Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’ān adalah kalam (perkataan) Allah Swt. yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad Saw. melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-
Qur’ān sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama
dari seluruh ajaran Islam serta berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi
umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.1
Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan
yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan
pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu,
kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang. Sebagian besar al-
Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat
bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di
antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih
kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui
hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’ān turun untuk peristiwa khusus tadi
atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang dinamakan
Asbabun Nuzul.2
Banyak alat bantu untuk memahami ayat atau pun rangkaian ayat dalam
Al-Qur’ān. Semisal dengan menggunakan ‘Ilm I‘rāb Al-Qur’ān3, ‘Ilm Gārib Al-
Qur’ān,4 ‘Ilm Awqāt an-Nuzūl,5 ‘Ilm Asbāb an-Nuzūl, dan sebagainya. ‘Ilm Asbāb an-
Nuzūl adalah di antara metode yang amat penting dalam memahami Al-Qur’ān dan
menafsirinya. Seperti yang sudah ditetapkan para ulama, bahwa Al-Qur’ān itu diturunkan
dengan dua bagian. Satu bagian diturunkan secara langsung, dan bagian ini merupakan

1
Kafrawi Ridwan (ed.) et. al., Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002), hlm. 132.
2
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, terj. Mudzakir (Bogor: Li - era
AntarNusa, 2007), hlm. 106.
3
Yaitu ilmu yang menguraikan fungsi dan posisi kata dalam susunan kalimat Al-Qur`an.
4
Yaitu ilmu yang menjelaskan makna kata-kata yang ganjil, yang tidak umum digunakan
dalam pergaulan sehari-hari, dan makna kata-kata halus yang bernilai sas-tra tinggi.
5
Yaitu ilmu yang membicarakan waktu-waktu turunnya ayat. Misalnya, ayat-ayat yang
diturunkan di siang hari di sebut nahāriyyah, ayat-ayat yang diturunkan pada malam hari di sebut
lailiyyah, ayat-ayat yang diturunkan di musim panas di sebut shaifiyyah, dan ayat-ayat yang
diturunkan di musim dingin disebut syitā`iyyah.

1
mayoritas Al-Qur’ān. Bagian kedua diturunkan setelah ada suatu kejadian atau
permintaan, yang turun mengiringi selama turunnya wahyu, yaitu selama tiga
belas tahun. Bagian kedua inilah yang akan di bahas berdasarkan sebab turunnya.
Sebab, mengetahui sebab turunnya dan seluk-beluk yang melingkupi nash, akan
membantu pemahaman dan apa yang akan dikehendaki dari nash itu.6
Senada dengan pernyataan Yusuf Qardawi, Syaikh Al-Ja‘bari mengatakan
bahwa Al-Qur’ān diturunkan dalam dua bagian. Bagian pertama berupa prinsip-
prinsip yang tidak terikat dengan sebab-sebab khusus, melainkan murni petunjuk
bagi manusia ke jalan Allah (kebenaran). Bagian kedua, diturunkan berdasarkan
suatu sebab tertentu.7
Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa Asbabun Nuzul tidak
berhubungan secara kausal dengan materi yang bersangkutan. Artinya, tidak di
terima pernyataan bahwa jika suatu sebab tidak ada, maka ayat itu tidak akan
turun. Komarunddin Hidayat memposisikan persoalan ini dengan menyatakan
bahwa kitab suci Al-Qur’ān, memang diyakini memiliki dua dimensi; historis dan
transhistoris. Kitab suci menjembatani jarak antara Tuhan dan manusia. Tuhan
hadir menyapa manusia di balik hijab kalam-Nya yang kemudian menyejarah.8
Dari sedikit paparan tentang al-Qur’an diatas, sehingga kita dapat menyadari
betapa penting al-Qur’an bagi umat muslim, jadi al-Qur’an bukan saja cuma di
baca dan di pahami maknanya, tetapi kita juga harus mengetahui penyebab
mengapa ayat-ayat dalm al-Qur’an diturunkan oleh Allah atau sering disebut
Asbabun Nuzul
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Asbabun Nuzul yaitu
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat Al-Qur’an berkenaan
dengan terjadinya peristiwa tersebut, baik berupa kejadian ataupun suatu
pertanyaan yang diajukan kepada Rasullullah. Dalam pembahasan asbab-an nuzul
ini juga membahas berbagai macam yang berkaitan dengan Asbabun Nuzul ini
yang meliputi pengertian Asbabun Nuzul, macam-macam dan pembagiann

