Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penghimpunan Al-Quran Pada Zaman Rasulullah SAW

Secara etimologi, Al-jam’u berasal dari kata dalam bahasa arab ‫ يخمع –جمع‬yang
berarti mengumpulkan, sedangkan secara terminologi, memiliki artinya yang berbeda-
beda karena para ulama memiliki pemdapat yang berbeda-beda. Menurut Az-Zarqani,
Jam’ul Qur’an mengandung dua pengerian. Pertama, mengandung makna menghafal Al-
Quran di dalam hati, dan yang kedua yaitu menuliskan huruf demi huruf dan ayat demi
ayat yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Pengumpulan Al-Qur’an ( Jam’ul Qur’an) merupakan suatu tahapan penting
dalam sejarah Al-Qur’an. Karena itu, Al-Qur’an dapat terpelihara dari pemalsuan dan
persengketaan mengenai ayat-ayatnya sebagaiman yang terjadi pada ahli kitab, serta
terhindar dari kepunahan. Seperti janji Allah mengenai pemeliharaan Al-Qur’an pada
surat Al-Hijr ayat 9.
Pengumpulan Al-Qur’an atau kodifikasi telah dimulai sejak zaman Rasulullah
SAW, bahkan sudah dimulai sejak awal dimana diturunkannya Al-Qur’an. Sebagaimana
diketahui, bahwa al-quran diturunkan atau diwahyukan secara berangsur-angsur. Dan
kemudian, setiap kali Rasulullah menerima wahyu, beliau lalu membacakannya di
hadapan para sahabat, karena beliau memang diperintahkan untuk mengajarkan al-quran
kepada mereka. Seperti Firman Allah pada surat An-Nahl ayat 44.
Pada semasa hidupnya Rasulullah SAW, pengumpulan dan penyatuan Al-Quran
dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengumpulan dalam dada (penghafalan) dan penulisan.

1. Pengumpulan Al-Qur’an dalam Konteks Hafalan Pada Masa Rasulullah SAW.


Pengumpulan dengan metode menghafal dilakukan Rasulullah dan para
sahabat. Penghafalan ini sangat penting mengingat al quranul karim diturunkan
kepada rasulullah yang pada saat itu ummi (tidak bisa membaca dan menulis)
yang kemudian beliau diutus di tengah kaum yang ummi. Seperti firman allah
pada surat al jumuah ayat 2. Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang sangat
dirindukan oleh rasulullah. Oleh karena itu, ketika wahyu datang, rasuulullah
langsung hafal dan memahaminya. Dengan begitu rasulullah merupakan orang
pertama yang menghafal al qur’an. Tindakan rasulullah tersebut merupakan suri
tauladan bagi sahabatnya.
Setelah menerima wahyu, Rasulullah mengumumkannya kepada para
sahabat dan memerintahkan mereka untuk menghafalnya. Ada beberapa riwayat
yang mengindikasikan bahwa para sahabat menghafal dan mempelajari Al-Qur’an
5 ayat -sebagian meriwayatkan 10- setiap kali pertemuan. Kemudian mereka akan
merenungkan ayat ayat tersebut dan berusaha mengimpletasikannya ajaran ajaran
yang terkandung di dalamnya sebelum meneruskan pada ayat berikutnya. Hal ini
diduga sebagai awal mula adanya tradisi hifz (menghafal yang berlangsung
hingga saat ini)
Mengenai para penghafal al quran pada masa nabi dalam kitab shahihnnya al
bukhari telah mengemukakan tentang 7 penghafal Al-Qur’an dengan 3 riwayat.
Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salib bin Ma’qil Maula Abi Hudzaifah,
Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu
Ad Darka. Penyebutan para penghafal ini tidak berarti pembatasan karena
beberapa keterangan dalam kitab kitab sejarah dan sunan menunjukkan bahwa
para sahabat berlomba lomba menghafalkan al quran dan memerintahkan anak
anak dan istri istri mereka untuk menghafalkanya. Maksud dari penyebutan diatas
adalah bahwa mereka menghafalkan seluruh isi Al-Qur’an di luar kepala, dan
selalu merujukkan hafalanya di hadapan Rasulullah, kemudian isnad isnadnya
sampai kepada kita.

