BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam pembahasan makalah ini, marilah kita mengenal lebih jauh mengenai Ulumul Quran dan
faedah-faedahnya.
Al-Quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara
malaikat Jibril sebagai mujizat. Al-Quran adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang
merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.
Artinya : Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (Q.S. An-Nahl : 89).
Mempelajari isi Al-Quran akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan
pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih
jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah
sebagai penciptanya.
Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang
yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Quran. Lebih dari itu, ada orang yang merasa
telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Quran dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak
mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan AlQuran. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Quran diperlukanlah ilmu
yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Quran yaitu Ulumul Quran dan juga
terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya
lebih mengenal Al-Quran, karena tak kenal maka tak sayang.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian Ulum, Al-Quran dan Ulumul Quran ?
2. Bagaimana pendapat para ulama ?
3. Apa saja pembagian dan perinciannya ?
4. Bagaimana sejarah perkembangannya ?
5. Apa saja faedah-faedahnya ?
6. Siapa saja tokoh-tokoh ahli tafsir ?
1.3. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian Ulum, Al-Quran dan Ulumul Quran
2. Untuk mengetahui pendapat para ulama
3. Untuk mengetahui pembagian dan perinciannya
4. Untuk mengetahui sejarah perkembangannya
5. Untuk mengetahui faedah-faedahnya
6. Untuk mengetahui tokoh-tokoh ahli tafsir
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
1. Arti Kata Ulum
Secara etimologi, kata Ulumul Quran berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu
Ulum dan Al-Quran. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata ilmu yang berarti ilmuilmu. Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Quran telah memberikan pengertian bahwa
ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Quran, baik dari
segi keberadaanya sebagai Al-Quran maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang
terkandung di dalamnya. Untuk lebih memahami pengertian ilmu secara jelas, mari kita simak
pendapat-pendapat di bawah ini :
Menurut para ahli filsafat, kata ilmu sebagai gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal.
Menurut Abu Musa Al-Asyari, ilmu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu
membedakan dengan panca indranya.
Menurut Imam Ghazali, secara umum arti ilmu dalam istilah syara adalah marifat Allah
terhadap tanda-tanda kekuasaan, perbuatan, hamba-hamba dan makhluk-Nya.
Menurut Muhammad Abdul Adzhim, ilmu menurut istilah adalah malumat-malumat yang
dirumuskan dalam satu kesatuan judul atau tujuan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ulum / ilmu adalah masalahmasalah yang telah dirumuskan dalam satu disiplin pengetahuan yang terdapat dalam akal
pikiran.
1. Arti Kata Al-Quran
Menurut bahasa, kata Al-Quran merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama dengan
kata qiraah yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fiil madli qoroa yang artinya
membaca.
Menurut istilah, Al-Quran adalah firman Allah yang bersifat mujizat yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad, yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan
yang membacanya merupakan ibadah. Untuk lebih memahami pengertian Al-Quran secara jelas,
mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :
Menurut Manna Al-Qathkan, Al-Quran adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan orang yang membaca akan memperoleh pahala.
Menurut Al-Jurjani, Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah yang ditulis
dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir (berangsur-angsur).
Menurut kalangan pakar ushul fiqih, fiqih, dan bahasa Arab, Al-Quran adalah kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi-Nya, lafadz-lafadznya mengandung mujizat, membacanya
bernilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan ditulis dari surat Al-Fatihah sampai akhir surat
yaitu An-Nas.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata Al-Quran adalah firman
Allah yang bersifat mujizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara
malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang dinukil kepada kita secara mutawatir,
membacanya bernilai ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
An-Nas.
1. Arti Kata Ulumul Quran
Setelah membahas kata ulum dan Al-Quran yang terdapat dalam kalimat Ulumul Quran,
perlu kita ketahui bahwa tersusunnya kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya bermacammacam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Quran atau pembahasan-pembahasan yang
berhubungan dengan Al-Quran, baik dari aspek keberadaannya sebagai Al-Quran maupun
aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.
2.2. Pendapat Para Ulama
1. Definisi Ulumul Quran
Secara terminologi terdapat berbagai pendapat para ulama terhadap definisi Ulumul Quran,
antara lain :
Menurut As-Suyuthi dalam kitab Itmamu Al-Dirayah mengatakan bahwa Ulumul Quran adalah
ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Quran dari segi turunnya, sanadnya, adab maknamaknanya, baik yang berhubungan dengan lafadz-lafadznya maupun hukum-hukumnya.
Al-Zarqany dalam kitab Manahilul Itfan Fi Ulumil Quran mengatakan bahwa Ulumul Quran
adalah beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Quran dari turunnya, urutannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemujizatannya, nasikh
mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya.
1. Ruang Lingkup Pembahasan Al-Quran
Para ulama berbeda pendapat mengenai ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran, diantaranya
adalah :
As-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang
terdapat beberapa macam cabang ilmu.
Abu Bakar Ibnu Al-Araby mengatakan bahwa Ulumul Quran terdiri dari 77.450 ilmu. Hal ini
didasarkan pada jumlah kata yang terdapat dalam Al-Quran dengan dikalikan empat. Sebab
setiap kata dalam Al-Quran mengandung makna dzhohir, bathin, terbatas dan tidak terbatas,
serta dilihat dari sudut mufrodnya.
Sebagian jumhur ulama berpendapat, objek pembahasan Ulumul Quran yang mencakup
berbagai segi kitab Al-Quran berkisar antara ilmu-ilmu bahasa Arab dan pengetahuan agama
islam.
M. Hasbi Ash-Shiddiqy berpendapat, ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran terdiri atas 6
hal pokok :
1. Persoalan turunnya Al-Quran
2. Persoalan sanadnya
3. Persoalan qiraatnya
4. Persoalan kata-kata Al-Quran
5. Persoalan makna-makna Al-Quran yang berkaitan dengan hukum
6. Persoalan makan Al-Quran yang berpautan dengan kata-kata Al-Quran
2.3. Pembagian dan Perincian Ulumul Quran
Secara garis besar, Ulumul Quran terbagi menjadi 2 pokok bahasan, yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang
macam-macam bacaan, tempat turun ayat-ayat Al-Quran, waktu-waktu turunnya dan sebabsebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yaitu ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan
secara mendalam, seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayatayat yang berhubungan dengan hukum.
Segala macam pembahasan Ulumul Quran itu kembali pada beberapa pokok pembahasan saja,
seperti :
1. Nuzul
Pembahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukkan tempat dan waktu turunnya
ayat AlQuran, misalnya : Makkiyah, Madaniyah, Hadhariyah, Safariyah, Nahariyah, Lailiyah,
Syitaiyah, Shaifiyah, Firasyiyah dan meliputi hal-hal yang menyangkut asbabun nuzul dan
sebagainya.
1. Sanad
Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut dengan sanad yang mutawatir, ahad, syadz,
bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayat dan penghafal Al-Quran dan cara tahammul
(penerimaan riwayat).
1. Ada Al-Qiraah
Pembahasan ini menyangkut tentang Waqaf, Ibtida, Imalah, Mad, Takhfif hamzah dan Idghom.
1. Lafadz
Pembahasan ini menyangkut tentang Gharib, Murab, Majaz, Musytarak, Muradif, Istiarah dan
Tasybih.
1. Makna
1. Pemabahasan makna Al-Quran yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna
Amm dan tetap dalam keumumannya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang
dikhususkan oleh sunnah, Nash, Dzhahir, Mujmal, Mufashal, Manthuq, Mafhum, Mutlaq,
Muqayyad, Muhkam, Mutasyabih, Musykil, Nasikh Mansukh, Muqaddam, Muakhar, Mamul
pada waktu tertentu dan Mamul oleh seorang saja.
2. Pembahasan makna Al-Quran yang berhubungan dengan lafadz, yaitu Fashl, Washl, Ijaz,
Ithnab, Musawah dan Qashar.
