Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

ULUM AL-QURAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA

A. Pengertian Ulum Al-Qur’an

Istilah Ulum Al-Qur’an , Secara Etimologi, Merupakan Gabungan Dari Dua


Kata Bahasa Arab: Ulum Dan Al-Qur’an . Kata Ulum Adalah Bentuk Jamak Dari
Kata Ilm Yang Merupakan Bentuk Masdar Dari Kata Alima, Ya’lamu Yang Berarti :
Mengetahui (Mahmud Yunus: 1990). Dalam Kamus Al-Muhit Kata Alima
Disinonimkan Dengan Kata Arafa (Mengetahui, Mengenal). Dengan Demikian,
Kata Ilm Semakna Dengan Ma’rifah Yang Berarti “Pengetahuan”. Sedangkan Ulum
Berarti: Sejumlah Pengetahuan.
Adapun Kata Qur’an, Dari Segi Isytiqaqnya, Terdapat Beberapa Perbedaan
Pandangan Dari Para Ulama. Anatara Lain, Sebagaimana Yang Diungkapkan Oleh
Muhammad Bin Muhammad Abu Syaibah (1992) Dalam Kitab Al-Madkhal Li
Dirasah Al-Qur’an Al-Karim, Sebagai Berikut:
1. Qur’an Adalah Bentuk Masdar Dari Qara’a , Dengan Demikian, Kata
Qur’an Berarti “Bacaan”. Kemudian Kata Ini Selanjutnya, Sebagaimana Bagi
Kitab Suci Yang Diturunkan Oleh Allh Swt. Kepada Nabi Muhammad Saw,
Pendapat Ini Didasarkan Pada Firman Allah: Artinya “Apabila Kami Telah
Seesai Membacanya

Maka Ikutilah Bacaannya. (QS. Al Qiyamah : 18). Antara Lain Yang


Berpendapat Demikian Adalah Al-Lihyan (W.215 H).
2. Qur’an Adalah Kata Sifat Dari Al-Qar’u Yang Bermakna Al-Jam’u
(Kumpulan). Selanjutnya Digunakan Sebagai Nama Bagi Kitab Suci Yang
Diturunkan Kepada Nabi Muhammad Saw, Alas An Yang Dikemukakan
Adalah Karena Al- Qur’anterdiri Dari Sekumpulans Suruh Dan Ayat, Memuat
Kisah-Kisah, Perintah Dan Larangan, Dan Juga Karena Al-
Qur’anmengumpulkan Inti Sari Dari Kitab- Kitab Yang Diturunkan
Sebelumnya. Pendapat Ini, Antara Lain Dikemukakan Oleh Al-Zujaj (W.311
H).
3. Kata Al-Qur’an Adalah Ism Alam, Bahkan Kata Bentukkan Dan Sejak Awal
Digunakan Sebagai Nama Bagi Kitab Suci Yang Diturunkan Oleh Allah SWT
Kepada Nabi Muhammad Saw, Pendapat Ini Diriwayatkan Dari Imam Syafi’y
(W.204 H).
Menurut Abu Syahbah, Dari Ketiga Pendapat Di Atas, Yang Paling Tepat
Adalah Pendapat Yang Pertama. Yakni Bahwa Al-Qur’an Dari Segi Isytiqaqnya,
Adalah Bentuk Masdar Dari Kata Qara’a.
Sedangkan Al-Qur’an Menurut Istilah, Antara Lain, Adalah: Firman Allah Swt
Yang Diturunkan Kepada Nabi Muhammad Saw, Yang Memiliki Kemukjizatan
Lafal, Membacanya Bernilai Ibadah, Diriwayatkan Secara Mutawatir, Yang Tertulis
Dalam Mushhaf, Dimulai Dengan Surah Al-Fatihah Dan Diakhiri Dengan Surah Al-
Nas. (Muhammad Abu Syahbah: 1992).
M. Qurais Shihab (1997) Mendefinisikan Al-Qur’an Sebagai : “Firman-
Firman Allah Yang Disampaikan Oleh Malaikat Jibril Sesuai Redaksinya Kepada
Nabi Muhammad Saw, Dan Diterima Oleh Ummat Islam Secara Tawatur.
Maka Dapat Didefinisikan Bahwa: Al-Qur’an Adalah Firman Allah Swt Yang
Diturunkan Kepada Nabi Muhammad Saw Melalui Perantara Malaikat Jibril A.S
Sesuai Dengan Redaksinya, Yang Memiliki Kemukjizatan Lafal, Yang Tertulis
Dalam Mushaf, Dimulai Dari Suruh Al-Fatihah Sampai Pada Suruh Al-Nas, Dan
Disampaikan Secara Mutawatir Kepada Umat Islam, Dimana Membacanya Dinilai
Sebagai Ibadah.
Berdasarkan Beberapa Pengertian Ulum Dan Al-Qur’an Yang Telah
Dikemukakan Di Atas, Maka Ulum Yang Didasarkan Kepada Al-Qur’an
Memberikan Pengertian Bahwa Ilmu Ini Merupakan Kumpulan Sejumlah Ilmu Yang
Berhubungan Dengan Al-Qur’an (Ramli Abdul Wahid : 1994).
Sementara Itu, Secara Terminology Ulum Al-Quran Didefinisikan Oleh Para
Pakar Dibidang Ini, Dengan Sangat Beragam. Namun Demikian, Semua Pengertian
Yang Dimaksud Tidak Akan Dikemukakan Dalam Tulisan Ini. Berikut Ini
Dikemukakan Dua Pengertian Ulum Al- Qur’an, Masing-Masing Dikemukakan
Oleh Manna Al_Qattan Dan Muhammad Abd Al-Azim Al-Zarqaniy.
Ulum Al- Qur’an , Menurut Manna’ Al-Qattan (1973) Adalah: “Ilmu Yang
Mencakup Pembahasan-Pembahasan Yang Berhubungan Dengan Al-Qur’an, Dari
Segi Sebab Turunnya, Pengumpulan Dan Urutan-Urutannya, Pengetahuan Tentang
Ayat-Ayat Makkiyyah Dan Madaniyyah, Nasikh Dan Mansukh, Mahkam Dan
Mutasyabih, Dan Hal-Hal Lain Yang Berkaitan Dengan Al-Qur’an.
Selanjutnya, Al-Zarqaniy (Tanpa Tahun) Memberikan Definisi Yang Tidak
Jauh Berbeda Dengan Al-Qattan, Bahwa Ulum Al- Qur’an Adalah: “Beberapa
Pembahasan Yang Berhubungan Dengan Al-Qur’an Dari Segi Turunnya,
Susunannya, Pengumpulannya, Penulisannya, Bacaannya, Tafsirnya, Kemukjizatan,
Naskh Dan Mansukhnya, Penolakan Dari Hal-Hal Yang Bisa Menimbulkan
Keraguan Terhadapnya, Dan Sebagainya”
Dua Definisi Tentang Ulum Al-Quran Yang Dikemukakan Di Atas, Pada
Dasarnya Tidak Memiliki Perbedaan Yang Berarti. Keduanya Justru Sepakat Dalam
Dua Hal Penting, Yaitu : Pertama, Bahwa Ulum Al- Qur’an Adalah Sejumlah Ilmu
Pengetahuan Yang Membahas Tentang Al-Qur’an. Kedua, Masing-Masing
Membuka Peluang Kemungkinan Masuknya Aspek Lain Ke Dalam Pembahasan
Ulum Al- Qur’an, Dalam Pengertian Bahwa, Keduanya Tidak Memberikan Batasan
Yang Pasti Tentang Jumlah Ilmu-Ilmu Yang Masuk Dalam Kategori Ulum Al-
Quran.
Sedangkan Perbedaan Yang Nampak Pada Keduanya Hanya Pada Aspek
Pembahasan Yang Ditampilkan, Yang Menurut Penulis, Semata-Mata Hanya
Sebagai Contoh Untuk Memudahkan Pemahaman Terhadap Definisi Yang
Dimaksud.
Dengan Demikian, Yang Dimaksud Ulum Al-Qur’an Adalah Sejumlah Ilmu
Pengetahuan Yang Secara Khusus Membahas Tentang Al-Qur’an Dari Berbagai
Aspeknya. Sehingga Sangat Sulit Untuk Menentukan Berapa Banyak Cabang Dari
Ilmu Ini. Abu Bakar Bin Al-Arabiy (W.544 H0. Misalnya, Menyebutkan Bahwa
Ulum Al- Qur’an Terdiri Atas 77.450 Ilmu, Sesuai Dengan Banyaknya Kata-Kata
Dalam Al- Qur’an Dikalikan Empat. Sebab Setiap Kata Dalam Al-Qur’an Memiliki
Makna Zahir Batin, Terbatas Dan Tak Terbatas. * Sedangkan Al-Sayutiy (W.911 H)
Dalam Kitabnya Al- Itqan Fiy “Ulum Al-Qur’an” Menyebutkan 80 Macam Ilmu Al
Qur’an, Bahkan Menurut Beliau Jumlah Tersebut Masih Dapat Dibagi Hingga
Mencapai 300 Macam Atau Lebih.
Namun Demikian, Diantara Sekian Banyak Cabang Dari Ulum Al- Qur’an
Tersebut, Menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy (1990), Ada 17 Cabang Di Antaranya
Yang Paling Utama, Yaitu :
1. Ilm Mawatin Al-Nuzul , Yaitu Ilmu Yang Menerangkan Tempat-Tempat
Turunnya Ayat.
2. Ilm Tawarikh Al-Nuzul, Yaitu Ilmu Yang Menerangkan Dan Menjelaskan Masa
Turunnya Ayat Dan Tertib Turunnya.
3. Ilm Asbab Al-Nuzul, Yaitu Ilnu Yang Menerangkan Sebab-Sebab Yang Melatar
Belakangi Turunya Ayat.
4. Ilm Qira’ah, Yaitu Yang Menerangkan Tentang Macam-Macam Bacaan Al-
Qur’an, Mana Yang Sahih Dan Mana Yang Tidak Sahih.
5. Ilm Al-Tajwid, Yaitu Ilmu Tentang Cara Membaca Al-Qur’an, Tempat Memulai
Dan Pemberhentiannya, Dan Lain-Lain.
6. Ilm Garib Al-Qur’an, Yaitu Ilmu Yang Membahas Tentang Makna Kata-Kata
(Lafal) Yang Ganjil, Yang Tidak Lazim Digunakan Dalam Bahasa Sehari-Hari.

