Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH PEMELIHARAAN AL-QUR’AN PADA MASA NABI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“STUDI QUR’AN”
Kelas: PAI D

Dosen Pengampu:
Zamzam Musthafa
Disusun Oleh :
Toha Hasan Anwar (210317136)

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
NOVEMBER 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah turunnya Al-Qur’an dan cara pemeliharaannya merupakan salah satu
pokok bahasan yang sengat penting untuk dikaji. Dimana Al-Qur’an adalah kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat
Jibril. Yang diriwayatkan secara muttawatir dan membacanya merupakan ibadah.
Oleh karena itu sebagai ummat islam setidaknya mengetahui tentang Al-Qur’an, salah
satunya adalah sejarah turunnya dan cara pemeliharaan Al-Qur’an.
Dalam pokok bahsan ini akan dibahas beberapa sub pokok bahasan yang
menurut saya sangat penting dalam pembahasan sejarah pemeliharaan Al-Qur’an pada
masa Nabi Muhammad SAW. Dari bahasan ini akan mengambil sedikit sub pokok
bahasan yang penting untuk dikaji lebih dalam lagi senhingga kita sebagai umat
muslim dapat mengetahui sejarah pemeliharaan Ak-Qur’an dpada masa Nabi
Muhammad SAW.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pemeliharaan Al-Qur’an
2. Bagaimana pemeliharaan dan penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad
SAW
3. Mengapa alasan Al-Qur’an belum terkodifikasi.
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian pemeliharaan Al-Qur’an
2. Untuk mengetahui cara pemeliharaan dan penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi
Muhammad SAW
3. Untuk mengetahui alasan belum terkodifikasikannya Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pemeliharaan Al-Qur’an
Pemeliharaan Al-Qur’an adalah pemeliharaan dalam bentuk pengumpulan dan
penulisan Al-qur’an.1 Pemeliharaan Al-qur’an pada masa Nabi SAW termasuk dalam
pembahasan ilmu jama’Al-Qur’an kata jama’ Al-Qur’an paling tidak memiliki dua
makna yaitu :
Pertama, hifdzuhu yang artinya menghafal dalam hati, makna ini sesuai
dengan firman Allah dalam Al-Qur’an yaitu dalam surat Al-Qiyamah : 16-19. Ayat
diatas merupakan larangan Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk menirukan
bacaan Jibril a.s. selesai membacanya, agar Nabi Muhammad SAW dapat menghafal
dan memahami betul apa yang di turunkan tersebut.
Kedua, kitabatuhu kullihi yang artinya penulisan Al-Qur’an semuanya.
Pemeliharaan Al-Qur’an dengan cara menulis pada saat itu. Pandangan bangsa Arab
saat itu adalah bangsa yang jahil atau bodoh dan bisa juga diartikan menutup hati
terhadap sesuatu yang baru dan mayoritas bangsa arap adalah buta aksara atau buta
huruf.
Didalam Al-Qur’an kata Ummi disebut sampai tujuh kali. Dari ayat-ayat
tersebut paling tidak menggambarkan tiga keadaan Rasulullah SAW yang tidak
dapam membaca teks tertulis, dan Rasulullah tidak menganut agama Nasrani atau
yahudi.
Mengenai penghimpunan Al-Qur’an dalam arti penghafalan dan
penyemayamannya dengan mantab di dalam hati, telah dikaruniakan ole Allah SWT
kepada Rasulullah lebih dulu sebelum kepada orang lain. dan beliau dikenal sebagai
sayyidul huffadz dan sebagai awwalul jumma’. Manusia pertama penghafal AL-
Qur’an, dan tidak ada tolok tandingnya. Hal itu memudahkan sabahat pilihan yang
hidup sezamannya Rasulullah SAW sebagai penghafal Al-Qur’an, dan jumlah mereka
itu tidak sedikit.2
B. Pemeliharaan AL-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW
Al-Qur’an al-Karim turum kepada Nabi Muhammad SAW yang Ummi, karena
perhatian Nabi hanya di fokuskan kepada penghafalan dan menghayati agar bisa
memahami dan menguasai Al-Qur’an yang diturunkan dan setelah itu

