Anda di halaman 1dari 4

Nama :Tasya Fitri Azzahra

NIM :2381130154
Tutor :Dr. Achmad Lutfi,S.Ag,M.Si
Kelas :A 4

1.Ulumul Quran secara harfiah adalah ilmu ilmu Al-Qur'an atau ilmu ilmu yang membahas tentang
Al Qur'an.

Ulumul Quran secara terminologi ada beberapa pendapat:


Abdul adhim Az-Zarqani: Ulumul Qur'an adalah pembahasan yang berhubungan dengan Al
quram dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya penafsiran,
kemukjizatan, nasikh mansukh, dan penolakan terhadap hal hal yang menimbulkan keraguan
terhadap Al Qur'an dan lain sebagainya
Manna' al-Qaththan ulumul Qur'an adalah ilmu yang mencakup pembahasan yang berhubungan
dengan Al Qur'an dari segi pengetahuan tentang sebab sebab turunnya pengumpulan dan
urutannya, pengetahuan tentang ayat ayat makkiyah dan madaniyah, nasikh mansukh, muhkam
dan mutasyabih, dan hal lain yang berhubungan dengan Al Qur'an.
Ali ash-shabuni ulumul Qur'an adalah pembahasan pembahasan yang berhubungan dengan
kitab yang mulia ini dari segi turunnya pengumpulan, penertiban, pembukuan, mengetahui sebab
turunnya, makkiyah dan madaniyah, nasikh, mansukh, muhkam dan mutasyabih, dan lain
lainnya.

Dari definisi tersebut ulumul Qur'an merupakan gabungan dari sejumlah pembahasan ilmu yang
pada mulanya berdiri sendiri.
Secara istilah ulumul Qur'an lebih menekankan pada ilmu yang membahas masalah yang
berhubungan dengan Al Qur'an dari segi quraniyah atau segi hidayah dan i'jaznya.

Fungsi ulumul Qur'an adalah untuk memahami sejarah Al Qur'an. Dengan mempelajari ilmu Al
Qur'an dapat membantu kita memahami lebih dalam penafsiran terhadap ayat-ayat Al Qur'an.

2. Pada masa Rasulullah SAW, Al-Qur'an belum berbentuk sebuah mushaf/buku namun hanya
berbentuk hafalan.Rasulullah SAW memiliki beberapa orang pencatat wahyu yang di antaranya
empat orang sahabat yang kemudian menjadi Khulafaur Rasyidin.Beliau memerintahkan mereka
untuk mencatat setiap wahyu yang turun sehingga Al-Qur'an yang terhimpun di dalam dada
menjadi tertulis.Pada masa Nabi Muhammad SAW, penulisan Al-Qur'an masih sangat
sederhana, yaitu di atas lontaran kayu, pelepah kurma, tulang, dan batu.
Pertama, Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah tidak sekaligus melainkan secara
berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Kondisi ini tentu tidak memungkinkan
untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an dalam satu mushaf sebelum ayat-ayat itu turun
secara keseluruhan.
Kedua, ada sebagian ayat Al-Qur'an yang ter-mansukh. Hal ini juga tidak memungkinkan
untuk mengumpulkan ayat Al-Qur'an dalam satu mushaf kecuali sampai semuanya turun
dengan sempurna. Dalil mengenai nasikh-mansukh ini sebagaimana termaktub dalam surat Al-
Baqarah ayat 106:
ِ ‫س ْخ مِ ْن ٰا َي ٍةا َ ْونُ ْن ِس َها نَ ْْأ‬
‫ت ِب َخي ٍْر ِ ِّم ْن ََٓها ا َ ْومِ ْث ِل َها‬ َ ‫َما َن ْن‬
Artinya: Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti
dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.

3. Adapun tartib surat dalam pandangan ulama terdapat ikhtilaf sehingga terbagi menjadi dua
sebagian mengatakan taufiqi dan sebagian yang lain ijtihadi.para ulama terbagi lagi dalam tiga
kelompok.
Kelompok pertama, dimotori oleh Abu Ja`far bin an-Nuhas, al-Kirmani, Ibnu al-Hashar dan Abu
Bakar al-Anbari, mereka berpe-ndapat bahwa, susunan surat al-Qurān ditetapkan atas perintah
Nabi (tauqifi) - sebuah surat tidak semata-mata diletakkan pada tempatnya, kecuali atas dasar
perintah, pengajaran dan isyarat Nabi. Namun, mayoritas ulama mengatakan bahwa surah-surah
Al-Qur'an disusun berdasarkan tauqifi (penyusunannya berdasarkan petunjuk Nabi Muhammad
SAW)

Kelompok kedua, bependapat bahwa susunan surat al-Qurān ditetapkan atas dasar ijtihad para
sahabat. Imam as-Suyuthi menyebutkan bahwa, pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama.
Diantara ulama yang masuk dalam kelompok ini adalah Imam Malik dan Abu Bakar Ath-Thayyib,
mereka berargumentasi dengan kenyataan berbeda-bedanya susunan mushaf para sahabat
pada masa Utsman bin Affan sebelum pengkodifikasian al-Qurān.

Kelompok ketiga, berpendapat bahwa sebagian besar susunan surat al-Qurān besifat tauqifi dan
ijtihadi.

