Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Macam-macam Asbâb al-Nuzûl

Secara bahasa, asbab al-nuzûl dapat diartikan sebagai sebab-sebab


turunnya suatu ayat. Shubhi al-Shâlih mendefinisikan asbab al-nuzûl sebagai
sesuatu yang menjadi sebab turunnya suatu ayat atau beberapa ayat, atau suatu
per- tanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban, atau sebagai
penjelasan yang diturunkan pada waktu terjadi- nya suatu peristiwa.1

Adapun Qaththân mendefinisikan asbab al-nuzûl sebagai “sesuatu hal


yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menjelaskan status hukum, pada
masa hal terjadi, baik berupa peristiwa atau suatu pertanyaan.” Jadi, latar belakang
yang melingkungi dan menyebabkan Allah SWT menurunkan suatu wahyu
kepada Nabi Muhammad SAW.

Macam-macam Asbabun Nuzul

1. Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid

Asbabun nuzul Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid adalah beberapa


sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat atau wahyu. Ada kalanya
wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab, misalnya turunnya
Q.S. Al-Ikhlas ayat 1-4 yang berbunyi:

“Katakanlah:”Dia-lah Allah, yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang


bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Tiada berada beranak dan tiada pula di
peranakkan. Dan tiada seorang pun yang setara dengan dengan dia.”
Surat tersebut diturunkan untuk menanggapi orang-orang musyrik Mekkah
sebelum Rasulullah SAW melakukan hijrah. Ayat itu juga diturunkan kepada
kaum ahli kitab yang ditemui di Madinah usai Rasulullah hijrah.

2. Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid

Asbabun nuzul Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid merupakan satu sebab


yang mendasari turunnya beberapa ayat. Misalnya, Q. S. Ad-dukhan ayat 10, 15,
dan 16, yang berbunyi:

“Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata,” (QS. Ad-
Dukhan: 10)

“sesungguhnya (kalau) kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit


sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar),” (QS. Ad-Dukhan: 15)

“(ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras.
Sesungguhnya kami memberi balasan,” (QS. Ad-Dukhan: 16)

Asbabun nuzul dari ayat-ayat tersebut terjadi ketika kaum Quraisy durhaka
kepada Rasulullah SAW. Beliau berdoa agar mereka merasakan kelaparan seperti
yang pernah terjadi pada zaman nabi Yusuf.. Akhirnya, kaum Quraisy menderita
kekurangan hingga mereka makan tulang. Kaum tersebut pun mendatangi
Rasulullah SAW untuk meminta pertolongan. Maka Rasulullah SAW berdoa agar
diturunkan hujan.

Hujan turun setelah Nabi Muhammad SAW berdoa, namun kaum Quraisy
kembali sesat dan durhaka. Kemudian, turunlah riwayat yang menjelaskan bahwa
siksaan akan turun ketika Perang Badar.

Dapat diketahui bahwa meskipun pada umum nya sabab nuzul itu terjadi
lebih dulu dari turunnya ayat, tetapi terkadang justru terjadi sebaliknya, yakni
diturunkan dulu ayat Al-Qur'an sedangkan hukum atau peristiwanya itu sendiri
baru terjadi setelah sekian lama ayat diturunkan Keadaan demikian tentu saja
tidak mengindikasikan keganjilan bagi Al-Qur'an, akan tetapi justru sebaliknya
menunjukkan variabilitas Al-Qur'an dalam memberikan informasi.

Hal ini bisa terjadi mengingat Al-Qur'an itu seperti disimpulkan para ahli
tafsir, tidak hanya memuat berita-berita masa lalu, akan tetapi sekaligusberisikan
informasi masa depan yang akan terjadi. Kata az-Zarkasyi: "Di dalam Al-Qur'an
itu (terdapat) ilmu masa-masa awal (silam) dan ilmu masa-masa terakhir atau
yang lazim dikenal dengan sebutan ‘ilmul-awwalina wal-akhirin.“ Hikmah dari
keberadaan sabab nuzul seperti itu (mendahulukan ayat dengan membelakangi
peristiwa), kata az-Zarkasyi, karena memang kadang- kadang terjadi pertanyaan
atau peristiwa yang menghendaki turunnya ayat Al-Qur'an; tetapi pada saat yang
berlainan, juga acap kali terjadi turunnya ayat Al-Qur'an lebih dulu yang justru
mengandung (informasi) tentang akan terjadinya peristiwa itu. Turunnya ayat
yang demikian kepada Nabi Muhammad Saw. sudah tentu dalam rangka
memberikan peringatan (semacam aba-aba) terhadap peristiwa yang akan terjadi.

