Anda di halaman 1dari 12

RUANG LINGKUP ASBĀB AL-NUZŪL

Oleh : Nur Zahira Natasya, Elya Retno Oktari, Amellia Nur Febriyanti,
Khoirun Nisa’, Safira Emhayana, Elva Fitrotul Amalia, dan Shofi
Naziyatul Iffah

A. Pendahuluan
Al-Qur`an merupakan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad melalui perantara malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya
serta membacanya bernilai ibadah. Al-Qur`an juga merupakan sumber
hukum utama umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman
hidup. Ayat-ayat al-Qur`an diturunkan secara berangsur-angsur dalam kurun
waktu kurang lebih dua puluh tiga tahun.
Asbāb al-nuzūl termasuk hal yang sangat penting dalam memahami
makna dan lafal ayat-ayat al-Qur`an. Setiap ayat yang diturunkan berkaitan
dengan kondisi atau peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah. Oleh
karena itu, perlu adanya pemahaman mengenai asbāb al-nuzūl agar tidak
ada keraguan dan kekhawatiran dalam menafsirkan dan mengamalkannya.
B. Definisi Asbāb Al-Nuzūl
Asbāb adalah jama’ dari kata sabab yang berarti sebab, alasan, motif,
dan latar belakang. Asbāb al-Nuzūl adalah sebab-sebab turun, alasan-alasan
turun, motif atau latar belakang turunnya ayat al-Qur`an. Dalam al-Qur`an,
kata asbāb disebutkan sebanyak delapan kali, empat kali dalam bentuk
tunggal dan empat kali dalam bentuk jama’.1 Sedangkan asbāb al-nuzūl
secara terminologi adalah

‫ هو مانزلت االيةاو االيات بسببه متضمنة له اوجميبةعنه اومبينة حلكمه‬: ‫سبب النزول‬

‫زمن وقوعه‬
Asbāb al-Nuzūl adalah suatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau
beberapa ayat, atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai
jawaban, atau sebagai penjelasan sesuatu hukum yang diturunkan pada saat
terjadinya suatu peristiwa.2

1
Usman, Ulumul Qur`an, (Yogyakarta: Teras, 2009), 103-105.
2
Shubhi al-Shalih, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur`an, (Beirut: Dar al-Ilmi li al-Milayin, 1972), 132.

1
Beberapa pengertian asbāb al-nuzūl yang dirumuskan oleh para
ulama’ yaitu:

a. Al-Zarqoni: asbāb al-Nuzūl adalah sesuatu yang berhubungan dengan


turunnya ayat-ayat al-Qur`an yang berfungsi sebagai penjelas hukum
pada saat peristiwa itu terjadi.
b. Al-Shabuni: peristiwa yang menyebabkan turunnya satu ayat atau
beberapa ayat mulai yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian
tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian
yang berkaitan dengan urusan agama.
c. Manna’ al-Qattan: peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya al-
Qur`an, berkenaan dengan waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa
kejadian atau pertanyaan yang diajukan kepada nabi.3
Definisi di atas dirumuskan oleh para ulama’ untuk menghindari
pemahaman makna sebab dalam konteks sebab dan akibat. Diyakini oleh
semua pihak bahwa Allah bersifat Qadim (terdahulu), sedang sebab bersifat
hadits (baru). Riwayat-riwayat menunjukkan bahwa asbāb al-nuzūl
merupakan jawaban atas pertanyaan dan berupa komentar atau petunjuk
hukum atas satu kejadian atau lebih, baik komentar itu muncul sebelum
maupun sesudah turunnya ayat. Dari sini bila ada peristiwa yang terjadi
pada masa Rasulullah yang kandungan ayatnya menjelaskan hukum atau
ayat itu menyangkut peristiwa itu, berapapun banyaknya peristiwa, maka
masing-masing dapat dinamai asbāb al-nuzūl.4
Apabila terdapat banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya
satu, maka hal ini tidak ada permasalahan. Karena itu banyak ayat yang
turun di dalam berbagai surah berkaitan dengan satu peristiwa. 5 Penurunan
ayat yang lebih dahulu daripada hukumnya karena ayat itu diturunkan
dengan lafal mujmal (global), mengandung arti lebih dari satu, dan