2. Pengumpulan Al-Qur’an dalam Konteks Penulisan Pada Masa Rasulullah SAW.


Pada metode ini Rasulullah SAW menganngkat para penulis wahyu Al-
Quran (asisten) dari sahabat-sahabatnya yang terkemuka, seperti Ali Muawiyah,
Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Bila ayat diturunkan, beliau memerintahkan
mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan, dimana tempat ayat tersebut di
dalam surat. Maka penulisan pada lembaran itu dapat membantu penghafalan di
dalam hati.
Kemudian, sebagian para sahabat dengan inisiatif sendiri menulis Al-
Qur’an. Dalam suatu catatan, disebutkan bahwa sejum;ah bahan yang digunakan
untuk menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an yaitu:
a) Riqa atau lembaran lontar (daun yang dikeringakan) atau perkamen (kulit
binatang)
b) Likhaf atau batu tulis yang berwarna putih, terbuat dari kepingan batu
kapur yang terbelah secara horizontal lantaran panas
c) ‘asib, atau pelepah kurma, terbuat dari ujung dahan pohon kurma tipis
d) Aktaf, atau tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta
e) Adlla’ atau tulang rusuk, biasanya juga terbuat dari tulang rusuk unta
f) Adim atau lembaran kulit, terbuat dari kulit binatang asli yang
merupakan bahan utama untuk menuliskan ayat ayat al-quran pada waktu
itu

B. Penghimpunan Al-Qur’an Masa Empat Khulafaur Rasyidin

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, kaum muslimin melakukan musyawarah untuk


membai’at Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah menggantikan Nabi Saw. Pada awal
pemerintahan khalifah abu bakar Gerakan apostasi terjadi di sebagian besar wilayah
Madinah. Musailamah al- Kazzab memproklamasikan diri sebagai seorang nabi baru.
Beberapa kepala suku yang merasa kehilangan kedudukan selama kehidupan Nabi
Muhammad mengikuti jejak Musailamah mengaku sebagai nabi baru,menolak membayar
zakat dan kembali keagama pagan. Khalifah Abu Bakar menggambil Tindakan tegas
dengan memerangi mereka. (Khalifah bin Khayyath, Taarikh Khalifat Ibn Khayyath,
Beirut: Muassasat Ar- Risalah, 1397:111) Pasukan besar dipimpin oleh Khalid bin Walid
menumpas gerakan ini pada pertempuran di Yamamah, yaitu "Perang Kemurtadan
(riddah)". Perang ini terjadi pada tahun ke-12 H, dimana mengakibatkan 70 penghafal Al-
Qur'an di kalangan sahabat Nabi gugur. (Subhi As-Shalih, 1999:85)
Peristiwa ini menggugah hati Umar bin Khattab beliau merasa cemas dan khawatir
bahwa Al Qur'an sedikit demi sedikit akan musnah bila hanya mengandalkan hafalan, apalagi
para penghafal Al-Qur'an semakin berkurang banyak dari mereka yang gugur dalam medan
perang. Beliau menggusulkan kepada Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq agar segera
mengkumpulkan dan menulis Kembali al quran. Semula Khalifah Abu Bakar merasa ragu untuk
menerima usulan Umar bin Khattab itu, sebab Rasulullah Sallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah
memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur'an kepada kaum muslimin, sehingga pada suatu
saat khalifah Abu Bakar menerima usulan tersebut setelah mempertimbangkan kebaikan dan
manfaatnya. Abu Bakar ra tahu bahwa dengan mengumpulkan Al Qur'an seperti yang diusulkan
oleh Umar bin Khattab sarana yang sangat penting untuk menjaga kitab suci Al-Qur'an dari
kemusnahan, perubahan dan penyelewengan, maka dibentuklah sebuah tim yang dipimpin oleh
Zaid bin Tsabit dalam rangka merealisasikan mandat dan tugas suci tersebut, zaid bin tsabit
merupakan salah satu pemuda cerdas yang menjadi sekertasis kepercayaan nabi saw. Zaid bin
Tsabit pada awalnya menolak perintah Abu Bakar ra tersebut. Setelah diskusi panjang antara
Abu Bakar ra dan Zaid bin Tsabit beliau menerima permintaan Abu bakar Ash Shiddiq.