2.5. Sejarah Perkembangan Ulumul Quran
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Quran tidak lahir
sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melaui proses pertumbuhan dan
perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Quran dari segi
keberadaanya dan segi pemahamannya.
Di masa Rasul SAW dan para shahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang
berdiri sendiri dan tertulis. Para shahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan
struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul dan bila
menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung
kepada Rasul SAW.
Di zaman Khulafaur Rasyidin sampai Dinasti Umayyah, wilayah islam bertambah luas sehingga
terjadi pembaruan antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab.
Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran shahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa
Arab, bahkan dikhawatirkan tentang bacaan Al-Quran yang menjadi sebuah standar bacaan
mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan asli Al-Quran yang
disebut dengan Mushaf Imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar Ulumul Quran disebut AlRasm Al-Utsmani.
Kemudian Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama
memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm alulum al-quraniyyah. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam
perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Quran ini.
Sehingga tokoh-tokoh ahli tafsir (Quran) masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.
langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang
bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para
pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dosen mata
kuliah yang telah membimbing kami dan para maha siswa demi kesempurnaan makalah ini.
Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesarbesarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid Ramli, Drs.2002.Ulumul Quran. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Abdul, Halim M.1999. Memahami Al-Quran. Bandung : Marja
Anwar, Rosihan.2006.Ulumul Quran. Bandung : Pustaka Setia
Nata, Abuddin.1992.Al-Quran dan Hadits. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Shaleh, K.H.1992. Asbabun Nuzul. Bandung : C.V Diponegoro
Zuhdi, Masfuk.1997. Pengantar Ulumul Quran. Surabaya : Karya Abditama
17 Suka3 komentar2 Dibagikan
https://www.facebook.com/TAHDIS/posts/461760507272202
PENDAHULUAN
Al-quran adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara
malaikat Jibril sebagai mujizat. Al-Quran adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang
merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, muamalah
dan sebagainya.
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(Q.S.An-Nahl 89)
Mempelajari isi Al-quran akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan
pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih
jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah
sebagai penciptanya.Firman Allah :
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang
Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami[546]; menjadi petunjuk dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman.(Q.S.Al-Araf 52)
Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang
mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-quran. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah
dapat memahami dan menafsirkan Al-quran dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak
mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan AlQuran. Bahkan di antara para sahabat dan tabiin ada yang salah memahami Al-Quran karena
tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi
kandungan Al-Quran diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara
menafsiri Al-Quran. Yaitu Ulumul Quran atau Ulum at tafsir. Pembahasan mengenai ulumul
Quran ini insya Allah akan dibahas secara rinci pada bab-bab selanjutnya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulumul Quran
Secara etimologi, kata Ulumul Quran berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu
ulum dan Al-Quran. Kata ulum adalah bentuk jama dari kata ilmu yang berarti ilmuilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Quran telah memberikan pengertian bahwa
ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Quran, baik dari
segi keberadaannya sebagai Al-Quran maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang
terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu rasmil Quran, ilmu
Ijazil Quran, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Quran menjadi
bagian dari ulumul Quran.
Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Quran
diantara lain Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :
.
Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Quran dari segi turunya, sanadnya, adabnya maknamaknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukumhukumnya, dan sebagainya.
Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut:
.
Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Quran Al-Karim dari segi turunya,
urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemujizatanya, nasikh
mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul quran adalah ilmu yang membahas halhal yang berhubungan dengan Al-Quran, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Quran
maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmuilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas alQuran.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Al-Quran
Ulumul Quran merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas.
Ulumul Quran meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Quran, baik berupa ilmuilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu
Irab al-Quran. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam
kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang
terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby
yang mengatakan bahwa ulumul quran terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada
jumlah kata yang terdapat dalam al-quran dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam alQuran mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih
dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya,
maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi 109)
C. Pokok Pembahasan
Secara garis besar Ilmu alQuran terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang
macam-macam qiraat, tempat turun ayat-ayat Al-Quran, waktu-waktu turunnya dan sebabsebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan
secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayatayat yang berhubungan dengan hukum.
Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Quran itu kembali kepada
beberapa pokok pembahasan saja seperti :
1. Nuzul. Permbahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukan tempat dan waktu
turunya ayat Al-Quran misalnya : makkiyah, madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah,
lailiyah, syitaiyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut
asbabun nuzul dan sebagainya.
2. Sanad. Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawattir, ahad, syadz,
bentuk-bentuk qiraat nabi, para periwayat dan para penghapal Al-Quran Al-Quran, dan Cara
Tahammul (penerimaan riwayat).
3. Ada al-Qiraah. Pembahasan ini menyangkut waqof, ibtida, imalah, madd, takhfif hamzah,
idghom.
4. Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Quran, yaitu tentang gharib, mu,rab, majaz,
musytarak, muradif, istiarah, dan tasybih.
5. Pembahasan makna Al-Quran yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna
Amm dan tetap dalam keumumanya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang dikhususkan
oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam,
mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, muakhar, mamul pada waktu tertentu, dan
mamul oleh seorang saja.
6. Pembahasan makna Al-Quran yang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl, washl, ijaz,
ithnab, musawah, dan qashr.
D. Sejarah Perkembangan Ulumul Quran
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulumul Quran tidak lahir
sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan
dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Quran dari
segi keberadaanya dan segi pemahamanya.
Di masa Rasul SAW dan para sahabat, ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang
berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan
struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul, dan bila
menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung
kepada Rasul SAW.
Di zaman Khulafau Rasyiddin sampai dinasti umayyah wilayah islam bertambah luas sehingga
terjadi pembauran antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab.
ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab. Disamping itu, masih banyak
lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya.
Secara garis besar Ilmu alQuran terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang
macam-macam qiraat, tempat turun ayat-ayat Al-Quran, waktu-waktu turunnya dan sebabsebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan
secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayatayat yang berhubungan dengan hukum.
Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin
ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk
membenahi Al-Quran dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya .
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid Ramli.Drs, Ulumul Quran, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
Nata Abuddin, Al-Quran dan Hadits, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992
Abdul Halim M, Memahami Al-Quran, Marja, Bandung, 1999
Shaleh K.H, Asbabun Nuzul, C.V Diponegoro, Bandung, 1992
Al-Alwi Sayyid Muhammad Ibn Sayyid Abbas, Faidl Al-Khobir, Al-Hidayah, Surabaya
http://www.pusatalquran.com/2013/11/makalah-ulumul-quran.html
terlihat bahwa Islam yang bersumber kepada Al-Quran dan as-Sunnah dapat
berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas. Dari persentuhan tersebut
lahirlah berbagai disiplin ilmu keislaman, salah satunya adalah tasawuf.
Bagi umat Islam umumnya dan kaum cendekiawan khususnya, adalah panggilan
sejarah untuk terus mengembangkan dan menggali warisan intelektual mereka.
B. Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka muncul tugas penulis untuk
menjelaskan lebih jauh tentang ilmu tasawuf.
Karenanya penulis memberikan batasan masalah atas perincian bab, yakni:
1. Apa pengertian tasawuf ?
2. Bagaimana asal-usul perkembangan tasawuf ?
BAB II
PEMBAHASAN
Muhajirin. Mereka disebut ahl as-shuffah yang sungguh pun miskin namun berhati
mulia dan memang sifat tidak mementingkan kepentingan dunia dan berhati mulia
adalah sifat-sifat kaum suf/ teori lainnya menegaskan bahwa kata suf diambil dari
kata suf yaitu kain yang dibuat dari bulu atau wool, dan kaum suf memilih memakai
wool yang kasar sebagai simbol kesederhanaan.
Dari berbagai teori di atas, tampak bisa dipahami bahwa suf dapat dihubungkan
dengan
dua
aspek,
yaitu
aspek
lahiriyah
dan
bathiniyah.
