Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASBABUN-NUZUL
Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ulumul Qur’an”

Yang di bimbing oleh

Dosen :

Dr.Ainul Churria Almalachim

Disusun Oleh :

1. Ahmad Vikry Dzulkarnain (231103040008)


2. Dimas Samsa Kamal Abror (232103040001)
3. Muhammad Mahdi (232103040002)

FAKULTAS DAKWAH

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

UIN KHAS JEMBER 2023-2024

Jl. Mataram No.1, Karang Miuwo, Mangli, Kec. Kaliwates, Kabupaten Jember,
Jawa Timur 68136
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah


memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “As Babun Nuzul” ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Ibu Dr.Ainul Churria Almalachim
mata kuliah Ulumul Qur’an di Universitas Islam Negeri Kiai Haji
Achmad Shiddiq Jember. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih Bapak Dr.Ainul Churria
Almalachim selaku dosen mata kuliah Ulumul Qur’an yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami
tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Jember, 16 September
2023

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbabun Nuzul


B. Macam-Macam Asbab An-nuzul
C. Bagaimana Cara Mengetahui As-babun Nuzul
D. Fungsi-Fungsi Asbabun An-Nuzul
E. Bentuk Dan Pola Asbabun An-Nuzul

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR

Pustaka
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al-qur’an dimasa Nabi Muhammad SAW, Al-qur’an mulai
diturunkan kepada Nabi ketika nabi sedang berkhulwat di gua hira pada
malam istnain1) bertepatan dengan tanggal 17 ramadhan 2). Tahun 41 dari
kelahiran Nabi Muhammad SAW = 6 Agustus 610M.
Sesuai dengan kemulyaan dan kebesaran al-qur’an, allah jadikan
malam permula’an turunya al-qur’an itu malam Al-Qadar, yaitu malam
suatu yang tinggi kadarnya. Hal ini di akui oleh al-qur’an sendiri.
Tidak ada perselisihan agama antara para ulama’ dalam
menetapkan bahwa malam mulai Al-qur’an diturunkan adalah dibulan
ramadhan.penetapan ini di tegaskan juga oleh Al-Qur’an sendiri. Semua
ulama semufakat menetapkan yang demikian hanya mereka berlainan
paham tentang ketentuan tanggalnya.
Ibnu ishaq, seorang pujangga tarikh islam yang ternama
menetapkan bahwa malam itu, iyalah malam 17 ramadhan. Penetapan ini
dapat dikuatkan dengan isyarat Al-Qur’an sendiri
Firman Allah SWT:
“Jika kamu telah beriman dengan allah dan sesuatu yang telah
kami turunkan kepada hamba kami pada hari al-furqon, hari bertemu dua
pasukan” (Q.S Al-Anfal: 41).
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa Pengertian Asbabun An-Nuzul
b. Apa saja Macam-Macam As-babun Nuzul?
c. Bagaimana Cara Mengetahui As-babun Nuzul?
d. Apa Saja Fungsi Fungsi Asbabun An-Nuzul?
e. Bentuk dan Pola Asbabun An-Nuzul?

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pengertian Sebenarnya Asbabun Nuzul.
2. Mengetahui Macam-Macam Asbabun Nuzul.
3. Mengetahui Lebih Dalam Turunya Al-Quran.
4. Mencari Lebih Detail Sebab Musabbab Ditrurunkanya Al-Qur’an.
5. Untuk Memahami Ayat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbabun Nuzul

Ungkapan asbab an-nuzul merupakan bentukidhafah dari


kata“asbab” dan “nuzul”, Secara etimologi, asbab an-nuzul adalah
sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun
segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu dapat
disebut asbab an-nuzul, dalam pemakaiannya, ungkapan asbab an-
nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang
melatarbelakangi turunnya Alquran, seperti halnya asbab alwurud
secara khusus digunakan bagi sebab terjadinya hadist.

Banyak perngertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama


diantaranya :
1. Menurut azarqoni: Asbab An-Nuzul Adalah hal khusus atau
sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turuny ayat al-
0qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hokum pada saat
peristiwa itu terjadi.
2. Ash-Shabuni : Asbab An-Nuzul adalah periustiwa atu
kejadian yang menyebabkan turunya satu ayat atau
beberapa ayat mulai yang berhubungan dengan
peristiwadan kejadian tersebut,baik berupa pertanyaan yang
diajkan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan
urusan amal.
3. Shubhi shalih : Asbab An-Nuzul suatu yang menjadi sebab
turunya satu atau beberapa ayat al-qur’an yang terkadang
menyiratkan suatu peristiwa,sebagai respon atasnya atau
penjelas terhadap hokum hokum ketika peristiwa itu terjadi.
4. Mana’ al-qaththan : Asbab An-Nuzul Adalah peristiwa
peristiwa yang menyebabkan turunya al-qur’an,berkenaan
dengannya waktu perisrtiwa itu terjadi,baik berupa kejadian
atau pertanyaan yang di ajukan kepada nabi.