Demikianlah Beberapa Cabang Dari Ulum Al-Qur’an Yang Paling Utama.


Ilmu- Ilmu Al-Qur’an Tersebut Teramat Penting Dalam Memahami Dan
Menafsirkan Al- Qur’an, Sehingga Sebagian Ulama Menyebutkan Ulum Al-Qur’an
Dengan Istilah Usul Al-Tafsir, Dan T.M Hasbi Ash Shiddieqy Menyebutkan Pula
Dengan Nama Ilmu-Ilmu Tafsir.

B. Sejarah Dan Perkembangan Ulumul Qur’an

Sebagai Ilmu Pengetahuan Yang Berdiri Sendiri, Ulum Al-Qur’an Tidak


Lahir Sekaligus, Melainkan Melalui Proses Pertumbuhan Dan Perkembangan. Istilah
Ulum Al-Qur’an Itu Sendiri Tidak Dikenal Pada Masa Awal Pertumbuhan Isam.
Istilah Ini Baru Muncul Pada Abad Ke 3, Tapi Sebagaian Ulama Berpandangan
Bahwa Istilah Ini Lahir Sebagai Ilmu Yang Berdiri Sendiri Pada Abad Ke 5. Karena
Ulumul Qur’an Dalam Arti, Sejumlah Ilmu Yang Membahas Tentang Al-Qur’an,
Baru Muncul Dalam Karya Ali Bin Ibrahim Al-Hufiy (W.340), Yang Berjudul Al-
Burhan Fiy Ulum Al-Quran (Al Zarqaniy :35).
Untuk Mendapatkan Gambaran Tentang Perkembangan Ulum Al-
Qur’an,
Berikut Ini Akan Diuraikan Secara Ringkas Sejarah Perkembangannya.
Pada Masa Rasulullah Saw, Hingga Masa Kekhalifahan Abu Bakar (12 H–13
H) Dan Umar (12 H-23H) Ilmu Al-Qur’an Masih Diriwayatkan Secara Lisan. †
Ketika Zaman Kekhalifaan Usman (23H-35H) Dimana Orang Arab Mulai Bergaul
Dengan Orang-Orang Non Arab, Pada Saat Itu Usman Memerintahkan Supaya
Kaum Muslimin Berpegangan Pada Mushaf Induk, Dan Membakar Mushaf Lainnya
Yang Mengirimkan Mushaf Kepada Beberapa Daerah Sebagai Pegangan. Dengan
Demikian, Usaha Yang Dilakukan Oleh Usman Dalam Mereproduksikan Naskah
Al-Qur’an Berarti Beliau Telah Meletakkan Dasar Ilm Rasm Al-Qur’an (Subhiy
Salih: 1977).
Selanjutnya, Pada Masa Kekhalifaan Ali Bin Abi Thalib, (35H-40H) Beliau
Telah Memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duwali (W.69 H) Untuk Meletakkan
Kaedah- Kaedah Bahasa Arab. Usaha Yang Dilakukan Oleh Ali Tersebut,
Dipandang Sebagai Peletakan Dasar Ilmu I’rab Al-Qur’an.
Adapun Tokoh-Tokoh Yang Berjasa Dalam Menyebarkan Ulum Al-
Qur’an
Melalui Periwayatan, Adalah :
1. Khulafa Al-Rasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid Bin Tsabit, Ubai Bin
Ka’ab, Abu Musa Al-Asya’ariy, Dan Abdullah Bin Zubair. Mereka Itu Dari
Golongan Sahabat.
2. Mujahid, Ata, Tkrimah, Qatadah, Hasan Basri, Said Bin Jubair, Dan Zaid Bin
Aslam. Mereka Golongan Tabi’in Di Madinah.
3. Malik Bin Anas, Dari Golongan Tabi’i Tabi’in, Beliau Memperoleh Ilmunya
Dari Zaid Bin Aslam.
Mereka Inilah Yang Dianggap Orang-Orang Yang Meletakkan Apa Yang
Sekarng Ini Dikenal Dengan Ilmu Tafsir, Ilmu Asbab Al-Nuzul, Ilmu Nasikh Dan
Mansukh, Ilmu Garib Al-Qur’an, Dan Lain-Lain. (Al Zarqaniy : 30 – 31)
Pada Abad Kedua Hijriah, Upaya Pembukaan Ulum Al-Qur’an Mulai Dilakukan,
Namun Pada Masa Ini Perhatian Ulama Lebih Banyak Terfokus Pada Tafsir. Diantara
Ulama Tafsir Pada Masa Ini Adalah : Sufyan Sau’ry (W.161 H), Sufyan Bin Uyainah
(W.198 H). Wakil-Wakil Al-Jarah (W.197 H), Sybah Bin Al-Hajjaj (W.160 H). Muqatil Bin
Sulaiman (W.150 H). Tafsir-Tafsir Mereka Umumnya Memuat Pendapat-Pendapat Sahabat
Dan Tabi’in. (Abu Syahbah: 1992)
Pada Masa Selanjutnya, Abad Ke 3 H, Muncullah Muhammad Ibn Jarir Al-
Tabariy (W.310 H) Yang Menyusun Kitab Tafsir Yang Bermutu Karena Banyak
Memuat Hadis-Hadis Sahih, Ditulis Dengan Rumusan Yang Baik. Di Samping Itu,
Juga Memuat I’rab Dan Kajian Pendapat.‡ Pada Masa Ini Juga Telah Disusun
Beberapa Ulu>M Al Qur’ani Yang Masing-Masing Berdiri Sendiri, Antara Lain: Ali
Ibn Al-Madiniy (W.234 H) Menyusun Kitab Tentang Asbab Al-Nuzul, Abu Ubaid
Al-Qasim Ibn Sallam (W.224 H) Menyusun Kitab Tentang Naskh Dan Mansukh.
Ibnu Qutaibah (W.276 H) Menyusun Kitab Tentang Musykil Al-Qur’an,
Muhammad Bin Ayyub Al-Darls (294 H) Menyusun Tentang Ayat Yang Turun Di
Mekah Dan Madinah. Dan Muhammad Ibn Khalf Ibn Al-Mirzaban (W.309)
Menyusun Kitab Al-Hawiy Fiy Ulu>M Al- Qur’an.(Subhiy Salih: 1977)
Pada Abad Ke 4 H, Lahir Beberapa Kitab Ulu>M Al-Qur’an, Seperti: Aja’ib
Ulu>M Al-Qur’an Karya Abu Bakar Muhammad Ibn Al-Qasim Al-Anbary (W.328
H), Dalam Kitab Ini Dibahas Tentang Kelebihan Dan Kemuliaan Al-Qur’an,
