Anda di halaman 1dari 10

Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an)

Kajian tentang Al-Qur’an memerlukan banyak ragam ilmu, yang disebut sebagai
‘ulumul Qur’an (Ilmu-ilmu Al-Qur’an). Menghormati adanya ilmu-ilmu tersebut dan
para ahlinya sangatlah penting agar kita tidak terjatuh kedalam kesalahan dan
bahkan penyimpangan ketika berusaha memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Ini sangat
penting teutama di zaman sekarang ini dimana pemahaman kebanyakan
masyarakat muslim, bahkan yang biasa disebut sebagai kalangan terpelajar,
terhadap agamanya sangatlah lemah. Bahkan dalam hal-hal yang sangat mendasar
dan aksiomatik telah terjadi penjungkirbalikan pemahaman dari yang semestinya.

Dalam  mengkaji makna ayat-ayat Al-Qur’an, kita harus merujuk pada kitab-kitab
tafsir yang telah diakui, sehingga kita akan mendapakan pemahaman yang benar
dan tidak terjatuh kedalam kesalahan dan penyimpangan pemahaman. Sebaliknya,
kita juga tidak boleh jatuh kedalam fobia atau ketakutan yang berlebihan intuk dekat
dengan Al-Qur’an dan senantiasa berusaha untuk memahaminya, sehingga tidak
berusaha untuk mempelajari kendungannya yang amat luas dan dalam kecuali
sekedar membacanya saja.

1. Ilmu Tajwid dan Tilawah


2. Ilmu Tafsir :
o Sejarah perkembangan ilmu tafsir
o Macam-macam atau jenis-jenis tafsir
o Metodologi/ kaidah-kaidah dan rambu-rambu dalam menafsirkan Al-
Qur’an
o Syarat-syarat seorang mufassir
o Para ulama tafsir
o Kitab-kitab tafsir
3. Ilmu Sejarah Al-Qur’an
4. Ilmu Qiro’at (versi-versi bacaan Al-Qur’an)
5. Ilmu Asbabun Nuzul (latar belakang turunnya ayat-ayat Al-Qur’an)
6. Ilmu Nasikh dan Mansukh
7. Ilmu Muhkam dan Mutasyabih
8. Ilmu ‘Am dan Khash
9. Ilmu Muthlaq dan Muqayyad
10. Ilmu Manthuq dan Mafhum
11. Ilmu Makki dan Madani
12. Ilmu I’jaz Al-Qur’an  (kemukjizatan Al-Qur’an)
13. Ilmu Amtsal Al-Qur’an  (perumpamaan-perumpamaan dalam Al-Qur’an)
14. Ilmu Aqsam Al-Qur’an  (sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an)
15. Ilmu Jadal Al-Qur’an (perdebatan-perdebatan dalam Al-Qur’an)
16. Ilmu Qashash Al-Qur’an (kisah-kisah dalam Al-Qur’an)
17. Ilmu Terjemah Al-Qur’an
 
  PENGERTIAN    ILMU – ILMU   AL – QUR’AN
 
Ulumul Qur’an ( Ilmu – Ilmu Qur’an ) adalah ilmu yang membahas masalah –masalah yang
berhubungan dengan Qur’an dan segi asbabun nuzul , sebab – sebab turunnya Qur’an.,
pengumpulan dan penerbitan Qur’an, pengetahuan tentang Surah – surah Mekah dan Medinah , an –
nasikh wal mansukh ,al-muhkam wal mutasyabih dan lain sebagianya yang berhubungan dengan
Qur’an.

Dengan etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu
“Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata “ulum” menurt pengertian dari segi bahasa (bentuk plural), artinya al-
fahmu wa al-ma’rifat (pemahaman dan pengetahuan) atau juga berarti ilmu-ilmu. Dan kata “al-qur’an”
menurut pengertian dari segi bahasa Al-qur’an dalam bentuk masdar dari kata kerja qara’ah berarti
bacaan. Pendapat ini berdasarkan firman Allah:

)75-18 ‫أن علينا جمعه وقرانه فاذا قرأنه فاتبع قرأنه (القيامة‬

Al-qur’an dalam bentuk kata sifat dari al-qor’u yang bemakna al-jam’u (kumpulan) karena al-qur’an
terdiri dari sekumpulan surat dan ayat yang memuat kisah-kisah para nabi, perintah serta larangan.
Al-Qur’an adalah isim alam bukan kata bentukan dan sejak awal digunakan sebagai kitab suci umat
islam, pendapat ini diriwayatkan oleh imam syafi’i. Sedangka al-qur’an menurut pengertian dari segi
istilah adalah pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan al-qur’an, dari segi
turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mukjizatnya, nasikh dan
mansukhnya dan penolakan/bantahan terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadap
al-qur’an.