Teori
yang
dan
menggunakan
benda-benda
di
dunia
hanya
untuk
sekedar
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar yang
masuk ke dalam Islam. Sebagian penulis misalnya ada yang berpendapat bahwa
tasawuf berasal dari kebiasaan rahib-rahib Kristen yang menjauhi dunia dan
kesenangan material. Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf timbul atas
pengaruh ajaran Hindu dan disebutkan pula bahwa ajaran tasawuf berasal dari
flsafat Phytagoras dengan ajaran-ajarannya yang meninggalkan kehidupan material
dan memasuki kehidupan kontemplasi. Dikatakan pula bahwa tasawuf masuk ke
dalam Islam karena pengaruh flsafat Plotinus. Disebutkan bahwa menurut flsafat
emanasi Plotinus bahwa roh memancar dari zat Tuhan dan kemudian akan kembali
kepada-Nya. Tetapi dengan masuknya roh ke alam materi, ia menjadi kotor, dan
untuk dapat kembali ke tempat Yang Maha Suci, terlebih dahulu ia harus disucikan.
Tuhan Maha Suci dan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh yang suci,
dan pensucian roh ini terjadi dengan meninggalkan hidup kematerian, dan dengan
mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat mungkin dan kalau bisa hendaknya
bersatu dengan Tuhan semasih berada dalam hidup ini.
Namun demikian, terlepas atau tidak adanya pengaruh dari luar itu, yang jelas
bahwa dalam sumber ajaran Islam, Al-Quran dan hadits terdapat ajaran yang dapat
membawa kepada timbulnya tasawuf. Paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia,
yang merupakan ajaran dalam mistisisme ternyata ada di dalam Al-Quran dan
hadits.
Ayat 186 Surat Al-Baqarah misalnya menyatakan :
Artinya :
Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku. Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan seruan orang memanggil jika ia panggil Aku (QS. Al-Baqarah : 186)
Kata yang terdapat dalam ayat di atas oleh suf diartikan bukan berdoa dalam
arti yang lazim dipakai, melainkan dengan arti berseru atau memanggil. Tuhan
mereka panggil dan Tuhan memperhatikan diri-Nya kepada mereka.
Ayat 115 juga Surat Al-Baqarah juga menyatakan :
Timur dan Barat kepunyaan Allah, maka kemana saja kamu berpaling di situ
(kamu jumpai) wajah Tuhan.
Bagi kaum suf ayat ini mengandung arti bahwa di mana saja Tuhan ada dan
dapat dijumpai.
Selanjutnya dalam hadits dinyatakan :
Siapa yang kenal pada dirinya, pasti kenal kepada Tuhan
Hadits lain juga mempunyai pengaruh kepada timbulnya paham tasawuf adalah
hadits qudsi yang artinya :
Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin kenal,
maka Kuciptakanlah makhluk dan mereka pun kenal pada-Ku melalui diri-Ku
Menurut hadits ini, bahwa Tuhan dapat dikenal melalui makhluk-Nya, dan
pengetahuan yang lebih tinggi ialah mengetahui Tuhan melalui diri-Nya.
Tahanuts yang dilakukan Nabi Muhammad Saw di Gua Hira merupakan cahaya
pertama dan utama bagi nur tasawuf, karena itulah benih pertama bagi kehidupan
rohaniah. Di dalam mengingat Allah serta memuja-Nya di Gua Hira, putuslah
ingatan dan tali rasa beliau dengan segala makhluk lainnya. Di situ pula berawalnya
Nabi Muhammad mendapat hidayah, membersihkan diri dan mensucikan jiwa dari
noda-noda penyakit yang menghinggapi sukma, bahkan sewaktu itu pulalah
berpuncaknya kebesaran, kesempurnaan, dan kemuliaan jiwa Muhammad Saw. dan
membedakan beliau dari kebiasaan hidup manusia biasa.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa selama hayatnya, segenap peri kehidupan
beliau menjadi tumpuan masyarakat, karena segala sifat terpuji terhimpun pada
dirinya, bahkan beliau merupakan lautan budi yang tidak pernah kering airnya
kendatipun diminum oleh semua makhluk yang memerlukan air. Amal ibadah beliau
tiada tara bandingannya. Dalam sehari semalam Rasulullah minimal membaca
istighfar minimal 70 kali, shalat fardhu, rawatib serta shalat dhuha yang tidak
kurang dari delapan rakaat setiap hari. Shalat tahajjud beliau tidak lebih dari
sebelas rakaat, dan lama sujudnya sama dengan lamanya sahabat membaca lima
puluh ayat. Shalat beliau yang khusuk dan tumaninah amat sempurna. Dalam
berdoa, perasaan khauf dan raja selalu dinampakkan Rasulullah dengan tangis dan
sedu sedannya.
Masih banyak lagi amalan Rasulullah yang menunjukkan ketasawufannya. Apa
yang dikemukakan di atas dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa amalan tasawuf
ternyata sudah dipraktekkan oleh Rasulullah Saw.
Pola hidup dan kehidupan Rasulullah yang sangat ideal itu menjadi suri tauladan
bagi para sahabatnya, baik bagi sahabat dekat maupun sahabat yang jauh.
Tumpuan perhatian mereka senantiasa ditujukan untuk mengetahui segala sifat,
sikap dan tindakan Rasulullah, sehingga para sahabat tersebut dapat pula
memantulkan cahaya yang mereka terima kepada orang yang ada di sekitarnya dan
generasi selanjutnya. Amalan tasawuf sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah
itu juga diikuti oleh para sahabatnya.
Abu Bakar Ash-Shiddieq misalnya, pernah hidup dengan sehelai kain saja.
Dalam beribadat kepada Allah Swt. karena khusu dan tawadhunya sampai dari
mulutnya tercium bau limpanya, karena terbakar oleh rasa takut kepada Allah. Pada
malam hari ia beribadat dengan membaca Al-Quran sepanjang malam.
Umar bin Khattab dikenal dengan keadilan dan amanahnya yang luar biasa. Ia
pernah berpidato di hadapan orang banyak, sedangkan di dalam pakaiannya
terdapat dua belas tambalan dan dia tidak memiliki kain yang lainnya.
Usman bin Affan dikenal sebagai orang yang tekun beribadah dan pemalu, dan
meskipun ia juga dikenal sebagai seorang sahabat yang tekun mencari rezeki,
tetapi iapun terkenal sebagai pemurah, sehingga tidak sedikit kekayaannya
digunakan untuk menolong perjuangan Islam.
Sahabat selanjutnya adalah Ali bin Abi Thalib yang tidak peduli terhadap
pakaiannya yang robek dan menjahitnya sendiri.
Beberapa tokoh besar dalam suf adalah : Rabiah al-Adawiyah, Zunnun al-Misri,
Abu Yazid al-Bustami, Husein bin Mansur al-Hajjaj, dan Al-Ghazali.
yang
bertasawuf,
meninggalkan
kemegahan
dunia
dan
hanya
SUMBER-SUMBER TASAWUF
Ada kelompok yg berpendapat bahwa tasawuf berakar dari luar ajaran Islam seperti ;
Majusi atau Hindu, Kristen atau Yunani, Atau campuran dari agama-agama tersebut.
Taswauf bersumber dari Yunani
Teori ini mengandung banyak kelemahan serta bertentangan dengan realitas sejarah.
Pertama: Tasawuf Islam telah berkembang sebelum ajaran dan pemikiran agama hindu
merasuki masyarakat muslim. Selain itu, tasawuf Islam lahir sebelum munculnya satu-
satunya referensi tentang akidah agama hindu. Referensi itu adalah sebuah buku yg ditulis
oleh Abu Ar-Raihan Al-Biruni (315H-440H) dengan judul Tahqiq Ma lil Hindi min Maqulah
Maqbulah fil `Aqli Au Marzulah. Kedua: Dari referensi tersebut Al-Biruni tidak
menyebutkan adanya hubungan mempengaruhi dan dipengaruhi.