Turunnya Al- Qur’andalam Tujuh Huruf, Penulisan Mushaf, Jumlah Surah, Ayat
Dan Kata Dalam Al- Qur’an. Di Samping Itu, Abu Al-Hasan Al-Asy’ary (W.324 H)
Menyusun Kitab Al- Mukhtazan Fiy Ulum Al-Quran, Abu Bakar Al-Sajastaniy
(W.330 H) Menyusun Kitab Tentang Garib Al-Qur’an, Abu Muhammad Al-Qasab
Muhammad Ibn Ali Al-Karkhiy (W.Sekitar 360 H) Menyusun Kitab Nakt Al-Qur’an
Al-Dallah Al-Bayan Fiy Anwa Al- Ulum Wa Al-Ahkam Al-Munabbiah’an Ikhtilaf
Al-Anam. Pada Masa Ini Juga Muhammad Ibn Ali Al-Adfawiy (W.388 H)
Menyusun Al-Istigna’ Fiy Ulum Al- Qur’an.
Demikianlah Perkembangan Ulu>M Al- Qur’an Pada Abad Pertama Hingga
Abad Kjeempat, Dapat Dilihat Bahwa Para Tokoh Hanya Membahas Cabang-
Cabang Ulumu Al – Qur’an, Secara Terpisah-Pisah. Selanjutnya, Pada Pada Abad
Ke 5 Muncullah Ali Bin Ibrahim Ibn Sa’id Al Hufiy (W.430 H) Yang Menghimpun
Bagian- Bagian Dari Ulum Al Qur’an Dalam Karyanya Al-Burhan Fiy Ulum Al-
Qur’an. Dalam Kitabnya Ini, Beliau Membahas Al-Qur’anmenurut Suruh Dalam
Mushaf, Selanjutnya Beliau Menguraikannya Berdasarkan Tinjauan Al-Nahwu Dan
Al-Lugah, Kemudian Mensyarahnya Dengan Tafsir Bi Al-Masur Dan Tafsir Bi Al-
Ma’qul, Lalu Dijelaskan Pula Tentang Waqaf (Aspek Qira’at), Bahkan Tentang
Hokum Yang Terkandung Dalam Ayat. Atas Dasar Inilah Maka Uluma
Menganggap Al-Hofiy Sebagai Tokoh Pertama Yang Membukukan Ulumul Qur’an.
(Manna Al Qattan : 1973)
Selanjutnya, Pada Abad Ke-6, Ibn Al-Jauziy (W.597 H) Menyusun Kitab
Funun Al-Afinan Fiy Ulum Al-Qur’an, Dan Kitab Al-Mujtaba Fiy Ulum Tata’allaq
Bi Al- Qur’an. Selanjutnya Disusul Oleh Alamuddin Al-Sakhawiy (W.641 H) Pada
Abad Ke 7 H Dengan Kitabnya Yang Berjudul Jamal Al-Qurra Wa Kamal Al-Iqara,
Kemudian Abu Syamah (W.665 H) Menyusun Kitab Al-Mursyid Al-Wajid Fiy Ma
Yata’allahq Bi Al-Qur’an Al-Aziz. Pada Abad Ke 8 Al-Zarkasyi (W.794 H)
Menyusun Kitab Al-Burhan Fiy Ulum Al-Qur’an. Lalu Pada Abad 9, Jalal Al-Din
Al-Bulqniy (W.824 H) Menyusun Kitab Mawaqi’ Al-Ulum Fiy Mawaqi Al-Nujum.
Pada Masa Ini Pula Jalal Al-Din Al- Sayoty (W.911 H) Menyusun Kitab Al-Tahbir
Fiy Ulum Al-Tafsir Dan Kitab Al-Itqan Fiy Ulum Al-Qur’an.
Setelah Wafatnya Al-Sayuti Pada Tahun 911 H, Seolah-Olah Perkembangan
Ulu>M Al-Qur’an Telah Mencapai Puncaknya, Sehingga Tidak Terlihat Penulis-
Penulis Yang Memiliki Kemampuan Seperti Beliau. Hal Ini Menurut Ramli Abdul
Wahid (1994) Disebabkan Karena Meluasnya Sikap Taklid Di Kalangan Umat
Islam, Yang Dalam Sejarah Ilmu-Ilmu Agama Umumnya Mulai Berlangsung
Setelah Masa Al-Sayuti (Awal Abad Ke -10 H) Sampai Akhir Abad Ke-13 H.
Selanjutnya, Sejak Penghujung Abad Ke-13 H Hingga Saat Ini, Perhatian
Ulama Terhadap Ulu>M Al-Qur’an Bangkit Kembali. Pada Masa Ini Pembahasan
Dan Pengkajian Al-Qur’antidak Hanya Terbatas Pada Cabang-Cabang ‘Ulu>M Al-
Qur’an Yang Ada Sebelumnya, Melainkan Telah Berkembang, Misalnya
Penterjemah Al- Qur’an Kedalam Bahasa Asing. Juga Telah Disusun Berbagai Kitab
‘Ulu>M Al-Qur’an, Diantaranya Ada Mencakup Bagian-Bagian (Cabang-Cabang)
‘Ulu>M Al-Qur’an Secara Keseluruhannya, Ada Pula Yang Hanya Sebagian.
Diantaranya Ulama Yang Menysuusn Kitab Ulumul Qur’an Yang Mencakup
Sebagian Besar Cabang-Cabangnya Adalah Tahir Al-Jazayiri Dalam Bukunya : Al-
Tibyan Li Ba’d Al-Mabahis Al-Muta’alliqah Bi Al-Qur’an Pada Tahun 1335 H.
Begitu Pula Syekh Mahmud Abu Daqiqah, Seorang Ulama Besar Al-Azhar,
Menyusun Kitab Tentang Ulum Al-Qur’an. Setelah Itu, Muhammad Ali Selama
Menyusun Kitab Manhaj Al-Furqan Fiy Ulum Al-Qur’an Yang Mencakup
Berbagai Cabang Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Kemudian Disusul Oleh Muhammamd Abd
Al-Azim Al-Zarqaniy Dengan Bukunya Manihil Irfan Fiy Ulum Al- Qur’an.
Selanjutnya, Ahmad Aliy Menyusun Kitab Muzakkirah Ulum Al-Qur’an Dan Subhi
Salih Menyusun Kitab Mabahis Fiy Ulum Qur’an.(Manna Al Qattan :Hal. 15)
Kitab-Kitab Lain Yang Juga Lahir Pada Masa Ini Adalah Mahabis Fiy Ulum
Al- Qur’an, Karya Manna’ Al-Qattan, Al-Tibyan Fiy Ulum Al-Qur’an, Karya Ali
Al- Saboni, Ulum Al-Qur’an Wa Al-Hadis, Karya Ahmad Muhammad Ali Daud.
Dalam Bahasa Indonesia Dikenal Pula T.M. Hasbi Sh-Shiddieqy Dengan Karyanya:
Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.

