Anda di halaman 1dari 23

PEMELIHARAAN AL-QUR’AN

Oleh : Mustanan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an yang secara harfiah berarti bacaan yang sempurna

merupakan nama pilihan Allah SWT., yang sungguh tepat, karena tiada satu

bacaan pun sejak manusia mengenal baca tulis yang dapat menandinginya. Al-

Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.,

yang merupakan penyempurna kitab-kitab samawi sebelumnya, berfungsi

sebagai petunjuk bagi umat manusia serta pembeda antara yang haq dan yang

batil, dan merupakan kitab undang-undang hukum yang paling sempurna yang

bisa menjawab segala persoalan umat manusia.1

Tiada satu bacaan pun seperti Al-Qur’an yang dipelajari redaksinya

bukan hanya dari segi penempatan kata demi kata, tetapi juga kandungannya

yang tersurat, tersirat bahkan sampai pada kesan-kesan yang ditimbulkan oleh

pembacanya. Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang dipelajari, dibaca

dengan berbagai macam lirik dan lagu serta diriwayatkan oleh banyak orang

yang menurut adat mustahil mereka sepakat berbohong.2


1
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Cet. XV; Bandung : Mizan, 2004) h.3
2
M.Quraish Shihab, Mukjizat Alqur’an, ( Cet. III; Bandung : Mizan , 1998) h. 58

1
2

Dengan demikian Al-Qur’an telah terpelihara keotentikannya, tidak

ada satu surat, satu ayat atau satu huruf pun yang berubah dari redaksi aslinya

sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., sampai sekarang. Meskipun

semua kitab Al-Qur’an terbakar, ataupun hilang, ayat-ayat Al-Qur’an tidak

akan ikut hilang karena redaksi Al-Quran telah dihafal oleh ribuan umat

muslim di seluruh dunia. Lain halnya dengan para ahli kitab tidak ada yang

menghafal Kitab Taurat dan Injil, dan dalam menjaga keduanya, mereka hanya

membaca tulisan yang telah dibukukan saja, mereka selalu membacanya

dengan mata kepala namun tidak hafal diluar kepala, oleh karena itu keduanya

bisa saja terjadi perubahan.

Al-Qur’an adalah sebuah keajaiban yang luar biasa yang diberikan

Allah SWT., kepada Nabi-Nya yang mulia. Kemudian diteruskan kepada umat

yang beriman untuk dijadikan pedoman yang abadi dalam kehidupan.

Dari kenyataan diatas maka sepantasnyalah umat Islam untuk

senantiasa memelihara Al-Qur’an, karena Al-Qur’an disatu sisi adalah kitab

yang sumbernya dari Allah SWT, juga disisi lain sarat dengan nilai-nilai ilmiah

yang dapat dijadikan rujukan manusia dalam pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab umat Islam untuk

senantiasa memelihara Al-Qur’an.


3

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka penulis

memberikan batasan masalah yang akan menjadi dasar pembahasan pada

bagian selanjutnya, yaitu :

1. Bagaimana pengertian pemeliharaan Alqur’an

2. Apa yang menjadi dasar dan alasan pemeliharaan Al-Qur’an

3. Bagaimana jenis-jenis pemeliharaan Al-Qur’an


4

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemeliharaan Al-Qur’an

Pemeliharaan Al-Qur’an terdiri atas dua kata yaitu pemeliharaan dan

Al-Qur’an. Pemeliharaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses

pembuatan, penjagaan dan perawatan.3 Sedangkan Al-Qur’an adalah :

Kitab suci umat islam yang berisi firman-firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW., dengan perantaraan Malaikat Jibril
untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk dan pedoman
hidup umat manusia.4
Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa yang dimaksud

pemeliharaan Al-Qur’an Adalah proses pengumpulan, penulisan dan

pembukuan serta perawatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga menjadi sebuah

kitab seperti yang kita baca sekarang.