6
Yusuf al-Qardawi, Bagaimana Berinterakasi dengan Al-Qur`an, terj. Kathur Suhardi
(Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2000), hlm. 267.
7
Muhammad Chirzin, Al-Qur`an dan Ulumul Qur`an (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima
Yasa, 2003), hlm. 30.
8
Muhammad Chirzin, Al-Qur`an dan Ulumul Qur`an. Hlm. 31

2
Asbabun Nuzul, redaksi Asbabun Nuzul , berbilangnya Asbabun Nuzul suatu ayat
dan rgensi mempelajari Asbabun Nuzul dalam studi Al Quran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Asbabun Nuzul baik daris segi etimologi maupun
terminology?
2. Bagaiman pengelompokan dan macam Azababun Nuzul dalam Ilmu Al
Quran ?
3. Bagaimana cara mengetahui Asbabun Nuzul ?
4. Apa Urgensi Asbabun Nuzul dalam memeplajari Alquran ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbabun Nuzul


Kata asbāb al-nuzūl berasal dari dua kata, yaitu ‫ أسباب‬dan ‫النزول‬.

Menurut al-Munawwir, kata ‫ أسباب‬adalah bentuk plural dari kata ‫ السبب‬yang

berarti sebab, alasan, dan illat. Sedangkan kata ‫ النزول‬berasal dari kata ‫نزل‬
yang berarti turun.
Asbabun Nuzul secara etimologi dapat berarti ‫كل شيئ يتوصل الى غيره‬
(sesuatu yang menyampaikan kepada sesuatu yang lain), ‫( الحبل‬tali, tambang), dan
‫ كل حبل حدرته من فوق‬9 (tiap tali yang kamu turunkan dari atas), sedang an-
nuzūl artinya ‫ و قد نزلهم عليهم و نزل بهم‬menempati (menempati dan 10
‫لحلول‬
tempat mereka).
Sedang secara terminologi menurut Az-Zarqani dalam bukunya Manāhil al-
‘Urfān fī ‘Ulūm Al-Qur’ān, pengertian Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang
menyebabkan satu ayat atau beberapa ayat diturunkan untuk membicarakan
sebab atau menjelaskan hukum sebab tersebut pada masa terjadinya sebab itu.11
Subhi As-Salih mengartikannya sebagai berikut, sesuatu yang menjadi sebab
turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat, atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab
turunnya ayat sebagai jawaban, atau sebagai penjelasan yang diturunkan pada
waktu terjadinya suatu peristiwa.12
Sedangkan Hasbi Ash-Siddieqy mendefinisikannya sebagai kejadian yang
karenanya diturunkan Al-Qur’ān untuk menerangkan hukumnya di hari timbul
kejadian-kejadian itu dan suasana yang di dalam suasana itu al-Qur’an
diturunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik diturunkan
langsung sesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran sesuatu hikmat.13

9
Ibnu Manzur, Lisān al-‘Arab (Beirūt: Dār Sādir, jilid 7, t.t.), hlm. 100-101.
10
Ibnu Manzūr, Lisān al-Arab..., jilid 14, hlm. 237
11
Az-Zarqani, Manāhil al-‘Urfān fī ‘Ulūm Al-Qur`ān (al-Qāhirah: Dār al-Hadīs\, 2001),
hlm. 95.
12
Subhi as -Salih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur`an, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1999), hlm. 160.
13
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur`an/Tafsir (Jaka - ta: Bulan
Bintang, 1980), hlm. 78.

4
Dari beberapa definisi dan pengertian Asbabun Nuzul di atas dapat
dipahami bahwa latar belakang turunnya ayat atau pun beberapa ayat Al-
Qur’ān dikarenakan adanya suatu peristiwa tertentu dan pertanyaan yang
diajukan kepada Nabi SAW. Adapun ayat yang diturunkan karena suatu
peristiwa menurut Az-Zarqani ada tiga bentuk.
Pertama, peristiwa khushūmah (pertengkaran) yang sedang berlangsung,
semisal perselisihan antara kelompok Aus dan Khazraj yang disebabkan oleh
rekayasa kaum Yahudi sampai mereka berteriak: “as-silāh, as-silāh”
(senjata, senjata). Dari kejadian ini turunlah beberapa ayat dari surat Ali
‘Imrān yang di mulai dari ayat 100 hingga beberapa ayat berikutnya.

 
  
  
  
  

“Hai orang- orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian
dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan
mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman”
(Ali ‘Imrān: 100).