C. Tokoh-Tokoh Ulumul Qur’an Dan Karyanya

Pada Bagian Terdahulu Telah Dikemukakan Sejumlah Tokoh Ulum Al-


Qur’an Berikut Karya Ilmiahnya. Di Antara Mereka Terutama Yang Hidup Sebelum
Anad Ke-5 H, Hanya Membahas Bagian-Bagian Tertentu Dari ‘Ulum Al-Qur’an.
Maka Pada Bagian Ini Akan Dikemukakan Sejumlah Tokoh Yang Membahas Ulum
Al-Qur’an Dengan Merangkum Cabang-Cabang ‘Ulum Al-Qur’an Dalam Karya-
Karya Mereka. Dan Kitab- Kitab Mereka Inilah Yang Sebenarnya Disebut Kitab
‘Ulum Al-Qur’an . Tokoh-Tokoh Yang Dimaksud:
1. Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id Al-Hofiy (W.430 H) Karyanya : Al-Burhan Fiy
‘Ulum Al-Qur’an.
2. Ibn Al-Jauziy (W.597 H), Karyanya: Funun Al-Afinan Fiy Aja’ib ‘Ulum
Dan Al- Mujtaba’ Fiy ‘Ulum Tata’allaq Bi Al-Qur’an.
3. Abu Syamah (W.665 H), Karyanya: Al-Mursyid Al-Wajiz Fi Ma Yata’allaq Bi
Al- Qur’an Al-Aziz.

4. Badr Al-Din Al-Zarkasyi (W.794 H) Karyanya : Al-Burhan Fiy ‘Ulum Al-


Qur’an.
5. Jalal Al-Din Al-Sayuti (W.911 H). Karyanya: Al-Tahbir Fiy ‘Ulum Al-Tafsir
Dan
Al-Itqan Fiy ‘Ulum Al-Qur’an.
6. Tahir Al-Juzairi, Al-Tibyan Fiy ‘Ulum Al-Qur’an.
7. Muhammad Ali Salamah, Manhaj Al-Furqan Fiy ‘Ulum Al-Qur’an
8. Muhammadi Abd Al-Azim Al-Zarqaniy, Karyanya :Manahil Irfan Fiy ‘Ulum
Al- Qur’an.

Masih Banyak Tokoh Dan Kitab Yang Membahas Tentang ‘Ulum Al-
Qur’an. Namun Tokoh-Tokoh Yang Telah Disebutkan Inilah Yang Lebih Dikenal,
Dan Buku-Buku Mereka Menjadi Rujukan Bagi Penulis Dan Peneliti Tentang
‘Ulum Al-Qur’an Saat Ini. Di Antara Mereka Yang Paling Terkenal Adalah Al-
Sayuti Dengan Kitabnya Íal-Itqan”. Kitab Ini Terdiri Atas Dua Juz, Dan Membahas
80 Jenis ‘Ulum Al-Qur’an . Begitu Pula Al-Zarkasyi Yang Lebih Dahulu Dari Al-
Sayuti, Dalam Kitabnya Al-Burhan Fiy Ulum Al- Qur’an Yang Terdiri Dari 4 Jilid
Beliau Membahas 47 Jenis ‘Ulum Al-Qur’an.

BAB 2

A. Pendapat Ulama Tentang Rasm Al-Qur’an

Ada Dua Pendapat Besar Dalam Rasm Al-Qur’an, Diantaranya;

1. Sebagain Dari Mereka Berpendapat Bahwa Rasm Al-Qur’an Bersifat Taugfli


2. Sebagian Besar Ulama Berpendapat Bahwa Rasm Al-Qur’an Bukan Tauqfi, Akan
Tetapi Merupakan Kesepatakan Cara Penulisan Yang Disetujui Oleh Ustman Dan
Diteria Oleh Umat, Sehingga Wajib Diikuti Oleh Siapapun Ketika Menulis Al-
Qur’an. Tidak Boleh Ada Yang Menyalahinya.

Adapun Para Ulama Meringkas Kaidah-Kaidah Rasm Al-Qur’anMenjadi 6 Istilah,


Yaitu;

B. Kaidah Rasm Al-Qur’an

Yaitu;

1. Al-Hadz, Artinya Membuang, Meniadakan, Atau Menghilangkan Huruf


2. Al-Jiyadah, Yaitu Penambahan
3. Al-Hamzah
4. Yaitu Pengganti
5. Washal Dan Fashl, Yaitu Penyambuangan Dan Pemisahan
6. Kata Yang Dapat Diabaca Dua Bunyi

Demikianlah Artikel Mengenai “Rasm Al-Qur’an” Pengertian, Pendapat, Dan Kaidah.


Semoga Dapat Memberikan Manfaat Kepada Setiap Pembaca Yang Sedang Mencari
Refrensi Tentang “Rasm Al-Qur’an”. Trimakasih.

C. FAWATIHUS SUWAR

1. Pengertian Fawatihus Suwar


Secara Bahasa, Fawatihus Suwar Berasal Dari Kata Fawatih Yang Merupakan
Jamak Dari Kata Fatihah, Yang Berarti Pembukaan Atau Permulaaan Atau
Awalan. Dan Kata As-Suwar Adalah Jamak Dari Kata As-Surah, Sekumpulan Ayat-
Ayat Al-Qur’an Yang Mempunyai Awalan Dan Akhiran. [2] Menurut Kamus Ilmu
Al-Qur’an, Disebutkan Bahwa Fawatihus Suwar Artinya Pembukaan-Pembukaan
Surah Dalam Al-Qur’an.[3] Sedangkan Menurut Muchotob Hamzah, Ilmu Fawatihus
Suwar Ialah Ilmu Yang Membicarakan Kalimat-Kalimat Pembuka Surat. Dalam
Kalimat-Kalimat Ini Tersimpan Rahasia Arti Dan Tafsirnya.[4]
Berdasarkan Makna Harfiah Tersebut, Maka Secara Istilah Fawatih As-Suwar
Adalah Kalimat-Kalimat Yang Dipakai Untuk Pembukaan Surah-Surah Atau Fawatih
As-Suwar Berarti Suatu Ilmu Yang Mengkaji Tentang Bentuk-Bentuk Huruf, Kata,
Atau Kalimat Permulaan Surah-Surah Al-Qur’an.

2. Macam-Macam Bentuk Fawatihus Suwar


Surah-Surah Al-Qur’an Dimulai Dengan Berbagai Bentuk. Ia Dimulai Dengan
Bentuk Yang Bervariasi, Ada Yang Sama Ada Pula Yang Berbeda. As Suyuti, Dalam
Al-Itqan Fi ‘Ulum Al-Qur’an,[5] Membagi Bentuk-Bentuk Huruf, Kata Atau Kalimat
Pembukaan Surah-Surah Al-Qur’an Itu Kepada Sepuluh Macam, Yaitu Sebagai
Berikut :
a. Surah-Surah Yang Dimulai Dengan Pujian (Al-Istiftaahu Bits
Tsanaa’i)Terdapat 14 Surah Yang Di Awali Dengan Pujian, Yaitu Tahmid, Tabaraka,
Dan Tasbih. Yang Menggunakan Lafaz Tahmid Terdiri Dari Lima Surah,
Menggunakan Lafaz Tabaraka Dua Surah, Dan Yang Menggunakan Lafaz
Tasbih Berjumlah Tujuh Surat.
Contoh:
a) Surah Al-An’am Dengan Lafal:
‫ٱلَح مُد ِهَّلِل ٱَّلِذ ى َخ َلَق ٱلَّسَم ٰـ َو ٲِت َو ٱَألرَض‬
Artinya: “Segala Puji Bagi Allah Yang Telah Menciptakan Langit Dan Bumi.”
b) Surah Al-Furqan Dengan Lafal:
‫َتَباَر َك ٱَّلِذ ى َنَّز َل ٱلُفرَقاَن َع َلٰى َعبِدِهۦ‬
Artinya: “Maha Suci Allah Yang Telah Menurunkan Al-Furqan (Al-Qur’an) Kepada
Hamba-Nya.”
c) Surah Al-Isra’ Dengan Lafal:
‫ُسبَح ٰـَن ٱَّلِذ ى َأسَر ٰى ِبَع بِدِهۦ َليًال‬
Artinya: “Maha Suci Allah Yang Telah Memperjalankan Hamba-Nya Pada Suatu Malam