3
Pan suaidi, “Asbābun Nuzūl: Pengertian, Macam-macam, Redaksi, dan Urgensi”, Almufida Vol.
1, 1, (2016), 111-112.
4
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 235-236.
5
Manna’ Khalil al-Qaṭan, Mabāhis fī ulūmul Qur`an ter. Mudzakir, (Bogor: Litera AntarNusa,
2017), 130.

2
penafsirannya dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut, sehingga
ayat tersebut mengacu pada hukum yang datang kemudian.6

Terkadang seorang sahabat mengalami peristiwa lebih dari satu kali


dalam sebab penurunan al-Qur`an. Al-Qur`an turun mengenai setiap
peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenainya sesuai
dengan banyaknya peristiwa yang terjadi.7
Menurut Ahmad Adil Kamal, ayat-ayat yang memiliki asbāb al-Nuzūl
terbagi menjadi dua kelompok :
a. Ayat ayat yang asbāb al-Nuzūl-nya harus diketahui, agar dalam
penetapan hukumnya tidak keliru seperti ayat-ayat hukum.
b. Ayat-ayat yang asbāb al-Nuzūl-nya tidak harus diketahui, seperti ayat-
ayat yang menyangkut kisah dalam al-Qur`an. Kebanyakan dari ayat-ayat
kisah diturunkan tanpa sebab yang khusus. Namun, bukan berarti bahwa
semua ayat-ayat kisah tidak perlu diketahui asbāb al-Nuzūl-nya.8
C. Redaksi Asbāb al-Nuzūl dan Cara Penyelesaian Problematika Asbāb al-
Nuzūl
Redaksi yang menerangkan asbāb al-nuzūl terkadang berupa
pertanyaan tegas mengenai sebab atau sebaliknya. Bentuk ungkapan redaksi
periwayatan asbāb al-Nuzūl yang dikemukakan oleh para sahabat sangat
memiliki pengaruh besar akan hasil interpretasi para ulama dalam
menetapkan asbāb al-Nuzūl suatu ayat atau beberapa ayat al-Qur`an.
Adapun bentuk-bentuk ungkapan pernyataan asbāb al-Nuzūl dan
penjelasannya sebagai berikut :
1. Apabila seorang perawi dalam periwayatannya menggunakan kata sabab,
misalnya ‫ذا‬J‫ذا ك‬J‫ة ك‬J‫“ سبب النزول هذه األي‬sabab nuzul ayat ini adalah begini”
maka ungkapan tersebut merupakan pernyataan tegas mengenai sebab
turunnya suatu ayat.
2. Adakalanya seorang perawi merangkai pernyataannya dengan huruf fa’
ta’qibiyah yaitu huruf “fa’” (kira-kira seperti “makna”, yang
menunjukkan urutan peristiwa) yang mengiringi pernyataan seorang
6
Al-Qaṭan, Mabāhis fī ulūmul Qur`an, 132.
7
Ibid., 133.
8
Usman, Ulumul Qur`an, 146.