Untuk lebih memahami pengertian ilmu secara jelas, mari kita simak pendapat-pendapat di bawah
ini :

 Menurut para ahli filsafat, kata ilmu sebagai gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal.
 Menurut Abu Musa Al-Asy’ari, ilmu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu membedakan
dengan panca indranya.
 Menurut Imam Ghazali, secara umum arti ilmu dalam istilah syara’ adalah ma’rifat Allah terhadap
tanda-tanda kekuasaan, perbuatan, hamba-hamba dan makhluk-Nya.
 Menurut Muhammad Abdul ‘Adzhim, ilmu menurut istilah adalah ma’lumat-ma’lumat yang
dirumuskan dalam satu kesatuan judul atau tujuan.
Menurut istilah, “Al-Qur’an”
adalah firman Allah yang
bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang
dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah. Untuk lebih memahami
pengertian Al-Qur’an secara jelas, mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :

 Menurut Manna’ Al-Qathkan, Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan
orang yang membaca akan memperoleh pahala.
 Menurut Al-Jurjani, Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah yang ditulis dalam
mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir (berangsur-angsur).
 Menurut kalangan pakar ushul fiqih, fiqih, dan bahasa Arab, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi-Nya, lafadz-lafadznya mengandung mu’jizat, membacanya bernilai ibadah,
diturunkan secara mutawatir dan ditulis dari surat Al-Fatihah sampai akhir surat yaitu An-Nas.
Disimpulkan  bahwa “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang
dinukil kepada kita secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, yang diawali dengan surat Al-
Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.

Dilihat dari terminologi terdapat berbagai pendapat para ulama’ terhadap definisi Ulumul Qur’an,
antara lain :

 Menurut As-Suyuthi dalam kitab Itmamu Al-Dirayah mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu
yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adab makna-maknanya,
baik yang berhubungan dengan lafadz-lafadznya maupun hukum-hukumnya.
 Al-Zarqany dalam kitab Manahilul Itfan Fi Ulumil Qur’an mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah
beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari turunnya, urutannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya,
penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya.
Contoh-contoh Ayat Ulumul Qur’an
Ayat yang menunjukkan tentang waktu turunnya Al-Qur’an :
‫ُأ‬
ِ ‫ت مِّنَ ْالهُدَ ى َو ْالفُرْ َق‬
‫ان‬ ِ ‫نز َل فِي ِه ْالقُرْ آنُ ه ًُدى لِّل َّن‬
`ٍ ‫اس َو َب ِّي َنا‬ ِ َ‫َش ْه ُر رَ مَضَ انَ الَّذِي‬

Artinya  : “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda.” (Q.S. Al-Baqarah : 185)

Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, (Q.S. Furqan :1)

Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul
Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. ( Q.S. Al – Waqi’ ah : 77  – 79).

Mereka berkata: “Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (al-Quran) yang
telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin
kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. (  Q. S. Al – Ahqaf : 29 )
B.     RUANGLINGKUP ILMU – ILMU AL – QURAN
 
                ’Ulum al-Quran adalah  ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang luas, dan mencakup
semua ilmu yang berkaitan dengan al-Quran, baik berupa ilmu-ilmu agama seperti tafsir, fighi, akidah,
tasawuf  dan  sebagainya dan ilmu-ilmu bahasa arab, seperti nahwu, sharaf, balaghah dan
sebagainya Bahkan sebagian ulama, diantaranya Az-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan fi ’Ulumil
Qur’an menyebutkan bahwa ilmu-ilmu al-Quran tidak terhitung banyaknya.
Pandangan lain dikemukakan oleh As-Suyuthi yang mengatakan bahwa ruang lingkup
pembahasan ’Ulum al-Quran  tidak  terbatas pada ilmu-ilmu agama tapi juga ilmu-ilmu umum misalnya
filsafat, sejarah,astronomi, ekonomi, kedokteran dan sebagainya sesuai tema yang dibawa oleh ayat-
ayat al-Quran yang bersangkutan Pandangan sejalan dengan pendapat Abu Bakar Ibn al-Arabi yang
mengatakan bahwa ’Ulum al-Quran memiliki banyak cabang ilmu-ilmu yang tak terhitung banyaknya.
Beberapa ulama pemikir kontenporer yang sejalan dengan pendapat ini seperti Muhammad Abduh,
Ahmad Nahrawi Salam, Ali Syariati, dan Harun Nasution.
Beberapa pandangan di atas memberikan pemahaman bahwa pada dasarnya yang menjadi pokok
pembahasan ’Ulum al-Quran adalah  ilmu–ilmu agama dan bahasa Arab. Namun, melihat kenyataan
adanya ayat-ayat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan dan tuntutan yang semakin besar
kepada petunjuk al-Quran, maka untuk menafsirkan ayat-ayat yang menyangkut disiplin ilmu tertentu
memerlukan pengetahuan tentang ilmu tersebut, misalnya penafsiran ayat-ayat qauniah memerlukan
pengetahuan astronomi, ayat-ayat ekonomi memerlukan ilmu ekonomi, dan ayat-ayat politik
memerlukan ilmu politik, dan sebagainya.
Berikut ini adalah cabang-cabang yang terpenting diantara ilmu-ilmu al-quran yaitu :

Ilmu Tafsir.
Tafsir berarti mengungkapkan dan menampakkan. Sedangkan menurut istilah termologis adalah
berarti penjelasan mengenai arti ayat dan maksud serta situasi dan kondisinya dengan kalimat-
kalimat yang mampu menunjukan semua itu secara jelas dan terang.
Ilmu Ayat-ayat Hukum.
Hukum-hukum syariat mempunyai sumber-sumber, diantaranya adalah Al-qur’an Al-karim, sunnah,
ijma’, dan rasio (akal). Para ulama berbeda pendapat mengenai sebagian sumber syariat. Akan tetapi
mereka semua sepakat bahwa Al-qur’an Al-karim adalah sumber syariat yang pertama.