Kedua, peristiwa berupa kesalahan seseorang yang tidak dapat di terima


akal sehat. Seperti orang yang masih mabuk mengimanmi salat sehingga ia
salah dalam membaca surat al-Kāfirūn. Kemudian turunlah ayat dari surat an-
Nisā.
 
  
  
   
 ..
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” (An-Nisā: 43).

Ketiga, peristiwa mengenai cita-cita dan harapan, seperti muwāfaqāt


(persesuaian, kecocokan) Umar RA. Aku ada persesuaian dengan Tuhanku

5
dalam tiga perkara. Aku katakan kepada Rasulullah bagaimana kalau Maqām
Ibrahim kita jadikan tempat salat, maka turunlah ayat 

 


“Dan jadikanlah sebahagia maqām Ibrahim tempat salat” (Al-Baqarah:
125). Dan aku berkata wahai Rasulullah: “Sesungguhnya di antara orang-
orang yang menemui istri-istrimu ada yang baik (al-barru) dan ada yang
jahat (al-fājir), bagaimana kalau anda memerintahkan kepada mereka untuk
membuat hijāb (tabir). Kemudian turunlah ayat hijāb, yakni ayat dari surat
al-Ahzāb ayat 53.14 Sedang ayat atau pun ayat-ayat yang diturunkan karena
ada pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi SAW. juga ada tiga bentuk.
Pertama, pertanyaan tentang peristiwa yang sudah lampau, semisal firman
Allah SWT. dalam surat al-Kahfi ayat 83.

  


   
   
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain.
Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya.”
Kedua, pertanyaan tentang peristiwa yang sedang berlangsung, semisal firman
Allah SWT. dalam surat al-Isrā ayat 85.

   


    
  
   
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk
urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.

Ketiga, pertanyaan tentang peristiwa yang akan datang, semisal firman


Allah SWT. dalam surat an-Nāzi‘āt ayat 42.

14
Az-Zarqani, Manāhil al-‘Urfān, (al-Qāhirah: Dār al-Hadīs, 2001)hlm. 96.

6
  
  
“(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari
kebangkitan, kapankah terjadinya.”

Menurut Az-Zarqani tidak semua ayat atau beberapa ayat mempunyai Asbabun
Nuzul, diantaranya ayat yang berbicara mengenai kejadian atau keadaan yang telah
lampau dan akan datang, semisal kisah nabi-nabi dan umat terdahulu dan juga
kejadian tentang as-sā‘ah (kiamat) dan yang berhubungan dengannya. Ayat-ayat
seperti ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an al-Karim.15
Menurut Muhamad amin Suma ada tiga kemungkinan mengapa tidak
seluruh ayat al-Qur’an dapat diketahui sebab-sebab yang melatar belakangi
penurunannya. Dan masing-masing kemungkinan itu terkait erat antara satu
dengan yang lain. Kemungkinan pertama tidak semua hal yang bertalian
dengan proses turun al-Qur’an ter-cover oleh para sahabat yang langsung
menyaksikan proses penurunan wahyu al-Qur’an. Kedua, penyaksian para
sahabat terhadap hal-hal yang berkenaan dengan proses penurunan wahyu al-
Qur’an tidak semuanya dicatat. Kalaupun kemudian dicatat, pencatatan itu
sendiri dapat dikatakan sudah terlambat. Sehingga, kalaupun semua proses
penurunan al-Qur’an itu secara keseluruhan terekam oleh para sahabat, tentu
ada yang hilang dari ingatan mereka mengingat keterlambatan pencatatan itu
tadi. Ketiga, terbuka lebar kemungkinan ada sejumlah ayat-ayat al-Qur’an
yang penurunannya memang tetap dipandang tepat dengan atau tanpa
dikaitkan langsung dengan suatu peristiwa/untuk mengenali sebab nuzul ayat,
selain bisa ditelusuri melalui sejumlah kitab tafsir, atau dengan pertanyaan
yang mendahuluinya.16

B. Macam-macam dan pembagian Asbabun Nuzul


1. Dilihat dari Sudut Pandang Redaksi-Redaksi yang Dipergunakan
dalam Riwayat Asbabun Nuzul
a. Sharih (visionable/jelas)

15
Az-Zarqani, Manāhil al-‘Urfān, hlm. 97.
16
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur`an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 209.

7
 Maksudnya riwayat yang sudah jelas menunjukkan Asbabun Nuzul,
dan tidak mungkin pula menunjukkan yang lainnya. Redaksi yang
digunakan termasuk sharih bila perawi mengatakan:
....‫سبب نزول هذه األيةهذا‬
Artinya: “sebab turun ayat ini adalah...