Setelah menerima permintaan Khalifah Abu Bakar, Zaid bin Tsabit mengumpulkan Al
Quran dengan sangat teliti. Sumber penulisan Al-Qur'an adalah para penghafal Al-Qur'an yang
mutqin dan juga catatan-catatan Al-Qur'an yang ada sejak masa Rasulullah. Bahkan untuk
menguatkan validitas catatan tersebut panitia pembukuan mensyaratkan harus ada minimal dua
orang saksi atas benarnya catatan tersebut. (Nuruddin Muhammad 'Ithr Al-Halabi, Uluum Al-
Qur'an Al-Kariim, 1993:171). Setelah selesai lembaran lembaran (shahifah) tersebut dijadikan
satu kemudian diserahkan kepada khalifah Abu Bakar. Mushaf yang disusun pada masa Abu
Bakar hanyalah penulisan urutan-urutan ayat-ayatnya saja tanpa mengurut surah-surahnya.
Setelah khalifah abu bakar wafat pada tahun 13 H, lembaran- lembaran itu berpindah ke tangan
Umar selaku khalifah kedua

Pada masa masa Umar Bin Khattab tidak terjadi penyusunan dan permasalahan apapun
tentang Al-Qur'an karena al-Qur'an dianggap sudah menjadi kesepakatan dan tidak ada
perselisihan dari kalangan sahabat dan para tabi'in. Dimasa kekhalifaan umar lebih konsen
terhadap perluasan wilayah. Akan telapi Umar Bin Khatab merupakan seorang pencetus ide
pertama kali dalam sejarah pengumpulan Al-Qur'an.setelah khalifa umar wafat mushaf itu
berpindah ketangan Hafsah, istri Rasulullah (putri umar). (al quran dan terjemahannya:24)

Setelah khalifah Umar Bin Khatab wafat, maka yang menggantikan kedudukannya adalah
Khalifah Utsman Bin Affan. Pada masa beliau, penyebaran Islam sudah meluas ke Armenia dan
Azarbaijan di sebelah timur, dan Tripoli di sebelah barat. Dengan demikian kaum Muslimin
waktu itu telah berpencar-pencar di Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika. Penduduk-penduduk
daerah Islam waktu Itu sudah banyak yang hafal Al-Qur’an dan juga sudah banyak yang
membacanya. Mereka membaca Al-Qur’an menggunakan cara bacaan gurunya masing-masing
yang dianggap paling bagus dan benar,maka jelas terjadi perbedaan bacaan Al-Qur’an pada
waktu itu hal ini membawa kepada suatu pertentangan dan perpecahan sesamanya.
Huzaifah bin Yaman pada saat beliau ikut dalam pertempuran menaklukan Armenia dan
Azerbaizan dalam suatu perjalanan, mendengar pertikaian kaum muslimin tentang beberapa
bacaan ayat Al-Qur'an, mereka saling menonjolkan bacaan bahwa dirinya adalah menggunakan
bacaan yang paling baik. Perselisihan-perselisihan itulah yang dilaporkan oleh Huzaifah bin
Yaman kepada Khalifah Utsman Bin Affan. Mendengar laporan tersebut Utsman Bin Affan
mengambil keputusan untuk membentuk "panitia empat", yaitu terdiri dari Zaid Bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Syaid bin Ash dan Abdurahman bin Harits (Kamaludin Marzuki).
(TM.Hasybi As Sidiqiy,1989:26).