Ilmu I’jaz Al-qur’an.


Ada pula tinjauan Al-qur’an Al-karim dari segi peranannya sebagai argumentasi terhadap seluruh
umat manusia, sebab ia datang dari Allah swt atau dengan  i’jaz-Nya. Segi-segi i’jaz dalam Al-qur’an
juga merupakan bukti bahwa ia datang dari sisi Allah. Ditinjau dari segi ini Al-qur’an Al-karim juga
menjadi bukti kebenaran kenabian Rasul Al-amin saw. Ilmu ini bertugas menjelaskan segi-seginya
dalam Al-qur’an, syarat –syarat mukjizat, soal perlunya, dan lain sebagainya.
Ilmu Makkiyah dan Madaniyah.
Ada juga tinjauan Al-qur’an Al-karim dari segi turunnya kepada Rasulullah yang mulia, baik dari segi
waktu turunnya ayat, sebelum hijrah atau sesudahnya baik dari segi tempat turunnya ayat tersebut,
baik di makkah ataupun di madinah, tanpa memandang sebelum atau sesudah Hijrah.
Ilmu asbab al-nuzul
Ilmu ini adalah mengungkapkan kejadian-kejadian historis serta peristiwa-peristiwa yang melatar
belakangi turunnya Al-quran. Tinjauan terhadap Al-Quran Al-Karim, mengetahui mana ayat yang
pertama turun lebih dahulu dan mana yang belakangan. Ilmu ini juga mempunyai peran yang besar
dalam menjelaskan eensi ayat, maksud yang di kehendakinya, maupun jangkauan dan sasaran yang
dikandungnya.

Ilmu nasikh dan mansukh

Istilah nasikh terkadang berarti “menghilangkan” mengenai arti ini Allah SWT berfirman “Allah
menghilangkan apa yang dimasukan setan itu,dan Allah menguatkan ayat-ayat Nya” (Q.S Al-Hajj:52)

Ilmu muhkam dan mutasyabih


Dapat dikatakan bahwa Al-Quran Al-Karim seluruhnya bersifat muhkam jika yang di maksud muskam
adalah kesempurnaan (itqan) dan tidak ada kekurangan  dan pertentangan mengenainya. Dan Al-
Quran dapat juga di sebut mutasyabih jika yang di maksud dengan istilah adalah kesamaan ayat-
ayatnya dalam hal kebenaran, keindahan susunan kalimatnya serta segi-segi i’jaznya: Allah telah
menurunkan perkataan yang paling baik,(yaitu) Al-Quran, yang serupa (mutasyabihan) (mutu ayat-
ayatnya) lagi berulang –ulang. (Q.S Az-zummur : 23)

Ilmut i’rab dan balaghah

Dari Al-Quran ,para ahli tata bahasa telah membangun kaidah-kaidah tata bahasa (i’rab) dan Al-
Quranlah yang mereka jadikan rujukannya; dan juga menjadi dasar-dasar penilaian mereka mengenai
kalimat yang benar dan yang salah. Al-Quran juga di tinjau dari kedudukannya  sebagai nash
berbahasa arab yang memiliki derajat yang sempurna, yang sesuai dengan kaidah-kaidah tata
bahasa dan berada pada derajat I’jaz dalam hal susunan kalimat dan pola keindahan bahasa.
Ilmu penulisan Al-Quran
Al-Quran Al-Karim juga di tinjau dari bentuknya sebagai kalimat-kalimat bahasa arab (khath) yang
khusus. Dan juga apakah tulidan itu tetap sebagai cara penulisan Al-Quran yang baku dan tidak
dapat di ganggu gugat ataukah tidak; dan apakah seseorang boleh menyalahi penulisannya dalam
hal peristilahan yang berlaku umum di segala zaman menyangkut tulisan dan pendektean dan
sebagainya. Ilmu yang membahas dan menjelaskan masalah-masalah ini adalah ilmu rasm  Al-
Quran.

Ilmu Qira’at

Al-Quran Al-Karim juga di tinjau dari segi kalimat-kalimat yang di hafalkan secara khusus; juga di
tinjau dari segi jenis-jenis bacaan (Qira’at) yang diriwayatkan dan diakui (mutabarah); segi
perbedaan-perbedaan diantara qira’at-qira’at tersebut; tingkat-tingkat perbedaan dalam qira’at  dan
metode-metode untuk menerima atau menolaknya;pendapat-pendapat mengenai qira’at tujuh dan
kaitanya dengan tujuh

“huruf”; dimana Al-Quran di turunkan ;Qira’at yang paling utama; serta masalah-masalah yang
mencangkup dalam masalah ilmu Qira’at.

