Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH

PENULISAN DAN MUHAMMAD SOPIYAN


PEMELIHARAAN
AL-QUR’AN
A. PEMELIHARAAN AL-
QUR'AN MASA NABI
Allah menghendaki al-Qur'an yang diturunkan itu terpelihara keorisinalannya.
Sejarah mencatat ada dua cara pemeliharaan al-Qur'an yaitu menghafal dan
menuliskannya. Di setiap turun wahyu, Nabi selalu memanggil para penulis
wahyu untuk menghafal dan mencatat wahyu yang turun, hafalan dan
penulisan itu sesuai dengan lafadz yang disampaikan oleh Nabi.

Para penulis wahyu bagi Nabi ketika periode Makkah, antara lain:

Abdullah bin Abi Sarh, Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan,
Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Khalid dan Aban bin Sa'id bin Ash,
Handhalah bin Rabi‘, Syurahbil bin Hasanah, Abdullah bin Rawahah,
Sedangkan para penulis wahyu periode Madinah, antara lain:
Ubay bin Ka'ab
Zaid bin Tsabit
 Dalam pencatatan wahyu, para penulis harus mengikuti pedoman yang
telah digariskan ol eh Nabi, antara lain mereka tidak dibenarkan menulis
sedikit pun apa yang disampaikan Nabi selain al-Qur'an. Di samping itu,
Nabi juga menetapkan letak setiap ayat bersama suratnya masing-masing.
Bahan-bahan yang digunakan untuk mencatat wahyu-wahyu yang turun
adalah benda-benda yang dapat ditulis dan mudah didapatkan waktu itu,
seperti ar-riqa' (batu, pelepah kurma, tulang dan sebagainya).
Cara kedua yang digunakan dalam pemeliharaan al-Qur'an adalah melalui
hafalan. Para sahabat umumnya menghafal al-Qur'an, namun mereka yang
menghafal keseluruhannya tidak banyak, antara lain Ubay bin Ka'ab,
Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid, Abu Darda', Sa'ad bin Ubaid,
Usman bin Affan dan lain-lain.
Jumlah sahabat yang menghafal sebagian besar al-Qur'an banyak sekali.
Mereka inilah yang disebut al-Qurra' atau al-Huffadz yang ketika
memerangi Musailamah al-Kadzdzab banyak di antara mereka yang mati
terbunuh sebagai syuhada'.
Melalui dua cara inilah, hafalan dan tulisan, al-Qur'an sampai sekarang
tetap terpelihara keorisinalannya.
METODE TULISAN
Di samping menghafal, nabi juga berusaha mendokumnetasikan al-
Qur’an dalam bentuk tulisan. Karena itulah, beliau menunjuk
beberapa orang sahabat yang ahli menulis, seperti: Ali, Mu’awiyah,
Ubai bin Ka’ab, dan Zaid bin Sabit.
Setiap kali ayat turun, beliau menyuruh menuliskan ayat tersebut
pada tempat yang sudah ditentukan, baik dalam kelompok surat
maupun urutan ayatnya.
Alat tulis yang digunakan: pelepah kurma, lempengan batu, daun
lontar, kulit kayu, potongan tulang, kulit hewan.
B. PEMBUKUAN AL-
QUR'AN MASA ABU
BAKAR
Setelah Nabi Wafat tahun 11 H. Abu Bakar diangkat menjadi khalifah
mengantikannya.
 Kaum muslimin banyak yang murtad.
Tidak mau membayar zakat.
Ada beberapa orang yang mengaku nabi palsu yang memberontak
terhadap Abu Bakar, seperti Musailamah al-Kadzdzab, Aswad al-Ansi,
Saja'ah binti al-Haris dan lain-lain.
Akibatnya ketenteraman masyarakat, stabilitas keamanan dan politik
terancam. Semua itu memaksa khalifah mengambil tindakan tegas dan
keras.
Akhirnya pecahlah perang yang sengit di Yamamah melawan pasukan
Musailamah. Berguguranlah korban di kedua belah pihak. Di antara para
sahabat Nabi yang gugur, terdapat 70 orang mereka yang hafal al-Qur'an.
 Sejarah mencatat, Umarlah orang yang pertama tanggap terhadap
kematian para penghafal al-Qur'an itu.
Ia berasumsi, bila pertempuran semacam ini sering terjadi maka akan