3
perawi yang mengungkapkan peristiwa asbāb al-Nuzūl, baik ungkapan
tersebut terdapat pertanyaan yang mendahului turunnya ayat atau
berbentuk lain. Misalnya adalah:

‫"نزلت األية سئل رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم عن كذا "ف‬
“Rasulullah pernah ditanya mengenai masalah begini.. “maka” turunlah ayat”
Maka redaksi tersebut mengandung interpretasi yang jelas mengenai
asbāb al-Nuzūl suatu ayat.9
3. Terkadang asbāb al-Nuzūl suatu ayat dapat dipahami secara pasti dari
konteks jalan ceritanya. Dalam hal ini, perawi yang mengetahui turunnya
wahyu tidak mengemukakan lafal asbāb al-Nuzūl dengan ungkapan yang
jelas seperti contoh di atas. Juga tidak menggunakan ungkapan yang
mengandung kemungkinan lain. Tetapi, kepastian asbāb al-Nuzūl dapat
dipahami dari pernyataan perawi pertama. Misalnya ungkapan yang
digunakan oleh Ibnu Mas’ud ketika mengalami peristiwa yang
mendahului peristiwa turunnya firman Allah QS. al-Isra’ ayat 85 yaitu :

‫ فعرفت أنه يوحى اليه‬..‫كنت أمشي مع النيب صلى اهلل عليه و سلم‬
4. Redaksi yang bisa jadi mengandung pengertian yang menerangkan
terdapat asbāb al-Nuzūl atau hanya menjelaskan kandungan yang
terkandung dalam ayat yang telah disebutkan. Misalnya apabila perawi
berkata : ‫ذا‬JJ‫ة في ك‬JJ‫ذه األي‬JJ‫زلت ه‬JJ‫“ن‬ayat ini turun mengenai begini” Maka
redaksi demikian tidak secara tegas menunjukkan sabab al-nuzul. Oleh
karena itu, di dalamnya mengandung kemungkinan menunjukkan sabab
al-Nuzul dan kemungkinan pernyataan lain. Seperti hadis yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhary yang periwayatannya bersumber
dari Ibn Umar, ia mengatakan :

۲۲۳ ‫) يف اتيان النساء يف أدبارهن‬: ‫(البقرة‬.. ‫نزلت نساؤكم حرث لكم‬


Menurut al-Zarqaniy, solusi untuk menentukan pengertian salah
satu dari dua kemungkinan tersebut yaitu dengan memperhatikan
konteks pembicaraannya. Selanjutnya apabila terdapat salah satu dari

9
Usman, Ulumul Qur`an, 131.

4
kedua riwayat tersebut tidak sharih (tidak tegas). Misalnya ungkapan ‫نزلت‬
‫هذه األية في كذا‬.
Sedangkan riwayat lainnya menyebutkan secara tegas, maka yang
menjadi pegangan adalah riwayat yang menerangkan asbāb al-Nuzūl
secara tegas. Sedang riwayat lainnya sebagai penjelasan hukum yang
terdapat dalam suatu ayat tersebut.10
Para ulama berbeda pendapat mengenai nilai dari ucapan seorang
sahabat yang mengatakan : ‫ذا‬JJ‫ نزلت هذه األية في ك‬Apakah ucapan tersebut
termasuk hadis musnad sebagaimana asbāb al-Nuzūl yang dinyatakan
dengan tegas atau hanya dinilai sebagai penafsiran sahabat terhadap
ungkapannya. Dalam hal ini Imam Bukhary berpendapat termasuk dalam
kategori hadis musnad. Sedangkan ulama lain tidak. Berbeda halnya, jika
seorang perawi dari golongan sahabat mengemukakan lafal yang diiringi
oleh pernyataan turunnya ayat, maka mereka memasukkannya dalam
kategori hadis musnad.11
5. Apabila bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti seorang perawi
mengatakan ‫ذا‬JJ‫زلت في ك‬JJ‫ة ن‬JJ‫ذه األي‬JJ‫ب ه‬JJ‫“ أحس‬aku mengira ayat ini turun
mengenai masalah begini” atau‫ذا‬JJ‫“ ما أحسب هذه األية نزلت اال في ك‬aku tidak
mengira ayat ini turun keculai masalah begini”. Maka hal tersebut
bermaksud bukan asbāb al-Nuzūl, tetapi penafsiran makna ayat dan
disimpulkan bukan asbāb al-Nuzūl, kecuali bila ada qarinah yang
12
menjelaskan riwayat tersebut terdapat asbāb al-Nuzūl. Yaitu apabila
ada ulama lain secara terang-terangan menyebutkan asbāb al-Nuzūl maka
itulah yang mu’tamad (dijadikan pegangan), sedangkan yang pertama
termasuk istinbath (ijtihad).13
6. Apabila terdapat banyak riwayat dan semua menegaskan asbāb al-Nuzūl,
sedangkan salah satu riwayat tersebut sahih maka yang menjadi
pegangan adalah riwayat yang sahih. Demikian, apabila terdapat riwayat
yang sama-sama sahih namun terdapat segi yang memeperkuat salah
satunya seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut atau salah satu
10
Usman, Ulumul Qur`an, 133-135.
11
Ibid,. 136.
12
Al-Qaṭan, Mabāhis fī ulūmul Qur`an,121-122.
13
Jalaluddin al-Suyuthi, Studi al-Qur`an Komprehensif, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008), 134.