Untuk menentuan satu bacaan Al-Quran yang menjadi pedoman seluruh umat Islam
dimanapun berada. Diantara empat orang yang paling berperan adalah Zaid Bin Tsabit. Utsman
Bin Affan memilih Zaid Bin Tsabit itu karena mempunyai alasan bahwa Zaid Bin Tsabit adalah
seorang penulis dan penghimpun Al-Qur'an dimasa Nabi Muhammad saw. dan masa Abu Bakar
Syiddiq, dengan kapasitas Zaid Bin Tsabit seperti itu, dapat dipastikan tidak mungkin terjadi
perubahan atau hilangnya kalimat tertentu yang ada dalam nash Al-Qur'an, sehingga dengan
demikian Al-Qur'an akan terjamin keasliannya.

Khalifah Utsman juga meminjam mushaf yang berada di tangan Hafshah untuk kemudian
disalin dan dikembalikan lagi padanya. Khalifah memutuskan bahwa standard tulisan dan bacaan
Al-Qur'an yang akan dipakai secara resmi adalah dialek Quraisy dengan alasan Al-Qur'an
diturunkan dalam bahasa mereka. Tidak lupa pula bahwa Al- Qur'an standard ini disalin menjadi
4 kitab untuk disebar nantinya. Mendapat perintah demikian Zaid dan anggotanya lalu bekerja
keras mencurahkan segala daya dan upaya mereka mengumpulkan semua catatan-catatan Al-
Qur'an yang dimilikinya dan dimiliki para Sahabat pencatat lain. setelah panitia kecil ini berhasil,
ke-4 kitab salinan tersebut kemudian disebarkan ke Basrah, Kufah (Irak) dan Damaskus (Syria),
sedangkan 1 kitab lainnya tetap di Madinah untuk disalin kembali dan disebarluaskan. Kitab
inilah yang kemudian disebut "Mushaf al-Imam" (Kitab Induk). Tidak sampai di situ saja,
Khalifah memerintahkan agar semua catatan Al-Qur'an selain salinan Al-Qur'an standard ini
dibakar dan salinan dari kitab tersebut. Maksudnya supaya tidak terjadi perselisihan lagi karena
perbedaan bacaan setelah upaya penyalinan dilakukan, terlepas dari upaya penyeragaman
tersebut, para pencatat Al-Qur'an adalah manusia biasa yang tidak luput dari khilaf dan lupa,
bukan seperti mesin fotokopi yang kita kenal sekarang. Oleh karenanya masih ada beberapa
perbedaan teks di sana-sini dari ke-4 kitab tersebut meski tidak fatal. Selain itu macam bacaan
Al-Qur'an yang sanadnya bersambung pada kita sekarang adalah bacaan yang diakui
kebenarannya oleh Nabi SAW.