Dalam sebagian besar literatur yang membahas tentang ilmu-ilmu

Al-Qur’an, istilah yang dipakai untuk menunjukkan arti penulisan, pembukuan,

atau pemeliharaan Al-Qur’an adalah Jam’ul Qur’an yang artinya pengumpulan

Al-Qur’an.5 hanya sebagian kecil literatur yang memakai istilah Kitabat Al-

Qur’an yang artinya penulisan Al-Quran, serta Tadwin Al-Qur’an yang artinya

pembukuan Al-Qur’an.6

3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed.II( ;
Jakarta : Balai Pustaka, 1991), h. 744.
4
Ibid., h. 28.
5
Shubhi al-Shahih, Mabahits Fii Ulum Al-Qur’an, (Beirut : Dar al-Ilm Lil al-Malayin, 1980)
h.65
6
Ahmad Adil Kamal, Ulum Al-Qur’an (tp., tt., t.th.), h.34
5

Apabila mencermati batasan pengertian yang terdapat dalam literatur

di atas, pada dasarnya istilah-istilah yang digunakan mempunyai maksud yang

sama, yaitu proses pemeliharaan Al-Qur’an yang dimulai pada turunnya wahyu

kepada Nabi Muhammad SAW., kemudian disampaikan kepada para sahabat

untuk dihafal dan ditulis sampai dihimpunnya catatan-catatan tersebut dalam

satu mushaf yang utuh dan tersusun secara tertib.7

Manna Khalil al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fii Ulumil Qur’an

memberikan pengertian pemeliharaan Al-Qur’an dalam dua kategori yaitu :

pemeliharaan Al-Qur’an dalam arti menghafalnya dalam hati dan pemeliharaan

Al-Qur’an dalam arti penulisannya.8

B. Dasar dan alasan pemeliharaan Al-Qur’an.

Sejak awal diturunkannya Empat belas abad yang lalu Sampai masa

modern saat ini Al-Qur’an senantiasa terjaga kemurnian dan kesuciannya.

Karena Al-Qur’an satu-satunya kitab yang dijaga oleh Allah keotentikannya,

sebagiamana firman Allah SWT., dalam Q.S. Al-Hijr (15) : 9

       


Terjemahnya :

7
Said Agil Husain al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Cet .III;
Jakarta : Ciputat Press, 2003) h.16
8
Manna Khalil Al-Qattan, Mabahits fii Ulumuil Qur’an diterjemahkan oleh Muzakkir As.
dengan Judul , Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Cet.V; Bogor : Lentera Antar Nusa, 2000) h.178
6

Sesungguhnya kami telah menurunkan peringatan (Alqur’an) dan


sesungguhnya kamilah yang memeliharanya.9

Demikianlah Allah SWT., menjamin keaslian Al-Qur’an, jaminan

yang diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat

upaya-upaya yang dilakukan oleh mahluk-mahluk-Nya, terutama oleh

manusia.

Tulisan Al-Qur’an pada Nabi belum terkumpul dalam satu mushaf

dimana setiap ayat yang turun Rasulullah Muhammad SAW., hanya

memerintahkan kepada para sahabat yang pandai untuk menulisnya di pelepah-

pelepah tamar, di kulit hewan, serta di atas batu.10

Rasulullah berpulang ke rahmatullah di saat Al-Qur’an belum

dikumpulkan sama sekali, maksudnya ayat-ayatnya belum dikumpulkan secara

tertib dalam satu mushaf. Ayat-ayat dan surat-surat dipisah-pisahkan, dan

setiap surah berada dalam satu lembaran secara terpisah. 11 Al-Khattabi dalam

Jalaluddin Assuyuti mengatakan :

Rasulullah tidak mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf karena


Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Susunan
penulisan Al-Qur’an tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi setiap ayat
yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi.
9
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, 1999)
h.391
10
Manna Khalil al-Qattan, Op. Cit. h. 186
11
Ibid, h. 187
7

