Anda di halaman 1dari 6

1.

Sejarah pembukuan al-qur'an

Pembukuan Al-Quran Pada Masa Nabi

Pengumpulan al-qur’an pada masa nabi disini dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu:

a. Pengumpulan Dalam Dada

Alqur’anul karim turun kepada nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis). Karena itu, perhatian nabi
hanyalah untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai alqur’an persis
seebagaimana halnya Al-qur’an yang di turunkan. Setelah itu, ia membacakannya kepada umatnya
sejelas mungkin agar mereka pun dapat menghafal dan memantapkannya. Hal ini karena nabi pun di
utus Allah di kalangan orang-orang yang ummi pula.

Al-qur’an sengaja di turunkan kepada nabi saw. Dan untuk itu perhatian nabi hanyalah untuk di
hafalakan dan menghayatinya serta membacakan secara detiel kepada umatnya.

b. Pengumpulan Dalam Dalam Bentuk Tulisan

Keitimewa’an yang kedua dari alqur’an karim ialah pengumpulan dan penulisannya dalam
lembaran. Rasulullah saw, mempunyai beberapa orang sekertaris wahyu. Setiap turun ayat Al-qur’an,
beliau memerintahkan kepada mereka untuk menulisnya dalam rangka memperkuat catatan dan
dukumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab allah Azza Wa Jallah, sehingga penulisan
tersebut dapat memudahkan penghafalan dan memperkuat daya ingat.[2]

Dalam pembukuan ini terdapat suatu keistimewaan, nabi Muhammad mempunyai sekertaris yang
berkaitan dengan penulisan al-qur’an dan nabi memerintahkan supaya berhati-hati dalam penulisan
tersebut sehingga dapat memudahkan penghafalan dan memperkuat daya ingat.

C. Pembukuan Al-Qur’an Pasca Nabi

1. Pembukuan al-qur’an pada masa abu bakar as-siddiq

Tragedy berdarah di yamamah tersebut di cermati secara kritis oleh umar al-khattab. Ia menjadi
risau dan khawatir peristiwa serupa terulang lagi, sehingga semakin banyak korban dari kalangan huffah
yang gugur. Bila demikian “masa depan” al-qur’an terancam. Maka muncul ide kreatif umar yang di
sampaikan kepada abu bakar as-siddiq untuk segera mengumpulkan tulisan-tulisan al-qur’an yang
pernah di tulis pada masa nabi saw.

Pada masa ini masa depan al-qur’an mersa terancam sehingga umar muncul ide bagus demi
terjaganya masa depan al-qur’an dan umar segera menyampaikan idenya kepada abu bakar as-siddiq
untuk segera mengumpulkan ayat-ayat alqur’an yang pernah di tulis oleh nabi supaya terasa lebih aman.
[3]
2. Pembukuan al-qur’an pada masa utsman bin affan

Pada masa pemerintahan utsman, wilayah Negara islam telah meluas sampai ke Tripoli barat,
Armenia dan azar baijan. Pada waktu itu islam sudah tersebar ke beberapa wilayah di afrika, syiria dan
Persia. Para penghafal al-qur’an pun akhirnya menjadi tersebar, ternyata menimbulkan persoalan baru
yaitu tentang silang pendapat di kalangan kaum muslimin mengenai bacaan (qira’at) al-qur’an.[4]

Pada masa utsman wilayah Negara islam meluas sehingga para penghafal al-qur’an menimbulkan
suatu permasalahan dalam bacaan al-qur’an, dalam persoalan ini ustman bermusyawarah dan untuk
mencari jalan keluar dari suatu permasalahan di atas dan menunjukkan suatu timnya yang terdiri empat
orang sahabat yaitu: yazid bin tsabit, Abdullah bin zubair, said al-ash dan abd al-rahman ibn al-haris ibn
hisyam untuk menyalin mushaf al-qur’an yang tersimpan di rumah hafsah, karena di pandang sebagai
mushaf standar.

D. Perbedaan Antara Keduanya

Perbedaan antara pemgumpulan (mushaf) abu bakar dan utsman adalah sebagai berikut.
Pengumpulan mushaf pada masa abu bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisannya al-qur’an ke
dalam satu mushaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul pada
kepingan-kepingan batu pelepah kurma dan kulit-kulit binatang. Adapun latar belakangnya karena
banyaknya huffadz yang gugur. Sedangka pengumpulan mushaf pada masa utsman adalah menyalin
kembali mushaf yang telah tersusun pada masa abu bakar, dengan tujuan untuk di kirimkan ke seluruh
Negara islam. Latar belakangnya adalah perbedaan dalam hal membaca alqur-an.[5]

2. Sejarah Pembukuan al-qur'an

Kita semua mengetahui bahwa Alquran itu diturunkan secara berangsur-angsur. Rasulullah menerima
wahyu ini dari malaikat Jibril dan kemudian menyampaikannya kepada para sahabat dan pengikutnya.

Kemudian para sahabat menghafalkannya dan ada pula yang mencatatnya. Namun, setelah Rasulullah
wafat terjadi kekhawatiran di kalangan para sahabat. Mereka takut bahwa Alquran akan punah karena
pada saat itu banyak para hafidz Alquran yang gugur di dalam pertempuran.