hilang sebagian besar al-Qur'an dan keutuhannya menjadi terancam sebab
al-Qur'an di masa Nabi baru sampai pada tahap pencatatan pada berbagai
benda dan dihafal oleh para sahabat, belum sempat dibukukan, jadi masih
terpencar-pencar, baik dalam dada para penghafalnya, maupun dalam
catatan-catatan para penulis wahyu.
Jadi cukup beralasan bila Umar khawatir terhadap eksistensi al-Qur'an
akan terancam dengan makin banyaknya para penghafal al-Qur'an yang
meninggal dunia.
Mengingat kondisi yang kritis ini, Umar mengusulkan kepada khalifah
Abu Bakar supaya al-Qur'an yang sudah ditulis di masa Nabi itu dihimpun
dalam satu kitab.
 Pada mulanya Abu Bakar menolak dengan alasan, Nabi tidak pernah
melakukannya. Ia khawatir, kalau-kalau perbuatan tersebut menyeleweng dari
garis yang telah ditetapkan Nabi. Akhirnya setelah melalui diskusi yang relatif
lama antara kedua tokoh itu, Allah membukakan hati Abu Bakar menerima dan
melaksanakan gagasan Umar tersebut. Lalu ia memanggil Zaid bin Tsabit,
salah seorang penulis wahyu yang berpengetahuan luas dan jujur, untuk
meneliti kembali naskah-naskah al-Qur'an yang telah ditulis ketika Nabi masih
hidup. Pada mulanya ia menolak seperti Abu Bakar. Ketika inilah Zaid berkata
"memindahkan sebuah gunung jauh lebih mudah bagiku dari pada meneliti dan
menghimpun al-Qur'an". Tapi setelah melalui proses yang agak lama untuk
meyakinkan Zaid, maka Allah membukakan hatinya untuk menerima gagasan
itu dan akhirnya ia mau melaksanakan perintah khalifah tersebut.
Dalam melaksanakan tugas itu Zaid dan Umar senantiasa berpedoman kepada
garis yang ditetapkan oleh Abu Bakar, yaitu tidak dibenarkan menerima dan
menuliskan sesuatu dari kitab Allah kecuali bila didukung oleh dua saksi, yaitu
hafalan dan tulisan.
Dengan menggunakan pedoman tersebut, akhirnya Zaid berhasil menghimpun al-
Qur'an dalam bentuk buku yang kemudian diberi nama Mushhaf. Kemudian disimpan di
rumah Abu Bakar. Setelah beliau wafat, disimpan di rumah Umar, dan sepeninggal
Umar disimpan di rumah Hafshah, putri Umar, yang juga salah seorang mantan istri
Nabi.
Tidak diingkari bahwa selain mushhaf yang resmi ini, juga ada mushhaf-mushhaf lain
yang disusun oleh sahabat-sahabat Nabi seperti Mushhaf Ibnu Mas'ud, Mushhaf Ali,
Mushhaf Ubay bin Ka'ab dan sebagainya. Namun semua itu bersifat pribadi, sebaliknya
mushhaf yang resmi ini untuk memenuhi kepentingan umat secara keseluruhan. Itulah
sebabnya mushhaf mereka tidak memiliki ciri-ciri yang dijumpai pada mushhaf Abu
Bakar, yang antara lain:
1.Ketelitian penulisannya
2.Khusus memuat ayat-ayat yang tidak dimansukh bacaannya
3.Mendapat kesepakatan dari para umat/sahabat atas keaslian dan kemutawatirannya
4.Dapat dibaca dalam tujuh huruf/dialek.
C. STANDARISASI AL-
QUR'AN MASA USMAN
Nabi memberikan kelonggaran kepada para sahabat untuk membaca al-Qur'an lebih dari satu huruf/dialek
sesuai dengan yang diajarkan oleh malaikat Jibril demi memudahkan ummat membaca dan menghafalnya.
Dispensasi yang diberikan itu kemudian menimbulkan berbagai bacaan di kalangan sahabat. Lalu mereka
meyebar ke seluruh wilayah Islam untuk mengajarkan al-Qur'an kepada umat. Mereka mengajarkan al-Qur'an
sesuai dengan qiraat yang mereka terima dari Nabi. Penduduk Syam menerima qiraat dari Ubay bin Ka'ab,
Kufah mengikuti qira'at Ibnu Mas'ud dan yang lain menurut qira'at Abu Musa al-Asy'ari, dan sebagainya.