d) Surah-Surah Yang Dimulai Huruf-Huruf Yang Terputus-Putus (Istiftaahu Bil


Huruufi Al-Muqaththa’ati) Terdapat 29 Surah Yang Dimulai Dengan
Huruf Terputus Tersebut. Contoh :
e) Surah Al-Qalam, Dalam Lafal:
‫ۚ‌ن َو ٱلَقَلِم َو َم ا َيسُطُروَن‬
Artinya: “Nun, Demi Kalam Dan Apa Yang Mereka Tulis.”
f) Surah Yasin, Dengan Lafal:
٢( ‫) َو ٱۡل ُقۡر َء اِن ٱۡل َحِكيِم‬١( ‫يٓس‬
)Artinya: “Yaa Siin. Demi Al-Qur’an Yang Penuh Hikmah”
g) Surah Al-Qashash, Dengan Lafal:
)٢( ‫) ِتۡل َك َء اَيٰـ ُت ٱۡل ِكَتٰـِب ٱۡل ُم ِبيِن‬١( ‫طٓس ٓم‬
Artinya: “Thaa Siin Miim. Ini Adalah Ayat-Ayat Kitab (Al-Qur’an) Yang Nyata Dari
Allah.”
b. Surah Yang Dimulai Dengan Panggilan / An Nida (Al-Istiftaahu Bin-Nidaa’)Hal
Ini Berjumlah 10 Surah, 5 Di Antaranya Panggilan Kepada Nabi Muhammad Dan
5 Lainnya Panggilan Kepada Umat.
Contoh :
a) Surah Al-Ahzab, Dengan Lafal:
‫َيٰٓـَأُّيَہا ٱلَّنِبُّى ٱَّتِق ٱَهَّلل َو اَل ُتِط ِع ٱۡل َك ٰـِفِريَن‬
Artinya: “Hai Nabi, Bertakwalah Kepada Allah Dan Janganlah
Kamu Menuruti (Keinginan) Orang-Orang Kafir.”

b) Surah An-Nisa’, Dengan Lafal:


‫َيٰٓـَأُّيَہا ٱلَّناُس ٱَّتُقوْا َر َّبُك ُم ٱَّلِذ ى َخ َلَقُك م‬
Artinya: “Hai Sekalian Manusia, Bertakwalah Kepada Tuhanmu Yang Telah Menciptakan
Kamu.”
c) Surah Yang Mulai Dengan Jumlah Khabariyah /Kalimat Berita (Al-Istiftaahu Bil
Jumalil Khabariyyati) Hal Itu Berjumlah 23 Surah. Contoh :
d) Surah At-Taubah, Dengan Lafal:
‫ٌ۬ة‬
‫َبَر آَء ِّم َن ٱِهَّلل َو َر ُسوِلِه‬
Artinya: “(Inilah Pernyataan) Pemutusan Hubungan Daripada Allah Dan Rasul-Nya.”
e) Surah Al-Anfal, Dengan Lafal:
‫َيۡس َٔـُلوَنَك َع ِن ٱَأۡلنَفا ۖ‌ِل‬
Artinya: “Mereka Menanyakan Kepadamu Tentang (Pembagian) Harta Rampasan
Perang.”

D. Pandangan Para Ulama Tentang Huruf Hijaiyah Sebagai Fawatihus Suwar


Pembahasan-Pembahasan Yang Dilakukan Oleh Para Ulama’ Berkaitan
Dengan Fawatih Al-Suwar, Khususnya Yang Menggunakan Huruf-Huruf Hija’iyyah
Sering Menimbulkan Kontroversi Di Antara Mereka. Sehingga Tidaklah Mengherankan
Apabila Huruf-Huruf Tersebut, Oleh Para Ulama’, Sering Dikategorikan Ke Dalam
Ayat-Ayat Mutasyabihat Yang Menurut Sebagian Dari Mereka Berpandangan, Tak
Seorang Pun Yang Dapat Mengetahui Maksudnya Kecuali Allah S.W.T. Bahkan
Dikatakan Sebagai Salah Satu Bentuk “Rahasia Allah” Yang Terdapat Di Dalam Al-
Qur’an. Menurut Al-Suyuthi, Berpendapat Inilah Yang Al-Mukhtar (Yang Layak
Dipilih). Hal Ini Berdasarkan Kepada Pendapat Al-Syathibi Sebagaimana
Diriwayatkan Oleh Ibn Al-Mundzir, Bahwa Ketika Ia Ditanya Mengenai Fawatih Al-
Suwar, Khususnya Yang Berkenaan Dengan Huruf Al-Muqaththa’ah, Ia Mengatakan:
‫ان لكل كتاب سراوان سر هذا القرأن فواتح السور‬
“Sesungguhnya Bagi Setiap Kitab Rahasianya, Sesungguhnya Rahasia Dalam Al-
Qur’an Ini Adalah Pembuka-Pembuka Surah.”
Golongan Ulama’ Salaf Mengemukakan, Bahwa Huruf-Huruf Yang Mengawali
Surah-Surah Al-Qur’an Itu Sudah Dikehendaki Allah Sejak Azali, Dan Mengandung
Kekuatan Mematahkan Kesanggupan Manusia Untuk Membuat Seperti Al-Qur’an,
Kendatipun Seluruh Kemampuan Dikerahkan Untuk Saling Bantu Membantu.
Kepercayaan Bahwa Huruf-Huruf Muqaththa’ah Yang Menjadi Pembuka Surah-Surah
Itu Memiliki Sifat Azali, Sesungguhnya Hanya Karena Diliputi Oleh Perasaan Takut
Atau Khawatir Berdosa Menafsirkan Al-Qur’an Dan Takut Menyatakan Pendapat
Secara Terus Terang.Karena Mereka Memandang Bahwa Huruf Atau Ayat-Ayat
Semacam Itu Termasuk Kelompok Kelompok Ayat Mutasyabih Yang Tidak Dapat
Diketahui Ta’wilnya Selain Allah, Sehingga Mengatakan Bahwa Hal Itu Adalah
Merupakan Salah Satu Dari Rahasia Allah Yang Terdapat Di Dalam Kitab Suci-Nya
Tersebut.Kalaupun Diantara Para Ulama’ Ada Yang Mencari Makna Tersirat Di Balik
Huruf-Huruf Itu, Tidak Berarti Mereka Memperoleh Pengertian Yang Pasti Yang Dapat
Dijamin Kebenarannya Sesuai Dengan Yang Diinginkan Al-Qur’an, Melainkan Mereka
Hanya Menegemukakan Dan Menguraikan Hal Itu Menurut Pandangan Masing-
Masing, Kemudian Menyerahkan Makna Yang Sebenarnya Kepada Allah S.W.T.
Menurut Shubhi Al-Shalih, Keazalian Huruf-Huruf Al-Muqaththa’ah Yang
Menjadi Awal-Awal Surah-Surah Dalam Al-Qur’an Tidaklah Terlepas Dari Misteri,
Apapun Yang Dikatakan Orang Mengenai Maknanya. Bagi Ulama’ Shufi, Misteri Yang
Terkandung Di Dalam Huruf-Huruf Al-Muqaththa’ah,Tersebut Diwarnai Oleh Berbagai
Penafsiran Dengan Mencari Makna Batin Yang Terselubung Di Dalamnya, Meskipun
Sesungguhnya Tidak Perlu Dan Dianggap Kurang Bermanfaat. Pendapat-Pendapat
Semacam Itu Dipenuhi Dengan Berbagai Kutipan Berupa Ucapan Orang-Orang Yang
Memandang Huruf-Huruf Muqathatha’ahyang Menjadi Pembuka Beberapa Surah Al-
Qur’an Itu Sebagai Bilangan, Selanjutnya Dimaknainya Sebagai Kelestarian Atau
Keistimewaan Bahkan Kekeramatan Bagi Seseorang Atau Kelompok Tertentu.
Sebagian Ulama’ Berpendapat Bahwa Setiap Huruf Muqaththa’ah Itu Diambil
Dari Nama (Sifat-Sifat) Allah Yang Terdapat Di Dalam Asma’ Al-Husna. Pendapat Ini
Sejalan Dengan Apa Yang Dikemukakan Oleh Ibnu Abbas Yang Menafsirkan Huruf-
Huruf Muqaththa’ah Tersebut Dengan Nama (Sifat-Sifat) Allah Itu, Misalnya :
‫( كهيعص‬Kaf, Ha, Ya, Ain, Shad). Huruf Kaf Dari Kata Karim, Ha Dari Kata Hadin, Ya,
Dari Kata Hakim, Ain Dari Kata ‘Alim, Dan Huruf Shad Dari Kata Shadiq. Selanjutnya
Ibnu Abbas Menafsirkan ‫ الٰـٰـر‬Dengan: ‫( أنا هللا أرى‬Aku Allah Melihat, Mengetahui).
Demikian Seterusnya. Namun Demikian Sebagaimana Dikemukakan Shubhi Al-Shalih,
Penakwilan Ibnu Abbas Sendiri Mengenai Huruf Al-Muqaththa’ah Yang
Menjadi Fawatih Al-Suwar Tersebut Diriwayatkan Dalam Banyak Versi. Dalam Hal Ini
Ayat : ‫ كهيعص‬Di Atas, Menurut Riwayat Lain Ditafsirkan Oleh Ibnu Abbas:
Huruf Kaf Dari Kata Kafin, Ha Dari Hadin,Ya Dari Amin,Ain Dari Kata ‘Alim, Dan
Huruf Shad Dari Kata Shadiq. Jadi Perbedaan Riwayat Yang Satu Dengan Riwayat
Yang Lainnya Terdapat Pada Penafsiran Huruf Kaf Dan Ya.Demikian Juga Terdapat
Riwayat Yang Berbeda Mengenai Makna Dari Huruf Al-Muqaththa’ah ‫ الٰـٰـر‬Di Atas,
Bahwa Al-Dhahak Menafsirkannya Dengan ‫أنا هللا أعلم وأرى‬.
Sementara Itu Terdapat Ulama’, Diantaranya Al-Qurthubi, Yang Tidak Begitu
Menganggap Perlu Huruf-Huruf Al-Muquththa’ah Pembuka Surah-Surah Itu Untuk
Diperbicangkan Dan Diperdebatkan.Ia Mengatakan; “Aku Tidak Melihat Maksud-
Maksud Tertentu Yang Dikehendaki Oleh Allah S.W.T. Pada Kehadiran Al-Ahruf Al-
Muqaththa’ah Yang Terdapat Pada Awal Surah”. Menanggapi Pernyataan Alqurthubi
Tersebut Ibnu Qatadah Berpendapat, Bahwa Tidak Mungkin Allah S.W.T. Menurunkan
Sesuatu Yang Terdapat Di Dalam Al-Qur’an Melainkan Mesti Mempunyai Maksud
Dan Sekaligus Memberi Manfaat Serta Kemaslahatan Bagi Hamba-Nya.Selain Itu Juga,
Tentu Ada Sesuatu Yang Dapat Menunjukkan Kepada Maksud Yang Dikehendaki-Nya.
Namun Demikian, Sudah Barang Tentu Bahwa Penakwilan-Penakwilan
Terhadap Al-Ahruf Al-Muqaththa’ah, Yang Berfungsi Sebagai Fawatih-Al-Suwar,
Sebagaimana Telah Dikemukakan Di Atas Didasarkan Pada Perkiraan-Perkiraan
Semata. Semuanya Itu Tidak Lain Hanyalah Perwakilan Yang Dilakukan Orang-Orang
Menurut Keinginan Dan Seleranya Sendiri.
BAB 3