Atau perawi menggunakan kata “maka” (fa taqibiyah) setelah ia


mengatakan peristwa tertentu. Misalnya ia mengatakan :
َ ‫َح َد‬
...‫ فنزلت األ اية‬...‫ث هذا‬

Artinya: telah terjadi……. maka turunlah ayat….


Atau
Rasulullah pernah ditanya tentang….maka turunlah ayat….
 Contohnya riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi
sharih adalah riwayat yang dibawakan oleh Jabir yang mengatakan
bahwa orang-orang yahudi berkata, “apabila seorang suami
mendatangi “kubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan
juling. “Maka turunlah ayat:
Al-baqarah: 223
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu
kapan saja dengan cara yang kamu sukai....”17
b. Muthamilah (impossible/kemungkinan)
 Adapun redaksi yang termasuk muhtamilah bila perawi
mengatakan “Ayat ini turun berkenaan dengan ….”
Misalnya riwayat Ibnu Umar yang menyatakan :
“Ayat, istri-istri kalian adalah ibarat tanah tempat bercocok tanam,
diturunkan berkenaan dengan mendatangi (menyetubuhi) istri dari
belakang.”(H.R. Bukhari)
 Atau perawi mengatakan:
“Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ….”
 Atau

17
Rosihon Anwar, Ulum Al- Qur’an (Bandung:CV Pustaka Setia,2013),hlm.67

8
Mengenai riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi
“muhtamilah”, Az-Zarkasy menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan
fi’Ulum Al-Qur’an :
“sebagaimana diketahui, telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi
dan tabi’in, jika seorang diantara mereka berkata, ayat ini
diturunkan berkenaan dengan...’Maka yang dimaksud adalah ayat
itu mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan bukan
bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat.18
Skema
Redaksi Periwayatan Asbabun Nuzul

Asbab An-Nuzul hadzihi al ayat kadz ...


Hadatsa kadza ... fanazalat al-ayat ...
Pasti(sharih) Su'ila Rasulullah 'an kadza ... fanazalat al
ayat ...
Redaksi
Riwayat
Asbab An- Nazalat hadzihi al-ayat fi kadza ...
Nuzul Ahsabu hadzihi al-ayat nazalat fi
Tidak kadza ...
Pasti(Muhtamil) Ma ahsabu hadzihi al-ayat nazalat illa
fi kadza

2. Dilihat dari Sudut Pandang Berbilangnya Asbabun Nuzul untuk Satu


Ayat atau Berbilangnya Ayat untuk Asbabun Nuzul
a. Berbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu ayat (Ta’addud al-Sabab wa
Nazil al-Wahid)
Pada kenyataanya tidak setiap ayat memiliki riwayat Asbabun
Nuzul dalam satu versi. Ada kalanya satu ayat memiliki beberapa
versi riwayat Asbabun Nuzul. Tentu saja, hal itu tidak akan menjadi
persoalan bila riwayat-riwayat itu tidak mengandung
kontradiksi(pertentangan). Bentuk variasi itu terkadang dalam
redaksinya dan terkadang pula dalam kualitasnya. Untuk mengatasi

18
Rosihon Anwar, Ulum Al- Qur’an,hlm.69

9
variasi riwayat Asbabun Nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi,
para ulama mengemukakan cara-cara berikut:
1) Tidak mempermasalahkannya.

Cara ini ditempuh apabila variasi riwayat-riwayat Asbabun


Nuzul ini menggunakan redaksi muhtamilah(tidak pasti). Misal
satu versi menggunakan redaksi: “ayat ini diturunkan
berkenaan dengan....”. Dan versi lain menggunakan redaksi:
“Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan...”.

Variasi ayat Asbabun Nuzul diatas tidak perlu dipermasalahkan,


karena yang dimaksud oleh setiap variasi itu hanyalah sebagai
tafsir belaka dan bukan sebagai Asbabun Nuzul. Ini berbeda
bila ada indikasi jelas yang menunjukkan bahwa salah satunya
memaksudkan Asbabun Nuzul.