Perbedaan qira'at tersebut pada masa Nabi dan terus ke masa pemerintahan Umar belum menimbulkan
dampak negatif di tengah masyarakat karena para sahabat memahami dengan baik latar belakang terjadinya
perbadaan itu. Tapi kerukunan itu tidak bertahan lama, sekitar 6 tahun setelah Usman menjadi khalifah mulai
timbul persoalan yang berekor menjadi percekcokan yang tajam di tengah masyarakat, bahkan antara satu
aliran qira'at dengan yang lain saling mengkafirkan karena masing-masing pihak meyakini qiraatnyalah yang
benar dan yang lain salah seperti yang terjadi antara penduduk Syam dan Iraq.

Terjadinya pertengkaran yang tajam seperti itu erat hubungannya dengan makin jauhnya mereka dari masa
Nabi, sehingga mereka tidak dapat memahami dan menghayati dengan baik apa yang membuat qiraat itu
bervariasi. Hal ini diperburuk lagi dengan makin heteroginnya umat karena berbagai suku bangsa berbondong-
bondong masuk agama Islam dengan latar belakang yang berbeda-beda. Maka sangat masuk akal bila timbul
pertikaian yang tajam di kalangan mereka sebagai akibat logis dari perbedaan qiraat yang dapat membuat
pengertian ayat menjadi rancu.
Hudzaifah bin al-Yaman mengusulkan kepada kholifah Usman agar beliau
berkenan membentengi umat dari makin melebarnya perpecahan di kalangan
mereka dengan menyatukan mereka pada satu mushhaf induk yang akan
dijadikan satu-satunya pedoman di seluruh wilayah negara yang pada waktu
itu telah membentang luas mulai dari daerah-daerah Persia sampai ke Afrika
utara. Atas usulan tersebut, khalifah segera meminjam mushhaf Abu Bakar
yang disimpan di rumah Hafshah dan berjanji akan mengembalikannya lagi
setelah dipakai.. kemudian ia membentuk tim yang diketuai oleh Zaid bin
Tsabit dengan anggota-anggota Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash, dan
Abdul haris bin Hisyam. Tugas tim ini adalah meneliti kembali ayat-ayat al-
Qu'an dengan menjadikan mushhaf Abu Bakar sebagai standar.
Penulisan al-Qur'an pada tahap ini bukan sekedar menyalin Mushhaf Abu
Bakar , melainkan sekaligus menyatukan penulisannya ke dalam bahasa
Quraisy karena al-Qur'an memang diturunkan dalam bahasa tersebut.
Dengan menerapkan kriteria yang digariskan Khalifah Usman itu,
maka tim tersebut berhasil membuat beberapa mushhaf. Ada
pendapat yang menyatakan bahwa jumlah mushhaf itu ada tujuh
buah. Kemudian dikirim ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain,
Bashrah, dan Kufah, serta satu disimpan di rumah Khalifah di
Madinah sebagai pegangan Khalifah yang kemudian terkenal dengan
sebutan "Mushhaf al-Imam".
Seiring dengan pengiriman mushhaf-mushhaf tersebut, Khalifah
Usman memerintahkan supaya dimusnahkan semua shuhuf dan
mushhaf lain yang tidak sama dengannya termasuk mushhaf pribadi
para sahabat seperti Mushhaf Ibnu Mas'ud, Mushhaf 'Aisyah,
Mushhaf Ali, Mushhaf Ubay bin Ka'ab, Mushhaf Salim, Maula Abu
Hudzaifah dan sebagainya.
PERCETAKAN AL-
QUR’AN:
Sejak masa Usman (35 h) sampai masa Turki Usmani (1123 h) al-
Qur’an ditulis dan diperbanyak secara manual.
Baru tahun 1123 H/1694 M al-Qur’an dicetak pertama kali di
Hamburg Jerman.
Tahun 1248 H/1828 M al-Qur’an dicetak oleh negara Islam yaitu
Iran, di Teheran dan Tibris.
 Percetakan yang khusus untuk mencetak al- Qur’an muncul di
Leipzig Jerman tahun 1834 M.

Anda mungkin juga menyukai