A. MUHKAM DAN MUTASYABIH

1. Pengertian Muhkam Dan Mutasyabih


Dari Segi Bahasa, Muhkam Merupakan Bentuk Isim Maf’ul Yang Berarti
Mencegah Atau Memutuskan Dua Perkara. Isim Fa’il-Nya Adalah Hakim Yang Berarti
Orang Yang Memiliki Kekuasaan Untuk Mencegah Kedzaliman Serta Memutuskan
Dua Perkara.[7]
Manna’ Kholil Al Qattan, Memberikan Definisi Muhkam Berarti (Sesuatu)
Yang Dikokohkan. Ihkam Al-Kalam Berarti Mengokohkan Perkataan Dengan
Memisahkan Berita Yang Benar Dari Yang Salah, Dan Urusan Yang Lurus Dari Yang
Sesat. Jadi Kalam Muhkam Adalah Perkataan Yang Seperti Itu Sifatnya[8]. Secara
Bahasa, Mutasyabih Adalah Bentuk Turunan Dari Kata At-Tasyabuh Yang Berarti
Sesuatu Menyerupai Sesuatu Yang Lain. Asy-Syubhat Adalah Kesamaan Antara Dua
Hal, Baik Secara Harfiah Maupun Maknawiyah.Allah SWT Menegaskan,Seluruh Isi Al
Qur’an Pada Dasarnya Adalah Mutasyabih.[9]
Sedangkan Menurut Manna Khalil Al-Qattan, Mutasyabih Secara Bahasa
Berarti Tasyabuh, Yakni Bila Salah Satu Dari Dua Hal Serupa Dengan Yang Lain. Dan
Syubhat Ialah Keadaan Dimana Salah Satu Dari Dua Hal Itu Tidak Dapat Dibedakan
Dari Yang Lain Karena Adanya Kemiripan Diantara Keduanya Secara Konkrit Maupun
Abstrak. Allah Berfirman: ‫ ( واتوا به متشابها‬Al-Baqarah: 25). Maksudnya, Sebagian Buah-
Buahan Surga Itu Serupa Dengan Sebagian Yang Lain Dalam Hal Warna, Tidak Dalam
Hal Rasa Dan Hakikat. Dikatakan Pula Mutasyabih Adalah Mutamasil (Sama) Dalam
Perkataan Dan Keindahan. Jadi, Tasyabuh Al-Kalam Adalah Kesamaan Dan
Kesesuaian Perkataan, Karena Sebagiannya Membetulkan Sebagian Yang Lain.[10]
Menurut Istilah, Para Ulama Berbeda-Beda Dalam Memberikan Pengertian
Muhkam Dan Mutasyabih, Diantaranya Yakni Sebagai Berikut:
a. Ulama Golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Mengatakan, Lafal Muhkam
Adalah Lafal Yang Diketahui Makna Maksudnya, Baik Karena Memang
Sudah Jelas Artinya Maupun Karena Dengan Ditakwilkan. Sedangkan Lafal
Mutasyabih Adalah Lafal Yang Pengetahuan Artinya Hanya Dimonopoli
Allah SWT. Manusia Tidak Ada Yang Bias Mengetahuinya. Contohnya,
Terjadinya Hari Kiamat, Keluarnya Dajjal, Arti Huruf-Huruf Muqaththa’ah.
b. Ulama Golongan Hanafiyah Mengatakan, Lafal Muhkam Ialah Lafal Yang
Jelas Petunjuknya, Dan Tidak Mungkin Telah Dinasakh (Dihapuskan
Hukumnya). Sedang Lafal Mutasyabih Adalah Lafal Yang Samar Maksud
Petunjuknya, Sehingga Tidak Terjangkau Oleh Akal Pikiran Manusia Atau
Pun Tidak Tercantum Dalam Dalil-Dalil Nash (Teks Dalil-Dalil). Sebab,
Lafal Mutasyabih Termasuk Hal-Hal Yang Diketahui Allah Saja Artinya.
Contohnya Seperti Hal-Hal Yang Ghaib.
c. Mayoritas Ulama Golongan Ahlul Fiqh Yang Berasal Dari Pendapat
Sahabat Ibnu Abbas Mengatakan, Lafal Muhkam Ialah Lafal Yang Tidak
Bisa Ditakwilkan Kecuali Satu Arah Atau Segi Saja. Sedangkan Lafal
Mutasyabih Adalah Artinya Dapat Ditakwilkan Dalam Beberapah Arah
Atau Segi, Karena Masih Sama. Misalnya, Seperti Masalah Surga, Neraka,
Dan Sebagainya.[11]

3. Sebab-Sebab Terjadinya Tasyabuh Dalam Al Qur’an

Ahmad Syadali Dan Ahmad Rofi’i Meringkas Ada 3 Sebab


Terjadinya Tasyabuh Dalam Al-Qur’an:

B. Disebabkan Oleh Ketersembunyian Pada Lafal


Contoh: Q.S. Abasa [80]: 31
‫َو َفاِكَهًة َو َأًّبا‬
Artinya : Dan Buah-Buahan Serta Rumput-Rumputan.
Lafal ‫ َأّب‬Di Sini Mutasyabih Karena Ganjilnya Dan Jarangnya Digunakan.
Kata ‫ َأّب‬Diartikan Rumput-Rumputan Berdasarkan Pemahaman Dari Ayat Berikutnya :
Q.S. Abasa [80]: 32 Yang Berbunyi:
‫متاًعا َلُك ْم َو َألْنَعاِم ُك ْم‬
Artinya : Untuk Kesenanganmu Dan Untuk Binatang-Binatang Ternakmu.
Ar-Raghib Al-Asfhani Membagi Mutasyabihat Dari Segi Lafal Menjadi Dua,
Yaitu Mufrad Dan Murakkab. Mutasyabih Lafal Mufrad Adalah Tinjauan Dari Segi
Kegaribannya, Seperti Kata Yaziffun, Al-Abu; Isytirak, Seperti Kata Al-Yadu, Al-
Yamin.
Tinjauan Lafal Murakkab Berfaedah Untuk Meringkas Kalam, Seperti: Wa In Khiftum
Alla Tuqsitu Fil Yatama Fankhihu Ma Taba Lakum….,Untuk Meluruskan Kalam,
Seperti: Laisa Kamis|Lihi Syai’un, Untuk Mengatur Kalam, Seperti: Anzala ‘Ala
‘Abdihil Kitaba Walam Yaj’al Lahu ‘Iwaja.[12].

C. Disebabkan Oleh Ketersembunyian Pada Makna


Terdapat Pada Ayat-Ayat Mutasyabihat Tentang Sifat-Sifat Allah Swt. Dan Berita
Gaib.
Contoh: Q.S. Al-Fath [48]: 10.
.… ‫…َيُد ِهللا َفْو َق َاْيِد ْيِهْم‬
Artinya : …Tangan Allah Di Atas Tangan Mereka….

C). Disebabkan Oleh Ketersembunyian Pada Makna Dan Lafal


Ditinjau Dari Segi Kalimat, Seperti Umum Dan Khusus, Misalnya Uqtulul
Musyrikina, Dari Segi Cara, Seperti Wujub Dan Nadb, Misalnya, Fankhihu Ma Taba
Lakum Minan Nisa, Dari Segi Waktu, Seperti Nasikh Dan Mansukh,
Misalnya, Ittaqullah Haqqa Tuqatihi, Dari Segi Tempat Dan Hal-Hal Lain Yang Turun
Di Sana, Atau Dengan Kata Lain, Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Adat-Istiadat
Jahiliyah, Dan Yang Dahulu Dilakukan Bangsa Arab.[13]

3. Sikap Ulama Menghadapi Ayat-Ayat Mutasyabihat


Pada Dasarnya Perbedaan Pendapat Para Ulama Dalam Menanggapi Sifat-Sifat
Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an Dilatarbelakangi Oleh Perbedaan Pemahaman Atas
Firman Allah SWT Dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 7.
Dalam Hal Ini, Subhi Al-Shalih Membedakan Pendapat Ulama Ke Dalam Dua
Mazhab,[14] Yaitu :
a. Mazhab Salaf,
Yaitu Orang-Orang Yang Mempercayai Dan Mengimani Sifat-
Sifat Mutasyabih Itu Dan Menyerahkan Hakikatnya Kepada Allah Sendiri.
Mereka Mensucikan Allah Dari Pengertian-Pengertian Lahir Yang Mustahil Ini
Bagi Allah Dan Mengimaninya Sebagaimana Yang Diterangkan Al-Qur’an Serta
Menyerahkan Urusan Mengetahui Hakikatnya Kepada Allah Sendiri. Karena
Mereka Menyerahkan Urusan Mengetahui Hakikat Maksud Ayat-Ayat Ini
Kepada Allah, Mereka Disebut Pula Mazhab Mufawwidah Atau Tafwid. Ketika
Imam Malik Ditanya Tentang Makna Istiwa`, Dia Berkata:
‫اِال ْس ِتَو اُء َم ْع ُلْو ٌم َو اْلَكْيُف َم ْج ُهْو ٌل َو الُّسَؤاُل َع ْنـُه ِبْد َع ٌة َو َاُظـُّنـَك َر ُج َل الُّسْو َء‬
. ‫اْخ ِر ُجْو ُه َع ِّنْي‬
Artinya : Istiwa` Itu Maklum, Caranya Tidak Diketahui (Majhul), Mempertanyakannya
Bid’ah (Mengada-Ada), Saya Duga Engkau Ini Orang Jahat. Keluarkan Olehmu Orang
Ini Dari Majlis Saya.
Maksudnya, Makna Lahir Dari Kata Istiwa Jelas Diketahui Oleh Setiap Orang.
Akan Tetapi, Pengertian Yang Demikian Secara Pasti Bukan Dimaksudkan Oleh Ayat.
Sebab, Pengertian Yang Demikian Membawa Kepada Asyabih (Penyerupaan Tuhan
Dengan Sesuatu) Yang Mustahil Bagi Allah. Karena Itu, Bagaimana Cara Istiwa’ Di
Sini Allah Tidak Di Ketahui. Selanjutnya, Mempertanyakannya Untuk Mengetahui
Maksud Yang Sebenarnya Menurut Syari’at Dipandang Bid’ah (Mengada-Ada).
Kesahihan Mazhab Ini Juga Didukung Oleh Riwayat Tentang Qira’at Ibnu
Abbas.
‫َو َم ا َيْع َلُم َتْأِو ْيَلـُه ِاَّال هللاُ َو ُيُقْو ُل الَّراِس ُخ ْو َن ِفى اْلِع ْلِم اَم ـَّنا ِبه‬
Artinya: Dan Tidak Mengetahui Takwilnya Kecuali Allah Dan Berkata Orang-Orang
Yang Mendalam Ilmunya, ”Kami Mempercayai”. (Dikeluarkan Oleh Abd. Al-Razzaq
Dalam Tafsirnya Dari Al-Hakim Dalam Mustadraknya)[15].
b. Mazhab Khalaf,
Yaitu Ulama Yang Menkwilkan Lafal Yang Makna Lahirnya Mustahil Kepada
Makna Yang Laik Dengan Zat Allah, Karena Itu Mereka Disebut
Pula Muawwilah Atau Mazhab Takwil. Mereka
Memaknai Istiwa` Dengan Ketinggian Yang Abstrak, Berupa Pengendalian Allah
Terhadap Alam Ini Tanpa Merasa Kepayahan. Kedatangan Allah Diartikan
Dengan Kedatangan Perintahnya, Allah Berada Di Atas Hamba-Nya Dengan
Allah Maha Tinggi, Bukan Berada Di Suatu Tempat, “Sisi” Allah Dengan Hak
Allah, “Wajah” Dengan Zat “Mata” Dengan Pengawasan, “Tangan” Dengan
Kekuasaan, Dan “Diri” Dengan Siksa. Demikian Sistem Penafsiran Ayat-
Ayat Mutasyabihatyang Ditempuh Oleh Ulama Khalaf.[16]