Dari situlah Umar bin Khattab memiliki gagasan bahwa sebaiknya Alquran dibukukan. Pada awalnya,
khalifah Abu Bakar menolak gagasan ini karena apa yang diusulkan oleh Umar tersebut tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah. Namun setelah menjelaskan bahwa semua ini demi kebaikan umat Islam
maka khalifah Abu Bakar menyetujui gagasan Umar, kemudian Abu Bakar memerintahkan agar naskah
dari ayat-ayat yang sudah ditulis itu dikumpulkan untuk disalin dan disusun kembali.
Abu Bakar dalam hal ini menunjuk Zaid bin Tsabit untuk melakukannya, karena dia adalah penulis suhuf-
suhuf di zaman Rasulullah. Zaid diperintahkan untuk mengumpulkan suhuf-suhuf Alquran baik yang
terdapat pada pelepah kurma, tulang hewan maupun dari para penghafal Alquran yang masih hidup.
Setelah selesai disusun, Abu Bakar kemudian menyimpan mushaf ini hingga ia wafat.

Setelah Abu Bakar wafat, maka kekhalifahan berpindah ke tangan Umar. Pada nasa kekhalifahannya,
tidak ada kegiatan pembukuan Alquran lagi. Sehingga pada masa kekuasaan Umar bin Khattab hanya
fokus pada penyebaran agama Islam. Dan hingga Umar wafat, tidak ada perdebatan tentang Alquran.

Kemudian kekhalifahan berpindah kepada khalifah Usman bin Affan. Pada masa Usman bin Affan,
kekuasaan Islam sudah sangat luas. Sehingga pemeluk Islam pada masa itu tidak lagi hanya bangsa Arab
saja.

Dan disinilah persoalan baru muncul. Salah seorang sahabat bernama Hudzaifah ibnu Yaman yang baru
pulang dari pertempuran mengabarkan kepada khalifah bahwa timbul perdebatan tentang qiraat
(bacaan) Alquran dikalangan kaum muslimin. Diantara mereka ada yang menganggap bahwa bacaannya
lah yang paling baik.

Dari persoalan itu Hudzaifah mengusulkan kepada khalifah agar segera diambil kebijaksanaan untuk
mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut agar masalah tersebut tidak menimbulkan perpecahan umat
Islam.

Usul tersebut kemudian langsung diterima oleh khalifah Usman bin Affan dengan langsung mengirim
utusan untuk meminta mushaf kepada Hafsah yang disimpan di rumahnya untuk disalin.

Zaid kembali ditunjuk oleh Usman sebagai ketua pembukuan Alquran ini dengan anggota-anggotanya
yaitu Abdullah bin Zubair, Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits.

Setelah selesai, Usman kemudian mengembalikan mushaf yang asli kepada Hafsah untuk disimpan.
Kemudian mushaf salinan tadi dikirimkan ke berbagai penjuru negeri seperti Mekah, Kuffah, Basrah dan
Suriah.
Mushaf tersebutlah yang sekarang dikenal dengan mushaf Usmani. Dan ini adalah cara Allah dalam
menjaga dan memelihara Alquran melalui perantara para sahabat Nabi, dengan membukukan Alquran
maka hingga saat ini Alquran masih terjaga kemurniannya sebagaimana firman Allah SWT:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar


memeliharanya.” [QS. Al-Hijr ayat 9]

https://www.makintau.com/2015/05/inilah-sejarah-singkat-penyusunan-dan-pembukuan-
alquran.html/amp

3. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an

1. Periode Nabi Muhammad SAW

Alqur’an merupakan sumber ajaran islam yang diwahyukan kepada rasulullah secara mutawatir pada
saat terjadi suatu peristiwa, disamping rasulullah menghafalkan secara pribadi, Nabi juga memberikan
pengajaran kepada sahabat-sahabatnya untuk dipahami dan dihafalkan, ketika wahyu turun Rasulullah
menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menulisnya agar mudah dihafal karena Zaid merupakan orang yang
paling berpotensi dengan penulisan, sebagian dari mereka dengan sendirinya menulis teks Al-qur’an
untuk di milikinya sendiri diantara sahabat tadi , para sahabat selalu menyodorkan al-Qur’an kepada
Nabi dalam bentuk hafalan dan tulisan-tulisan. Pada masa rasullah untuk menulis teks al-Qur’an sangat
terbatas sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur’an di pelepah-pelepah kurma,lempengan-
lempengan batu dan dikeping-keping tulang hewan, meskipun al-qur’an sudah tertuliskan pada masa
rasulullah tapi al-qur’an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf,

Pada saat itu memang sengaja dibentuk dengan hafalan yang tertanam didalam dada para sahat dan
penulisan teks Al-Qur’an yang di lakukan oleh para sahabat. Dan tidak dibukukan didalam satu mushaf di
karenakan rasulullah masih menunggu wahyu yang akan turun selanjutnya, dan sebagian ayat-ayat Al-
Qur’an ada yang dimansukh oleh ayat yang lain, jika umpama Al-Qur’an segera dibukukan pada masa
rasulullah, tentunya ada perubahan ketika ada ayat yang turun lagi atau ada ayat yang dimanskuh oleh
ayat yang lain.