B. Macam-Macam Asbab An-nuzul


Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, Asbab Annuzul dapat
dibagi kepada :
1. Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid
Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu
ayat atau wahyu. Terkadang wahyu turun untuk
menanggapi beberapa peristiwa atau sebab,1) misalnya
turunnya Q.S Al Ihlas 1-4 yang berbunyi :

Yang artinya : “Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha


Esa< Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya
segala sesuatu tiada berada beranak dan tiada pula
diperanakkan. Dan tiada seorangpun yang setara dengan
dia.”

Ayat-Ayat yang terdapat pada surat di atas turun sebagai tanggapan


terhadap orang-orang musyrik makkah sebelum Nabi hijrah, Dan
terhadap kaum ahli kitab yang ditemui di Madinah setelah hijrah.
Ayat di atas menurut riwayat diturunkan berkaitan dengan
beberapa sebab berikut.;
a. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi Muhammad
SAW. Sholat dzuhur di waktu hari yag sangat panas.Sholat
seperti ini sangat berat dirasakan oleh para sahabat. Maka
turunlah ayat tersebut di atas.(HR. Ahamad, Bukhori, Abu
Dawud).
b. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pada zaman Raulullah
SAW. Ada orang-orang yang suka bercakap-cakapdengan
kawan yang ada di sampingnya saat mereka sholat. Maka
turunlah ayat tersebut yang memerintahkan supaya diam pada
waktu sholat (HR.Bukhori Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud,
Nasa’I dan Ibnu Majah).
c. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang
yang bercakap-cakap di waktu sholat, dan ada pula yang
menyuruh temannya menyelesaikan dulu keperluanya(diwaktu
sedang sholat).Maka turunlah ayat ini yang sedang
merintahkan supaya khusu di waktu sholat.
2. Ta’dud Annazil Wa Al-Asbab Wahid
Nah, selain beberapa sebab mengakibatkan turun satu wahyu, ada
pula satu sebab tapi yang turun beberapa wahyu atau ayat. Ini disebut
juga Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid.

Salah satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat,


pada ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid adalah pada surat Ad-
Dukhan ayat 10,15, dan 16. Allah SWT berfirman:
‫َفاْر َتِقْب َيْو َم َتْأِتى الَّسَم ۤا ُء ِبُدَخ اٍن ُّم ِبْيٍن‬
Artinya: “Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut
yang tampak jelas,” (QS. Ad-Dukhan: 10).
‫ِاَّنا َك اِش ُفوا اْلَع َذ اِب َقِلْياًل ِاَّنُك ْم َع ۤا ُد ْو َۘن‬
‫ِٕى‬
Artinya: “Sungguh (kalau) Kami melenyapkan azab itu sedikit saja, tentu
kamu akan kembali (ingkar).” (QS. Ad-Dukhan: 15).
‫َيْو َم َنْبِط ُش اْلَبْطَشَة اْلُك ْبٰر ۚى ِاَّنا ُم ْنَتِقُم ْو َن‬
Artinya: “(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami menghantam mereka
dengan keras. Kami pasti memberi balasan.” (QS. Ad-Dukhan: 16).

Dalam Alquran, Asbabun nuzul ketiga ayat tersebut terjadi pada


saat kaum Quraisy durhaka kepada Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah kemudian berdoa agar mereka (kaum Quraisy)
mendapatkan kelaparan sebagaimana pernah terjadi pada zaman
Nabi Yusuf AS. Maka, Allah SWT menurunkan penderitaan
kepada kaum Quraisy sehingga turunlah QS. Ad-Dukhan ayat 10.
Kemudian, para kaum Quraisy menghadap Nabi SAW
untuk meminta bantuan. Lalu, Rasulullah SAW berdoa kepada
Tuhan untuk diturunkan hujan. Allah SWT lalu menurunkan hujan
dan turunlah QS. Ad-Dukhan ayat 15.
Namun, setelah mereka mendapatkan nikmat dari Allah
SWT, mereka kembali sesat dan durhaka maka turunlah ayat ke-
16. Dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa siksaat yang
dimaksud akan turun saat Perang Badar.
Imam As- Suyuthi dalam bukunya Asbabun Nuzul
menjelaskan, ilmu asbabun nuzul merupakan rangkaian peristiwa
berdasarka riwayat para sahabat dan tabi’in serta penukilan Al
Quran dan as-sunnah.