Adapun pada penghujung masa Khulafaur Rasyidin, yaitu masa kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib radivallahu 'anhu hampir sulit menemukan peran yang signifikan dalam berbagai literatur
kalsik yang ada. Karena kebanyakan mengakhiri pembahasan mengenai Jam'ul Qur'an hanya
hingga periode Utsman bin Affan radiyallahu 'anhuNamun ini juga tidak berarti bahwa tidak ada
peran Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam menjaga Al-Qur'an, Ibnu Nadim mengutip riwayat
dari Al-Munadi bahwa setelah wafatnya Rasulullah Ali bin Abi Thalib radiyallahu 'anhu sempat
menuliskan Al-Qur'an secara lengkap dari hafalan beliau selama tiga hari karena 40 khawatir
akan hilangnya Al-Qur'an. (bnu Nadim, 1997:46)
Namun tentu kadar validitas tulisan ini masih belum begitu kuat dibandingkan mushaf
yang ditulis oleh tim penulisan Al-Qur'an yang dibentuk Khalifah Abu Bakar, karena
menggunakan persaksian minimal dua orang saksi. Pemberian tanda baca Al- Qur'an dimulai
pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib radiyallahu 'anhu, yaitu ketika beliau meminta Abul
Aswad untuk menyusun kaidah bahasa arab untuk memperbaiki kesalahan bicara masyarakat
saat itu. Maka beliau membuat harakat pada mushaf Al-Qur'an dengan kode titik, yang mana
warna titik tersebut dibuat berbeda dengan warna tulisan pada mushaf Al-Qur'an. Beliau
membuat tanda harakat fathah dengan satu titik di atas huruf, harakat kasrah dengan satu titik di
bawah huruf,harakat dhummah dengan satu titik didepan huruf,dan harakat tanwin dengan
membuatnya menjadi dua titik. Beliau mengharakati seluruh isi Al-Qur'an dari awal surat Al-
Fathihah hingga akhir surat An-nass.

C. Pengertian Tujuh Huruf

Tujuh Huruf merupakan makna dari Ahruf Sab'ah. Kata Ahruf adalah jamak dari kata harf,
dalam bahasa indonesia di artikan dengan kata huruf. Sementara dalam bahasa Arab kata harf
adalah lafaz yang musytarak (mempunyai banyak arti). Sesuai dengan penggunaannyakata harf
dapat diartikan sebagai 3 pinggir dari sesuatu, puncak, Unta yang kurus, satu huruf ejaan, salah
satu huruf Hijaiyah, makna, saluran air, wajah, kata, bahasa, dan lain sebagainya .( Nashruddin
Baidan, 2004 :98).
Sedangkan kata Sab'u dalam bahasa Arab berarti bilangan tujuh atau dapat juga diartikan dengan
tidak terbatas. Dengan demikian. Ahruf Sab'ah dapat diartikan dengan tujuh bahasa, tujuh Ilmu,
tujuh makna, tujuh bacaan, dan tujuh bentuk (awjuh) dan lain sebagainya.( amli Abdul
Wahid:132)
Para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan makna tujuh huruf tersebut. Menurut
Imam As-Suyuthi makna tersebut tidak kurang dari 40 Penafsiran. Diantaranya adalah Tujuh
bahasa dari bahasa-bahasa yang terkenal dikalangan bangsa Arab, yaitu bahasa Quraisy, bahasa
Huzail, bahasa Tsaqif,bahasa Hawazin, bahasa Kinanat, bahasa Tamim dan bahasa Yaman.
( Aumur Rafiq El-Mazni,2006:197)
Menurut sebagian ulama yang lain, bahwa tujuh huruf itu adalah tujuh macam bahasa
dari bahasa-bahasa Arab yang ada, artinya bahwa kata-kata dalam Al-Qur'an secara keseluruhan
tidak keluar dari ketujuh macam bahasa Arab yaitu bahasa yang paling fasih dikalangan bangsa
Arab, meskipun sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy, sedangkan sebagian yang lain dalam
bahasa huzail, Tsaqif, hawazin, Kinanah, Tamim atau Yamamah. Dengan demikian, secara
keseluruhan Al- Qur'an mencakup ke tujuh bahasa tersebut. Namun bukanlah setiap kata boleh
dibaca dengan setiap bahasa, tetapi tujuh bahasa itu tersebar dalam Al-Qur'an. Diantara Ulama
yang lain mengatakan bahwa tujuh huruf itu adalah tujuh aspek hukum yaitu perintah, larangan,
halal, Haram, muhkam, Mutasyabih, dan Amtsal. Selain itu ada juga yang menjelaskan tujuh
aspek hukum tersebut adalah muhkam, mutasyabih, Nasikh, mansukh, khas, 'am dan qashash
Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas dapat dipahami bahwa tujuh huruf tersebut memiliki
makna yang beragam. Definisi tersebut dijelaskan sesuai dengan sudut pandang orang yang
menjelaskannya,Akan tetapi yang perlu diketahui bahwa Tujuh Huruf itu bukanlah Qiraat
Sab'ah. Istilah Tujuh Huruf telah ada semenjak al-Qur'an diturunkan. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam Hadits Dari Ibnu Abbas, ia berkata:

‫ الزاني جبري ل َعلى َح ْر ٍف َفراَج ْع ته فلم أزل اْس َتزيُد ُه ويزيل ني على اللهى إلى‬: ‫َقاَل َر ُس وُل ِهللا صلى هللا َعلْيِه وسلم‬
‫سبعة أحرف‬

Artinya: "Rasulullah berkata: Jibril membacakan (Al-Qur'an) kepadaku dengan satu


huruf. Kemudian berulangkali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia
pun menambahnya kepada ku sampai dengan tujuh huruf." (HR. Bukhori Muslim)

Sedangkan istilah Qiraah Sab'ah muncul jauh setelah wafatnya Rasulullah saw yaitu setelah masa
Tabi'in pada sekitar penghujung Abad ke 2 Hijriyiah. Hikmah diturunkan Al-Qur'an dengan
tujuh huruf (ahruf Sab'ah) dapat di simpulkan sebagai berikut: (Aumur Rafiq El-
Mazni,2006:197)

1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi.

2. Bukti kemukjizatan Al-Qur'an bagi naluri kebahasaan orang Arab. Al-Qur'an


banyak mempunyai pola sususnan bunyi yang sebanding dengan segala macam
cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang Arab,
sehingga setiap orang Arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya
irama naluri mereka dan lahjah kaumnya, tanpa menganggu kemukjizatan Al-
Qur'an yang di tantang Rasulullah kepada mereka.

3. Kemukjizatan Al-Qur'an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab,


perubahan bentuk lafaz pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang
luas untuk dapat disimpulkan berbagai hukum daripadanya. Hal inilah yang
menyebabkan Al-Qur'an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu. pada fuqaha
dalam istimbat dan ijtihatnya berhujjah dengan tujuh huruf ini.

4. Menyatukan umat Islam dalam satu bahasa yang disatukan dengan Bahasa
Quraisy yang tersusun dari berbagai bahasa pilihan dikalangan suku-suku bangsa
Arab yang berkunjung ke Mekkah pada musim Haji dan lainnya.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian Al-Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf
mengundang banyak perbedaan pendapat para Ulama. Diantaranya adalah tujuh bahasa. Namun
perbedaan-perbedaan tersebut tidak keluar dari tujuh wajah yaitu: perbedaan dalam bentuk Isim,
Fi'il, l'rab, Naqis dan Ziyadah, Taqdim dan Ta'khir. Tabdil, dan bentuk Lahjah (dialek).
Berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut muncul beragam bacaan di kalangan para sahabat
yang dikenal bacaan Qiraat. Bacaan tersebut diabadikan dengan nama imam yang
mengembangkannya.

D. Qira’ah Sab’ah

Secara bahasa, kata qira'ah berarti membaca dan secara terminologi Az-Zarqani
memberi pengertian qira’ah sebagai mazhab yang dianut oleh seorang imam ketika
membaca Al-Qur’an, dengan membedakan pengucapan Al-Qur’an dan menyepakati
riwayat-riwayatnya, baik perbedaan dalam pengucapan lafal atau hurufnya. Az-Zarqani
juga berpendapat bahwa perbedaan qira’ah meliputi perbedaan tasydid dan pengucapan
lainnya. Qira'ah harus melalui talaqqi dan mushafahah, karena untuk mempelajarinya
harus dengan bantuan guru dan bertatap muka.

