Anda di halaman 1dari 2

Nama : SISWANTO

NIM : 2281131105
I. Penulisan al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW

Pada masa Nabi Muhammad SAW sudah dikenal secara umum, Beberapa sahabat
dikenal sebagai penulis wahyu,antara lain ialah : Abu bakar al-Siddiq,’Umar bin
Khaththab,’Utsman bin Affan,’Ali bin Abi Thalib, Muawwiyah, Khalid bin Walid, Ubay
bin Ka’b, Zaid bin Tsabit dan Tsabit bin Qais. Para sahabat menulis wahyu di kepingan
tulang-belulang,pelepah kurma, dan bebatuan. Pada masa nabi belum ada upaya untuk
mengumpulkan dan menyatukan al-Qur’an. Selain karena wahyu masih turun, juga belum
ada kebutuhan yang mendesak untuk melakukan upaya itu.

2. Penulisan al-Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra.

Setelah Rasulullah meninggal, Abu Bakar di angkat menjadi khalifah. Pada masa ini
terjadi kekacauan yang di timbulkan oleh orang-orang murtad,terutama yang di pimpin
Musailamah al-Kadzdzab bersama para pengikutnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya
peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H. Pada pertempuran itu banyak sahabat
penghafal al-Qur’an gugur, mencapai sekitar 70 orang, bahkan dalam suatu riwayat di
nyatakan sekitar 500 orang.
Peristiwa tersebut menggugah hati Umar bin Khaththab untuk meminta kepada
Khalifah Abu Bakar agar al-Qur’an segera di kumpulkan dan di tulis dalam sebuah
mushaf. Beliau khawatir al-Qur’an akan berangsur-angsur hilang bila hanya
mengandalkan hafalan semata, apalagi para penghafalnya semakin berkurang. Semula Abu
Bakar ragu-ragu menerima gagasan Umar bin Khaththab tersebut. Namun akhirnya beliau
pun menerimanya setelah betul-betul mempertimbangkan kebaikan dan manfaat gagasan
tersebut. Abu Bakar lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk segera mengumpulkan
ayat-ayat yang berserakan di berbagai lembar tulisan.
Zaid dalam melakukan tugas ini sangat teliti sehingga iya tidak menerima ayat yang
hanya terdapat pada tulisan saja atau hafalan saja, tapi harus ada dua bukti, yaitu tertulis
dan di hafal. Begitulah selalu yang di lakukannya, sesuai dengan perintah Abu Bakar. Abu
Bakar berkata kepada Umar dan Zaid:”Duduklah di depan pintu masjid jika ada dua orang
yang datang kepada kalian dan menyaksikan sebuah ayat al-Quran maka terimalah dan
tulislah.” Meski hadist ini munqathi’. Tapi para perawinya tsiqat. Ibn Hajar menafsirkan
dua saksi yang dimaksudkan oleh Abu Bakar adalah hafalan dan tulisan, Jadi menurut Ibn
hajar adanya seorang yang menjadi saksi bahwa suatu ayat telah di tulis dan seorang lagi
bersaksi telah di hafal maka di anggapnya cukup. Menurut al-Sahkawi yang di maksud
mereka berdua bersaksi adalah bahwa ayat tersebut telah di tulis di hadapan Nabi, lalu
bagaimana mungkin Zaid menerima ayat terakhir dalam surat at-Taubah yang katanya
hanya di jumpai pada Abu Khuzaimah al-Anshary ? Jawabannya adalah bahwa ayat
tersebut telah di hafal oleh para sahabat termasuk Zaid sendiri. Akan tetapi Zaid tetap
konsisten tidak akan menerima ayat hanya dari hafalan sebelum ada bukti lain yang
tertulis. Pada Abu Khuzaimah ini lah Zaid menemukan tulisan ayat itu yang tidak di tulis
oleh orang lain. Namun mengapa Zaid menerima sebuah ayat yang hanya di tulis oleh satu
orang saja, padahal semestinya harus oleh dua orang saksi ? Hal itu meski hanya di tulis
satu orang tapi ayat tersebut dihafal oleh banyak sahabat sehingga jumlah yang banyak itu
menjadi saksi terhadap tulisan itu.
Pekerjaan ini dapat diselesaikan Zaid dalam setahun, tergolong waktu sangat cepat.
Mushaf ini kemudian di simpan di rumah Abu Bakar sampai wafat lalu di rumah Umar
sampai wafat lalu di rumah putrinya Hafshah.

3. Penulisan al-Qur’an Pada Masa Utsman Ibn Affan ra.

Islam telah tersebar keberbagai negara yang ditaklukkan oleh pasukan islam. Di setiap
negeri yang ditaklukkan pasukan islam mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak negeri baru
itu dengan bacaan yang berbeda sesuai dengan dialek Bahasa masing-masing. Sebab, al-
Qur’an memang di turun dalam tujuh Bahasa yang berbeda dan hal itu diterima Nabi saw.
Agar mereka mudah menghafalnya. Jika pada awalnya perbedaan lahjah atau dialek bacaan
tidak bermasalah, namun setelah wilayah kekuasaan islam semakin luas timbul masalah
dalam perbedaan itu. Pertikaian dalam soal perbedaan bacaan ini sampai saling menyalahkan
dan mengkafirkan. Utsman mengkhawatirkan sekali perbedan mereka dalam bacaan al-
Qur’an. Lalu Hudzaifah berkata kepada Utsman,”Wahai, amirul mukminin! lakukan suatu
Tindakan sebelum umat terpecah-belah,”Maka Utsman memina kepada Hafshah untuk
mengirim lembaran-lembaran al-Qur’an yang ada padanya untuk di salin ke dalam mushaf-
mushaf dan setelah tugas penyalinan selesai lembaran-lembaran itu akan dikembalikan lagi.
Hafsah mengirimkannya kepada Utsman. Lalu Utsman menugaskan Zaid Ibn
Tsabit,Abdullah Ibn Zubair,Sa’id Ibn Abi Waqqash dan Abdurrahman Ibn al-Haris untuk
menyalin mushaf.

Anda mungkin juga menyukai