C. Bagaimana Cara Mengetahui As-babun Nuzul


Para ulama sepakat bahwa satu-satunya cara untuk mengetahui
asbàbun-nuzùl adalah melalui pelacakan terhadap riwayat-riwayat hadis,
khususnya riwayat-riwayat hadis yang berkualitas sahih. Asbàbun-nuzùl
tidak dapat diciptakan melalui sebuah proses pemikiran karena
peristiwaperistiwa yang termuat dalam asbàbun-nuzùl merupakan
peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dalam waktu dan masa
tertentu.
Oleh karena itu, cara yang paling otentik untuk memgetahui
asbàbun-nuzùl adalah melalui riwayat-riwayat hadis yang disampaikan
oleh Nabi melalui para sahabatnya. Posisi para sahabat Nabi dalam hal
periwayatan asbàbun-nuzùl sangat penting, mengingat merekalah yang
hidup dan menyaksikan secara langsung proses turunnya wahyu dan
peristiwa-peristiwa yang melingkupinya.
Mereka mengetahui secara jelas peristiwa-peristiwa yang
menjadi sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, selain mereka mendengar
secara langsung penjelasan-penjelasan dari Nabi terkait ayat-ayat yang
telah diturunkan Allah. Posisi inilah yang membuat para sahabat sangat
berhati-hati dalam meriwayatkan hadis-hadis Nabi, terutama yang
berkaitan dengan sebab nuzul ayat-ayat Al-Qur’an.
Mereka betul-betul menghindari munculnya pernyataan yang
berasal dari ijtihad mereka dan bukan berasal dari pernyataan Nabi. Sikap
hati-hati mereka semakin ketat ketika dituntut untuk menyampaikan
secara lebih rinci riwayat-riwayat asbàbun-nuzùl yang berasal dari Nabi.
Bahkan, jika mereka tidak sepenuhnya yakin tentang kesahihan riwayat
yang mereka sampaikan terkait asbàbun-nuzùl, mereka
mengungkapkannya secara jujur dengan mengatakan, “Menurutku,
peristiwa itu adalah sebab nuzul ayat ini.”
Jika para sahabat sangat berhati-hati dalam mengisahkan
riwayatriwayat asbàbun-nuzùl, para ulama pada masa-masa berikutnya
juga lebih hati-hati untuk menyeleksi riwayat-riwayat yang sahih saja
yang mereka muat dalam karya-karya yang terkait asbàbun-nuzùl. Hal ini
ditegaskan misalnya oleh al-Wàëidiy, “Riwayat-riwayat asbàbun-nuzùl
hanya dapat diketahui melalui transmisi atau mendengar langsung
riwayat-riwayat tersebut dari para sahabat yang menyaksikan langsung
dan mengetahui peristiwa turunnya ayat-ayat Al-Qur’an.
Mereka telah berusaha sungguh sungguh untuk mencari dan
mengetahui asbàbun-nuzùl tersebut.45 Lalu, bagaimana halnya riwayat-
riwayat asbàbun-nuzùl yang bersumber dari para tabiin? As-Suyùíiy
menyatakan, jika riwayat tersebut menyatakan dengan jelas sebab nuzul
ayat dan berkualitas sahih, ia dapat diterima, sebagaimana halnya hadis-
hadis marfù, terutama jika riwayat tersebut berasal dari para tabiin yang
banyak menimba ilmu dari para sahabat secara langsung, seperti Mujàhid
bin Jabr (w. 104 H), Ikrimah alMadaniy (w. 105 H), dan Sa‘ìd bin
Hisyàm al-Asadiy (w. 94 H).
D. Fungsi-Fungsi Asbabun An-Nuzul
Sebagian orang berpendapat bahwa asbàbun-nuzùl tidak ada
gunanya karena telah menjadi bagian dari sejarah. Dugaan mereka itu
keliru karena asbàbun-nuzùl tidak hanya perlu, tetapi juga memiliki