2) Mengambil versi riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan


redaksi Sharih .
3) Mengambil riwayat yang sahih(valid).
Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan
redaksi “sharih”(pasti), tetapi kualitas salah satunya tidak
shalih. 19

Skema
Variasi Periwayatan Asbabun Nuzul

19
Rosihon Anwar, Ulum Al- Qur’an, hlm.70

10
Muthamilah-Sharih
Sisi Redaksi Muthamilah-Muhtamilah
Sharih-Sharih
Variasi
Periwayatan
Asbab An-
Nuzul
Shahih-Tidak Shahih
Sisi Kualitas Shahih-Shahih
Tidak Shahih-Tidak Shahih

b. Variasi ayat untuk satu sebab (Ta’addud al-Nazil wa As-sabab al-


wahid)
1) Terkadang suatu kejadian menjadi sebab bagi turunnya, dua
ayat atau lebih. Hal ini dalam Ulum al-Qur’an disebut dengan
istilah “Ta’addud al-Nazil wa As-sabab al-wahid”(terbilang
ayat yang turun, sedangkan sebab turunnya satu).

C. Cara Mengetahui Asbabun Nuzul


Asbabun Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah
SAW. Oleh karena itu, tidak boleh ada jalan lain untuk mengetahuinya, selain
berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql ash-shalih) dari
orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-
Quran.20
Dengan demikian, seperti halnya periwayatan pada umumnya,
diperlukan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan
Asbabun Nuzul untuk itu, dalam kitab Asbabun Nuzulnya, Al-Wahidy
menyatakan :

20
Az-Zarqany, Manāhil al-‘Urfān hlm. 113

11
“Pembicaraan Asbabun Nuzul, tidak dibenarkan, kecuali dengan berdasarkan
riwayat dan mendengar dari mereka yang secara langsung menyaksikan
peristiwa nuzul, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya.”
Para ulama salaf sangat keras dan ketat dalam menerima berbagai
riwayat yang berkaitan dengan Asbabun Nuzul. Keketatan mereka itu
dititikberatkan pada seleksi pribadi si pembawa riwayat (para rawi), sumber
riwayat (isnad) dan redaksi berita (matan).
Akan tetapi, perlu dicatat bahwa sikap kekritisan mereka tidak
dikenakan terhadap materi Asbabun Nuzul yang diriwayatkan oleh sahabat
Nabi. Mereka berasumsi bahwa apa yang dikatakan sahabat nabi, yang tidak
masuk dalam lapangan penukilan dan pendengaran, dapat dipastikan ia
mendengar ijtihadnya sendiri.21
Dalam hal ini Ibnu Sirin berkata “ Aku bertanya kepada ‘Ubaidah
tentang satu ayat dari al-Qur’an, maka beliau berkata “ Bertaqwalah kepada
Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar, orang-orang yang
mengetahui dalam hal apa ayat-ayat al-Qur’an diturunkan Allah telah pada
meninggal “,
Maksudnya bahwa memahami Asbabun Nuzul tidak bisa semata-mata
dengan logika, tetapi hanya dengan mengetahui riwayat yang dapat
dipertanggungjawabkan validitasnya. Disini kita juga menangkap sikap
kehati-hatian generasi salaf dalam menerima rawayat hadist, hususnya yang
berkaitan dengan Asbabun Nuzul, agar terhindar dari riwayat yang palsu. Cara
mengetahui Asbabun Nuzul melalui periwayatan yang sahih tersebut terkadang
dapat dilihat dai ungkapan perawi yang mengatakan, “sabab nuzul al-ayah
kadza” (sebab turunnya ayat demikian). Ada kalanya Asbabun Nuzul tidak
diungkap dengan kata sabab (sebab), tetapi diungkapkan dengan kalimat “fa
nazalat” (lalu turun ayat). Misalnya perawi mengatakan “su’ila an-nabiy salla
Allah ‘alaihi wa sallam ‘an kadza, fa nazalat…..(Nabi SAW ditanya tentang
suatu hal, lalu turun ayat…)”.
Selain itu, terkadang perawi mengungkapkan Asbabun Nuzul dengan
pernyataan, “nuzilat hazihil ayah fi kadza (ayat ini diturunkan dengan kasus

