidak benar jika kemudian dikatakan bahwa perintah kepada

Rasulullah Saw itu hanya berlaku adil terhadap kedua kabilah tersebut.15

Di sisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh al-Qur’an

harus dipandang dari segi kekhususan dan bukan

‫ ا أن العبرة بخصوص السبب ال بعم`وم اللفظ‬dari segi keumurman lafaz ibratu bi khusus sabab la bi

umum al laf Jadi cakupan ayat tersebut terbatas pada kasus yang menyebabkan turunnya

sebuah ayat. Adapun kasus lain yang serupa, kalaupun akan mendapat penyelesaian yang

sama, hal itu bukan diambil dari pemahaman terhadap ayat itu, tapi dari dalil lain, yaitu qiyas

apabila memang memenuhi syarat-syarat qiyas. Ayat qazhaf, misalnya diturunkan khusus

sehubungan denga kasus Hilal dan istrinya. Adapun kasus lain yang serupa dengan kasus

tersebut, hukumnya ditetapkan dengan melalui jalan qiyar,16

Perlu digaris bawahi bahwa perbedaan pendapat itu hanya terjadi pada masalah yang

bersifat umum dan tidak terdapat petunjuk bahwa ayat itu berlaku khusus. Jika ada petunjuk

14
Ibid
15
ibid
16
Ak Zarqani,Manabilul irfan ,h.126
demikian tentu seluruh ulama sepakat bahwa hukum ayat itu hanya berlaku untuk kasus yang

disebutkan itu.

5. KEGUNAAN ASBAB AL-NUZUL

Menafsirkan Al-Qur’an, Seseorang tidak akan mencapai pengertian atau pengetahuan

yang baik jika tidak memahami riwayat asbaban-nuzul suatu ayat. Pemaham mengenai

asbab an-nuzul ini sangat penting untuk membantu dalam memahami konteks turunnya

suatu ayat. Hal ini sangat penting juga agar seseorang bisa menerapkan ayat ayat pada kasus

dan kesempatan yang berbeda dalam. Kehidupannya. Peluang akan terjadinya kekeliruan

juga terbuka lebar apabila seseorang mengabaikan riwayat turunnya suatu ayat atau asbab

an-nuzul ini.”Sehingga asbab an-nuzul memiliki beberapa fungsi atau Kegunaan di

antaranya adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan tentang asbab an-nuzul akan membawa kepada pengetahuan tentang rahasia

dan tujuan Allah secara khusus mensyariatkan agama-Nya melalui Al Qur’an. Pengetahuan

yang demikian akan memeberi manfaat baik bagi orang mukmin maupun nonmukmin.

Orang mukmin akan bertambah keimanannya dan memiliki hasrat yang kuat untuk

menerapkan hukum Allah serta mengamalkan kitabnya. Sebagai contoh adalah syariat

tentang pengharaman minuman keras. Pengharaman minuman keras ini berlangsung melalui

empat tahap. Tahap pertama Allah mengharamkan minuman keras secara tidak langsung

seperti yang terdapat pada dalil QS. An-Nahl: 67, tahap kedua dengan perintah

memalingkan secara langsung dari padanya seperti yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah:

219, tahap yang ketiga Allah mengharamkan secara parsial atau sebagian seperti yang
tercantum dalam QS. An-Nisa’: 43, tahapan yang keempat yaitu pengharaman secara total

seperti yang terdapat pada dalil QS. Al-Maidah: 90-91.

2. Asbab an-nuzul dapat membantu memahami apakah suatu ayat berlaku umum atau berlaku

khusus, selanjutnya dapat mengetahui juga dalam hal apa ayat itu diterapkan. Maksud yang

sesungguhnya suatu ayat dapat dipahami Dengan adanya asbaban-nuzul ini. Maksudnya

yaitu Seseorang dapat menentukan apakah ayat tersebut Mengandung pesan khusus atau

umum dan dalamKeadaan bagaimana ayat itu harus diterapkan.

