PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
c). Catatan yang ditulis oleh sahabat yang tidak digolongkan sebagai Kuttab al-Wahyi
yang juga disimpan dirumahmasing-masing. Kuttabal-Wahyi yang ditunjuk oleh
Rasul SAW yang terpopuler adalah:
Masa Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin KhattabSetelah Rasulullah SAW
wafat yaitu pada 12 Rabiul Awal tahun 10 Hijriah dalam usia 63 tahun. Pemerintah
dipegang oleh Abu Bakar r.a. Pada tahun pertama kepemimpinannya, bergeraklah
Musailamah al-Kazzab (si pendusta) di daerah Yamamah pada tahun 12 H ,dia
mengatakan dirinya sebagai Nabi. Setelah Abu Bakar mengetahui tindakan
Musailamah itu, Abu Bakar segera mengambil tindakan untuk memeranginya dengan
menyiapkan pasukan tentara yang terdiri dari 1000 pengendara kuda yang dipimpin
oleh Khalid ibn Walid. Dalam peperangan Yamamah tersebut, telah mati syahid
sebanyak 700 penghafal Al-qur’an. Musailamah juga mati terbunuh dalam
peperangan itu. Memperhatikan keadaan para sahabat penghafal Al-Qur’an banyak
yang mati terbunuh dalam peperangan Yamamah, maka timbullah gagasan Umar ibn
Khattab dan mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar supaya Al-qur’an yang masih
bertaburan itu supaya dikumpulkan dan ditulis karena khawatir kalau pembunuhan
seperti ini kian meluas meliputi para penghafal Al Qur’an pada peperangan lainnya
dan akan hilanglah Al-Qur’an kalau hanya dihafal saja. Permintaan Umar bin Khatab
tersebut disetujui Abu Bakar.
Selanjutnya khalifah Abu Bakar menunjuk kepada Zaid bin Tsabit untuk menjadi
ketua panitia pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an . Karena sebab-sebab tersebut,
Abu Bakar memerintahkan Zaid untuk menyusun Al-Qur’an atas pertimbangan
bahwa ia adalah penghafal Al-Qur’an dan sekretaris Rasulullah SAW. Pengumpulan
3
dilakukan dengan bersumber pada catatan-catatan dan hafalan, dengan dikuatkan oleh
dua saksi. Pada mulanya Zaid pun tidak mau melakukan tugas pengumpulan naskah-
naskah Al-Qur’an itu karena hal itu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah. Malah
Zaid bin Tsabit mengatakan “andai kata ia disuruh memindahkan bukit, maka tidaklah
lebih berat daripada tugas mengumpulkan naskah-naskah al-Qur’an yang berserakan
di rumah para sahabat”. Namun karena alasan demi kelestarian Al-Qur’an itu sendiri
akhirnya Zaid bin Tsabit menerima tugas itu dan beliau zaid bin tsabit bekerja amat
teliti.
“اDuduklah kalian di pintu masjid siapa yang datang kepada kalian membawa catatan
Al-Qur’an dengan dua saksi, maka catatlah”.
Begitu juga Umar bin Khattab berdiri di depan masjid menyeru orang yang lewat
untuk menyerahkan teks-teks itu kepada Zaid bin Tsabit. Di samping itu, ada
beberapa sahabt yang berkeliling Madinah menyerukan maksud yang sama.
Kemudian Zaid ibn Tsabit dalam rangka pemenuhan tugas ini berusaha mendatangi
orang-orang yang menghafal Al-Qur’an. Dalam pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an ini
khalifah Abu Bakar memberi arahan agar yang diterima adalah hanya yang ditulis
atau dicatat di hadapan Nabi saja. Bukan yang salinan. Begitupun sebuah teks ayat
Al-Qur’an, untuk menjaga keasliannya harus disertai dengan dua orang saksi.
Demikian pula, meskipun Zaid bin Tsabit hafal seluruh Al-Qur’an seutuhnya, dia
dilarang oleh khalifah untuk menuliskan teks baru dari hafalannya, melainkan harus
berdasarkan teks tertulis. Dari usaha tersebut terkumpullah Al-Qur’an, yaitu
pengumpulan ayat-ayat yang tertulis diatas tulang, pelepah dan kepingan batu,
kemudian disalin diatas kulit yang telah dimasak, serta disimpan dalam arsip
kenegaraan di bawah pengawasan Khalifah Abu Bakar.
pengumpulan hasil pekerjaan Zaid bin Tsabit ini belum dapat disebut mushaf
karena baru beberapa lembaran-lembaran kertas kulit yang ukurannya pun tidak sama,
Cuma ditumpuk, diikat belum dijilid dan tidak tersusun rapi. Namun, sudah lengkap
dan susunan ayat dan surahnya sudah seperti yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.