5
riwayat lebih sahih maka riwayat yang kuat yang didahulukan. Apabila
riwayat-riwayat tersebut tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu
antara sebab-sebab tersebut berjauhan, maka hal demikian dipandang
sebagai banyak dan berulangnya asbāb al-Nuzūl.14
Satu hal yang perlu digarisbawahi dan juga salah satu Kaidah
Tafsir adalah: Asbāb al-Nuzūl haruslah berdasar riwayat yang shahih.
Tidak ada peranan akal dalam menetapkannya. Peranan akal dalam
bidang ini hanya dalam men-tarjih riwayat-riwayat yang ada. Setiap
peristiwa memiliki unsur yang tidak dapat dilepaskan darinya yaitu
waktu, tempat, situasi tempat, pelaku, kejadian, dan faktor yang
menyebabkan terjadinya peristiwa itu.15
D. Sabab Lā bi Umum Lafdzi dan Umum Lafdzi lā bi Khusus Sabab
Sabab lā bi umum lafdzi dan umum lafdzi lā bi khusus sabab
merupakan dua hal yang tidak asing dalam asbāb al-nuzul. Lafdzi dalam
konsep ini berarti ayat-ayat al-Qur`an yang diturunkan kepada Rasulullah
sebagai jawaban dari pertanyaan atau peristiwa yang dihadapinya pada saat
turunnya al-Qur`an. Sedangkan sabab merupakan pertanyaan atau peristiwa
yang melatarbelakangi atau sebab turunnya al-Qur`an16
Apabila ayat yang turun dan sebabnya sesuai dalam hal keumuman
ataupun kekhususan, maka berlaku umum menurut keumumannya dan
khusus menurut kekhususannya. Contoh dari penerapan ini yaitu firman
Allah QS. Al-Baqarah ayat 222:

‫ويسـءـلونك عن احمليضصلى قل هو أذا فاعتزلوا النساء فاحمليض وال تقربوهن حىت‬

( ‫يطهرنصلى فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم اللهج إن اهلل حيب التوابني وحيب املتطهرين‬

)٢٢٢
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: ‘ Haid itu adalah suatu
kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu
haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka

14
Al-Qaṭan, Mabāhis fī ulūmul Qur`an, 123-127.
15
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, 238-239.
16
Muhammad Yasir dan Ade Jamaruddin, Studi Al-Qur`an, (Pekan Baru: Asa Riau, 2016), 148.