3. Adanya asbah an-nuzul ini dapat menegaskan bahwa kandungan atau ajaran Al-Qur’an

tidak akan pernah usang ditelan zaman. Al-Qur’an akan selalu hidup dan Dapat diterapkan

sepanjang waktu dengan tetap mengacu pada ide moral Al-Qur’an 17

4. Dengan adanya asbab an-nuzul ini dapat diketahui turunnya suatu ayat secara tepat.

Sehingga tidak terjadi kesamaran atau keraguan yang bisa menimbulkan kesalahan pada

penetapan suatu hukum.

5. Pengetahuan tentang asbab an-nuzul akan mempermudah orang yang menghafal serta

memahami pola turunnya ayat-ayat Al-Qur’an,10 baik dari segi sebab turunnya suatu ayat,

yang meliputi hubungan hukum dengan waktu dan tempat peristiwa itu berlangsung.

Pengetahuan tentang asbab an-nuzul juga akan memperkuat keberadaan wahyu Allah dalam

ingatan yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya. Semua ini akan mampu

17
ibid
meningkatkan pemahaman secara utuh terhadap ayat Al-Qur’an.Membantu dalam

memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan yang terkandung

salam ayat-ayat Al-Qur’an. Serta untuk mengetahui hikmah disyariatkannya suatu hukum, 18

BAB 3

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Istilah nuzulul Qur’an (turunnya Al-Quran) tidaklah dapat kita pahami maknanya

secara harfiah, yaitu menurunkan sesuatu dari tempat yang tinggi ke tempat yang

rendah, sebab Al-Quran tidaklah berbentuk fisik atau materi. Tetapi pengertian nuzulul

Qur’an yang dimaksud adalah pengertian majazi, yaitu penyampaian informasi (wahyu)

kepada Nabi Muhammad SAW. dari alam gaib ke alam nyata melalui perantara

malakikat Jibril AS.

b. Al-Quran dipandang dari aspek proses penurunannya yang berangsur-angsur sangat jauh

berbeda dengan kitab-kitab wahyu lainnya.

c. Pernyataan para ulama di atas menyangkut hikmah penurunan Al-Quran secara

bertahap mencerminkan suatu pengakuan hubungan yang nyata (meskipun ia bukan

hubungan sebab-akibat) bahwa teks Al-Quran ternyata tidak hanya merespon kondisi

penerima wahyu pertama semata, yaitu Rasul SAW. tetapi lebih dari itu realitas kultural

pun masuk dalam cakupan perhatiannya.

d. Membincang di seputar asbabun nuzul berarti berusaha memahami keadaan yang

18
ibid
sebenarnya menyangkut peristiwa yang meliputi ayat al-Quran ketika diturunkan kepada

Nabi SAW. Sehingga untuk memahaminya, tidak ada jalan lain kecuali menelaahnya

secara historis lewat pendekatan riwayat yang sampai di hadapankita, yang tersebar luas

dalam berbagai kitab hasil karya para ulama

e. Pengetahuan tentang asbabun nuzul mempunyai banyak manfaat. Secara umum

manfaatnya adalah mampu mengantarkan seorang mufassir pada pemahaman yang benaR

dengan memahamai kandungan teks dan keadaan yang menyertai peristiwa yang terjadi

ketika Al-Quran diturunkan.

f. Apabila ayat yang diturunkan sesuai dengan sebab yang umum (‘am) atau sebab

yang khusus (khash), maka yang umum harus diterapkan dengan keumumannya, dan yang

khusus dengan kekhususannya. Tetapi apabila sebab turunnya suatu ayat bersifat khusus,

sedang redaksi ayatnya berbentuk umum, maka para ulama berselisih pendapat dalam

menyikapi keadaan tersebut. Kaidah yang terkait dengan ilmu asbabun nuzul yang

diperselisihkan oleh para ulama tafsir dan ulama ushul fiqhi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Suma, M. A. (2004). Studi ilmu ilmu al-quran. jakarta: pustaka firdaus.

Dahlan, Abdul Aziz, dkk. (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam I, Cet. I; Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1996.
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia, Cet. 14; Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997.

Fitriani Nur Alifah,watak asbab An-nuzul dalam pendidikan islam,Nazhruna:pendidikan islam

Vol.2 NO.1(2019)

Subhan Abudullah Acim,kajian ulumul quran,NTB:CV.Al-Haramain Lombok,2020

Anda mungkin juga menyukai