Sebelum meninggal Abu Bakar berpesan dan mmepercayakan mushaf Al-Qur’an
yang disimpan sebagai arsip kenegaraan kepada Umar bin Khattab, yang kemudian
menggantikannya menjadi khalifah. Lembaran-lembaran yang di kumpulkan dalam
satu mushaf pada masa Abu Bakar memililki beberapa keistimewaan yang terpenting:
4
1. Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat mendetail dan kemantapan yang
sempurna.
2. Yang tercatat dalam mushaf hanyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh
bacaannya.
3. Ijma’ umat terhadap mushaf tersebut secara mutawatir bahwa yang tercatat adalah
ayat-ayat Al-Qur’an.
4. Mushaf mencakup qira’atussab’ah yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-
benar sahih.Setelah Abu Bakar wafat,Al quran tesebut dipegang oleh Khalifah
Umar dan dia menyuruh menyalin Al-Qur’an dari shuhuf-shuhuf itu ,di pindah
pada suatu shahifah(lembaran).
Kholifah Umar bin khottob bukan hanya menyimpan dan menjaga dengan
baik naskah Al-Qur’an yang dipercayakan kepadanya, tetapi juga menggiatkan
pengajaran Al-Qur’an, hingga melewati batas jazirah ke negeri-negeri sekitar yang
telah beriman, mengikuti ajaran Rasulullah. Beliau mengutus 10 orang ke Basra
untuk mengajarkan Al-Qur’an. Begitu juga Ibnu Mas’ud seorang sahabat yang
hafal Al-Qur’an untuk mengajar ke Kufah. Para sahabat yang diutus ini diberi
pesan agar mengajarkan Al-Qur’an bukan berdasarkan hafalan, tapi dari teks-teks
tertulis agar terhindar dari kealpaan terhadap hafalan.
Pada kesempatan berikutnya khalifah Umar bin Khattab juga mengirim
sejumlah sahabat untuk mengajarkan Al-Qur’an ke Suriah, Palestina, dan
Damaskus. Di tempat-tempat ini orang mengikuti pengajaran mencapai jumlah
ribuan orang. Demikian juga di tempat-tempat lain tempat-tempat yang baru
dikuasai pada zaman itu.Di ibu kota sendiri, Madinah, Umar bin
Khattabmenugasibeberapa sahabat untuk mengajarkan al-Qur’an kepada anak-
anak. Kiranya inilah juga salah satu upaya khalifah Umar bin Khattab untuk
menjaga keaslian al-Qur’an.
Setelah Umar wafat, naskah al-Qur’an disimpan pada Hafsah. Setidaknya ada
dua alasan mengapa naskah itu tidak diserahkan kepada Usman Khalifah yang
ketiga, yaitu :
1). karena Hafsah putri Umar
2). karena hafsah adalah juga istri Rasulullah saw.
Masa kholifah Usman bin Affan Selanjutnya pada masa khalifah Utsman bin
Affan, yaitu setelah beberapa tahun berjalannya pemerintahan dilakukan usaha
untuk menggerakkan para sahabat guna peninjauan kembali shuhuf-shuhuf yang
ditulis oleh Zaid ibn Tsabit. Ide ini timbul karena melihat hebatnya perselisihan
masalah qira’at pada daerah-daerah Islam yang baru dapat dikuasai. Ummat Islam
perlu diselamatkan sebelum mereka berselisih dalam Al-Qur’an.Kemudian
Utsman ibn Affan segera meminta kepada Hafsah istri Nabi agar dapat
memberikan shuhuf-shuhuf yang ada padanya untuk disalin ke dalam beberapa
mushaf dan setelah itu akan dikembalikan lagi shuhuf-shuhuf itu kepada hafsah.
5
Khalifah Utsman bin Affan menyuruh Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,
Zaid bin Ash dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam menyalin dari shuhuf-
shuhuf itu ke beberapa mushaf hingga selesai, setelah itu shuhuf” pun di
kembalikan kepada hafsah.