Oleh karena itu, tidak ada sandaran dan landasan historis yg memperkuat tentang teori
tersebut yg mengatakan tasawuf bersumber dari yunani. (Tarikh At-Tashawwuf Al-Islami,
lihat juga Dr. Jamil Muhammad Abul `Ala, At-Tasawwuf Al-Islami Nasy`atuh wa
Tathawwuruh)
Tasawuf bersumber dari Persia
Sejarah membuktikan adanya hubungan Arab-Persia. Namun demikian, kita tidak
mendapatkan keterangan yg jelas yg membuktikan adanya transmisi agama majusi dan
filsafat Persia dari bangsa Persia ke bangsa Arab melalui hubungan tadi. Tidak ada
argumentasi yg memungkinkan kita untuk membuat kesimpulan bahwa tasawuf secara
spesifik adalah salah satu pengaruh dan buah dari hubungan antara bangsa Arab dengan
bangsa Persia.(AL-Hayah Ar-Ruhiyah fil Islam) Jika ada orang yg mengatakan bahwa
ajaran tasawuf bersumber dari Persia akibat terpengaruhnya para syeikh sufi pada Persia,
maka berarti orang tersebut tidak memahami sejarah, dan pendapatnya itu bertentangan
dengan kaidah ilmiah.
Selain itu, fakta menyatakan besarnya pengaruh para sufi terhadap para sufi Persia. Sebut
saja Muhyiddin Ibnu Arabi (wafat 638H) Tokoh sufi ini sangat berpengaruh terhadap
sejumlah besar tokoh sufi Persia semisal Al-Iraqi (wafat 686H) dan AL-Kirmani (wafat 698
H)
Tasawuf bersumber dari Filsafat Yunani
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran Arab dan Yunani baru mengalami persinggungan
setelah adanya kegiatan penerjemahan literature-literatur Yunani kuno ke dalam Bahasa Arab.
Sementara Kegiatan penerjemahan ini baru dilakukan setelah tasawuf tumbuh dan
berkembang pesat. Hal ini membuktikan bahwa pada fase-fase pertamanya tasawuf bersih
dari pengaruh yunani.
Tasawuf bersumber dari Kristen
Pendapat para peneliti diatas pun tidak benar karena para sufi dan zahid yg terpengaruh
ajaran Kristen muncul belakangan, jauh hari setelah kemunculan tasawuf itu sendiri.
Anggapan sebagian orientalis yg mengatakan bahwa pola hidup miskin, sikap zuhud, dan
zikir yang dilakukan para sufi diadaptasi dari Kristen juga salah. Karena banyak sekali ayat
Al-Qur`an dan Sunnah Nabi yg menyeru ummatnya untuk berprilaku zuhud dan tidak
cenderung pada dunia dan kenikmatannya. Banyak pula ayat dan hadits yg memotivasi umat
untuk berzikir. Semua ini menegaskan bahwa praktek sufi tersebut mempunyai sumber yg
orisinil dalam Islam.
Kesimpulannya. Setiap pendapat tentang keterpengaruhan tasawuf oleh unsur diluar
Islam tidak tepat dan tidak didukung oleh dikumen atau teks yg diketahui khalayak ramai.
Oleh karena itu, maka pendapat tersebut hanya terbatas pada masa paska tahun 1920M.
Bahkan, sebagian orang yg berpendapat demikian mulai mencabut pendapatnya (Tarikh AtThasawwuf Al-Islami).
Akhirnya, para zuhud dan sufi generasi pertama adalah orang-orang yg bersih jiwanya
dan cerah hatinya, bersih nuraninya dan mampu menyingkap hakikat. Mereka melakukan
seperti apa yg dilakukan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seperti zuhud, wara`, takwa,
dan ibadah berkesinambungan. Keterpengaruhan mereka pada Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam (bukan pada agama dan filsafat lain) itulah yg mengantarkan mereka menjadi
manusia sufi dan zahid.
Tasawuf bersumber dari Islam
Ada kelompok yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari ajaran Islam. Inilah
pendapat yang paling benar. Karena, dasar-dasar akidah dan perilaku tasawuf bersumber dari
teks-teks Alqur`an dan As-Sunnah, dan kehidupan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan
para sahabat beliau. Para zuhud menyandarkan kegiatan zuhudnya dari sumber-sumber Islam
tersebut, demikian juga para sufi yg menempuh jalan yg lurus.
Dari Al-Quran:
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yg sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (Al`Ankabut:64). Lihat pula Al-Hadid:20-21 Ali-Imran:191 -
Thaha:130 l-Hujurat:13.
Dalam banyak ayatnya, Al-Qur`an memotifasi untuk hidup zuhud dan mewaspadai sikap
cinta dunia dan kemerlapannya. Orang yg membaca Al-Qur`an secara jeli akan menjumpai
ayat-ayat yg membuka pintu zikir, introspeksi diri, ibadah dan bangun malam bagi para ahli
ibadah. Al-Qur`an juga berbicara tentang muraqabah, taubat, takut (khauf) pada Allah,
harapan (raja`) pada Allah, syukur, tawakal, serta sabar. Al-Qur`an penuh dengan anjuran
untuk mengamalkan sifat terpuji. Maka karena itu, para sufi berupaya memperindah diri
dengan sifat-sifat terpuji. Dan mengambil materi pertamanya dan makanan rohani mereka
dari Kitabullah.
Hadits Qudsi dan Hadits Nabi: Abuhurairah r.a. berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda: Allah Azza Wajalla berfirman, Aku tergantung pada prasangka hambaKu
dan Aku selalu bersamanya tatkala ia mengingatKu. Jika hambaKu mengingatKu dalam
hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diriKu. Dan, jika ia menyebutKu dihadapan
orang banyak, maka Aku akan menyebutnya di hadapan orang banyak yg lebih baik dari
mereka. Jika dia mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta. Jika ia
mendekat padaKu sehasta maka aku akan mendekat padanya satu depa. Jika dia padaKu
dengan berjalan, maka Aku akan datang padanya dengan berlari. (H.R. Muslim)
Bersikap zuhudlah pada dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, Bersikap zuhudlah dari
segala apa yg dimiliki manusia, niscaya manusia akan mencintaimu!. (H.R. Ibnu Majah)
Jadilah engkau didunia ini laksana orang asing atau orang yg sedang menyeberang
jalan. (H.R. Al-Bukhari)
Malaikat Jibril bertanya pada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang
Ihsan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab:
Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya; dan jika
engkau tidak melihatNya. Maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. AL-Bukhari)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.Kata tasawuf diambil dari kata shafa yang berarti bersih. Dinamakan shuf
karena hatinya tulus dan bersih di hadapan Tuhannya. Teori lain mengatakan bahwa
kata tersebut diambil dari kata Shuffah yang berarti serambi Masjid Nabawi di
Madinah yang ditempati oleh sahabat-sahabat Nabi yang miskin dari golongan
Muhajirin.
2.Kehidupan Rasulullah Saw. dan Tahanutsnya di Gua Hira merupakan cahaya pertama
dan utama dalam perkembangan tasawuf selanjutnya
3. Sumber tasawuf :
1. Dari Yunani
2. Dari Persia
3. Dari Kristen
4. Dari Filsafat Yunani
5. Dari Islam
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kalabadzi, al-Taarruf li Madzhab ahl al-Tashawuf (al-Maktabah al-Kulliyat alAzhariyyah, Cairo, 1969) h. 28
Ibrahim Basuni, Nasyah al-Tashawuf al-Islami, Juz III (Dar al-Maarif, Mesir, 1119), h.
9
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filasafat dan Tawawuf (Dirasah Islamiyah IV)(Jakarta : PT.
Raja Grafndo Persada, 2001), h. 153
Al-Ustadz Abdullah Taslim, Hakikat Tasawuf , Lc. (Mahasiswa S2 Pasca Sarjana
Universitas Islam Madinah).
http://wawanhermawan90.blogspot.co.id/2012/01/makalah-ilmu-tasawuf.html
1.3 Tujuan
- Untuk menambah wawasan kita tentang pentingnya membaca Al-Qur`an sesuai dengan
aturan-aturan yang sudah di tentukan.