beberapa fungsi.24Di antara fungsi-fungsi asbàbun-nuzùl adalah sebagai
berikut.
Pertama, membantu setiap penafsir untuk memahami kandungan
dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an. Fungsi penting asbàbun-nuzùl ini
ditegaskan sejak dahulu oleh para ulama. Abù al-Èasan ‘Aliy al-Wàëidiy
menyatakan, “Asbàbun-nuzùl adalah bidang ‘Ulùm Al-Qur’àn yang
paling penting untuk dicermati dan diperhatikan sebab penafsiran dan
pengungkapan maksud dari suatu ayat tidak akan dapat dilakukan tanpa
mengetahui kisah-kisah yang menjadi penyebab diturunkannya ayat
tersebut.”
Pendapat serupa dikemukakan Ibnu Daqìq al-‘Ìd. Dia
mengatakan, “Pengetahuan tentang asbàbun-nuzùl adalah alat yang
paling kuat untuk memahami makna-makna Al-Qur’an.”26 Demikian
pula pernyataan Ibnu Taimiyah, “Pengetahuan tentang asbàbun-nuzùl
sangat membantu dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an karena
mengetahui sebab dapat memudahkan untuk mengetahui akibat.”27 Asy-
Syàíibiy juga menekankan hal yang sama, “Mengetahui asbàbun-nuzùl
wajib bagi siapa pun yang ingin mendalami ilmu Al-Qur’an.”28
Kedua, menjelaskan maksud ayat-ayat yang mudah
disalahpahami dan rawan memunculkan perselisihan pendapat. Seorang
penafsir dapat saja keliru memahami maksud dari ayat-ayat Al-Qur’an,
atau menangkap pesan yang berbeda dengan yang dimaksudkannya, jika
tidak memperhatikan asbàbun-nuzùl ayat-ayat tersebut.
Karena itu, pengetahuan tentang asbàbun-nuzùl sangat penting
bagi seorang penafsir untuk menghindari kekeliruan pemahaman
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini juga ditegaskan oleh asy-Syàíibiy
dengan menyatakan bahwa ketidaktahuan pada asbàbun-nuzùl dapat
menjerumuskan seseorang pada pemahaman yang tidak jelas dan
menimbulkan persoalan-persoalan.
Selain itu juga dapat mengaburkan makna ayat yang
sesungguhnya telah jelas sehingga pada akhirnya menimbulkan
perselisihan pendapat di kalangan umat. Karena itu, mengetahui asbàbun-
nuzùl sangat penting untuk memahami makna dan kandungan Al-Qur’an.
Ketiga, menjelaskan hikmah dari perintah atau ketentuan hukum
yang diturunkan Allah. Dengan terkuaknya hikmah dari sebuah perintah
atau ketentuan syariat, akan semakin jelas bahwa spirit utama dari ajaran
Islam sesungguhnya adalah mendahulukan kepentingan manusia dan
memberikan kemudahan bagi mereka dalam menghadapi persoalan-
persoalan kehidupan.
Az-Zarqàniy menegaskan, “Mengetahui hikmah dari suatu
ketentuan hukum dan syariat ini penting bagi orang Islam maupun non-
muslim. Bagi seorang muslim, mengetahui hal itu dapat menambah
keimanan dan ketaatan mereka untuk menjalankan syariat Allah, karena
syariat itu mengandung hikmah berupa kemaslahatan bagi kehidupan
umat mansuia.
Sedangkan bagi non-muslim, mengetahui hikmah dari syariat
Islam dapat menumbuhkan ketertarikan mereka terhadap Islam, terutama
ketika mereka menyaksikan bahwa ajaran-ajaran Islam sepenuhnya
berpihak pada kepentingan manusia, baik berupa kebebasan, keadilan,
kesejahteraan, dan sebagainya.