Oleh sebab itu penulisannya dilakukan kemudian setelah Al-Qur’an turun


semua pada saat Nabi Muhammad SAW., telah wafat.12

Sekiranya ayat-ayat Al-Qur’an sampai kini masih diatas pelepah tamar

atau yang lainnya, maka sudah barang tentu pelepah tamar tersebut lama

kelamaan akan lapuk dan hancur bercerai berai. Demikian pula yang dihafal

oleh para sahabat akan hilang seiring dengan wafatnya banyak sahabat yang

hafal al-Qur’an di medan perang.13

Pernyataan diatas juga merupakan salah satu alasan sehingga Umar bin

Khattab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar, agar Al-Qur’an segera

dikumpulkan dan dibukukan karena pada masa Abu Bakar menjalankan

urusan-urusan Islam sesudah Rasulullah, ia dihadapkan kepada peristiwa-

peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan. Oleh sebab ia segera

menyiapkan pasukan memerangi orang-orang murtad itu, sehingga pada tahun

ke dua belas hijra terjadilah peperangan yamamah. Dalam peperangan itu ada

tujuh puluh qari’ dan huffadz dari para sahabat yang gugur. Kenyataan ini

membuat Umar bin Khattab cemas dan khawatir, jangan sampai terjadi lagi

peperangan yang lain sehingga jumlah jumlah sahabat yang hafidz Qur’an

12
Jalaluddin Assuyuti Asyafi’i, Al-Itqan Fii Ulumil Qu’an, (Juz.I; Kairo : Darul Fiqri, t.th.)
h.122.
13
Halimuddin, Sejarah Al-Qur’an ( Jakarta : Rineka Cipta, 1996) h. 56
8

bertambah banyak yang gugur. Apabila hal ini terjadi maka Al-Qur’an bisa

saja akan musnah dan hilang seiting dengan hilangnya para huffadz.14

C. Jenis-Jenis Pemeliharaan Al-Qur’an

Sejarah Al-Qur’an demikian jelas sejak turunnya sampai masa kini

dibaca oleh kaum muslimin sejak dahulu sampai sekarang, sehingga Al-Qur’an

sangat terbukti keotentikannya. Al-Qur’an membuktikan dirinya sebagai

firman Allah dan membuktikan hal tersebut dengan menantang siapa pun

untuk menyusun seperti keadaannya. Dengan demikian apa yang dibaca

sebagai al-Qur’an pada hari ini tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang

pernah dibaca oleh Rasulullah SAW., empat belas abad yang lalu.15

Menurut berbagai sumber referensi pemeliharaan al-Qur’an dibagi

menjadi dua jenis masa atau bagian16 yaitu :

1. Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW.

Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW., juga

dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu :

a. Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada

14
Manna Khalil al-Qattan, Op.Cit , h. 188.
15
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan, (Cet.IX; Bandung : Mizan, 1995) h.21
16
Muhammad Ali ash Shobumi, at-Tibyan Fii Ulumil Qur’an diterjemahkan oleh
Muhammad Qodirun Nur dengan judul Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, (Jakarta : Pustaka Amni,
1998) h. 69
9

Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada sering juga disebut pengumpulan

Al-Qur’an dalam arti hifzuhu atau menghafalnya dalam hati.17 kondisi

masyarakat arab yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an adalah masyarakat

yang tidak mengenal baca tulis karena itu satu-satunya andalan mereka adalah

hafalan, mereka juga dikenal sebagai masyarakat yang sederhana dan

bersahaja. Kesederhanaan ini yang membuat mereka memiliki waktu luang

yang cukup yang digunakan unrtuk menambah ketajaman pikiran dan hafalan.