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah takhsinul qiraah.
BAB II
PEMBAHASAN
I. TARTIL
A. Makna Tartil
Bacalah Al-Qur`an dengan tartil demikianlah perintah Allah kepada kita. Tartil yang di
maksud di dalam ayat adalah membaca Al-Qur`an sesuai dengan aturan-aturan yang sudah di
tentukan. Yakni mengeluarkan / menyebutkan huruf huruf Al-Qur`an sesuai dengan makhroj
(tempat keluarnya huruf) dan sifat-sifat huruf.
B. Apa kewajiban kita terhadap Al-Qur`an
Allah yang menurunkan Al-Qur`an, maka Allahlah yang menjaga-Nya, demikian janji
Allah dalam sebuah firman-Nya. Hal ini dapat dibuktikan sejak diturunkannya Al-Qur`an. 14
abad yang silam, Al-Qur`an lepas dari interpensi manusia.
Kendati demikian ada perlu usaha dari kita untuk menjaga Al-Qur`an adalah kewajiban
yang harus kita penuhi terhadap Al-Qur`an di antaranya :
a.
b.
yang mendengarkan bacaanmu. Sekiranya engkau terus menerus membacanya hingga pagi hari
niscaya orang-orang akan dapat menyaksikan apa yang tak dapat terlihat oleh sebagian mereka
(HR. Bukhori dan Muslim).
Artinya : baguskanlah suaramu dengan membaca Al-Qur`an .
Maksud dari hadits tersebut :
1. Dengan Takhsin yang berarti membaca Al-Qur`an dengan membaguskan suara.
2. Dengan tajwid yang bearti membaca Al-Qur`an dengan baik dan benar.
3. Dengan Tartil yang artinya membaca Al-Qur`an dengan perlahan-lahan dan tidak tergesa-gesa.
Salah satu cara membaca Al-Qur`an dengan benar kita harus mengetahui makhrijul huruf.
A.
1. Kalimat segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam). Jika lafazh dibaca (huruf ain berubah
menjadi hamzah), maka artinya menjadi: segala puji bagi Allah rajanya segala penyakit.
2. Kalimat (tidak ada yang memberi syafaat). Jika lafazh dibaca (suara syin menjadi sin),
maka artinya menjadi berubah: tiada yang memberikan tempelengan.
B. Cara Mengetahui Makhraj Huruf
Untuk mengetahui makhraj suatu huruf, hendaklah huruf tersebut disukunkan atau
ditasydidkan, kemudian tambahkan satu huruf hidup di belakangnya, lalu bacalah!. Kaidan
Di bawah ini nazham tentang huruf-huruf yang keluar dari makhraj al-Jauf. Huruf alif
makhrajnya berasal dari al-Jauf, begitupun kedua kawannya (huruf wau dan ya). Semuanya
huruf madd, yang pengucapannya menekan pada udara.
2. al-Halq
Al-Halq artinya tenggorokan. Maksudnya, tempat keluarnya huruf yang terletak pada
tenggorokan. Dari al-Halq muncul tiga makhraj, yaitu:
a. Aqshal halq adalah pangkal tenggorokan atau tenggorokan bagian dalam. Dari makhraj ini
keluar huruf hamzah ( ) dan ha ( ) .
b. Wastul halq adalah tenggorokan bagian tengah. Dari makhraj ini keluar huruf ain ( )dan ha (
) .
c. Adnal halq adalah tenggorokan bagian luar atau ujung tenggorokan. Dari makhraj ini keluar
huruf kha ( ) dan ghain ( ) . Total huruf yang keluar dari makhraj al-halq sebanyak enam
huruf, yang dirangkai dalam nazham.
Kemudian dari pangkal tenggorokan keluar huruf hamzah dan ha. Lalu dari bagian
tengahnya keluar huruf ain dan ha, dan dari ujungnya keluar huruf ghain dan kha.
3. Al-Lisan
Al-Lisan artinya lidah. Maksudnya, tempat keluarnya huruf yang terletak pada lidah.
Jumlah huruf hijaiyah yang keluar dari makhraj ini ada 18 huruf dan terbagi atas 10 makhraj.
a. Pangkal lisan bertemu dengan langit-langit bagian atas. Kaidahnya:
Pangkal lidah bertemu dengan sesuatu di atasnya, yakni langit-langit bagian atas.
Huruf yang keluar adalah qaf ( ) . Nama lain dari makhraj ini adalah Aqshal Lisan Fauqa ;
artinya pangkal lidah bagian atas.
b. Pangkal lidah, tepatnya sebelah bawah (atau ke depan) sedikit dari makhraj qaf, bertemu
dengan langit-langit bagian atas. Kaidanya:
Pangkal
lidah,
yakni
sebelah
bawah
sedikit
dari
tempat
keluar
huruf
qaf.
Huruf yang keluar dari makhraj ini adalah kaf ( ) . Istilah lainnya disebut Aqshal Lisan Asfal
artinya pangkal lisan sebelah bawah.
() .
Syafatain artinya dua bibir. Maksudnya, tempat keluarnya huruf yang terletak pada dua
bibir; bibir atas dan bibir bawah. Huruf yang keluar dari makhraj ini adalah empat huruf, yaitu:
fa ( ) , mim ( ) , ba ( ) , dan wau ( ) . Makhraj asy-Syafatain terbagi atas dua makhraj,
yaitu:
a. Perut bibir bawah atau bagian tengah dari bibir bawah tesebut dirapatkan dengan ujung gigi
atas. Dari makhraj ini keluar huruf fa. Kaidahanya adalah:
Perut bibir bawah dirapatkan dengan ujung gigi atas.
b. Paduan bibir atas dan bibir bawah. Jika kedua bibir tersebut tertutup/terkatup, keluarlah
huruf mim dan ba. Kaidahnya:
Di antara dua bibir dalam keadaan tertutup.
Dan jika terbuka, keluarlah huruf wau. Kaidahnya:
Di antara dua bibir dalam keadaan terbuka.
5. Al-Khaisyum
Al-Khaisyum artinya aqshal anfi atau pangkal hidung. Dari makhraj ini keluar satu
makhraj, yaitu al-gunnah (sengau/dengung), sehingga dari makhraj inilah keluar segala bunyi
dengung. Setidaknya ada empat tempat yang padanya terjadi bunyi sengau, yaitu:
Pada bacaan gunnah musyaddad, yakni bacaan sengau pada huruf mim dan nun yang
bertasydid:
Pada bacaan idgham bigunnah.
Pada bacaan ikhfa.
Pada bacaan iqlab.
Semua tempat pada bacaan di atas mengeluarkan bunyi yang keluar dari pangkal hidung.
Untuk memastikan adanya bunyi yang betul-betul keluar dari pangkal hidung, cobalah memijit
hidung pada saat mengucapkan bacaan-bacaan di atas. Apabila suara tertahan, berarti benarbenar bahwa bacaan tersebut mengeluarkan bunyi dari pangkal hidung. Namun bila ada suara
yang keluar, berarti bukan al-Khaisyum.
Ustadz Ismail Tekan dalam bukunya Tajwid al-Quran al-Karim memberikan catatan yang
bagus tentang makhraj al-Khaisyum. Beliau menjelaskan. Al-Khaisyum (pangkah hidung) yang
sebenarnya bukanlah tempat keluar huruf. Hanya karena dengung itu ada hubungannya dengan
huruf, maka ia disebutkan juga sebagai makhraj. Harus diketahui bahwa yang sesungguhnya
semua huruf itu tidak boleh dikeluarkan dari/melalui hidung, seperti halnya orang yang
sengau.