6
telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-
orang yang mensucikan diri.17
Dalam suatu riwayat menyebutkan bahwasanya ayat tersebut
diturunkan karena ada seorang Yahudi bernama Anas mengatakan “Kaum
Yahudi tidak mau memberi makan dan tidak tidur bersama istri mereka di
rumah ketika istri mereka sedang haid’. Kemudian para sahabat bertanya
kepaada Rasulullah tentang hal tersebut. Lalu Rasulullah bersabda,
“Bersamalah dengan mereka di rumah dan lakukanlah apa saja kecuali
berhubungan suami istri.18

‫جامعوهن ىف البيوت واصنعوا كل شيء إال النكاح‬


Adapun jika terdapat ayat yang bersifat umum, sedangkan sebabnya
bersifat khusus maka aka timbul persoalan manakah yang harus
diperhatikan dan dijadikan pedoman. Para ulama berbeda pendapat
mengenai hal ini. Mayoritas ulama berpendapat ayat-ayat yang diturunkan
dengan sebab khusus tetapi lafalnya umum maka yang dijadikan pegangan
adalah lafalnya yang umum dan pendapat ini dianggap lebih shahih. 19

‫العربة بعموم اللفظ ال خبصوص السبب‬


Yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab .
Berdasarakan kaidah tersebut, hukum yang terkandung dalam suatu lafal
akan mencakup semua aspek dari lafal tersebut, termasuk dalam hal sebab.
Contohnya yaitu QS. al-Maidah ayat 38.

)۳۹( ‫والسارق والسارقة أيديهما جزاء مبا كسبا نكاال من اللهقلى واهلل عزيز حكيم‬
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.20

17
Al-Qur`an, QS. Al-Baqarah: 222.
18
Al-Qur`an, Al-Hidayah Al-`Qur`an Tafsir per Kata Tajwid Kode Angka, (Tangerang: Kalim,
t.th), 36.
19
Yasir dan Ade, Studi Al-Qur`an, 150.
20
Al-Qur`an, QS. Al-Maidah: 38.

7
Ayat tersebut turun berkenaan dengan peristiwa pencurian sejumlah
perhiasan yang dilakukan oleh seorang perempuan di zaman Rasulullah.
Oleh karenanya, rasulullah memerintahkan untuk memotong tangan
perempuan tersebut sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam ayat ini. 21
Mayoritas ulama menyepakati bahwa ayat tersebut berlaku untuk umum,
bukan hanya pada satu kasus yang menyebabkan turunnya ayat tersebut.
Sebagaimana ayat tersebut menggunakan lafal umum dengan bentuk
tunggal yang dima’rifatkan dengan al jinsiyah.
Ibnu Taimiyyah berpendapat dalam al-Qur`an banyak terdapat ayat
yang diturunkan karena kasus tertentu, bahkan yang bersifat khusus
menunjuk pada pribadi seseorang. Akan tetapi ayat ini seringkali dipahami
berlaku untuk umum. Misalnya yaitu QS. al-Maidah ayat 49 yang
mengandung perintah kepada Rasulullah untuk berlaku adil terhadap kasus
bani Quraidzah dan bani Nadhir. Akan tetapi Ibnu Taimiyyah menyanggah
bahwasanya sangat tidak benar jika ayat tersebut berisi perintah kepada
Rasulullah untuk berlaku adil hanya pada kedua kabilah tersebut.22

‫وأن احكم بينهم مبا أنزل اهلل وال تتبع أهواءهم واحذرهم أن يفتنوك عن بعد ما‬

‫أنزل اهلل إليك فإن تولوا فاعلم أمنا يريد اهلل أن يصيبهم ببعض ذنوهبم وإن كثريا من‬
‫قلى‬ ‫قلى‬

)٤۹( ‫الناس لفسقون‬


Pendapat kedua, sebagian ulama memandang bahwa eksistensi
asbāb al-nuzūl lebih penting dalam memahami ayat al-Qur`an. Sebagian
ulama ini berpegang pada kaidah:

‫العربة خبصوص السبب ال بعموم اللفظ‬


Yang dijadikan pedoman adalah kekhususan sebab, bukan keumuman lafal. 23
Hal ini berarti lafal ayat ditujukan hanya terbatas pada peristiwa yang
menyebabkan turunnya ayat tersebut. Apabila terdapat peristiwa lain yang
serupa, maka hukumnya tidak dapat diambil dari ayat tersebut, melainkan

21
Al-Qur`an, Al-Hidayah, 114.
22
Jalaludddin al-Shuyuṭi, Al-Itqān fῑ ‘Ulūm al-Qur`an, (Lebanon: Resalah Publisher, 2008), 74.
23
Al-Shuyuṭi, Al-Itqān fῑ ‘Ulūm al-Qur`an, 75.