1
Usman, ullumul qru’an, (Yogyakarta: Teras),2009, hal 56
2
Subhi as-salih, Membahas ilmu-ilmu AL-Qur’an, terjm, (Jakarta : Penertbit Pustaka Firdau, 1999), hal 73
membacakannya kepada orang-orang dengan berita agar mereka pun dapat
menghafalkannya. Allah berfirman pada Q.S Al-Jumuah : 2 yang artinya :
“dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul
diantaranya yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka dengan mengajarkan
kepada mereka kitab dan hikmah.”
Bangsa arab pada saat itu belum banyak yang bisa membaca dan menulis,
namun pada umumnya mereka mempunyai daya ingat yang sangat kuat.3
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, secara berangsur-
angsur, baik satu ayat, dua bahkan sampai satu surat dalam rentang waktu sekitar 23
tahun. Tiap kali Al-Qur’an turun Rasulullah SAW langsung memanggil para sahabat
untuk menulis ayat yang baru saja diterimanya. Rasulullah menyuruh para sahabat
menulis di tulang-tulang, pelepah kurma, batu dan kulit hewan. Praktek ini
menyebebkan Nabi Muhammad SAW melarang orang-orang untuk menulis selain Al-
Qur’an dan apabila ada yang menulis selain Al-Qur’an maka dia harus
menghapusnya.4 ‘Utsman Bin Affan mengatakan : “tiap kali ada ayat turun, Nabi
Muhammad SAW langsung memanggil pencatat wahyu dan langsung berkata
kepadanya, letakkanlah ayat ini dalam ayat yang didalamnya disebt begini begitu,”
bahkan untuk menjaga keotentikannya dan kemurnian Al-Qur’an. Menurut imam Al-
Nawawi, larangan ini berlaku ketika tulisan yang bukan Al-Qur’an ini tercampur jadi
satu dengan Al-Qur’an, sehingga orang tidak bisa membedakan mana Al-Quran dan
mana yang bukan.
Dalam keterangan sahabat yang termasuk penulis wahyu (khuttab alwahyu)
mencapai 42 orang. Dari jumlah pencatat wahyu tersebut rata-rata berperan ketika
berada di Madinah.5 Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak mengutip sebuah hadist
dengan isnad Bukhari dan Muslim serta berasal dari Zaid Bin Sabit yang mengatakan
: “Di kediaman Nabi Muhammad Saw kami dahulu menyusun ayat-ayat Al-Qur’an
yang tercatat dalam riqa’” kata riqa’ yang berarti lembaran kulit, lembaran daun atau
lembaran kain. Para sahabat Nabi Pada saat itu mencatat ayat-ayat Al-Qur’an pada
permukaan batu, pelepah kurma, tukang-tulang unta dan kambing yang telah kering,
diatas pelana kuda dan lembaran-lembaran kulit. 6 Disamping melalui tulisan, wahyu