No Makhraj
Makhraj
Huruf
rongga dada
tenggorokan
paling bawah
tenggorokan
bagian tengah
tenggorokan
yang dekat
dengan mulut
lidah paling
bawah dan
langit2 di
atasnya
sedikit diatas
makhraj qaf
lidah bagian
tengah dan
langit2 bagian
tengah
ujung lidah dan
langit2
sedkit diatas
makhraj lam
10
Makhraj nun
11
tapi keluar dari
punggung lidah
13
ujung lidah dan
14
ujung gigi seri
atas
bibir bawah
15
dan ujung gigi
seri atas
di antara 2
bibir
16
hidung
17
NAFAS
Nafas adalah satu bagian yang penting dalam seni baca Alquran. Seoarang Qori` Qori`ah
yang mempunyai nafas yang panjang akan membaca kesempurnaan dalam bacaannya, akan
terhindar dari wakaf (berhenti) yang bukan tempatnya (tanaffus) atau akan terhindar dari akhir
bacaan yang terlalu cepat (tergesa-gesa) karena mengejar sampainya nafas.
Oleh karena itu Qori` harus selalu berusaha memelihara dan meningkatkan masalah nafas ini
dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Senam pernapasan
b. Lari
c. Berenang
2.
SUARA
Bagian yang tidak kalah pentingnya lagi dalam seni membaca Alqur`an adalah masalah
suara, sebagaimana yang diketahui bahwa suara manusia itu banyak mengalami perubahan,
sejalan dengan bertambahnya usia karena masa yang dialaminya, yaitu dari masa kanak-kanakremaja, dewasa sampai tua renta.
Dalam kaitannya dengan keperluan seni baca Alqur`an, maka yang paling banyak
peranannya adalah masa akhir kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dan perubahan-perubahan
tersebut pada umumnya adalah dari kanak-kanak ke remaja disitulah akan terjadi perubahanperubahan yang mengejutkan antara usia 14 sampai 16 tahun. Suatu contoh, ketika masih
kanak-kanak bisa bersuara lantang dan melengking serta nyaring dengan hanya memakai suara
luar saja. Tetapi setelah menginjak usia remaja, maka suara tersebut sudah berubah total
menjadi berat sekali.
menggabungkan suara luarnya dengan suara dalamnya, yaitu suara yang menekan. Dan itu
perlu
dilakukan
latihan
secara
terus
menerus
untuk
bisa
menggabungkan
serta
mengkombinasikan kedu seuara tersebut sehingga menjadi halus dan merdu. Jika sudah bisa
menggabungkan dengan baik manfaat lain daru suara tersebut adakah nafas bisa lebih hemat.
Untuk memelihara serta menghaluskan suara memang ada beberapa hal yang harus
dilakukan dan juga harus dijauhi yaitu pertama tentang :
Makan/ Minum
Makanan-makanan yang harus dijauhi adalah yang banyak mengandung lemak
(berminyak), seperti goring-gorenganm pedas-pedas, makanan yang keras, merokok, kalau
buah-buahan seperti nanas, pisang dan lain-lain yang banyak seratnya.
Sedangkan minum-minuman yang harus dijauhi adalah, seperti: es, minuman yang
banyak santannya, kopi/the yang terlalu banyak kadar gulanya, dan lain-lain.
Adapun hal-hal yang bisa memberatkan suara adalah seperti: makan yang terlalu kenyang,
ketidakstabilan dalam tiidur, yakni kekurangan atau kebanyakan tidur.
Untuk menghaluskan serta menguatkan suara, seorang Qori` bisa melakukan cara-cara
seperti yang disebutkan di bawah ini, yaitu :
1.
2.
3.
4.
disamping itu lagu-lagu tilawatil Qur`an tidak memakai alat musik untuk mengiringinya,
kecuali untuk keperluan lagu-lagu qasidah yang sudah disederhanakan.
terdapat
cabang-cabang
lagu
yang
cukup
lengkap,
sehingga
dengan
Qoror (dasar/renda)
2.
3.
Lagu Sika terdiri dari 6 bentuk dan 4 fariasi/selingan, yaitu: Misri, Turki, Roml dan Uroq.
Sedangkan tingkat suaranya ada 3, Qoror, Jawab dan Jawabul Jawab.
6. LAGU ROST DAN ROSTA ALAN NAWA
Lagu Rost dan Rosta alan nawa pada bagian ini selalu berhubungan satu sama lainnya, artinya:
kalau memulai dengan lagu rost maka mesti dilanjutkan (disambung) dengan Rosta Alan Nawa.
Jadi lagu Rost dibagian ini hanya sebagai pembuka saja. Adapun lagu Rost dan Rosta alan nawa
terdiri dari 7 bentuk dan 3 fariasi yaitu : Usyaq, Zanjiron, dan Syabir Alarros. Sedangkan tingkat
suaranya ada 2 : Jawab dan Jawabul Jawab.
7. LAGU JIHARKA
Lagu Jiharka terdiri dari 4 bantuk dan 1 fariasi yaitu Kurdi. Sedangkan tingkatan suara ada 2
tingkatan suara yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.
8. LAGU BANJAKA
Lagu Banjaka/ Rakbi hanya khusus untuk lagu-lagu dalam bacaan tartilul Qur`an dan lagu-lagu
nyanyian (Qosidah) saja, dan jarang sekali bahkan hampir tidak pernah sama sekali diterapkan
(dipakai) dalam bacaan tilawatil Qur`an. Kemungkinan besar karena lagu tersebut kurang
begitu cocok bila dimasukan atau dipraktekan
9. LAGU BAYYATI (PENUTUP)
Setiap bentuk susunan Lagu Tilawatil Qur`an terutama yang bersifat formal. Selalu diakhiri
dengan Lagu Bayyati penutup. Lagu Bayyati penutup terdiri dari 2 bantuk dan 2 tingkatan suara
yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrohim, Acep Iim. 1995. Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap. Bandung: Diponegoro.
Al-Jamzuri, Sulaiman. tth. Fathu al-Aqfal. Semarang: Maktabah Alawiyah.
Al-Jazari, Abul Khair Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad. tth. Matan
Jazariyah. Surabaya: Maktabah Saad bin Nashir bin Nabhan.
Al-Mahmud, Muhammad. tth. Hidayatu al-Mustafid fi Akhamit Tajwid. Surabaya: Maktabah
Muhammad bin Ahmad Nabhan wa Auladihi.
Munir, Misbachul, 1995. Pedoman Lagu-kagu Tilawatil Qur`an. Surabaya : Apollo.
Sumber: http://dakwahsyariah.blogspot.com/2011/07/defnisi-tartil-alquran.html#ixzz3meXRffo1
Arab diantaranya langgam Jawa ala Sinden, tetapi juga admin mengutarakan istilah lainnya yg
serupa dengan Nagham, yaitu, Tartil, Qira'ah dan Tilawah. Simak uraiannya di bawah ini.
Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang sarat dengan Kemukjizatan dan Keistimewaan
yang tidak dimiliki kitab-kitab lainnya. Salah satu keistimewaan tersebut terletak pada gaya
bahasanya yang penuh dengan irama dan lagu. Irama dan lagu tersebut sama sekali berbeda
dengan jenis irama atau jenis lagu dengan yang lainnya.
Sayyid Qutub mengatakan bahwa gaya bahasa dan untaian kata al-Quran bebas sepenuhnya
dari belenggu sajak dan segala bentuk kaidahnya harus diindahkan dalam penggubahan syair
Arab. Dengan demikian, susunan kalimat dan gaya bahasa al-Quran bebas pula dari tujuan
yang umum dikenal dalam syair-syair dan sajak-sajak. Demikian keterangan Subhi al-Shalih
dalam bukunya.