Terdapat perbedaan pendapat ulama menjadi tiga pendapat sebagai berikut :


1. Tertib surat-surat al-Qur’an seluruhnya adalah ijtihadiy para shahabat. Pendapat ini
dinisbahkan kepada Jumhur Ulama termasuk Imam Malik dan Qadhi Abu Bakar al-Baqilaniy dan
Abu Husain Ahmad bin Faris.
2. Tertib Mushaf seluruhnya adalah tauqifiy dari Nabi sebagaimana tauqifiynya tertib ayat.
Pendapat ini dinisbahkan kepada Abu Bakar alAnbari, Abu Ja’far an-Nuhas dan atThibiy.
3. Susunan surat-surat al-Qur’an sebagiannya tauqifiy dan sebagian lagi ijtihadiy. Pendapat ini
didasarkan kepada riwayat-riwayat yang menerangkan tentang tauqifiynya beberapa surat

Ketika membahas susunan dan urutan ayat-ayat al-Qur’an, para ulama sepakat bahwa susunan
ayat yang terdapat pada mushaf sekarang ini adalah tauqify1 nabi Muhammad (as-Suyuthi,1979
: 62).

4.Secara terminologi menurut Az-Zarqani dalam bukunya Manāhil al-‘Urfān fī ‘Ulūm Al-Qur’ān,
pengertian asbāb annuzūl adalah sesuatu yang menyebabkan satu ayat atau beberapa ayat
diturunkan untuk membicarakan sebab atau menjelaskan hukum
sebab tersebut pada masa terjadinya sebab itu.
Subhi As-Salih mengartikannya sebagai berikut, sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah
ayat atau beberapa ayat, atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai
jawaban
Sedangkan Hasbi Ash-Siddieqy mendefinisikannya sebagai kejadian yang karenanya diturunkan
Al-Qur’ān untuk menerangkan hukumnya di hari timbul kejadian-kejadian itu dan suasana yang
di dalam suasana itu al-Qur’an diturunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik
diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu,ataupun kemudian lantaran sesuatu hikmat.
Dari beberapa definisi dan pengertian asbāb an-nuzūl di atas dapat dipahami bahwa latar
belakang turunnya ayat atau pun beberapa ayat Al-Qur’ān dikarenakan adanya suatu peristiwa
tertentu dan pertanyaan yang diajukan kepada Nabi SAW.

Contoh Asbabun Nuzul: Satu contoh asbabun nuzul adalah terkait dengan surah Al-Anfal (8),
ayat 11. Ayat ini turun terkait dengan peristiwa Perang Badar, di mana pasukan Muslim yang
lebih kecil berhasil mengalahkan pasukan kafir Quraisy yang lebih besar. Ayat tersebut berbunyi:
"Allah telah memberikan kemenangan kepadamu dalam banyak peperangan yang besar.
Ingatlah ketika kamu meminta pertolongan Tuhanmu, maka Dia menjawab: "Sesungguhnya Aku
akan menolongmu dengan seribu malaikat yang mempunyai tanda-tanda kemenangan."

Dalam pemahaman tekstualis, ayat ini akan diartikan secara harfiah, yaitu bahwa Allah
memberikan kemenangan kepada pasukan Muslim dalam peperangan yang besar dan
bahwasanya Allah memang telah memperkuat mereka dengan seribu malaikat. Pemahaman ini
tidak mempertimbangkan konteks historis dan situasionalnya.

Namun, dalam pemahaman kontekstualis, apabila kita memahami asbabun nuzulnya, ayat ini
mengandung pesan yang lebih dalam. Ayat ini mengingatkan dan memberikan kesan di dalam
hati pasukan Muslim pada saat itu, bahwa dalam perang-perang sebelumnya mereka meminta
pertolongan Allah dan Allah telah memberikan kemenangan kepada mereka. Ayat ini memberikan
mereka motivasi, keyakinan, dan kekuatan bahwa Allah akan senantiasa menolong mereka
dalam pertempuran melalui bantuan malaikat-malaikat-Nya.

5.Bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah
mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. (Q.S. at-Taubah/9:5).Potongan
ayat tersebut sering diperkenalkan oleh kelompok radikal, khususnya kaum teroris, sebagaimana
yang sering ditemukan di dalam buku-buku doktrin mereka. Sepintas ayat ini kelihatan sangat
menyeramkan. Apalagi kata al-musyrikun diartikan dengan non-muslim.kamu jumpai mereka,
dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka
bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka
untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. at-
Taubah/9:5) Pemahaman yang bisa diperoleh melalui potongan tengah ayat, dipisahkan dengan
kata yang mengawali dan kata yang mengakhiri ayat itu, ditambah lagi tidak dihubungkan dengan
ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat tersebut, dan lebih parah lagi, tidak menyebut atau
memahami sabab nuzul ayat tersebut. Pemahaman ayat dengan cara demikian bisa membuat
orang, khususnya orang yang telah mengalami proses doktrin, bisa melakukan berbagai tindakan
nekat, radikal, dan terorisme.Tetapi, jika dibaca ayat tersebut secara utuh, lalu dihubungkan
dengan konteks ayat sebelum dan sesudahnya, kemudian menyimak sabab nuzul ayatnya, maka
pemahaman dan sikap yang bisa muncul sangat berbeda dengan sebelumnya. Ayat tersebut di
atas sesungguhnya lebih menonjol sebagai ayat dakwah ketimbang sebagai ayat jihad atau
peperangan.

Anda mungkin juga menyukai