 
C.    PEMBUKUAN DAN PEMBAKUAN ILMU – ILMU AL – QUR’AN
 
Di masa Rasul SAW dan para shahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang
berdiri sendiri dan tertulis. Para shahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan
struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul dan bila
menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung
kepada Rasul SAW.
Di zaman Khulafaur Rasyidin sampai Dinasti Umayyah, wilayah islam bertambah luas sehingga
terjadi pembaruan antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab.
Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran shahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa
Arab, bahkan dikhawatirkan tentang bacaan Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka.

Rasullulah s.a.w. Tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dia selain Qur’an , karena ia
khawatir Qur’an tercampur dengan yang lain. SEkalipun sesudah itu Rasulullah s.a.w. mengizinkan
kepada sebahagian sahabat untuk menulis hadist , tetapi hal yang berhubungan dengan Al –Qur’an
tetap dedasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk dizaman Rasulullah s.a.w. di masa
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a

Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan menghendaki untuk menyatukan kaum
muslimin pada satu mushaf ( pedoman ) . Dan hal itupun terlaksanakan. Penulisan Mushaf itu juga
dikirimkan ke prpvinsi (tempat) . Penulis Mushaf disebut dinamakan ar – Rasmul ‘usmani yaitu di
nismani yaitu dinisbahkan kepada usman . Dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu rasmil
Qur’an. Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. atas perintah Abul Aswad ad Du’ali meletakan
kaidah – kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat
pada Qur’an . ini juga dianggap sebagai permulaan “Ilmu I’rabil Qur’an”.

Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas,Abdullah bin mas’ud dan Ubai
bin Ka’b. Dan apa yang dirriwiyatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an yang
sempurna tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran tentang apa yang
masih samar dan penjelasan apa yang masih global. Ibn Taimiyah berkata : “Adapun mengenai ilmu
tafsir , orang yang paling tahu adalah penduduk mekah , karena mereka sahabat Ibn abbas seperti
Mujahid , Ata bin Abi Rahab , Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat – sahabat Ibn Abbas lainya. Dan
yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir , ilmu.

Kemudian Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuannya (tadwin) pada abad ke-2 H. Para ulama’
memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al-ulum
al-qur’aniyyah. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan
ilmu-ilmu agama, para ulama’ masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sebahagian ulama
membukukan tafsir Qur’an yang di riwayatkan dari Rasulullah s.a.w. dari para sahabat yang para ahli
hadis siantaranya Yazid bin haruh as- Sulaiman ( Wafat 117 H.) Syu ‘bah bin hajjaj (wafat 160 H) ,
Waki’Bin Jarrah (wafat 197 H ), Sufyan Bin Uyainah (Wafat 198 H ) dan Ab Durrazzaq bin Hammam
(Wafat 112 H). Demikianlah , tafsir pada mulanya  di nukil ( dipindahkan ) melalui penerimaan (dari
mulut ke mulut) dari riwayat kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadis, selanjutnya ditulis
secara bebas dan mandiri . Maka berlangsunglah proses kelahiran at – tafsir bil ma’sur (berdasarkan
riwayat) lalu diikuti oleh at-tafsir birr a ‘yi (berdasarkan penalaran). Disamping itu tafsir lahir pula
karangan yang terdiri sendiri mengenai pokok – pokok pembahasan tertentu yang berhubungan
dengan Qur’an dan hal ini sangat diperlukan oleh seseorang mufasir.

keadaan ulumul qur’an pada abad ke III


Pada abad ke-III H diantara ulama mulai menyusun beberapa ilmu al-qur’an, ialah:

1. ali bin al-madini menyusun ilmu asbabun nuzul ( wafat 234 H)


2.  Abu ubaid al-Qosim bin Salam menyusun ilmu nasikh wal mansukh dan ilmu qiro’at
(wafat           224 H)
3. Ibn Qutaibah  menyusun tentang problematika Qur’an ( Wafat 276 H)
Ulama – Ulama Abad ke IV

 Muhammad bin Khalaf bin Marzaban menyusun Al – Hawi fa Ulumil Qur’an ( Wafat 309 )
 Abu Muhammad bin Qasim Al- Anbari menulis tentang ilmu – ilmu AL –Qur’an
 ( Wafat 309 H)
 Abu Bakar as – Sijistani menyusun Garibul Qur’an ( Wafat  330 H)
 Muhammad bin Ali al – Adfawi menyusun Istigna fi Ulumil Qur’an (Wafat 338 H)
Pengumpulan hasil pembahasan dan bidang – bidang tersebut mengenai ilmu – ilmu Al –  Qur’an ,
semuanya atau sebahagian besarnya dalam satu karangan , maka Syaikh Muhammad Abdul Azim
az- Zarqani menyebutkan di dalam kitabnya Mandhilul Irfan fi Ulumi Qur’an bahwa ia telah
menemukan di dalam perpustakan mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang
terkenal dengan al – Hufi, judulnya al – Burham fi Ulumil Qur’an yang terdiri atas tiga puluh jilid. Dia
membicarakan ilmu – ilmu Qur’an yang dikandung ayat itu secara tersendiri , masing – masing diberi
judul sendiri dan judul yang umum disebutkan dalam ayat dengan menulis al _Qaul fi Qaulhi Azza wa
Jalla (Pendapat mengenai firman Allah azza wa jalla).