Keterangan Sayyid Qutub di atas, mengingatkan bahwa karya sastra bangsa Arab sekalipun,
berbeda dengan Irama dan Lagu al-Quran, apalagi irama dan lagu dari bangsa atau daerah
lainnya. Melantunkan ayat-ayat al-Quran dengan irama dan lagu dituntut dengan baik, fasih,
serta suara yang indah yang memang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Menurut
Muhsin Salim, Dosen Tajwid, Nagham dan Qiraat Istitut PTIQ Jakarta, arah tuntutan tersebut
ialah pola bacaan tartil yang berlaku bersamaan dengan turunnya al-Quran. Hal ini ditegaskan
dalam surah al-Furqan ayat 32:
.
Artinya: Berkatalah orang-orang yang kafir: Mengapa al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja?; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacanya
secara
tartil
(teratur
dan
benar).
(Q.S.
al-Furqan:
32)
Sekilas Tartil dan Hubungannya dengan Ilmu Tajwid
Para Sahabat dan ulama sejak dahulu telah mengajarkan tuntunan akan hal itu dalam satu
bidang ilmu tersendiri, yaitu Ilmu Tajwid. Melalui ilmu inilah diberikan tuntunan dalam
melantunkan ayat-ayat al-Quran agar dapat mencapai target bacaan yang Tartil. Perintah Allah
dalam al-Quran yang mengisyaratkan akan hal ini ialah:
.
Artinya:
Bacalah
al-Quran
dengan
Tartil
yang
optimal.
(Q.S.
al-Muzzammil:
4)
Penekanan ayat di atas untuk membaca al-Quran bukan hanya sekedar tartil, melainkan
dengan tartil yang benar-benar berkualitas. Demikian pesan Ahmad Fathoni, salah satu dosen
Tajwid dan Qiraat Institut PTIQ Jakarta dan IIQ Jakarta. Menurut Ali bin Abi Thalib, tartil di sini
mempunyai arti, () , yaitu membaguskan bacaan huruf-huruf al-Quran
dan mengetahui hal-ihwal waqaf. Sehingga, maksud tartil di sini ialah melafazkan ayat-ayat alQuran sebagus dan semaksimal mungkin.
Demikianlah sekilas gambaran makna tartil dalam perspektif untuk membaca al-Quran. Dalam
ayat-ayat al-Quran, terdapat kata lain yang sinonim (mutaradif) dengan kata Tartil tetapi
memiliki makna yang berbeda, yaitu Qiraah dan Tilawah. Untuk melihat sisi perbedaan ketiga
kata ini yang sama-sama diartikan membaca dalam bahasa Indonesia, perhatikan definisinya
masing-masing di bawah ini:
Tartil, yaitu membaca dengan ittisaq (terpadu) dan intizham (tersistem) secara
konsisten (istiqamah). Tartil menekankan pelepasan kata-kata dari mulut secara baik,
teratur, dan konsisten. Kata inilah yang dipadankan dalam teknis penerapan ilmu Tajwid
sebagaimana dijelaskan di atas.
Qiraah, yaitu membaca untuk mengungkap makna suatu bacaan. Sehingga, kata
Qiraah dapat diartikan menganalisa, meneliti, menguji, eksplorasi, investigasi, dan
sejenisnya.
Tilawah, yaitu membaca yang diikuti kehendak untuk mengikuti apa yang dibacanya.
Dari sini dengan jelas dapat melihat bahwa kata tilawah ini mengungkapkan aspek
praktis dari membaca, yakni mengamalkan isi dari apa yang dibacanya.
Konteks Nagham al-Quran (lagu al-Quran) dengan ketiga kata sebelumnya memiliki sasaran
yang sama, yaitu membaca al-Quran. Akan tetapi, sisi prakteknya-lah yang membedakannya.
Ketiga kata sebelumnya telah diuaraikan secara singkat di atas, adapun Nagham dalam
prakteknya memiliki aturan tersendiri berupa Maqom, al-Wan (variasi maqom), dan Taqsim
(improvisasi maqom).
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah, telah menceritakan kepada kami
Sufyan dari Al-Zuhri, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw,
beliau bersabda: Allah tidak mengizinkan pada sesuatu pun, sebagaimana Allah mengizinkan
kepada Nabi untuk melagukan al-Quran. (H.R. Al-Bukhari, hadis ini diriwayatkan juga oleh
Imam Muslim)
Abu Sufyan Wakie bin al Jarrah berkata terkait hadis di atas, Tafsirnya ialah ()
menyenandungkannya. Sebagian Sahabat mengartikannya () , yaitu
melagukannya dengan suara yang keras. Dalam hadis lain, nabi menyatakan:
:
.
:
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Ashim,
telah mengabarkan kepada kami Ibn Juraij, telah mengabarkan kepada kami Ibn Syihab, dari
Abu Salamah, dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda: Bukan termasuk golongan
kami orang yang tidak melagukan al-Qur'an. (H.R. Al-Bukhari)
:
:
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh bin Ghiyats, telah menceritakan
kepada kami bapakku, dari Al-Amasy, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Ibrahim, dari
Abidah, dari Abdullah r.a, ia berkata; Nabi Saw pernah bersabda padaku: Bacakanlah Al
Qur`an untukku. Aku pun berkata, Apakah aku akan membacakan untuk Anda, padahal ia
diturunkan kepada Anda? Beliau bersabda: Sesungguhnya aku suka untuk mendengarnya
dari orang lain. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis lain menerangkan kekaguman nabi terhadap terhadap suara Abu Musa al-Asyari:
. :
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammd bin Khalaf Abu Bakr, telah menceritakan
kepada kami Abu Yahya Al-Himmani, telah menceritakan kepada kami Buraid bin Abdullah bin
Abu Burdah, dari kakeknya (Abu Burdah), dari Abu Musa r.a, dari Nabi Saw, beliau bersabda
kepadanya: Wahai Abu Musa, sesungguhnya engkau telah diberikan suara clarionet dari
suara-suara clarionet keluarga Nabi Daud. (H.R. Al-Bukhari)
. - -
Artinya: Telah menceritakan kepada Kami Utsman bin Abu Syaibah, telah menceritakan
kepada Kami Jarir, dari Al-Amasy, dari Thalhah, dari Abdurrahman bin Ausajah, dari Al-Bara
bin Azib, ia berkata; Rasulullah Saw bersabda: Perindahlah al-Quran dengan suara kalian.
(H.R. Abu Daud, al-Nasai, Ibnu Majah)
Setelah mengamati hadis-hadis Nabi di atas dapat disimpulkan bahwa memperindah bacaan
dalam melantunkan ayat al-Quran adalah anjuran. Jika di amati lebih lanjut dalam hubungannya
dengan istilah Tartil, Qiraah, Tilawah dan Nagham, perintah dalam hadis di atas mencakup
prakteknya dalam kegiatan Tartil dan Nagham. Adapun Qiraah dan Tilawah berada di sisi lain
karena orientasinya lebih pada tindakan nyata dari kegiatan membaca seperti disebutkan di
atas.
Jadi, perintah memperindah bacaan dalam hadis-hadis di atas mencakup bacaan dengan
Nagham/lagu, maupun bacaan dengan Tartil. Perbedaan keduanya bahwa Nagham mengikuti
kaidah beberapa Maqom, adapun Tartil tidak. Sungguhpun demikian, praktek keduanya harus
berdasarkan ilmu tajwid dan ilmu qiraat. Bahkan dapat dikatakan, Nagham sesungguhnya
berkembang dari variasi bacaan tartil, hanya saja dilengkapi dengan beberapa aturan maqom
bacaan.
Hadis di atas menginformasikan juga bahwa selain kata Nagham, kata al-Ghina ( )juga
sering digunakan untuk menyebut lagu al-Quran. Hal ini sesuai dengan keterangan Muhsin
Salim dalam bukunya. Lebih lanjut, beliau menambahkan bahwa Nagham juga sinonim dengan
kata al-Lahn (). Terdapat satu hadis yang menggunakan kata sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dalam Mujam al-Ausat-nya. Tetapi status hadis ini dhaif
karena terdapat rawi yang majhul (tidak diketahui). Hadis tersebut ialah:
. :
Artinya: Dari Huzaifah bin al-Yaman berkata, Rasulullah Saw bersabda; Bacalah al-Quran itu
dengan lagu orang-orang Arab. (H.R. Al-Thabrani)
Setelah melalui bebera uraian di atas, kini saatnya kita melihat definisi dari Nagham al-Quran.