E. Bentuk Dan Pola Asbabun An-Nuzul

Susunan kalimat atau redaksi asbàbun-nuzùl merupakan


salah satu pembahasan penting yang mendapat perhatian para
ulama. Hal ini karena persoalan redaksi ini dapat menjadi
pertimbangan yang penting dalam menetapkan validitas sebuah
sebab nuzul ayat, terutama jika terdapat beberapa sebab nuzul yang
disematkan pada satu ayat atau beberapa ayat AlQur’an.

Berdasarkan penelitian ulama, bentuk dan pola ungkapan


kalimat atau redaksi dalam riwayat-riwayat asbàbun-nuzùl itu ada
dua macam: Pertama, ungkapan yang jelas dan tegas bahwa
peristiwa yang disebutkan dalam suatu riwayat merupakan sebab
nuzul ayat Al-Qur’an.

Jika sebuah riwayat memuat ungkapan yang demikian,


dapat dipastikan riwayat tersebut merupakan sebab nuzul ayat.
Dalam beberapa riwayat asbàbun-nuzùl, bentuk ungkapan jelas dan
tegas ini biasanya dinyatakan para sahabat dengan ungkapan,
“Sebab nuzul ayat ini adalah peristiwa ini.”

Ungkapan yang jelas dan tegas dapat juga berbentuk


kalimat yang menceritakan sebuah peristiwa, kemudian di akhir
cerita, disebutkan kata sambung “fa” yang digabung dengan kata
“nazala”. Misalnya seorang sahabat menyatakan, “Pernah suatu
hari terjadi peristiwa ini dan itu, lalu Allah menurunkan ayat ini
dan itu.”

Selain itu, ungkapan yang jelas dan tegas juga dapat


ditemukan pada riwayat yang mengisahkan pertanyaan seseorang
kepada Nabi, lalu Allah menurunkan ayat Al-Qur’an untuk
menjawab pertanyaan tersebut.144 Secara lebih singkat, bentuk
jelas dan tegas dari asbàbun-nuzùl dapat dilihat dari beberapa
bentuk berikut.

1. Periwayat hadis menyatakan, “Sebab nuzul ayat ini adalah


ini.”
2. Periwayat hadis menceritakan sebuah peristiwa yang
ujungnya ditutup dengan pernyataan, “Lalu turunlah ayat
ini.”

3. Adanya pertanyaan kepada Nabi yang kemudian dijawab


Allah dengan turunnya ayat Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian tersebut kita dapat mengetahui bahwasanya
asbabun nuzul penting untuk kita pahami lebih dalam.
kemaslahatan dunia dan akhirat serta petunjuk kejalan yang benar
bagi seluruh umat manusia. Salah satu ilmu atau pelajaran dalam
al-Qur’an sehingga para ulama menilainya dengan alasanya
masing-masing yang terbagi menjadi dua macam, yaitu pendapat
ulama Salaf dan Khalaf, muhkam adalah ayat yang sudah jelas arti
dan maksudnya Ketika ia membacanya, sehingga tidak
menimbulkan keraguan dan memerlukan pentakwilan,sedangkan
mutasyabbih adalah ayat-ayat yang perlu ditakwilkan, dan setelah
ditakwilkan baru kita dapat memahami tentang maksud ayat-ayat
itu. Dan kita dapat mengatakan bahwa semua ayat al-Qur’an itu
Muhkam. Jika maksud Muhkam adalah kuat dan kokoh. Tetapi kita
dapat pula mengatakan bahwa semua ayat itu adalah Mutasyabih,
jika maksud Mutasyabih itu adalah kesamaan ayat-ayat dalam hal
Balaghah danl-jaznya.

B. SARAN

Kami percaya bahwa makalah yang kami buat ini dapat


membantu semua pembaca lebih memahami apa sebenarnya
asbabun nuzul. Oleh karena itu, kami berharap dokumen yang
kami kumpulkan akan bermanfaat bagi penyusun dan khususnya
para pembaca umumnya. Penulis mengakui bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kami mengantisipasi
umpan balik, kritik, saran dan arahan yang bermanfaat untuk
membuatnya lebih baik.

s
DAFTAR PUSTAKA

Abù ‘Abdirraëmàn, Muqbil Bin Hàdì. 2004.


Aê-Ëaëìë Al-Musnad Min Asbàb An-Nuzùl. Ëan‘A: Maktabah Ëan‘A Al-
Ašariyyah.
Abù Dàwùd. 2009. Sunan Abì Dàwùd. Damaskus: Dàr Ar-Risàlah
Al-‘Àlamiyyah.
Al-‘Ainiy, Badruddìn. 2001. ‘Umdah Al-Qàrì Syarë Ëaëìë Al-
Bukhàriy. Beirut: Dàr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.
Al-Albàniy, Muëammad Nàêiruddìn. 2000. Ëaëìë Sunan At-
Tirmižiy. Riyadh: Maktabah Al-Ma‘Àrif.
______. 2002. Ëaëìë Sunan Abì Dàwùd. Kuwait: Mu’assasah Al-Garàs.
______. 1998. Ëaëìë Sunan An-Nasà’iy. Riyadh: Maktabah Al-Ma‘Àrif.
______. 1979. Irwà’ Al-Galìl. Beirut: Al-Maktab Al-Islàmiy. ‘Aliy, Ibràhìm
Muëammad. 2003. Ëaëìë Asbàb An-Nuzùl. Beirut: Dàr Alqalam.
Al-Aêfahàniy, Abù Nu‘Aim Aëmad Bin ‘Abdullàh. 1996.
Èilyah Al-Auliyà’ Wa Íabaqàt Al-Aêfiyà’. Beirut: Dàr Al-Fikr.

Anda mungkin juga menyukai