Dengan metode seperti ini , al – Hufi dianggap sebagai orang pertama yang membukukan Ulumul
Qur’an , ilmu – ilmu Qur’an , meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti yang
disebutkan tadi . ia wafat pada tahun 330 H.

Pada abad ke-V H mulai disusun ilmu i’robil qur’an dan masih terus menulis ulumul qur’an, ialah: Ali
bin Ibrahim bin said al-khuffi , Abu ‘amr Al-dani

Pada abad ke-VI H, disamping terdapat ulama yang meneruskan pengembangan ulumul qur’an, juga
terdapat ulama yang mulai menyusun ilmu mubhamatil qur’an mereka itu antara lain, ialah :

1. Abul Qosim dan Abdurrahman Al-Suhaili

2. Ibnul Jauzi (wafat 597H)

Keadaan ulumul qur’an pada abad ke-VII dan VIII H.


Pada abad ke-VII H, ilmu-ilmu al-Qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya ilmu majazul
qur’an dan ilmu qiroat. Diantaranya :

1. Ibnu Abdissalam
2. Allamuddin Al sakhowi
3. Abu Syama
Pada abad ke-VIII H, munculah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru, diantaranya :

1. Ibnu Abil Isba’ (menyusun ilmu badaiul qur’an)


2. Abnu Qoyyim (menyusun ilmu Aqsamil Qur’an)
3. Najmuddin Al-Thufi (menyusun ilmu hujajil Qur’an atau ilmu jadadil Qur’an)
4.  Abul Hasan Al-Mawardi (mewnyusun ilmu Amtsalil Qur’an)
5. Baddruddin Al-Zarkasi (menyusun kitab Al-Burhan fi ulumil Qur’an)
Keadaan ulumul Qur’an pada abad ke-IX dan X H
Pada abad ini, perkembangan  ulumul qur’an mencapai kesempurnaannya. Diantara ulama yang
menyusun ulumul qur’an : Jalaluddin Al-Bulqimi,  Muhammad Bin Sulaiman Al-Kafiaji ,As-suyuti

Keadaan ulumul Qur’an pada abd ke-XIV H


Pada abad ini, telah bangkit kembali perhatian ulama menyusun kitab-kitab yang membahas Al-
Qur’an dari berbagai segi, diantaranya : Thohir Al-Jazairi, Jalaluddin Al-Qoim, Muhammad Abdu
Adzim Az-Zarqoni, Muhammad Ali Salamah, Thanthowi Jauhari, Muhammad Shodiq Al-Rofi’i,
Musthofa Al-Maragi, dll.

Akhirnya muncul Mabahisu fi Ulumuil Qur’an oleh Dr.Subhi as – salih. Juga Ustaz Ahmad Muhammad
Jamal menulis beberapa studi sekitar masalah dalam Al – Qur’an. Pembahasan tersebut dikenal
dengan sebutan Ulumul Qur’an . kata ulum jamak dari kata ilmu. Ilmu berarti al – fahmu wal idrak
(paham dan menguasai ). Kemudian arti kata ini berubah menjadi masalah – masalah yang beraneka
ragam yang disusun secara ilmiah.

Ulumul Qur’an ( Ilmu – Ilmu Qur’an ) adalah ilmu yang membahas masalah –masalah yang
berhubungan dengan Qur’an dan segi asbabun nuzul , sebab – sebab turunnya Qur’an.,
pengumpulan dan penerbitan Qur’an, pengetahuan tentang Surah – surah Mekah dan Medinah , an –
nasikh wal mansukh ,al-muhkam wal mutasyabih dan lain sebagianya yang berhubungan dengan
Qur’an.

D. KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN ILMU – ILMU AL – QUR’AN


Ilmu – ilmu Al – Qur’an tidak mungkin dikembangkan lagi , salah satunya adalah tetang Asbabun
Nuzul . Para ulama mengetahui Asbabun Nuzul adalah riwayat Sahih yang berasal dari Rasulullah
atau dari sahabat. Karena pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini bila jelas, maka
ini bukan sekedar pendapat (ra’y) tetapi memiliki hukum marfu’ ( disandarkan pada Rasulullah). Al –
Wahidi mengatakan : “Tidak halal berpendapat mengenai asbabun nuzul kitab kecuali dengan
berdasarkan riwayat atau mendengar langsung dari orang- orang yang menyaksikan turunya ,
mengetahui sebab – sebabnya dan membahaspengertiannya. Muhammad bin Sirin mengatakan : “
ketika kutanyakan kepada Ubaidah mengenai satu ayat Qur’an , dijawabnya : Bertakwalah kepada
Allah dan berkatalah yang benar. Orang – orang yang mengetahui sebuah Qur’an dan di turunkannya
telah meninggal dunia. Dan dapat dilihat dari latarbelakang dari pandangan historis bahwa :

. Pedoman mengetahui asbabun nuzul

Aisyah pernah mendengar ketika khaulah binti sa’labah mempertanyakan suatu hal kepada nabi
bahwasannya dia dikenakan zihar. Oleh suaminya aus bin samit katanya: “ Rasulullah, telah
menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya, sekarang
setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi ia menjatuhkan zihar kepadaku”. Ya Allah
sesunguhnya aku mengadu kepadamu, aisyah berkata: tiba-tiba jibril turun membawa ayat-ayat ini;
sesungguhnya allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang
suaminya, yakni aus bin samit. “Hal ini tidak berarti sebagai acuan bagi setiap orang harus mencari
sebab turun setiap ayat”, karena tidak semua ayat qur’an diturunkan sebab timbul suatu peristiwa
dalam kejadian, atau karena suatu pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat qur’an yang diturunkan
sebagai permulaan tanpa sebab, mengenai akidah iman, kewajiban islam dan syariat allah dalam
kehidupan pribadi dan sosial.

Definisi asbabun nuzul yang dikemukakan pada pembagian ayat-ayat al-qur’an terhadap dua
kelompok: Pertama, kelompok yang turun tanpa sebab, dan kedua, adalah kelompok yang turun
dengan sebab tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak semua ayat menyangkut
keimanan, kewajiban dari syariat agama turun tanpa asbabun nuzul. Sahabat ali ibn mas’ud dan
lainnya, tentu tidak satu ayatpun diturunkan kecuali salah seorang mereka mengetahui tentang apa
ayat itu diturunkan seharusnya tidak dipahami melalui beberapa kemungkinan; Pertama, dengan
pernyataan itu mereka bermaksud mengungkapkan betapa kuatnya perhatian mereka terhadap al-
qur’an dan mengikuti setiap keadaan yang berhubungan dengannya. Kedua, mereka berbaik sangka
dengan segala apa yang mereka dengar dan saksikan

pada masa rasulullah dan mengizinkan agar orang mengambil apa yang mereka ketahui sehingga
tidak akan lenyap dengan berakhirnya hidup mereka, bagaimanapun suatu hal yang logis bahwa tidak
mungkin semua asbabun nuzul dari semua ayat yang mempunyai sebab al-nuzul bisa mereka
saksikan. Ketiga, para periwayat menambah dalam periwatnya dan membangsakannya kepada
sahabat.

Intensitas para sahabat mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti perjalanan turunnya
wahyu, mereka bukan saja berupaya menghafal ayat-ayat al-qur’an dan hal-hal yang berhubungan
melainkan mereka juga melestarikan sunah nabi, sejalan dengan itu al-hakim menjelaskan
dalam ilmu hadist bahwa seorang sahabat yang menyaksikan masa wahyu dan alqur’an diturunkan
dengan tentang suatu ( kejadian ) maka hadist itu dipandang hadist musnad, Ibnu alshalah, dan
lainnya juga sejalan dengan pandangan ini.

Asbabun Nuzul dengan hadist mursal, yaitu hadist yang gugur dari sanadnya seoarng sahabat dan
mata rantai periwayatnya hanya sampai kepada seorang tabi’in, maka riwayat ini tidak diterima
kecuali sanadnya shahih dan mengambil tafsirnya dari para sahabat, seperti mujahid, hikmah dan
said bin jubair. para ulama menetapkan bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui asbabun nuzul
kecuali melalui riwayat yang shahih.

Mereka tidak dapat menerima hasil nalar dan ijtihad dalam masalah ini, namun tampaknya
pandangan mereka tidak selamanya berlaku secara mutlak, tidak jarang pandangan terhadap
riwayat-riwayat asbabun nuzul bagi ayat tertentu

berbeda-beda yang kadang-kadang memerlukan Tarjih ( mengambil riwayat yang lebih kuat ) untuk
melakukan tarjih diperlukan analisis dan ijtihad.
 