Menurut Muhsin Salim, Nagham al-Quran ialah alunanan intonasi atau lagu yang disuarakan
dalam ragam nada, variasi, dan improvisasi yang selaras dengan pesan-pesan yang
diugkapkan oleh ayat yang dibaca. Tandasnya lebih lanjut, lagu tersebut tentu saja bermuara
dari lagu-lagu yang dilantunkan dalam nyayian atau seni suara orang Arab.
Ketentuan lainnya bahwa Nagham/lagu yang dilantunkan dalam bacaan kitab suci al-Quran
harus tunduk dan mengikuti kaidah tartil yang tertuang dalam ilmu tajwid. Sehingga lagu-lagu
bersangkutan layak untuk dinyatakan sebagai lagu-lagu kitab suci al-Quran. Orang yang
pertama kali membaca al-Quran dengan warna-warna lagu ialah salah seorang di antara
sejumlah Qurra (ahli baca) yang di bawah Ziyad al-Numairi ketika berkunjung ke rumah Anas
bin Malik.
Pendapat lain menyebutkan bahwa orang yang pertama-tama membaca al-Quran dengan lagu
adalah Ubaidillah bin Abi Barkah dan dikembangkan oleh generasi berikutnya, yaitu Ubaidillah
bin Umar dan Said al-Allaf al-Ibadli. Diantara maqom-maqom Nagham al-Quran yang populer
ialah maqom Bayyati, Hijaz, Shaba, Rast, Jiharka, Sika dan Nahawand. Sobat SQ yang
ingin download tausyih maqom tersebut, DISINI.
Pertanyaan kemudian, bagaimana melantunakan ayat al-Quran dengan lagu selain lagu Arab?
Hal inilah yang menjadi penutup tulisan ini sekaligus memberi tanggapan terkait bacaan alQuran dengan irama sinden di yang dibacakan oleh oleh dosen UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Muhammad Yasser Arafat. Bacaan dalam rangka peringatan Isra dan Miraj
tersebut dilangsukan di Istana Negara pada hari Jumat, 15 mei 2015 membuat banyak
perdebatan di masyarakat. Berikut rekamannya:
Bacaan tersebut yang merupakan ide dari Menteri Agama, Lukma Hakim Saifuddin terbilang
baru dan banyak mendapat tanggapan, tidak hanya dalam negeri bahkan dari luar negeri juga.
Di media pun disebutkan, ada yang meresponnya dengan baik, namun tidak sedikit juga yang
merespon sebaliknya.
Bacaan ini menjadi isu internasional setelah Qari internasional, asal Saudi Arabia, Syeikh
Abdullah Ali Bashfar turut mengeluarkan fatwa. Beliau melarang bacaan tersebut dengan 4
argumen, yaitu:
langgam budaya harus telap berpacu seperti yang diajarkan Rasul dan para sahabatnya, yakni
sesuai dengan kaedah fonologi bahasa Arab al-Quran (tajwid).
Lebih lanjut, Ahsin Sakho berpendapat bawha membaca al-Quran yang mengacu pada
langgam budaya Indonesia sangat diperbolehkan dan tidak ada dalil shahih yang melarang hal
demikian. Dia menganggapnya sebagai kreativitas budaya.
Terlepas dari perbedaan di atas, setidaknya kita perlu mengetahui bahwa dalam melantunkan
ayat al-Quran harus berlandaskan dengan ilmu tajwid dan juga ilmu qiraat pada tataran
bacaan-bacaan tertentu. Hal ini telah disebutkan sebelumnya bahwa tartil yang merupakan
target utama dalam ilmu tajwid, perintahnya bersamaan dengan turunnya al-Quran
sebagaimana disebutkan dalam Surah al-Furqan ayat 32, kemudian ditekankan lagi dalam
surah al-Muzzammil ayat 4.
Oleh karenanya, penilaan utama dalam menilai bacaan al-Quran ialah sisi Tartilnya yang
berlandaskan dengan ilmu tajwid. Adapun dalam persoalan ini, yaitu laggam jawa dengan irama
sinden dalam al-Quran menurut penulis agak memuat tadallus (pemaksaan) sehingga kurang
tepat. Sehingga, penulis sepakat dengat pendapat Abdullah Ali Bashfar dalam persoalan ini.
Namun, penulis juga menyadari bahwa variasi bacaan al-Quran tidak terlepas dari unsur
budaya dengan syarat tetap berlandaskan disiplin ilmu tajwid. Seperti maqom sika yang berasal
dari Turki kemudian di adopsi oleh Qurra Arab, akhirnya menjadi warna lagu Arabi. Pada sisi ini,
penulis sepakat dengan Akhsin Sakho.
Demikianlah ulasan penulis terkait Dimensi Tartil, Qiraah, Tilawah, dan Nagham dalam alQuran. Semoga dapat memberikan wawasan baru dalam ranah kajian ini. Sebagai penutup,
penulis mengutip keterangan Manna Khalil Khattan dalam bukunya yang bersumber dari alSuyuti bahwa; Diantara perbuatan bidah dalam qiraat dan ada adalah talhin. Diantara macam
talhin ialah:
1. Tarid, yaitu menggelatarkan suara, laksana suara yang menggelatar karena kedinginan
atau kesakitan;
2. Tarqis; yaitu sengaja berhenti pada huruf mati namun kemudian dihentakannya secara
tiba-tiba disertai gerakan tubuh,
3. Tatrib, yaitu menendangkan dan melagukan al-Quran sehingga membaca mad bukan
pada tempatnya atau menambahnya;
4. Tahzin, yaitu membaca al-Quran dengan nada memelas seperti orang yang bersedih
sampai hampir menangis disertai suara lembut;
5. Tardad, yaitu bila sekelompok orang menirukan seorang qari pada akhir bacaannya
dengan satu gaya dari cara-cara di atas.
Adapun teknik membaca yang sebenarnya menurut Manna Khalil al-Qattan ada 3, yaitu
Tahqiq; yaitu memberikan haq-haq setiap huruf sesuai dengan ketentuan para ulama dan
disertai tartil, Hadar; yaitu membaca cepat dengan tetap memperhatikan syart-syarat
pengucapan yang benar; dan Tadwir; yaitu pertengahan antara Tahqiq dan Hadar.
Hukum Tartil dan Nagham
Demikianlah bahasan admin kali, semoga bermanfaat dan menambah wawasan baru mengenai
perbedaan makna Tartil, Qira'ah, Tilawah dan Nagham. Disamping, dapat mengetahui
ketentuan membaca al-Quran, baik dengan Tartil maupun dengan Nagham/lagu harus tetap
berdasarkan disiplin ilmu Tajwid. Membaca al-Quran dengan Tartil yang berdasarkan ilmu tajwid
adalah wajib menurut ulama. Adapun melagukan al-Quran dengan Nagham, menurut Mazhab
Maliki dan Mazhab Hambali adalah makruh (boleh), sedangkan menurut mazhab Syafi'i dan
Mazhab Hanafi adalah mustahab/sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu al-Quran, Cet. XIV, Bogor: Pustaka
LiteraAntarNusa, 2011
Fathoni, Ahmad. Petunjuk Praktis Tahsin Tartil al-Quran, Jakarta: Fakultas Ushuluddin
Institut PTIQ, 2010
Ibnu Maja'h, Sunan Ibnu Maja'h, Cet. III, Beirut: Da'r al-Fikr, tt
Muhsin Salim, Ilmu Nagham al-Quran: Metode Membaca al-Quran dengan Lagu, cet. III,
Jakarta : YATAQI, 2008
Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, Cet. XI, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011
Shihab, Quraish. Wawasan al-Quran; Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persolan Umat, Cet.
XVIII, Bandung: Mizan, 2007