Anda di halaman 1dari 6

“TEORI DAN PENDEKATAN

PERSON”

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pendekatan Person Centered

2. Sejarah

3. Pandangan Tentang Manusia

4. Konsep Dasar

5. Proses Konseling

6. Tujuan Konseling

7. Peran dan Fungsi Konselor

8. Tahap-tahap Konseling

9. Teknik-teknik Konseling

PENGERTIAN PENDEKATAN PERSON CENTERED

Pendekatan konseling dan terapi yang dimaksudkan untuk membantu konseli memenuhi potensi
unik mereka dan menjadi pribadinya sendiri. Rogers mencoba untuk membebaskan orang dari
pengaruh orangtua pada zamannya yang menguasai pikiran, perasaan, dan tindakan anak-anaknya.

Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa personal centered adalah salah satu model pendekatan
yang membantu bagaimana mengfungsikan potensi positif yang ada pada diri manusia yang
memang pada hakikatnya manusia memiliki potensi positif untuk mengatasi masalahnya,
membentuk kesadaran kesadaran dan membuat kepuutusan-keputusan.

Dengan demikian teori ini sepenuhnya diserahkan pada kesanggupan diri seorang konseli

Terapi client-centered memasukkan konsep bahwa fungsi konselor adalah tampil langsung dan bisa
dijangkau oleh konseli serta memusatkan perhatian pada pengalaman disini dan sekarang yang
tercipta melalui hubungan antara konseli dan konselor.

Ciri yang paling khas dari pendekatan ini terletak pada peran aktif konseli dalam proses konseling.
Seorang konselor bertugas memberikan fasilitas kepada konseli dalam menemukan sendiri cara yang
paling tepat dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada diri konseli yang terjadi saat ini dan
selanjutnya.

SEJARAH

Pendekatan person-centered dikembangkan oleh Dr. Carl Rogers (1902- 1987) pada tahun 1940-an.
Pada awal perkembangannya Carl Rogers menamakan non directive counseling, pada tahun 1951
Rogers mengganti nama pendekatan non-direktif menjadi client-centered.
Rogers mengembangkan aplikasi pendekatan ini pada area yang lebih luas dan menjangkau populasi
yang lebih bervariasi seperti, konseling pasangan dan keluarga, kelompok minoritas, kelompok antar
ras dan antar kultur serta dalam hubungan internasional. Karena luasnya area aplikasi dan pengaruh
pendekatan, yaitu tentang bagaimana manusia mendapatkan, memiliki, membagi atau menyerahkan
kekuasaan

dan control atas orang lain dan atas dirinya, maka pendekatan ini lebih dikenal sebagai pendekatan
yang berpusat pada manusia (person- centered)

PANDANGAN TENTANG MANUSIA

Pendekatan person-centered memiliki keyakinan bahwa individu pada dasarnya baik. Setiap manusia
memiliki dorongan dari dalam (inner directed) untuk mengembangkan strategi yang membuat
dirinya berfungsi penuh. Pendekatan ini juga memandang manusia sebagai insan rasional, makhluk
sosial, realistis dan berkembang.

Beberapa pendekatan beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki potensi merusak
terhadap dirinya sendiri dan orang lain.

Namun Rogers manaruh kepercayaan penuh terhadap potensi baik manusia dalam mengembangkan
dirinya, berjuang untuk menfungsikan secara sepenuhnya bahwa dalam diri manusia memiliki
banyak potensi positif.

KONSEP DASAR

Pendekatan person-centered dibangun atas dua hipotesis dasar, yaitu (1) setiap orang memiliki
kapasitas untuk memahami keadaan yang menyebabkan ketidakbahagiaan dan mengatur kembali
kehidupannya menjadi lebih baik, (2) kemampuan seseorang untuk menghadapi keadaan ini dapat
terjadi dan ditingkatkan jika konselor menciptakan kehangatan, penerimaan, dan dapat memahami
relasi (proses konseling) yang sedang dibangun. Rogers mengemukakan konsep kepribadian yang
terdiri dari tiga aspek, yaitu:

· Organism, merupakan individu itu sendiri

· Phenomenal Field, pengalaman-pengalaman hidup yang bermakna

· Self, interaksi antara organism dan phenomenal field.

PROSES KONSELING

komponen yang digunakan konselor dalam proses konseling, seperti kemampuan mendengar aktif
(active listening), genuineness, dan paraprashing. Point penting dalam pendekatan ini adalah konseli
telah memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya, konselor berperan dalam
mendengarkan tanpa memberi penilaian, tanpa mengarahkan, dan membantu konseli untuk merasa
diterima dan dapat memahami realitas perasaannya sendiri.
Salah satu frasa yang digunakan untuk mendeskripsikan terapi Rogers, yaitu menggunakan analogi
belajar sepeda. Ketika anda membantu seorang anak belajar naik sepeda, anda tidak boleh hanya
memberitahu bagaimana cara naik sepeda. Sebagai pelatih anda tidak bisa menjaganya terus
menerus. Ada waktunya anda membiarkan mereka jalan sendiri. Sama halnya dengan terapi, jika
dengan kebebasan dan tanggung jawab dapat membantu konseli mencapai aktualisasi diri, maka
mereka tidak akan mencapai hal tersebut jika tetap bergantung pada konselor. Mereka perlu
mencobanya sendiri dalam kehidupan nyata.