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ulumul Qur’an ( Ilmu – Ilmu Qur’an ) adalah ilmu yang membahas tentang masalah –masalah yang
berhubungan dengan Qur’an dan beberapa segi seperti dari asbabun nuzul , sebab – sebab turunnya
Qur’an., pengumpulan dan penerbitan Qur’an, dan juga pengetahuan tentang Surah – surah Mekah
dan Medinah. ’Ulum al-Quran juga adalah ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, dan
mencakup semua ilmu yang berkaitan dengan al-Quran, baik berupa ilmu-ilmu agama seperti tafsir,
fiqh, akidah, tasawuf dan sebagainya termasuk ilmu-ilmu bahasa arab, seperti nahwu, sharaf,
balaghah dan sebagainya. Bahkan sebagian ulama, diantaranya Az-Zarkasyi dalam kitabnya al-
Burhan fi ’Ulumil Qur’an menyebutkan bahwa ilmu-ilmu al-Quran tidak terhitung banyaknya..
kemudian disimpulkan  bahwa “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf
yang dinukil kepada kita secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, yang diawali dengan surat
Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
B. Saran

Pembelajaran ilmu-ilmu Al-qur’an harus ditekuni dengan baik dan serius oleh para pelajar ataupun
ulama yang berminat mendalaminya dengan keyakinan yang sungguh-sungguh tanpa adanya
keraguan. Mengingat para sahabat maupun orang-orang yang berperan besar tentang terkumpulnya
kitab Al-qur’an telah tiada, maka sebagai penerus yang masih dalam tahap  pembelajaran, sangat
dibutuhkan keyakinan yang kuat. guna menghilangkan keraguan terhadap masalah sebab turunnya
satu atau beberapa ayat dalam Al-qur’an. Kemudian di samping itu perlu dilakukan penelitian atau
kajian tentang ilmu-ilmu Al-qur’an guna memperkuat keyakinan yang ragu dan supaya tidak
terombang-ambing mengingat wujud Al-Qur’an dalam hidup umat manusia merupakan sebuah
penunjuk, panduan dan landasan yang turunnya dari Allah SWT.