21
Az-Zarqany, Manāhil al-‘Urfān, hlm. 52

12
demikian), Menurut jumhur ulama tafsir, apabila ungkapan perawi demikian,
maka itu merupakan peryataan yang tegas dan dapat diprcaya sebagai
Asbabun Nuzul satu atau beberapa ayat al-Qur’an. Akan tetapi Ibnu Taymiyah,
fakih dan mifassir Mazhab Hanbali, berpendapat bahwa ungkapan “nuzilat
hadzihi ayah fi kadza” terkadang menyatakan sebab turunya ayat, namun
terkadang juga menunjukkan kandungan ayat yang diturunkan tanpaAsbabun
Nuzul.
Yang mempunyai otoritas untuk mengungkapkan asbab nuzul ayat-
ayat Al-Quran adalah para sahabat Nabi, karena merekalah yang menyaksikan
turunnya ayat-ayat Al-Quran tersebut. Dengan demikian, pelacakan asbab
nuzul harus diakukan dengan mencari dan mempelajari perkataan-perkataan
sahabat yang mengungkapkan proses turunnya ayat-ayat Al-Quran itu,atau
riwayat-riwayat yang bermuara minimal para sahabat.
Kalau perkataan sahabat tersebut juga mengungkapkan tentang
perkataan atau perbuatan Rasulullah yang berhubungan dengan turunnya ayat-
ayat Al-Quran, maka kedudukannya menjadi hadis marfu, dan sangat
berpeluang untuk memperoleh kualitas hadis sahih. Tetapi, kalau perkataan
mereka itu, tidak menyinggung sedikitpun tentang Rasulullah, maka hadisnya
menjadi mauquf. Oleh sebab itu, wajar kalau para sarjana ilmu Al-quran,
kemudian menyimpulkan bahwa hadis-hadis tentang asbab nuzul itu, pada
umumnya lemah karena tidak sampai pada Rasulullah.
Akan tetapi hadis-hadis tentang asbab nuzul tidak menyangkut tentang
ajaran keagamaan, tetapi sekedar mengemukakan tentang latar belakang, atau
berbagai peristiwa yang mengiringi turunnya ayat. Oleh sebab itu, kendati
lemah, hadis-hadis tersebut dapat digunakan, sebagai bahan referensi untuk
memahami pesan-pesan ayat Al-Quran.
Cara-cara melihat ungkapan asbab nuzul, secara umum disimpulkan
oleh para ulama ada empat yaitu:
a) Diungkapkan dengan kata-kata sebab
b) Diungkapkan dengan kata fa ( maka )
c) Diungkapkan dengan kata nuzuli fi ...

13
d) Tidak diungkapkan dengan simbol-simbol kata di atas,tetapi alur ceritanya
menunjukkan sebagai ungkapan asbab nuzul .
D. Urgensi Asbabun Nuzul dalam Memahami makna Al-quran
Para mufassirūn (para ahli tafsir) telah memperhatikan dan memberikan
pembahasan khusus masalah Asbabun Nuzul dalam buku-buku mereka. Di
antaranya Ali bin Madini syaikh Bukhari, kemudian karangan termasyhur
yang di tulis oleh al-Wahidi dengan judul Asbāb Nuzūl Al-Qur’ān. Telah
salahlah yang mengira bahwa tidak ada gunanya mengetahui Asbabun Nuzul.
Karena, menurut mereka mempelajarinya hanya bagaikan mengikuti
peristiwa sejarah. Padahal tidaklah demikian, sebab mempelajari asbāb an
nuzūl memiliki beberapa faidah.22
Al-Wahidi mengatakan tidak mungkin mengetahui tafsir suatu ayat tanpa
bersandar kepada kisah dan penjelasan sebab turunnya. Ibnu Daqiq al-Id juga
mengatakan bahwa menjelaskan sabab nuzūl adalah cara yang kuat dalam
memahami makna-makna ayat Al-Qur’ān. Demikian juga Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa mengetahui sabab nuzūl membantu dalam memahami sebuah
ayat, karena pengetahuan tentang as-sabab (sebab) akan menghasilkan al-musabbab
(akibat).32 Az-Zarqani menjelaskan secara detail tentang fawā`id (faedah-faedah)
mengetahui Asbabun Nuzul, di antaranya:
Pertama, membantu dalam memahami ayat dan menghilangkan
kesulitan. Semisal firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 115
 
  
     
   
“Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap
di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui”.

Lafal ayat ini secara tekstual menunjukkan bahwa seseorang boleh


melaksanakan salat menghadap kemana saja, tidak diwajibkan baginya untuk
menghadap al-Bait al-Haram baik dalam berpergian maupun di rumah. Akan
tetapi jika ia mengetahui bahwa ayat ini turun bagi orang yang berpergian atau
pun orang yang salat dengan hasil ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah tidak