Salah satu mazhab Qira'ah yang paling terkenal adalah Qira'ah Sab'ah. Qira'ah Sab'ah
merupakan Qira'ah yang mengacu pada tujuh Imam masyhur, yaitu:

1. Imam Hanaf
Nama lengkapnya Nafi' bin Abdurrahman bin Abu Nu'aim Al Laitsi Al-Asfahani
Al Madani dan nama kecilnya adalah (Abu Ruwaim). Beliau lahir pada tahun 70
H dan wafat pada tahun 169 H. Awalnya beliau seorang budak dan dimerdekakan
oleh Abu Salamah, kemudian perawinya beliau yaitu Qalun dan Warsy.

2. Ibn Katsir

Nama lengkapnya Abu Said Abdullah bin Katsir bin Amr bin Rodan.
Lahir pada tahun 45 H. Beliau adalah Imam Qiraat di Mekah dan beliau wafat di
Mekkah pada tahun 120 H. Perawi Ibnu Katsir ada dua yaitu al-Bazzi dan
Qunbul.

3. Imam Abu Amr


Nama lengkapnya adalah Zaban bin 'ala' bin Umar bin 'Uryan bin Abdillah
bin al-Husain bin al-Harits. Sanadnya sampai ke Adnan. Beliau adalah seorang
imam qira'at, bahasa dan nahwu. Lahir di Mekkah pada tahun 70 H dan belajar
bersama sahabat. Meninggal pada tahun 154 H. Perawinya dari 2 imam yaitu
Hafsh ad-Duwari dan as-Susi.

4. Imam Abdullah bin Amir ash-Syaami

Nama lengkap beliau yaitu Abdullah bin al-Yahshhobi yang lahir pada
tahun 8 H. Beliau adalah seorang imam qiraat dari syam. Perawinya adalah
Hisyam dan Ibnu Dakwan. Hisham adalah Ibnu Ammar bin Nashir As-Sulami Al-
Qodhi Ad-Dimasyq, beliau adalah Imam dari Damaskus, dan seorang khatib serta
ahli Qori' dan Fiqh yang lahir pada tahun 153 H dan meninggal pada tahun 245 H.
Ibnu Dakwan adalah Abdullah bin Ahmad bin Dakwan Al-Qudsyi Ad-Dimayq
dan beliau dilahirkan pada tahun 173 H dan wafat pada tahun 242 H.

5. Imam 'Ashim

Abu Bakar 'Ashim bin Abi Nujud bin Buhdalah al-Asadi al-Kufi adalah
nama aslinya. Nama kecilnya Abu Bakar. Beliau termasuk di antara para tabi'in.
Gelarnya adalah 'Ashim. Beliau adalah Imam Kufah yang memadukan fashohah
dengan tajwid. Beliau Wafat di Kufah 127 H. Belajar qira'ah dari Abu
Abdurrahman As-Sulami Wazir bin Hubaisy, beliau belajar dari Ali bin Abi
Thalib dan Abdullah bin Mas'ud dan juga belajar dari Utsman kemudian Ali Ibnu
Mas'ud dan Utsman belajar dari Nabi.

Perawinya adalah Abu Amr Hafs bin Sulaiman bin Mughiroh al-Asadi al-
Kufi dengan nama kecil Abu Amr yang wafat pada tahun 180 H dan Abu Bakar
Syu'bah bin 'Iyas bin Salim al-Asadi al-Kufi, beliau dilahirkan pada tahun 95 H
dan meninggal pada tahun 193 H di Kufah.

6.Imam Hamzah dari Kufah.