8
mencari dalil lain dengan menempuh jalan qiyas jika telah memenuhi
syarat-syarat qiyas. Sehingga diperlukan pula kajian konteks sosial historis
antara masa ketika ayat tersebut diturunkan dengan masa sekarang.
Perlu diperhatikan bahwa perbedaan pendapat tersebut hanya berlaku
pada masalah yang bersifat umum dan tidak ada petunjuk bahwa ayat
tersebut berlaku khusus. Jika ada petunjuk yang menyebutkan bahwa ayat
tersebut khusus untuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat, maka
otomatis seluruh ulama sepakat bahwa hukum ayat tersebut bersifat khusus.
Oleh karena itu, penafsiran ayat-ayat al-Qur`an harus dilakukan dengan
sangat hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan dalam memahaminya.
E. Pentingnya Asbāb al-Nuzūl dalam Memahami Ayat Al-Qur`an
a. Untuk mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian
syara’ terhadap kepentingan dan kebutuhan umum dalam menghadapi
segala peristiwa.
b. Membantu dalam memahami suatu ayat dan dapat menghilangkan
kesulitan dalam ayat tersebut.
c. Dalam memberikan pemahaman yang tepat bahwa hukum yang dibawa
oleh ayat al-Qur`an itu khusus untuk memberikan penyelesaian terhadap
peristiwa atau pernyataan yang menjadi asbāb al-Nuzūl ayat tersebut.
d. Dapat diketahui dengan tepat sasaran hukum yang dibawa oleh ayat-ayat
yang diturunkan sehingga tidak keliru dalam menetapkan suatu hukum.
e. Dapat membantu mempermudah pemahaman dan penghafalan ayat serta
membantu meletakkan ayat-ayat yang bersangkutan dalam hati orang-
orang yang mendengarnya bila ayat tersebut dibacakan.24
F. Faedah Mengetahui Asbāb al-Nuzūl dalam Lapangan Pendidikan
Asbāb al-Nuzūl merupakan media paling baik untuk mewujudkan
tujuan-tujuan pendidikan dalam mempelajari al-Qur`an baik bacaan ataupun
tafsirnya. Asbāb al-Nuzūl ada yang berupa kisah atau pertanyaa yang
disampaikan oleh Rasulullah sehingga ketika sabab al-Nuzul disampaikan
kepada para peserta didik maka kisah tersebut sudah cukup untuk

24
Usman, Ulumul Qur`an, 147.

9
membangkitkan perhatian, minat dan potensi intelektual serta menyiapkan
jiwa anak didik untuk menerima pelajaran.25
G. Kolerasi antar ayat dengan ayat dan surah dengan surah
Sebagian mufassir telah menjelaskan kolerasi antara kalimat dengan
kalimat, ayat dengan ayat ataupun surah dengan surah, hal tersebut
disebabkan karena sebuah kalimat terkadang sebagai penguat terhadap
kalimat sebelumnya sebagai penjelasan atau komentar akhir. Setiap ayat
memiliki aspek hubungan dengan ayat sebelumnya yakni hubungan yang
menyatukan, seperti perbandingan antara sifat orang mukmin dengan orang
musyrik, antara janji dan ancaman, penyebutan ayat-ayat rahmat setelah
ayat-ayat azab dan lainnya.26
Terkadang munasabah terletak pada perhatiannya terhadap lawan
bicara, seperti penggabungan unta, langit dan gunung dalam QS. al-
Ghasyiyah ayat 17-20. Terkadang munasabah terjadi antara suatu surah
dengan surah yang lain seperti pembukaan surah al-Hadid dengan tasbih
yang sesuai dengan akhir surat al-Waqi’ah yang memeritahkan bertasbih.
Munasabah juga terjadi antara awal dengan akhir surah seperti dalam surah
al-Qasas, dimana awal surat dimulai dengan menceritakan Musa,
menjelaskan langkah awal, dan pertolongan yang diperolehnya kemudian
menceritakan perlakuannya ketika mendapatkan dua orang laki-laki yang
sedang berkelahi. Kemudian surah ini diakhiri dengan menghibur
Rasulullah bahwa beliau akan keluar dari Mekkah dan dijanjikan akan
kembali lagi ke Mekkah serta melarangnya menjadi penolong bagi orang-
orang kafir.27
Problematika Asbāb al-Nuzūl lebih dari satu dan cara
penyelesaiannya
1. Sebab pertama turun dengan hadis yang sahih dan yang lain dengan
hadis yang daif. Maka yang daif tidak diberlakukan.
2. Kedua sebab turun itu diriwayatkan oleh hadis yang kesahihannya sama,
namun bisa ditarjih, maka ditarjihkanlah yang rajih dari yang marjuh.