Masyarakat arab waktu itu sangat gandrung lagi membanggakan

kesusatraan, mereka membuat ratusan ribu syair kemudian dihafalnya diluar

kepala, mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini

pada waktu-waktu tertentu. Akan tetapi ketika Al-Qur’an datang dengan

langgam bahasa yang sangat memukau, pemberiataan gaib yang terbukti,

isyarat ilmiah yang mantap serta keseimbangan bahasa yang jelas mampu

mengalahkan syair-syairnya, sehingga mereka mengalihkan perhatian kepada

kitab yang mulia ini dengan sepenuh hati menghafal ayat-ayat dan surat-

suratnya, kemudian secara perlahan-lahan mereka meninggalkan syair-syairnya

karena telah menemukan cahaya kehidupan dalam Al-Qur’an.18

17
Manna Khalil al-Qattan, Op.Cit., h. 178.
18
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, op. cit., h. 23
10

Al-Quran diturunkan kepada Nabi yang ummi, maka otomatis untuk

memelihara apa yang yang diturunkannya kepadanya haruslah di hafal. Usaha

keras Nabi Muhammad SAW., untuk menghafal Al-Qur’an terbukti setiap

malam beliau membaca Al-Qur’an dalam shalat sebagai ibadah untuk

merenungkan maknanya.19 Rasulullah sangat ingin segera menguasai Al-

Qur’an yang diturunkan, kepadanya belum selesai Malaikat Jibril membacakan

ayatnya, beliau sudah menggerakkan lidahnya untuk menghafal apa yang

sedang diturunkan, karena takut apa yang turun itu terlewatkan sehingga Allah

SWT., menurunkan firman-Nya sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. al-

Qiyamah (75) : 16-19 sebagai berikut:

         


        
  
Terjemahnya :
Janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk membaca Qur’an karena
hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan
kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila kami telah selesai mebacakannya, maka ikutilah
bacaannya itu. Kemudian atas tanggungna kamilah penjelasannya.20

Ayat di atas bagaikan mengatakan janganlah engkau wahai Nabi

Muhammad menggerakkan lidahmu untuk membacanya sebelum Malaikat

19
Muhammadi Ali Ash Shobumi, op. cit, h. 70
20
Departemen Agama RI. op. cit., h. 461.
11

Jibril selesai membacakannya kepadamu, jangan sampai engkau tidak

menghafalnya atau melupakan satu bagian darinya. Allah SWT., melarang

ketergesa-gesaan agar tidak terjerumus ke dalam pelanggaran.21

Kata jam’ahu (penghimpunannya) dari ayat diatas bermakna

penghafalannya, oleh karena itu orang-orang yang hafal Qur’an disebut

Jumma’ul Qur’an atau Huffadzul Qur’an. Makna yang lain dari Jam’ahu

adalah penulisan seluruh Al-Qur’an.22

Nabi Muhammad SAW., setelah menerima wahyu langsung

menyampaikan wahyu tersebut kepada para sahabatnya sesuai denagn hapalan

Nabi, tidak kurang tidak lebih. Sehingga sahabat pun banyak sekali yang hafiz

Qur’an. Manna Khlil Al-Qattan mengutip hadits dari kitab shahih Buhari

bahwa:

Ada tujuh hafiz di zaman Rasulullah yaitu : Abdullah Bin Mas’ud, Salim
bin Maqal, Muadz bin Jabal, Ubai Bin Ka’ab, zaid bin Tsabit, Abu Zaid
bin Zakan, dan Abu darda.23

Penyebutan para hafiz yang tujuh di atas bukan berarti pembatasan,

karena beberapa keterangan dalam kitab-kitab sejarah menunjukkan bahwa

21
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.14
(Cet.V; Jakarta : Lentera Hati, 2006), h. 632.
22
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Cet.IV; Jakarta : Pustaka Firdaus,
1993) h. 73
23
?
Manna Khlil al-Qattan , op. cit., h. 180.
12

para sahabat berlomba menghafalkan Al-Qur’an dan mereka memerintahkan

anak-anak dan istri-istri mereka untuk menghafalkannya. Mereka membacanya

dalam shalat sehingga alunan suaranya seperti suara lebah.24

b. Pemeliharaan Al-Qur’an dengan tulisan

Walaupun Nabi Muhammad SAW., dan para sahabat menghafal ayat-

ayat Al-Qur’an secara keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya

wahyu Ilahi beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan.

Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun Nabi Muhammad

SAW., memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis. Rasulullah

mengangkat beberapa orang penulis (kuttab) wahyu seperti Ali, Muawiyah,

Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Ayat-ayat Al-Qur’an mereka tulis dalam

pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat

ada juga sahabat yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi. Namun

karena keterbatasan alat tulis dan kemanpuan sehingga tidak banyak yang

melakukannya. 25
Hal lain yang menjadi bukti bahwa Penulisan Al-Qur’an telah ada

sejak zaman Rasulullah SAW., dikemukkan oleh Ibrahim al-Abyari, tentang

sekelumit historis Umar bin Khattab ketika mendapat informasi bahwa

24
Ibid., h. 181.
25
M.Qurasih Shihab, Membumikan Al-Qur’an, op. cit., h.24
13

saudaranya masuk islam, lalu ia marah besar kepada adiknya setelah

ditemuinya sedang membca Al-Qur’an. Namun ketika Umar telah reda

marahnya, ia meliahat lembaran-lemabaran di sudut rumahnya yang di

dalamnya tertulis Q.S. Al-Hadid (57) : 1, sebagai berikut:

          


Terjemahnya:

Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada
Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan dialah yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana26

Kemudian dia melihat lembaran yang lain yang di dalamnya tertulis

Q.S. Thaahaa (20) : 1, sebagai berikut:

       


Terjemahnya:

Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Quran ini kepadamu agar kamu


menjadi susah.27

Kemudian Umar masuk Islam setelah mendapatkan kalimat-kalimat

yang mengandung mukjizat yang bukan perkataan manusia. 28 Dari beberapa

pernyataan tersebut, maka jelaslah bahwa sejak zaman Nabi Muhammad

SAW., telah terjadi pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan dengan dua cara

26
Departemen Agama RI. op. cit., h. 459.
27
Departemen Agama RI. op. cit., h. 249.
28
Ibrahim al-Abyari, Kitab Tarik Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Siti Amanah dengan Judul
Sejarah Al-Qur’an, (Semarang : Dina Utama , 1993), h. 76
14

yaitu menghafalnya dalam hati dan menulisnya di atas pelbagai jenis bahan

yang ada pada saat itu. Meskipun Al-Qur’an saat itu belum tertulis dalam

lembaran yang berbentuk mushaf sebagaimana sekarang, tetapi ini cukup

menjadi bukti bahwa sudah ada penulisan Al-Qur’an pada Zaman Nabi

Muhammad SAW., bahwa pemeliharaan Al-Qur’an di masa Nabi ini

dinamakan pembukuan yang pertama.

2. Pemeliharaan AL-Qur’an pada Masa Sahabat

a. Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar

Tragedi berdarah di peperangan Yamamah yang menggugurkan

70 orang sahabat yang hafidz Qur’an dicermati secara kritis oleh Umar bin

Khattab, sehingga muncullah ide brilian dari beliau dengan mengusulkan

kepada Abu Bakar agar segera mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an yang

pernah ditulis pada masa Rasulullah SAW.

Semula Abu Bakar keberatan dengan usul Umar, dengan alasan belum

pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW., tetapi akhirnya Umar Behasil

meyakinkannya sehingga dibentuklah sebuah timyang dipimpin oleh Zaid bin

Tsabit dalam rangka merealisasikan mandat dan tugas suci tersebut.Abu Bakar

memilih Zaid mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan, pemahaman,


15

dan kecerdasannya serta dia juga hadir pada saat Al-Qur’an dibacakan oleh

Rasulullah terakhir kalinya.29

Zaid bin Tsabit melaksanakan tugas yang berat dan mulia tersebut

dengan sangat hati-hati di bawah petunjuk Abu Bakar dan Umar. Sumber

utama penulisan tersebut adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang dihafal oleh para

sahabat dan yang ditulis atau dicatat di hadapan Nabi. Di samping itu untuk

lebih mengetahui kalau catatan yang berisi ayat Al-Qur’an benar-benar berasal

dari Nabi Muhammad SAW., maka harus menghadirkan dua orang saksi yang

adil.30

Dalam rentang waktu kerja tim, Zaid kesulitan terberat dialaminya

pada saat tidak menemukan naskah mengenai Ayat 128 dari Surat At-Taubah.