B. Ungkapan-ungkapan Asbab Al Nuzul

Terdapat beberapa bentuk redaksi dari asbab al-nuzul Bentuk redaksi yang
menerangkan sebab nuzûl itu terkadang berupa pernyataan tegas mengenai sebab,
dan terkadang pula berupa pernyataan yang mengandung kemungkinan
mengenainya. Bentuk redaksi yang tegas, umpamanya, seorang perawi
mengatakan "sebab nuzûl ayat ini adalah begini," atau menggunakan fa ta'qibiyah
yang kira-kira bermakna "maka" yang menunjukkan urutan peristiwa yang
dirangkaikan dengan turunnya ayat, sesudah ia menyebutkan peristiwa atau
pertanyaan. Atau, misalnya, Rasulullah ditanya tentang suatu masalah, begini,
maka turunlah ayat ini." Dengan demikian, kedua bentuk contoh di atas
merupakan pernyataan yang jelas dan tegas. Contoh pernyataan tegas berkaitan
dengan turunnya suatu ayat ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibn 'Umar,berkata:

‫انزلت نساءكم حرث لكم اآلية في اتيان النساء في ادبارهن‬


"Turunnya ayat (istri-istri kamu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok
tanam), berkaitan dengan masalah menggauli istri dari belakang."

Bentuk kedua yaitu redaksi yang boleh jadi menerangkan sebab nuzul atau
hanya sekadar menjelaskan kandungan hukum ayat, yaitu apabila perawi
mengatakan (ayat ini turun mengenai ini). Yang dimaksud dengan ungkapan ini
terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula kandungan hukum ayat tersebut.
Demikian pula apabila seorang aku ‫ احس>>ب ه>>ذه اآلي>>ة ن>>زلت في ك>>ذا‬sebagai perawi
mengatakan mengira ayat ini turun mengenai soal ini dan itu," atau aku tidak
mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal begini." Dengan demikian, sang
perawi tidak merasa pasti benar, dan tidak memastikan asbab al nuzul ayat.

Contohnya, apa yang diriwayatkan oleh 'Abd Allah bin Zubair, bahwa
Zubair mengajukan gugatan kepada seorang laki-laki dari kaum Anshar-yang
pernah ikut dalam Perang Badar di hadapan Rasulullah SAW tentang saluran air
yang masing-masing. Lalu Rasulullah berkata, "Airkanlah kebunmu Zubair,
kemudian biarkan air itu mengalir ke kebun tetangga- mu." Orang Anshar itu
marah kepada Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, apa sudah
waktunya anak bibimu itu berbuat demikian?" Wajah Rasulullah menjadi merah.
Kemudian ia berkata, "airi kebunmu Zubair, kemudian tahanlah air itu hingga
memenuhi pematang, lalu biarkan ia meng alir ke kebun tetanggamu."

Rasulullah SAW dengan keputusan ini telah memenuhi hak-hak Zubair.


Padahal, sebelum itu ia mengisyaratkan kepu- tusan yang memberikan
kelonggaran kepadanya dan kepada orang Anshar. Sebenarnya, ia telah
memberikan hak kepada Zubair sewajarnya. Lalu Zubair berkata, "Aku tidak
mengira ayat berikut ini turun mengenai persoalan di atas; "maka demi Tuhanmu,
mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka per- selisihkan."

Ibn Taymiyah mengatakan, "ucapan mereka bahwa ayat ini turun


mengenai urusan ini, terkadang dimaksudkan sebagai penjelas mengenai sebab
nuzul, dan terkadang dimak sudkan bahwa urusan itu termasuk ke dalam cakupan
ayat walaupun tidak ada sebab nuzûl-nya."

C. Fungsi Sabab Nuzul dan Kegunaan Mempelajarinya

Banyak ulama yang memandang ilmu ini sebagai salah satu cabang ilmu
yang memiliki kedudukan (fungsi) yang penting dalam memahami/menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur'an. Sekurang- kurangnya untuk sejumlah ayat tertentu.

Urgensi dari kedudukan atau fungsi ilmu sabab nuzul dapat dilihat antara lain dari
komentar para pakar ilmu-ilmu Al-Qur'an tentang peranan asbabun- nuzul.