 
DAFTAR PUSTAKA
 Al – Qaththan, Manna khalil . 2004. Studi Ilmu – Ilmu Al – Qur’an .  terjemahan Mudzakir AS.
Jakarta: Litera Antar Nusa.
 Shihab, M. Quraish ,Drs. 1994.Membumikan Al – Qur’an. Bandung : PT. Mizan Pustaka Anggota
IKAPI.
 Abdul Wahid Ramli, Drs.2002.Ulumul Qur’an. Jakarta : Raja Grafindo Persada
 Abdul, Halim M.1999. Memahami Al-Qur’an. Bandung : Marja’
 Anwar, Rosihan.2006.Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia
 Nata, Abuddin.1992.Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta : Raja Grafindo Persada
 Shaleh, K.H.1992. Asbabun Nuzul. Bandung : C.V Diponegoro
 Zuhdi, Masfuk.1997. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya : Karya Abditama
 Al-Alwi Sayyid Muhammad Ibn Sayyid Abbas, Faidl Al-Khobir, Al-Hidayah,
Sejarah Periodisasi Al-quran Sepanjang perjalanan turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW,
para ulama membagi sejarah Al-quran dalam dua periode, yaitu periode sebelum hijrah dan periode
selepas hijrah. Ayat-ayat Al-quran yang turun sebelum hijrah dikenal dengan sebutan ayat-ayat
makiyah, sementara ayat-ayat Al-quran yang turun usai hijrah dikenal dengan ayat-ayat madaniyah.
Yusuf Hasyim dalam buku Akidah Akhlak (2020) menjelaskan sejarah periodisasi Al-quran sebagai
berikut: 1. Periode Sebelum Hijrah dan Ayat-ayat Makiyah Pada periode sebelum hijrah, ayat-ayat Al-
quran diturunkan selama Nabi Muhammad SAW berdakwah di Makkah. Karena itulah, ayat-ayatnya
dinisbatkan ke lokasi turunnya wahyu yaitu di Makkah. Ayat-ayatnya diberi julukan sebagai ayat-ayat
makiyah. Di periode pertama ini, terdapat 86 surah makiyah yang diturunkan selama 12 tahun lima
bulan. Sebagaimana disebutkan di atas, wahyu pertama diturunkan pada 17 Ramadan 610 M di Gua
Hira ketika Nabi Muhammad SAW menyendiri dari kaumnya. Pada umumnya, isi ayat-ayat makiyah
berkenaan dengan akidah dan penguatan tauhid. Wahyu Al-quran di periode sebelum hijrah
merupakan pokok ajaran Islam untuk mengokohkan keimanan umat yang ditindas oleh orang-orang
kafir Quraisy. 2. Periode Selepas Hijrah dan Ayat-ayat Madaniyah Pada periode kedua ini, ayat-ayat
Al-quran diturunkan selama Nabi Muhammad SAW berdakwah di Madinah. Karena itulah, ayat-
ayatnya dinisbatkan ke lokasi turunnya wahyu yaitu di Madinah. Ayat-ayatnya diberi julukan sebagai
ayat-ayat madaniyah. Di periode kedua ini, terdapat 28 surah yang turun selama 9 tahun 9 bulan.
Karena pengokohan iman sudah dijelaskan melalui ayat-ayat makiyah, maka usai hijrah, ayat-ayat
madaniyah umumnya berkaitan dengan muamalat, syariat, dan hukum-hukum Islam. Di periode ini,
ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat 3 dalam surah Al-Maidah ketika Nabi Muhammad SAW
melakukan haji Wada' sekaligus penutup dari wahyu Al-quran. "Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam menjadi
agamamu,” (QS. Al-Maidah [5]: 3). Sejarah Pembukuan Al-Quran Di masa Rasulullah SAW, Al-
quran belum terkumpul rapi seperti sekarang. Ketika wahyu diturunkan, Nabi Muhammad SAW
membacakannya pada para sahabat, baik untuk langsung ditulis atau dihafalkan. Usai Rasulullah
SAW meninggal, terdapat kebutuhan untuk membukukan dan menstandardisasi Al-quran agar tetap
utuh dan terjaga keotentikannya. Penjelasan mengenai sejarah pembukuan Al-quran dijelaskan dalam
uraian berikut ini: 1. Al-quran di Masa Nabi Muhammad SAW Salah satu alasan Al-quran belum
dibukukan pada masa kenabian adalah proses perjalanan wahyu yang masih berlangsung selama
hidup Nabi Muhammad SAW. Ketika wahyu diturunkan, Rasulullah SAW kemudian
membacakannya kepada para sahabat, serta meminta beberapa orang untuk menuliskan wahyu
tersebut. Sahabat-sahabat penulis wahyu itu di antaranya adalah Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib,
Muawiyah bin Abu Sufyan, Ubay bin Kaab, dan lain sebagainya. Media tulis yang digunakan saat itu
adalah pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit bintang, kayu, pelana, potongan tulang
binatang, dan lain sebagainya. Selain langsung dituliskan, banyak sahabat yang langsung
menghafalkannya ketika dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW. Karena itulah, pengumpulan Al-
quran di masa kenabian ini dikenal dengan dua cara, yaitu melalui tulisan (jam'u fi as-suthur) dan
melalui hafalan (jam'u fi ash-shudur). 2. Al-quran di Masa Kekhalifahan Rasyidin Usai Rasulullah
SAW meninggal, terpilihlah khalifah-khalifah pengganti beliau di masa Kekhalifahan Rasyidin. Di
waktu inilah, para khalifah, dimulai dari Abu Bakar As-Shiddiq hingga Utsman bin Affan merasa
perlu untuk mengumpulkan dan membukukan Al-quran menjadi kesatuan yang utuh. Awalnya,
kebutuhan untuk membukukan Al-quran ini dirasa sangat penting usai perang Yamamah di masa
khalifah Abu Bakar. Pada perang itu, banyak dari para hafiz atau penghafal Al-quran dari para sahabat
mati syahid. Khawatir Al-quran akan bernasib sama seperti kitab-kitab suci lain yang banyak
terdistorsi karena telat dibukukan, Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar agar Al-quran
segera dikumpulkan. Kendati awalnya ragu-ragu, namun akhirnya khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
memerintahkan Zaid bin Tsabit, salah seorang penulis wahyu di masa kenabian agar memimpin
proyek pengumpulan Al-quran tersebut. Dalam uraian "Sejarah Al-Quran" yang ditulis Cahaya
Khaeroni disebutkan bahwa Zaid ibn Tsabit menerapkan empat prinsip dalam proyek pengumpulan
Al-quran: Ayat yang diterima hanya yang ditulis di hadapan Rasulullah; Ayat Al-quran ditulis dari
hafalan para sahabat; Ayat Al-quran tidak akan ditulis, kecuali disetujui oleh dua orang saksi bahwa
ayat itu pernah ditulis di hadapan Rasulullah; dan- Hafalan Al-quran para sahabat tidak diterima,
kecuali yang telah mereka dengar langsung dari Rasulullah SAW. Usai Al-quran dibukukan,
kemudian dilakukan standardisasi di masa khalifah Utsman bin Affan. Perbedaan dialek (lahjah)
kemudian disatukan oleh Utsman agar tidak menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam.
Karena itulah, mushaf yang umum ditemui sekarang dikenal dengan cara penulisan Utsman atau
Rasm Utsmani. Perjalanan panjang sejarah penulisan Al-quran ini makin mengokohkan keotentikan
Al-quran. Bukti bahwa Al-quran merupakan kitab suci ilahi ini dijelaskan dalam surah Hud ayat 13:
"Bahkan mereka mengatakan, 'Dia [Muhammad] telah membuat-buat Al-quran itu.' Katakanlah,
'[Kalau demikian], datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya [Alqur'an] yang dibuat-buat, dan
ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar,"
(QS. Hud [11]: 13). Allah SWT menantang jika ada yang berani mengingkari kebenaran Al-quran,
maka diminta untuk membuat surah seperti surah Al-quran. Namun, kendati mushaf Al-quran sudah
tersebar di berbagai tempat di belahan dunia, namun tak seorang pun yang bisa membuat semacam
Al-quran. Hal ini menandakan bahwa Al-quran benar-benar otentik dan berasal dari Allah SWT.

Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Turunnya Al-Qur'an dan


Keistimewaannya", https://tirto.id/gbUV

Anda mungkin juga menyukai