22
Az-Zarkasi, al-Burhān fī ‘Ulūm Al-Qur`ān, Juz 1 (al-Qāhirah: Maktabah Dār at-Turās,
t.t.), hlm. 22,

14
sesuai dengan yang di maksud, maka ia akan memahami bahwa maksud ayat di
atas adalah memberikan keringanan bagi musafir dalam salat sunnah atau
terhadap orang yang berijtihad dalam menentukan arah kiblat, kemudian salat
dan ternyata hasil ijtihadnya salah dalam menentukan arah kiblat. Diriwayatkan
dari Ibnu Umar RA bahwa ayat ini turun berkaitan dengan salat musafir yang
sedang dalam kendaraan dan kendaraan itu mengarah kemanapun.23
Kedua, pengkhususan hukum dengan sebab (takhsīs al-hukm bi as-sabab)
bagi yang menganut paham al-‘ibrah bi khusūs as-sabab lā bi ‘umūm al-lafzhi
(ketentuan berlaku untuk kekhususan sebab, bukan pada keumuman lafal, maka dari
itu ayat-ayat z}ihār di permulaan surat al-Mujādilah sebabnya adalah bahwa Aus bin
as-Samit men-z} ihār istrinya, Khaulah binti Hakim as-Sa‘labah. Hukum yang di
kandung dalam ayat-ayat ini khusus untuk keduanya saja (menurut paham ini),
sedang yang lain bisa diketahui melalui dalil lain, baik dengan qiyās (analogi) atau
yang lain. Sudah semestinya bahwa tidak mungkin mengetahui maksud hukum dan
juga analogi kecuali jika mengetahui sebabnya, dan tanpa mengetahui sebab
turunnya, maka ayat itu menjadi tidak berfaidah sama sekali.24
Ketiga, dengan sabab nuzūl berfungsi untuk mengetahui ayat ini diturunkan
kepada siapa, sehingga tidak terjadi keraguan yang akan mengakibatkan penuduhan
terhadap orang yang tidak bersalah dan membebaskan tuduhan terhadap orang yang
bersalah. Oleh karena itu, Aisyah menolak tuduhan Marwan terhadap
saudaranya, Abdurrahman bin Abu Bakar, bahwa Abdurrahman adalah orang
yang di maksud dalam ayat 17 dari surat al-Ahqab
 
 
 ……….
“Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: “hus..bagi kamu
keduanya”.

Aisyah berkata: “Demi Allah, bukan dia yang di maksud dengan ayat
itu, kalau seandainya aku ingin menyebutnya maka akan aku sebutkan siapa
namanya” sampai akhir kisah itu.25

23
Az-Zarqani, Manāhil al-‘Urfān, hlm. 98
24
Az-Zarqani, Manāhil al-‘Urfān, hlm. 100
25
Az-Zarqani, Manāhil al-‘Urfān, hlm. 101

15
Keempat, pemudahan hafalan, pemahaman dan pengukuhan wahyu dalam
benak setiap orang yang mendengarnya, jika ia menge-tahui sebab turunnya.
Karena hubungan antara sebab dan akibat, hu-kum dan peristiwa, peristiwa dan
pelaku, masa dan tempatnya, semua itu merupakan faktor-faktor pengokohan
sesuatu dan terpahatnya da-lam ingatan.26

Di akhir tulisan ini, penulis paparkan pendapat Muhammad Amin Suma


tentang faedah mempelajari Asbabun Nuzul yang mengatakan kesulitan dalam
menafsirkan al-Qur’an tanpa melibatkan ilmu Asbabun Nuzul mungkin tidak terlalu
terasa ketika seseorang hendak menafsirkan ayat-ayat ilmu pengetahuan dan
teknologi (ayat-ayat kauniyah) misalnya, tetapi diduga kuat akan menghadapi
masalah ketika dihubungkan dengan ayat-ayat qashash dan terutama ayat-ayat
hukum. Pasalnya, karena ayat-ayat kauniyah dapat dikatakan lebih banyak
berhubungan dengan kondisi kekinian dan kemungkinan masa depan, sementara
ayat-ayat sejarah dan hukum sangat berhubungan dengan masa silam di samping
masa sekarang dan akan dating. Selanjutnya, atas dasar ini, maka terlepas dari sikap
pro-kontra para pakar ulumul Quran akan keberadaan ilmu Asbabun Nuzul berikut
urgensi-fungsionalnya, yang pasti keberadaan ilmu ini telah memasyarakat dalam
dunia tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an. Ilmu Asbabun Nuzul telah menjadi salah satu
bagian tak terpisahkan dari ilmu-ilmu al-Qur’an secara keseluruhan, dan
keberadaannya sama sekali tidak merugikan penafsiran dan justru semakin
memperkaya dalam penafsiran.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata Asbabun-Nuzul (‫ )النزول أسباب‬terdiri atas kata asbab (‫ )أسباب‬dan
an-nuzul (‫)النزول‬. Asbab adalah kata jamak (plural) dari kata mufrad (tunggal)
sabab,yang secara etimologis berarti sebab, alasan, illat (dasar logis),
perantaraan, wasilah, pendorong (motifasi), tali kehidupan, persahabatan,
hubungan kekeluargaan, kerabat, asal, sumber dan jalan.
Kedudukan Asbabun Nuzul dalam pemahaman Al-Qur’an sangat
membantu dalam memahami Al-Qur’an, apabila tidak niscaya banyak
kekeliruannya. Kebanyakan ulama untuk menjadikan pedoman hukum lebih