Di antaranya Ibn Daqiq al-'Id (615-702 H), yang antara lain menyatakan:

‫بیان سبب النزول طريق قوي في فهم معاني القرآن‬

Mengurai sababun-nuzul Al-Qur'an adalah merupakan (salah satu) cara


yang kuat (penting) dalam memahami makna Al-Qur'an,14

Kata Ibn Taymiyyah (661-728 H):

‫معرفة سبب النزول يعين على فهم اآلية فإن العلم بالسبب يورث العلم بالمسبب‬

Mengenali sabab nuzul menolong (membantu) seseorang untuk me-


mahami ayat Al-Qur'an; karena pengetahuan tentang sebab akan mewariskan
pengetahuan terhadap musabbab (yang dikenai sebab).15
Berkata al-Wahidi:

‫ال يمكن معرفة تفسير اآلية دون الوقوف على قصتها وبيان سبب نزولها‬

Tidaklah mungkin seseorang (bisa) mengenali penafsiran (semua) ayat Al-


Qur'an tanpa berpegang teguh dengan kisah-kisahnya dan tanpa menerangkan
sebab turunnya.

Para ulama berbeda-beda cara dalam mengurai urgensi dan manfaat d


mempelajari ilmu asababin-nuzul. Ada yang mengemukakannya secara umum dan
global seperti as-Suyuthi dan Said Ramadhan al-Buthi, sementara yang lain
semisal az-Zarkasyi dan az-Zarqani menyebutkannya secara rinci.

Kata as-Suyuthi, yang tegas-tegas menyalahkan siapa pun yang menafikan


dari peranan ilmu sabab nuzul dalam menafsirkan Al-Qur'an, ada beberapa
kegunaan yang bisa dipetik dari mengetahui sabab nuzul. Di antaranya ialah:

1. mengetahui sisi-sisi positif (hikmah) yang mendorong atas pensyariatan


hukum.

2. dalam mengkhususkan hukum bagi siapa yang berpegang dengan


kaidah: "bahwasanya ungkapan (teks) Al-Qur'an itu didasarkan atas kekhususan
sebab, dan

3. kenyataan menunjukkan bahwa adakalanya lafal dalam ayat Al-Qur'an


itu bersifat umum, dan terkadang memerlukan pengkhususan yang
pengkhususannya itu sendiri justru terletak pada pengetahuan tentang sabab turun
ayat itu. 19

Al-Buthi juga berpendapat bahwa mengetahui asbabun-nuzul memiliki


kepentingan yang sangat besar dan mendasar. Terutama dalam rangka
memperjelas makna ayat Al-Qur'an dan mengindahkan hakikat penafsirannya.
Karena tidak jarang ayat-ayat Al-Qur'an yang dilal lahiriah (petunjuk formal-
tekstualnya) tidak sesuai dengan sasaran (fak tual-kontekstual) yang ingin dicapai
oleh ayat itu sendiri. Dan itu hanya dimungkinkan untuk mengetahuinya secara
tepat manakala sang mufassir memahami sabab nuzul ayat.20

Lebih rinci dari al-Buthi, bahkan juga dari as-Suyuthi, az-Zarkasyi dan -
Zarqani masing-masing menyebutkan enam hingga tujuh macam faedah
(akseologi) dari mempelajari ilmu asbabun-nuzul, yaitu:

1. mengenali hikmah bagaimana cara Allah Swt. menerangkan hukum-


hukum yang disyariatkan-Nya dengan melibatkan sabab nuzul;

2. sangat membantu memahami ayat dalam rangka menghindari dari


kemungkinan timbul kesulitan daripadanya; serta menolak kemungkinan dugaan
pembatasan (al-hashr) dari redaksi ayat yang secara literal meng- isyaratkan
pembatasan itu;

3. membatasi hukum dengan sebab tertentu bagi mereka yang menganut


kaidah ungkapan (ibarat) itu didasarkan atas kekhususan sabab, bukan pada
keumuman teks;

4. mengetahui bahwa sabab nuzul itu tidak akan keluar dari koridor hukum

ayat tatkala ditemukan pengkhusus (mukhashshishnya):

5. mengetahui secara jelas kepada siapa turunnya ayat itu ditujukan (di-
alamatkan);

6. mempermudah pemahaman dan mengokohkan lintasan wahyu Allah


kedalam hati orang-orang yang mendengar ayat-ayat Al-Qur'an;

7. meringankan hafalan, mempermudah pemahaman dan semakin-makin


menguatkan keberadaan wahyu Al-Qur'an di dalam hati setiap orang yang
mendengarkan ayat Al-Qur'an manakala dia mengetahui sabab nuzul-nya."