Mushaf Usmani yang tidak dilengkapi dengan tanda harakat dan titik untuk
membedakan bunyi konsonan yang hurufnya sama, pada mulanya tidak
bermasalah. Namun, setelah banyaknya orang ajam(bukan orang Arab) dan tidak
berbahasa Arab yang baru memeluk agama Islam, maslah kesalahan dan kesulitan
membaca timbul kembali karena mereka tidak memahami makna kata dan kalimat
dalam Al-Qur’an itu. Hal ini berlangsung hampir 40 tahun lamanya, sampai pada
suatu saaat Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan terkejut mengetahui Ubaidillah
(putra Ziyad bin Abihi, gubernur Basrah) malah banyak sekali melakukan
kesalahan dalam membaca. Maka khalifah meminta kepada Ziyad untuk menugasi
Abul Aswad Ad-Duali (w. 69 H), seorang pakar tata bahasa Arab untuk mengatasi
masalah ini. Ziyad langsung menyurati Abul Aswad Ad-Duali dan mengatakan:
“Orang-orang muslim non-Arab telah semakin banyak dan telah merusak bahasa
Arab, maka cobalah anda menuliskan sesuatu yang dapat memperbaiki bahasa
orang-orang itu, dan dapat membuat mereka membaca Al-Qur’an dengan benar”,
Abul Aswad Ad-Duali sendiri pada mulanya tidak mau melakukan tugas itu
karena terpengaruh oleh fatwa:
Abdullah bin Mas’ud, sahabat Rasulullah saw, dan sekaligus pakar terkemuka Al-
Qur’an yang mengatakan:
Sampai pada suatu waktu Abul Aswad Ad-Duali mendengar seorang melafalkan
kata rosuluhu dengan lafal rosulihi yang terdapat pada ayat 3 surat at-Taubah
:
“……Annallaha bari-un minal musyrikin warosuluhu……”
6
Abul Aswad Ad-Duali sangat terkejut kalau kata rosuluhu pada ayat itu di baca
rosulihi makna ayat itu menjadi:
Padahal kalau kata itu dibaca dengan benar yaitu “rosuluhi”, maka makna ayat itu
adalah:
Bacaan yang salah membuat Abul Aswad Ad-Duali merasa kaget dan terpukul
dan berseru:
7
Dalam menulis Alquran terdapat 3 pendapat yang berbeda dari Ulama’ al-
Qur’an :
1) Tidak di bolehkan sekali-sekali kita menyalahi khat ustmani, baik dalam
menulis و maupun dalam menulis ا, dan dalam menulis yang lain-lainnya.
Pendapat ini dipegang erat oleh imam Ahmad. Abu ‘Amer Ad Dany
berkata: ”tidak ada yang menyalahi apa yang dinukilkan imam malik, yaitu tidak
boleh kita menulis Alquran selain dengan yang ditetapkan oleh para sahabat itu”
2) Tulisan Alquran itu bukan tauqifi : bukan demikian diterima dari syafa’ tulisan
yang sudah ditetapkan itu, tulisan yang dimupakatkan menulisnya dimasa itu.
Ibnu khaldun dalam muqaddimahnya, dan Alqadli Abu bakar dalam kitab Al
intishar, Beliau berkata: “Tuhan tidak mewajibkan kita menulis Alquran dengan
cara yang tertentu” Rasulullah SAW, hanya memerintahkan menulis Alquran
dan tidak menerangkan cara menulisnya.
3) Pengarang Attibyan dan Al-burhan memilih pendapat yang dipahamkan dari
perkataan Ibnu ‘Abdis salam, yaitu kebolehan kita menulis Alquran untuk
manusia umum menurut istilah-istilah yang dikenal oleh mereka dan tidak
diharuskan kita menulis menurut tulisan lama. Karena dikhawatirkan akan
meragukan mereka.
Dan harus ada orang yang memelihara tulisan lama sebagai barang pustaka
yakni orang ‘Arifin. Maka kami menulis ayat-ayat menurut istilah baru (istilah
para ulama) sesuai dengan undang-undang Imla’ yang mudah dibaca orang. Dan
tidak ada salahnya pula orang menulis ayat-ayat dengan tulisan latin, asal
qiraatnya benar.
8
BAB III
PENUTUP
9
DAFTAR PUSTAKA
10