25
Al-Qaṭan, Mabāhis fī ulūmul Qur`an, 134-135.
26
Ibid.,136-138.
27
Al-Qaṭan, Mabāhis fī ulūmul Qur`an,139-141.

10
3. Dua sebab turun dengan kekuatan yang sama dan bisa disatukan
Sebab Timbul Asbāb al-Nuzūl28

1. Menjawab soal yang ditanya oleh sahabat


2. Memperbaiki kesalahan yang terjadi pada diri kaum muslimin.
3. Menjawab tuduhan kafir
4. Turun karena mukmin butuh informasi hukum lebih lanjut

H. Kesimpulan
Asbāb al-Nuzūl adalah sebab-sebab turun, alasan-alasan turun, motif
atau latar belakang turunnya ayat al-Qur`an. Dalam al-Qur`an, kata asbāb
disebutkan sebanyak delapan kali, empat kali dalam bentuk tunggal dan
empat kali dalam bentuk jama’. Redaksi yang menerangkan asbāb al-nuzūl
terkadang berupa pertanyaan tegas mengenai sebab dan sebaliknya.
Terdapat juga beberapa problematika dan ebebrapa cara penyelesaiannya.
Mengetahui asbab al-Nuzul memilii banayk faedah dan kepentingan
diantaranya dapat memudahkan dalam pemahaman terhadap al-Qur`an.

28
Zainal Arifin, Pengantar ‘Ulumul Qur`an, (Medan, Duta Azhar, 2018), 36-41.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur`an.
Al-Qur`an. Al-Hidayah Al-`Qur`an Tafsir per Kata Tajwid Kode Angka.
Tangerang: Kalim, t.th.
Jamaruddin, Muhammad Yasir dan Ade. Studi Al-Qur`an. Pekan Baru: Asa
Riau, 2016.
Qattan (al), Manna’ Khalil. Mabāhis fī ulumul Qur`an ter. Mudzakir. Bogor:
Litera AntarNusa, 2017.
Shalih (al), Shubhi. Mabahits fi ‘Ulum al-Qur`an. Beirut: Dar al-Ilmi li al-
Milayin, 1972.
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati, 2013.
Suaidi, Pan. “Asbābun Nuzūl: Pengertian, Macam-macam, Redaksi, dan
Urgensi”, Almufida Vol. 1, 1, (2016).
Shuyuṭi (al), Jalaludddin. Al-Itqān fῑ ‘Ulūm al-qur`an. Lebanon: Resalah
Publisher, 2008.
Shuyuṭi (al), Jalaludddin. Studi al-Qur`an Komprehensif. Surakarta: Indiva
Pustaka, 2008.
Usman. Ulumul Qur`an. Yogyakarta: Teras, 2009.

12

Anda mungkin juga menyukai