Memerhatikan berbagai pandangan ulama tentang eksistensi dan fungsi


ababun nuzul dalam menafsirkan Al-Qur'an, dengan segala pendapat dan
komentar masing-masing, dapat disimpulkan bahwa betapa urgen keberadaan dan
kedudukan/fungsi ilmu asbabin-nuzul sebagai bagian tak terpisahkan dari Ilmu-
ilmu Al-Qur'an pada umumnya dan dalam menafsirkan Al-Qur'an pada
khususnya. Urgensi ilmu asbabin-nuzul ini terutama dapat dilihat dari berbagai
kegunaannya seperti dikemukakan para ulama di atas.

D.Berbilang nya Asbab Al Nuzul

Berbilangnya Asbabun Nuzul untuk Satu Ayat atau Berbilangnya Ayat


untuk Asbabun Nuzul
a. Berbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu ayat (Ta’addud As-asbab wa Nazil Al-
wahid).
Yang dimaksud disini adalah tidak setiap ayat memiliki riwayat dalam satu
versi. Ada kalanya satu ayat memiliki beberapa versi riwayat Asbabun Nuzul baik
dalam redaksi ataupun kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat dalam satu
ayat dari sisi redaksinya, para ulama’ mengemukakan cara sebagai berikut :

 Tidak mempermasalahkannya. Hal ini dilakukan apabila variasi


riwayatnya menggunakan redaksi muhtamil.
 Mengambil versi riwayat yang menggunakan redaksi sharih, ketika
versi riwayatnya ada yang sharih dan muhtamil.
 Mengambil versi riwayat yang shahih (valid). Hal ini dilakukan
jika semua riwayatnya menggunakan redaksi sharih tetapi salah
satu kualitasnya tidak shahih.
Sedangkan untuk mengatasi variasi riwayat dalam satu ayat dari sisi
kualitasnya, para ulama’ mengemukakan langkah sebagai berikut : Mengambil
versi riwayat yang shahih, ketika ada dua atau lebih versi riwayat sedangkan satu
versi berkualitas shahih dan yang lainnya tidak.

Melakukan studi selektif (tarjih). Langkah ini diambil bila kedua riwayatnya
sama-sama berkualitas shahih. Melakukan studi kompromi (jama’) ketika kedua
riwayat yang kontradiktif itu sama-sama shahih yang sederajat dan tidak mungkin
dilakukan tarjih.

b. Variasi Ayat untuk satu sebab (Ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid)


Terkadang satu kejadian bisa menjadi sebab turunnya satu ayat atau lebih,
inilah yang disebut dengan Ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid. Contoh dua
versi riwayat Asbabun Nuzul adalah asbabun nuzul yang melatarbelakangi
turunnya surat An-Nur (24) ayat 6 :
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah
empat kali bersumpah dengan nama Allah,Sesungguhnya Dia adalah termasuk
orang-orang yang benar.”

Dalam versi Bukhari dan Muslim melalui jalur Shahal Ibn Sa’ad dikatakan
bahwa ayat itu turun berkenaan dengan salah seorang sahabat bernama Uwaimir
yang bertanya kepada Rasulullah SAW. Tentang apa yang harus dilakuan oleh
seorang suami yang mendapati istrinya bezina dengan orang lain. Akan tetapi,
dalam versi Bukhari melaui jalur Ibn Abbas dikatakan bahwa ayat tersebut turun
dengan latar belakang kasus Hilal Ibn Umayah yang mengadu kepada
RasulullahSAW. bahwa istrinya berzina dengan Sarikh Ibn Sahma’. Kedua
riwayat itu berkualitas sahih dan tidak mungkin dilakukan studi tarjih. Oleh
karena itu, perlu dilakukan studi kompromi (jama’). Dua kejadian itu berdekatan
masanya sehingga kita mudah mengkompromikan keduanya. Dalam jangka waktu
yang tidak berselang lama, kedua orang sahabat bertanya kepada Rasululah SAW.
Tentang masalah serupa, maka turunlah ayat mu’amalah untuk menjawab
pertanyaan mereka.[9]

Kalau kedua versi riwayat Asbabun Nuzul itu sahih atau tidak sahih atau
tidak dapat dilakukan studi tarjih dan jama’ maka hendaklah kita anggap ayat itu
diturunkan berulang kali atau yang disebut Ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid.

Anda mungkin juga menyukai