26
Az-Zarqani, Manāhil al-‘Urfān, hlm. 101

16
sepakat pada “umum lafadh” daripada “khusus sebab”, karena mempunyai
tiga macam dalil yaitu: pertama, lafadh syar’I saja yang menjadikan hujjah
dan dalil. Kedua, kaidah tersebut ditanggungkan kepada makna selama tidak
ada pemalingannya dari makna tersebut. Ketiga, para sahabat dan mujtahid
kebanyakan tanpa memerlukan qias atau mencari dalil apabila berhujjah
dengan lafadh yang umum dari sebab yang khusus.
Dan dapat kita tarik kesimpulan, diantaranya :
1. Asbabun Nuzul terdiri dari kata asbab (jamak dari sababa yang artinya
sebab-sebab), dan nuzul (artinya turun).Asbabun Nuzul adalah sebab
turunnya al-Qur’an (berupa peristiwa/pertanyaan) yang melatarbelakangi
turunnya ayat al-Qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan dan
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut.
2. Macam-macam Asbabun Nuzul ada 2, yaitu :
1) Dilihat dari sudut Pandang Redaksi-Redaksi yang Dipergunakan
dalam Riwayat Asbabun Nuzul.
2) Dilihat dari Sudut Pandang Berbilangnya Asbabun Nuzul untuk
Satu Ayat atau Berbilangnya Ayat untuk Asbabun Nuzul
3. Dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbabun
Nuzul meliputi sharih dan muhtamilah
4. Dari sudut pandang terbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu ayat atau
terbilangnya ayat untuk satu Asbabun Nuzul meliputi :
1) Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat
2) Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat
5. Manfaat mempelajari Asbabun Nuzul, diantaranya :

1) Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan allah secara


khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-qur’an.
2) Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya
3) Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hokum
yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya (
yang mengkhususkannya ).

17
4) Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi
kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang
tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
5) Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta
memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang
mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.
Dari uraian diatas kita dapat memahami bahwa Asbabun Nuzul tidak
bisa dipisahkan dengan kajiana al-Qur’an, terutama untuk mengambil
kesimpulan dari ayat-ayat hukum. Dan dapatlah kita ketahui bahwasannya al
Quran mengandung banyak nilai-nilai kehidupan maka dari itu kita patutlah
mempelajarinya. Al Qur’an sebagai mukjizat yang di anugrahkan kepada nabi
Muhammad adalah salah satu kitab Allah yang paling sempurna diantara
kitap suci yang lain. Al Quran diturunkan kepada nabi Muhammad melalui
beberapa cara yang mana dalam penurunan Al-Quran itu sendiri diberikan
secara berangsur-angsur atau bertahap.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardawi, Yusuf, Bagaimana Berinterakasi dengan Al-Qur’ān, terj.


Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’ān, terj. Mudzakir, Bogor: Litera
AntarNusa,2007.
Anwar, Rosihan,Ulum AlQuran. Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.
As-Salih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.
Az-Zarkasyi, al-Burhān fī ‘Ulūm Al-Qur’ān, Juz 1, al-Qāhirah:

18
Az-Zarqāni, Manāhil al-‘Urfān fī ‘Ulūm Al-Qur’ān, al-Qāhirah: Dār al-Hadīs,
2001
Chirzin, Muhammad, Al-Qur’ān dan Ulumul Qur’ān. Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Yasa, 2003.
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’ān/Tafsir, Jakarta:
Bulan Bintang, 1980.
Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2000.
Maktabah Dār at-Turās, t.t
Manzur, Ibnu, Lisān al-‘Arab,Beirūt: Dār Sādir, jilid 7, t.t.
Ridwan Kafrawi, (ed.) et. al., Ensiklopedi Islam , Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002,
Suma, Muhammad Amin, Ulumul Qur’ān, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

19

Anda mungkin juga menyukai