3
Ahmad Syadali, Ullumul Qur’an I, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), hal 64
4
Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, The History The Qur,anic Text, from Revelatoin to Compilation, (Jakarta, Gema Insani, 2008).hal 73
5
Tim forum karya ilmiah Raden, Al-Qur’an kita study Ilmu sejarah dan tafsir kalamullah,(Kediri: LIrboyo
press,2013), hal 44
6
As-shalih Al-Qur’an, hal 79
yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW juga dihafalkan sendiri dan disampaikan
kepada pada sahabat. Dalam satu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas diceritakan
bahwa Nabi Muhammad tergesa-gesa untuk segera menghafalkan wahyu yang
diturunkan takut lupa dan segera ingin menghafalkannya. Dalam riwayat lain malaikat
Jibril setiap bulan Romadhon turun mendatangi Nabi Muhammad SAW untuk tadarus
Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW “menetorkan” hafalannya kepada malaikat
Jibril. Hal ini tentu sangat membantu Nabi Muhammad SAW untuk menjaga hafalan
Al-Qur’annya, meskipun Allah telah berjanji untuk menjaga hafalan Nabi Muhammad
SAW. Tetapi terdapat beberapa riwayang yang mengindikasikan bahwa Rasulullah
pernah lupa terhadap salah satu ayat. Diantaranya adalah hadist yang diriwayatkan
oleh ‘Aisyah, ketika Nabi Muhammad SAW mendengan sahabat yang membacakan
AL-Qur’an di Masjid kemudian Beliau berkata “Semoga Allah SWT merahmatinya,
sungguh dia telah mengingatkanku tentang ayat ini dan itu yang aku gugurkan” dalam
redaksi-redaksi lain memakai (Ansaituha), artinya yang aku lupakan.
Sahabat yang hafal AL-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW sangatlah
sedikit sekali, akan tetapi tidak seperti itu sejatinya. Riwayat lain mengatakan bahwa
banyaknya jumlah huffazul qur’an yang telah gugur dalam peperangan. Anan Bin
Malik meriwayatkan bahwa yang gugur pada perang uhud terdapat sekitar 70 sahabat
yang mati syahid, begitu juga dalam perang Bi’r, Al-Ma’unah, dan Yamamah. 7 Dalam
uraian sebelumnya dikatakan bahwa pada perang Yamamah, terdapat puluhan
penghafal Al-Qur’an yang gugur. Hal ini menjadikan Ummar Bin Khatab menjadi
risau tentang “masa depan Al-Qur’an”. Karena itu beliau mengululkan kepada khalifa
Abu Bakar Ash-shiddiq agar mengumpulkan tulisan-tulisan AL-Qur’an yang pernah
ditulis pada masa Rasulullah SAW. Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada semua
kaum muslim untuk mengumpulkan tulisan Al-Qur’an dan membawanya ke masjid
Nabawi untuk kemudian diteliti oleh Zaid dan timnya. Dalam hal ini Abu Bakar r.a.
member petunjuk agar tim tidak menerima satu naskah kecuali yang memenuhi dua
syarat.
Pertama, harus sesuai dengan hafalan sahabat yang lain. Kedua, tulisan
tersebut benar-benar adalah yang tertukis atas perintah dan dihadapan Nabi
Muhammad SAW. Karena, seperti yang dikemukakan diatas, sebagian sahabat ada
yang menulis dengan inisiatif sendiri. Untuk membuktikan syarat kedua tersebut
harus ada dua saksi mata. Sejarah mencatat pada saat itu zaid menemukan kesulitan
7
Tim karya ilmiah, tafsir kalamulla, hal 47-49
karena beliau dan sekian banyak sahabat menghafal ayat (Q.S 9 : 128). Tetapi naskah
yang ditulis dihapan Nabi Muhammad SAW, tidak ditemukan. Syukurlah pada
akhirnya naskah itu ditemukan juga di tangan seorang sahabat yang bernama Abi
Khuzaimah Al-Anshori.
C. Alasan Belum Terkodifikasinya Al-Qur’an
Pada saat diturunkannya Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW menganjurkan
untuk menghafal Al-Qur’an, dibaca selalu, dan diwajibkan membacanya dalam shalat.
Sedangkan untuk penulisan AL-Qur’an, Rasulullah SAW menganggat beberapa orang
sahabat untuk menuliskan Al-Qur’an, yang bertugas merekam semua wahyu yang
diturunkan kepada Rasulullah SAW.
Nabi melarang penulisan Al-Qur’an karena ditakutkan akan tercampur aduk
dengan yang lain. Maka, setiap kali turun ayat Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW
langsung memanggil juru tulis wahyu dan meminta sahabatnya agar mencatat dan
menempatkan serta mengurutkannya sesuai dengan petunjuk beliau.
BAB III
KESIMPULAN

1. Penghimpunan Al-Qur’an dalam arti penghafalan dan penyemayamannya dengan


mantab di dalam hati, telah dikaruniakan ole Allah SWT kepada Rasulullah lebih dulu
sebelum kepada orang lain.
2. Al-Qur’an al-Karim turum kepada Nabi Muhammad SAW yang Ummi, karena
perhatian Nabi hanya di fokuskan kepada penghafalan dan menghayati agar bisa
memahami dan menguasai Al-Qur’an yang diturunkan dan setelah itu
membacakannya kepada orang-orang dengan berita agar mereka pun dapat
menghafalkannya. Allah berfirman pada (Q.S Al-Jumuah : 2)
3. Nabi melarang penulisan Al-Qur’an karena ditakutkan akan tercampur aduk dengan
yang lain. Maka, setiap kali turun ayat Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW langsung
memanggil juru tulis wahyu dan meminta sahabatnya agar mencatat dan
menempatkan serta mengurutkannya sesuai dengan petunjuk beliau.
DAFTAR PUSTAKA

Usman, ullumul qru’an, (Yogyakarta: Teras),2009.


Subhi as-salih, Membahas ilmu-ilmu AL-Qur’an, terjm, (Jakarta : Penertbit Pustaka
Firdau, 1999).
Ahmad Syadali, Ullumul Qur’an I, (Bandung : Pustaka Setia, 2000).
Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, The History The Qur,anic Text, from Revelatoin to
Compilation, (Jakarta, Gema Insani, 2008).
Tim forum karya ilmiah Raden, Al-Qur’an kita study Ilmu sejarah dan tafsir
kalamullah,(Kediri: LIrboyo press,2013)

Anda mungkin juga menyukai