TUJUAN KONSELING

Konseling person-centered bertujuan membantu konseli menemukan konsep dirinya yang lebih
positif lewat komunikasi konseling, dimana konselor mendudukkan konseli sebagai orang yang
berharga, orang yang penting, dan orang yang memiliki potensi positif dengan penerimaan tanpa
syarat. Tujuan utama pendekatan person-centered adalah pencapaian kemandirian dan integrasi
diri.

Jadi menurut tujuannya sebenarnya konselor berperan membantu konseli dalam menemukan jati
diri konseli. Teori ini menjadi urgen karena dengan pendekatan ini seorang konseli kembali
menemukan kesadaran bahwa dirinya memiliki potensi positif dan mampu menyelesaikan
masalahnya sendiri

PERAN DAN FUNGSI KONSELOR

Dalam proses konseling ini, konselor berperan mempertahankan tiga kondisi inti, yaitu, kongruen
(congruence) atau keaslian, penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance)
dan pemahaman yang empatik dan akurat (accurate empathic understanding).

Pertama, kongruen berarti bahwa konselor menampilkan diri yang sebenarnya, asli, terintegrasi dan
otentik. Keaslian konselor dapat terlihat melalui respons konselor yang muncul secara alamiah, asli,
dan tidak dibuat-buat, sehingga tidak berlebihan. Menurut pendapat lain mengatakan bahwa
kongruensi maksudnya adalah realness, kejujuran atau tidak berpura-pura, keterbukaan, dan
presence (kesadaran).

Konselor perlu memiliki koneksi dengan perasaan-perasaan yang mereka alami, sehingga ibarat
pasien, konseling benar-benar merasa bertemu denga dokternya. Konselor seyogyanya menjalin
hubungan secara langsung dan menghindari penempatan konseli sebagai objek. Konselor yang
kongruen tidak sedang memainkan peran apapun, mencoba sesopan mungkin, dan tampak
professional.

Kedua, unconditional positive regard berarti bahwa konselor dapat berkomunikasi dengan konseli
secara mendalam dan jujur sebagai pribadi. Sedangkan acceptance adalah menunjukkan
penghargaan yang spontan terhadap konseli. Penelitian Rogers mengindikasikan bahwa semakin
besar derajat perhatian (caring), pemberian (prizing), penerimaan, dan penghargaan terhadap
konseli dengan cara yang tidak posesif, akan semakin besar pula kesempatan untuk mencapai
kesuksesan konseling.
Pada langkah kedua ini konselor dituntut bekerja tanpa tendensi. Ia bekerja sepenuh

hati tanpa mengharap apapun. Barometer keberhasilan konselor dalam membantu konseli adalah
ketika mampu memberi kesempatan tidak secara menekan maka ia akan melihat hasil
perkembangan dan keberhasilan konseli dalam menyelesaikan masalahnya. Dalam konteks ini
konselor hanya dituntut melayani sepenuh hati seolah hanya memberikan ruang tanpa tekanan dan
ketentuan-ketentuan terhadap konseli. Sehingga secara otomatis konseli merasa nyaman dan sekan
menemukan jalannya.

Ketiga, Empathy atau deep understanding adalah kemampuan konselor untuk memahami
permasalahan konseli, peka terhadap perasaan konseli sehingga konselor mengetahui bagaimana
konseli merasakan perasaannya. Kemungkinan konseli akan menemukan beberapa aspek yang
tersembunyi tentang dirinya sendiri yang sebelumnya tidak disadari.

Selain harus memiliki kemampuan di atas, konselor juga dituntut untuk ikut lebur merasakan apa
yang dirasakan oleh konseli seolah masalah itu juga menimpa dirinya. Empati dan ketulusan tersebut
lambat laun akan membentuk kesadaran konseli sehingga ia mampu menemukan jati dirinya yang
selama ini tidak ia temukan.

TAHAP-TAHAP KONSELING

Kondisi konseling dalam pendekatan ini dapat terlihat pada proses konseling antara konselor dengan
konseli harus ada kontak psikologis (terbangun hubungan interpersonal). Baik konselor maupun
konseli sama-sama memahami pengalamannya sebagai sebuah relasi. Konseli berada dalam keadaan
tidak seimbang, yaitu mengalami ketidaksesuaian antara persepsi diri (ideal self) dengan
pengalaman nyata (real self). Disini konseli mencoba mengatasi masalahnya, namun belum berhasil.
Sedangkan konselor dalam keadaan yang seimbang, terbuka terhadap perasaan dan pengalamannya
terhadap konseli. Kondisi ini yang dinamakan unconditional positive regard,dimana konselor
membuka diri tentang perasaan dan pengalamannya tanpa konseli memintanya. Kemudian konselor
dapat menghargai konseli sebagai pribadi yang unik yang mungkin memiliki nilai, pandangan hidup,
atau pengalaman yang berbeda dengannya. Sikap hangat, positif, dan penerimaan dari konselor
dapat mendorong konseli untuk menerima dirinya. Selanjutnya konselor menunjukkan sikap empati
terhadap konseli. Jika kondisi ini mampu dirasakan oleh konseli, maka konseli akan menjadi lebih
positif dan menemukan konsep dirinya