2. Periode Abu Bakar r.a


Ketika rasullulah wafat dan kekholifaaan jatuh ketangan Abu Bakar, banyak dari kalangan orang islam
kembali kepada kekhafiran dan kemurtatan, dengan jiwa kepemimpinannya umar mengirim pasukan
untuk memerangi. Tragedi ini dinamakan perang Yamamah (12 H),yang menewaskan sekitar 70 para
Qori’dan Hufadz. dari sekian banyaknya para hufadz yang gugur, umar khawatir Al-Qur’an akan punah
dan tidak akan terjaga, kemudian umar menyusulkan kepada Abu Bakar yang saat itu menjadi khalifah
untuk membukukan Al-Qur’an yang masih berserakan kedalam satu mushaf, pada awalnya Abu Bakar
menolak dikarenakan hal itu tidak dilakukan pada masa rasulullah, dengan penuh keyakinan dan
semangatnya untuk melestarikan Al-Qur’an umar berkata kepada Abu Bakar “ Demi allah ini adalah
baik” dengan terbukanya hati Abu Bakar akhirnya usulan Umar diterima. Abu Bakar menyerahkan
urusan tersebut kepada Zaid Bin Tsabit . Pada awalnya Zaid bin Tsabit menolaknya dikarenakan
pembukuan Al-Qur’an tidak pernah dilakukan pada masa rasulullah sebagaimna Abu Bakar menolaknya.
Zaid bin Tsabit dengan kecerdasannya mengumpulkan Al-Qur’an dengan berpegang teguh terhadap
para Hufadz yang masih tersisa dan tulisan-tulisan yang tadinya ditulis oleh Zaid atas perintah
rasullullah. Zaid sangat hati-hati didalam penulisannya, karena al-Qur’an merupakan sumber pokok
ajaran islam. Yang kemudian Zaid menyerahkan hasil penyusunannya kepada Abu Bakar, dan beliau
menyimpannya sampai wafat. Yang kemudian dipegang oleh umar Bin Khattab sebagai gantinya
kekhalifaan.

3. Periode Umar Bin Khattab

Pada masa masa Umar Bin Khattab tidak terjadi penyusunan dan permasalahan apapun tentang Al-
Qur’an karena al-Qur’an dianggap sudah menjadi kesepakatan dan tidak ada perselisihan dari kalangan
sahabat dan para tabi’in. dimasa kekhalifaan umar lebih konsen terhadap perluasan wilayah, sehingga ia
wafat. Yang selanjutnya kekhalifaan jatuh ketangan Ustman bin Affan.

4. Periode Ustman Bin Affan

Semakin banyaknya negara yang ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, semakin beraneragamlah pula
pemeluk agama islam, disekian banyaknya pemeluk agama islam mengakibatkan perbedaan tentang
Qiro’ah antara suku yang satu dengan yang lain, masing-masing suku mengklaim Qiro’ah dirinyalah yang
paling benar. Perbedaan Qiro’ah tersebut terjadi disebabkan kelonggaran-kelonggaran yang diberikan
Nabi kepada Kabilah-kabilah Arab dalam membaca Al-Qur’an menurut dialeknya masing-masing.
Hufaidzah bin Yaman yang pernah ikut perang melawan syam bagian Armenia bersamaan Azabaijan
bersama penduduk Iraq. Telah melihaT perbedaan tentang Qiro’ah tersebut. Setelah pulang dari
peperangan. Hufaidzah menceritakan adanya perbedaan qiro’ah kepada Ustman Bin Affan, sekaligus ia
mengusulkan untuk segera menindak perbedaan dan membuat kebijakan, dikhawatirkan akan terjadi
perpecahan dikalangan ummat islam tentang kitab suci, seperti perbedaan yang terjadi dikalangan
orang yahudi dan Nasrani yang mempermasalahkan perbedaan antara kitab injil dan taurat. Selanjutnya
Ustman Bin Affan membentuk lajnah (panitia) yang dipimpin oleh Zaid Bin Harist dengan anggotanya
Abdullah bin Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits.

Ustman Bin Affan memerintahkan kepada Zaid untuk mengambil Mushaf yang berada dirumah Hafsah
dan menyeragamkan bacaan dengan satu dialek yakni dialek Qurays, mushaf yang asli dikembalikan lagi
ke hafsah. Ustman Bin Affan menyuruh Zaid untuk memperbanyak mushaf yang diperbaruhi menjadi 6
mushaf, yang lima dikirimkan kewilayah islam seperti Mekkah, Kuffah, Basrah dan Suria, yang satu
tersisa disimpan sendiri oleh Ustaman dirumahnya. Mushaf ini dinamai Al-Imam yang lebih dikenal
mushaf Ustmani, demikian terbentuknya mushaf ustmani dikarenakan adanya pembaruan mushaf pada
masa ustmani.

https://rokimgd.wordpress.com/berhasil-menaa/sejarah-pembukuan-al-quran/

Anda mungkin juga menyukai