Alasan Mereka Berani Menafsirkan Ayat-Ayat Mutasyabihat, Menurut Mereka,


Suatu Hal Yang Harus Dilakukan Adalah Memalngkan Lafal Dari Keadaan Kehampaan
Yang Mengakibatkan Kebingungan Manusia Karena Membiarkan Lafal Terlantar Tak
Bermakna. Selama Mungkin Mentakwil Kalam Allah Dengan Makna Yang Benar,
Maka Nalar Mengharuskan Untuk Melakukannya.[17]
Kelompok Ini, Selain Didukung Oleh Argumen Aqli (Akal), Mereka Juga
Mengemukakan Dalil Naqli Berupa Atsar Sahabat, Salah Satunya Adalah Hadis
Riwayat Ibnu Al-Mundzir Yang Berbunyi:
‫ َاَنـا‬: ‫ (َو َم ا َيْع َلُم َتْأِو ْيَلُه ِاَّال ُهللا َو الَّراِس ُخ ْو َن ِفى اْلِع ْلِم ) َقاَل‬: ‫َع ِن اْبِن َعَّباٍس ِفي َقْو ِلِه‬
)‫(رواه ابن المنذر‬.‫ِمَّم ْن َيْع َلُم ْو َن َتـْأِوْيـَلُه‬
Artinya: “Dari Ibnu Abbas Tentang Firman Allah: : Dan Tidak Mengetahui Takwilnya
Kecuali Allah Dan Orang-Orang Yang Mendalam Ilmunya”. Berkata Ibnu Abbas:”Saya
Adalah Di Antara Orang Yang Mengetahui Takwilnya.(H.R. Ibnu Al-Mundzir).[18]
Disamping Dua Mazhab Di Atas, Ternyata Menurut As-Suyutibahwa Ibnu
Daqiq Al-Id Mengemukakan Pendapat Yang Menengahi Kedua Mazhab Di Atas. Ibnu
Daqiqi Al-Id Berpendapat Bahwa Jika Takwil Itu Jauh Maka Kita Tawaqquf (Tidak
Memutuskan). Kita Menyakini Maknanya Menurut Cara Yang Dimaksudkan Serta
Mensucikan Tuhan Dari Semua Yang Tidak Laik Bagi-Nya.
Adapun Penulis Makalah Ini Sendiri Lebih Sepakat Dengan Mazhab
Kedua, Mazhab Khalaf. Karena Pendapat Mazhab Khalaf Lebih Dapat Memenuhi
Tuntutan Kebutuhan Intelektual Yang Semakin Hari Semakin Berkembang, Dengan
Syarat Penakwilan Harus Di Lakukan Oleh Orang-Orang Yang Benar-Benar Tahu Isi
Al-Qur’an, Atau Dalam Bahasa Al-Qur’an Adalah Ar-Rasikhuna Fil ‘Ilmidan
Dikuatkan Oleh Doa Nabi Kepada Ibnu Abbas.
Sejalan Dengan Ini, Para Ulama Menyebutkan Bahwa Mazhab Salaf Dikatakan Lebih
Aman Karena Tidak Dikhawatirkan Jatuh Ke Dalam Penafsiran Dan Penakwilan Yang
Menurut Tuhan Salah. Mazhab Khalaf Dikatakan Lebih Selamat Karena Dapat
Mempertahankan Pendapatnya Dengan Argumen Aqli..[19]
4. Hikmah Dan Nilai-Nilai Pendidikan Dalam
AyatAyat Muhkam Dan Mutasyabih

a. Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat


Adanya Ayat-Ayat Muhkamat Dalam Al-Quran, Jelas Akan Memberikan Hikmah
Bagi Manusia, Hikmah Tersebut Diantaranya Ialah:
1) Menjadi Rahmat Bagi Manusia, Khususnya Orang Kemampuan Bahasa
Arabnya Lemah. Dengan Adanya Ayat-Ayat Muhkam Yang Sudah Jelas Arti
Maksudnya, Sangat Besar Arti Dan Faedahnya Bagi Mereka.
2) Memudahkan Bagi Manusia Mengetahui Arti Dan Maksudnya. Juga
Memudahkan Bagi Mereka Dalam Menghayati Makna Maksudnya Agar
Mudah Mengamalkan Pelaksanaan Ajaran-Ajarannya.
3) Mendorong Umat Untuk Giat Memahami, Menghayati, Dan Mengamalkan
Isi Kandungan Al-Quran, Karena Lafal Ayat-Ayatnya Telah Mudah
Diketahui, Gampang Dipahami, Dan Jelas Pula Untuk Diamalkan.
4) Menghilangkan Kesulitan Dan Kebingungan Umat Dalam Mempelajari Isi
Ajarannya, Karena Lafal Ayat-Ayat Dengan Sendirinya Sudah Dapat
Menjelaskan Arti Maksudnya, Tidak Harus Menuggu Penafsiran Atau
Penjelasan Dari Lafal Ayat Atau Surah Yang Lain.[20]
b. Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat
Di Antara Hikmah Keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabihat Di Dalam Al-Quran Dan
Ketidakmampuan Akal Untuk Mengetahuinya Adalah Sebagai Berikut:
a) Memperlihatkan Kelemahan Akal Manusia. Akal Sedang Dicoba Untuk
Meyakini Keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabih Sebagaimana Allah Memberi
Cobaan Pada Badan Untuk Beribadah. Seandainya Akal Yang Merupakan
Anggota Badan Paling Mulia Itu Tidak Diuji, Tentunya Seseorang Yang
Berpengetahuan Tinggi Akan Menyombongkan Keilmuannya Sehingga
Enggan Tunduk Kepada Naluri Kehambaannya. Ayat-Ayat Mutasyabih
Merupakan Sarana Bagi Penundukan Akal Terhadap Allah Karena
Kesadaraannya Akan Ketidakmampuan Akalnya Untuk Mengungkap Ayat-
Ayat Mutasyabih Itu.
b) Teguran Bagi Orang-Orang Yang Mengutak-Atik Ayat-Ayat Mutasybih.
Sebagaimana Allah Menyebutkan Wa Ma Yadzdzakkaru Ila Ulu Al-
Albab Sebagai Cercaan Terhadap Orang-Orang Yang Mengutak-Atik Ayat-
Ayat Mutasyabih. Sebaliknya Allah Memberikan Pujian Bagi Orang-Orang
Yang Mendalami Ilmunya, Yakni Orang-Orang Yang Tidak Mengikuti Hawa
Nafsunya Untuk Mengotak-Atik Ayat-Ayat Mutasyabih Sehingga Mereka
Berkata Rabbana La Tuzighqulubana. Mereka Menyadari Keterbatasan
Akalnya Dan Mengharapkan Ilmu Ladunni.[21]

c) Memperlihatkan Kemukjizatan Al-Quran, Ketinggian Mutu Sastra Dan


Balaghahnya, Agar Manusia Menyadari Sepenuhnya Bahwa Kitab Itu
Bukanlah Buatan Manusia Biasa, Melainkan Wahyu Ciptaan Allah SWT.
Daftar Pustaka

Abdul Wahid, Ramli, 1974‘Ulum Al-Qur’an, Cet II; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Abu Syahbah, Muhammad Ibn Muhammad, 1992/1412 H. Al-Madkhal Li Dirasah Al-
Qur’an Al-Karim, Beirut: Dar Al-Jil.
Amin, Ahmad, 1975, Fajar Al-Islam, Cet.XI; Beirut: Dara Al-Kutub.
Arkoun, Muhammad, 1997, Lectures Du Coran, Diterjemahkan Oleh Machasin,
Berbagai Pembacaan Al-Qur’an, (Seri INIS: No. 29;Jakarta:INIS).
Departemen Agama, 1989, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Bandung: Gema Risalah
Press.
Ibnu Khaldon, Muqaddinmah Ibnu Khaldun, Jilid I, T.Tp: Dar Al-Bayan T.Th.
Al-Qattan, Manna’1973, Mabahis Fiy Ulum Al-Qur’an, Beirut: Al-Muttahidah Li Al-
Tawzi.
Al-Saboniy, Muhammad Ali, 1987, Al-Tibyan Fiy Ulum Al-Qur’an, Diterjemahkan
Oleh Moch. Chudlori Umar Dan Moh. Matsna, Pengantar Studi Al-Qur’an, Bandung:
Al-Ma’arif.
Saleh, Subhi, Mahabis Fiy Ulum Al-Qur’an, Cet. IX; Beirut: Dar Al-Ilm Li Al-
Malayin.
Al-Sayutiy, Jalal Al-Din, Al-Itqan Fiy Ulum Al-Qur’an, Juz I, Beirut: Dar Al-Fikr,
T.Th. Ash-Shiddieqy, 1980, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’anTafsir, Cet. VIII:
Jakarta : Bulan Bintang,
Shibab, Quraish, 1996, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I Atas Berbagai
Persoalan Umat, Bandung: Mizan.
Yunus, Mahmud, 1990, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, Yunus,
Kamus Arab-Indonesia
Al-Zarqaniy, Muhammad Abd Al-Azim, T.Th, Manahil Irfan Fiy Ulum Al-Qur’an,
Juz I, Mesir Isra Al-Babiy Al-Halaby.

Anda mungkin juga menyukai