TEKNIK-TEKNIK KONSELING

Menurut corey, dalam hal ini konselor harus memiliki dan memperlihatkan berbagai keterampilan
interpersonal yang dibutuhkan dalam proses konseling.[19]

a. Mendengar aktif (active listening)

Yaitu memperlihatkan perkataan konseli, sensitif terhadap kata atau kalimat yang diucapkan,

intonasi dan bahasa tubuh konseli.


b. Mengulang kembali (restating/praphasing)

Mengulang perkataan konseli dengan kalimat yang berbeda. Artinya konselor mengatakan kembali
inti ungkapan konseli.

c. Memperjelas (clarifying)

Adalah merespon pernyakataan konseli atau pesan konseli yang membingungkan dan tidak jelas,
dengan memfokuskan pada isu-isu utama dan membantu individu tersebut untuk menemukan dan
memperjelas`perasaan-perasaannya yang bertolak belakang.

d. Menyimpulkan (summarizing)

Merupakan keterampilan konselor untuk menganalisis seluruh elemen-elemen penting yang muncul
dalam seluruh atau bagian sesi konseling. Kemampuan ini sangat dibutuhkan pada saat proses
transisi dari satu topik ke topik lainnya.

e. Bertanya (questioning)

Teknik ini bertujuan untuk menggali informasi yang lebih dalam dari konseli. Dalam bertanya
terdapat dua jenis pertanyaan. Yaitu, pertanyaan tertutup yang hanya memberi peluang jawaban iya
atau tidak dan pertanyaan terbuka dengna mengguanakan kata tanya seperti: apa, di mana, kapan,
mengapa, dan bagaimana.

f. Menginterpretasi (interpreting)

Kemampuan konselor dalam menginterprestasi pikiran, perasaan, atau tingkah laku konseli.

g. Mengkonfrontasi (contfronting)

Merupakan cara yang kuat untuk menantang konseli untuk melihat dirinya secara jujur. Artinya
konselor mendorong konseli untuk meneliti kembali dirnya secara jujur baik dari perkataan atau
perbuatan.

h. Mereflesikan perasaan (reflecting feelings)

Kemampuan untuk merespon terhadap esensi perkataan konseli. Merefleksikan perasaan bukan
sekedar memantulkan perasaan konseli tapi termasuk ekspresinya.

i. Memberikan dukungan (supporting)

Konselor memberikan dukungan dan perhatian penuh kepada konseli dengan cara mendengar aktif
terhadap apa

yang konseli keluhkan, mendekatkan diri secara psikologis, dan merespon dengan penuh dukungan.

j. Berempati (emphatizing)

Konselor lebih sensitif terhadap hal-hal subyektif konseli. Artinya konselor mampu memberikan
perhatian penuh terhadap konseli, seakan konselor merasakan apa yang dirasakan oleh konseli.
k. Menfasilitasi (facilitacing)

Bertujuan memberdayakan konseli untuk mampu mencapai tujuan-tujuannya.

l. Memulai (initiating)

Ketrampilan memulai kegiatan dalam proses konseling, seperti diskusi, menentukan tujuan, dan
mencari alternatif solusi.

m. Menentukan tujuan (setting goals)

Konselor menstimulasi konseli untuk menentukan dan memperjelas tujuan dari konseling yang
dilakukan.

n. Mengevaluasi (evaluating)

Konselor harus dapat mengevaluasi apa saja yang terjadi termasuk respons, pesan, dan perasaan
dirinya sendiri.

o. Memberikan umpan baik (giving feedback) Memberikan umpan balik yang spesifik, deskriptif
dan jujur.

p. Menjaga (protecting)

Konselor menjaga konseli terhindar dari kemungkinan resiko baik secara psikologis maupun fisik.

q. Mendekatkan diri (disclosing self)

Membuka informasi personal dengan tujuan membuat konseli lebih terbuka. Artinya konselor
memberikan informasi tentang dirinya atau menceritakan pengalamannya terhadap konseli,
tujuannya agar konseli lebih terbuka.

r. Mencontoh model (modeling)

Konseli mengobservasi tingkah laku konseli, untuk itu konselor harus dapat menampilkan nilai
kejujuran, penghargaan, dan

keterbukan.

s. Mengakhiri (terminating)

Menentukan waktu dan cara mengakhiri kegiatan konseling. Ketrampilan ini dibutuhkan untuk
mengakhiri konseling

Anda mungkin juga menyukai