Nama lengkapnya Abu Imarah Hamzah bin Habib bin Imaroh Az-Zayyat
Attaimi Lahir pada tahun 80 H. Setelah imam 'Ashim, beliau menjadi imam di
Kuffah. Beliau ahli dalam ilmu farid, arab, waro' dan zuhud. Beliau wafat pada
tahun 156 H. Qira'ah belajar dengan Ibnu Abi Laila dan Ibnu Abi Laila belajar
dari Minhal bin Amr, Minhal bin Amr belajar dari Said bin Jubair, Said bin Jubair
belajar dari Ibnu Abbas. Hamzah juga belajar dari Hamran bin A'yun, Hamran bin
A'yun belajar dari Abu Aswad ad-Du'a, dan perawinya adalah Khalaf dan Khalat.

Nama lengkap Khalaf adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bi


Tholib al-Bazzar. Beliau lahir pada tahun 150 H dan wafat pada tahun 229 H di
Bagdad.

Abu 'Isa Khallat bin Kholid as-Shoirofi adalah nama lengkap Khallat. Beliau
dilahirkan pada tahun 130 H. dan ada pula yang mengatakan 119 H. pada masa
pemerintahan Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Hakam. Beliau adalah seorang
guru yang hebat dan beliau wafat pada tahun 220 H.

7. Imam Al-Kisai

Nama lengkapnya Abu Hasan Ali bin Hamzah al-Kisai. Setelah Hamzah,
beliau adalah imam qiraat di Kuffah dan perawinya adalah Abu Harits dan Hafzh.
Abu Al-Harits adalah Al-Laits bin Khalid Al Marwazi Al Muqra'I yang wafat
pada tahun 240 H. Sedangkan Hafzh adalah Imam Hafsh Ad-Duwari.

E. Adab membaca

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mulia. Membacanya termasuk ibadah kepada
Allah. Mengajarkan dan mempelajari Al-Qur’an juga mendapat pahala. Dengan
demikian, memperhatikan adab dalam membacanya adalah bentuk kehormatan kepada
Al-Qur’an. Oleh karena itu dianjurkan untuk memperhatikan adab sewaktu membaca
Qur’an seperti berwudhu terlebih dahulu, membaca ditempat yang bersih dan suci,
menghadap kiblat, memperhatikan aturan tajwid, membersihkan mulut dengan bersiwak,
membaca dengan khusyuk dan tidak tergesa-gesa, memulai bacaan dengan ta’awwuz dan
basmallah, membaca dengan tartil dan membaguskan suara bacaan, meresapi makna dan
maksud ayat Qur’an, bersujud tilawah pada alhir ayat-ayat sajdah, dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka

Khalifah bin Khayyath. Taarikh Khalifat Ibn Khayyath, Beirut: Muassasat Ar-
Risalah, 1397 H, cet. 2.

Nuruddin Muhammad ‘Ithr Al-Halabi. Uluum Al-Qur’an Al-Kariim, Damaskus:


Mathba’ah As-Sabaah, 1993.

RI. Depag, al quran dan terjemahannya.

TM.Hasybi As Sidiqiy. Ilmu ilmu Al Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta 1989.

Nadim Ibnu, Al-Fihrisat, Beirut: Daar Al-Ma’rifat, 1997.

Baidan Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2004.

Al-Qaththan Manna. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj. Aumur Rafiq El-
Mazni. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.

_____ Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj. Aumur Rafiq El-Mazni. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Maulidya, A., & Fauzi, M. A. (2023). Sejarah Penulisan dan Pembukuan Al-
Qur’an. Tarbiatuna: Journal of Islamic Education Studies, 3(1), 129-136.

Suarni, S. (2017). MAKNA AL-QUR’AN DITURUNKAN DALAM TUJUH


HURUF. Jurnal Ilmiah Al-Mu ashirah: Media Kajian Al-Qur’an dan Al-Hadits Multi
Perspektif, 14(1), 1-9.

Irpina, I., Istiqamah, I., & Anisa, N. (2022). JAM’UL QUR’AN MASA NABI
MUHAMMAD SAW. MUSHAF JOURNAL: Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis, 2(1), 93-
100.

Anda mungkin juga menyukai