Ayat tersebut dihafal oleh banyak sahabat termasuk Zaid sendiri, namun tidak

ditemukan dalam bentuk tulisan. Kesulitan itu nanti berakhir ketika naskah dari

ayat tersebuit ditemukan ditangan seorang bernama Abu Khuzaimah Al-

Anshari.31

29
Subhi As-Shalih, Op. Cit., h. 124.
30
Muhammad Ali Ash-Shobumi, op. cit., h. 76.
31
Manna Khalil al-Qattan, op.cit., h. 190.
16

Hasil kerja yang beruapa mushaf Al-Qur’an disimpan oleh Abu Bakar

sampai akhir hayatnya. Setelah itu berpindah ketangan Umar bin Khattab.

Sepeninggal Umar Mushaf di ambil oleh hafsah binti Umar.

Dari rekamansejarah di atas diketahui bahwa Abu Bakar yang

memerintahkan pertama penghimpunan Al-Qur’an, Umar bin Khattab adalah

pencetus ide yang brilian, serta Zaid bin Tsabit adalah aktor utama yang

melakukan kerja besar penulisan Al-Qur’an secara utuh dan sekaligus

menghimpunnya dalam bentuk mushaf. Pemeliharaan Al-Qur’an dimasa Abu

Bakar dinamakan pengumpulan yang kedua.

b. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan

Pada masa pemerintahan Usman, wilayah Negara Islam telah meluas

sampai ke Tripoli Barat, Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu Islam sudah

masuk wilayah Afrika, Syiriah dan Persia. Para hafidz pun tersebar, sehingga

menimbulkan persoalan baru, yaitu silang pendapat mengenai qiraat Al-

Qur’an.32

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan diantara orang yang

ikut menyerbu kedua kota tersebut adalah Khuzaifah bin al-Yaman. Ia

menemukan banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an, bahkan

32
Ibrahim al-Ibyari, op. cit., h. 81.
17

sebagian qiraat itu bercampur dengan dengan kesalahan. Masing-masing

mempertahankan bacaannya serta menetang setiap bacaaan yang tidak berasal

dari gurunya. Melihat kedaan yang memprihatinkan ini Khuzaifah segera

melaporkan kepada Khalifah Usman tentang sesuatu yang telah dilihatnya.

Usman segara mengundang para sahabat bermusyawarah mencari

jalan keluar dari masalah serius tersebut. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan

agar Mushaf Abu Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf untuk

dijadikan rujukan apabila terjadi perselisihan tentang cara membaca Al-

Qur’an. Untuk terlaksananya tugas tersebut Usman menunjuk satu tim yang

terdiri dari empat orang sahabat, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,

Sa’id bin Ash dan Abdul Rahman bin Haris bin Hisyam.33

Hasil kerja tersebut berwujud empat mushaf Al-Qur’an standar. Tiga

diantaranya dikirm ke Syam, Kufah dan Basrah, dan satu mushaf ditinggalakan

di Madinah untuk pegangan khalifah yang kemudian dikenal dengan al-Mushaf

al-Imam. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan dapat diselesaikan

33
Manna Khalil al-Qattan, op. cit., h. 193
18

dengan tuntas maka usman memerintahkan semua mushaf yang berbeda

dengan hasil kerja panaitia yang empat ini untuk dibakar.34

Dengan usahanya itu usman telah berhasil menghindarkan timbulnya

fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga Qur’an dari perubahan

dan penyimpangan sepanjang zaman. mushaf yang ditulis dimasa usman inilah

yang kemudian menjadi rujukan sampai sekarang yang diyakini tidak pernah

mengalami perubahan satu ayat atau satu huruf .

III. KESIMPULAN

34
Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan Fii Ulum al-Qur’an
(Kairo : al-Babi al-Halabi, 1957) h.240
19

Dari pemaparan makalah diatas maka penulis dapat mengambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemeliharaan Al-Qur’an diartikan sebagai suatu proses untuk menjaga

keotentikan Al-Qur’an melelui penghafalan, penulisan dan pengumpulan

ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW.,

dan masa para sahabat

2. Dasar dan alasan pemeliharaanAl-Qur’an yaitu Al-Qur’an pada masa Nabi

Muhammad SAW., hanya ditulis di atas pelepah tamar, kulit binatang atau

yang lainnya, kalau hal tersebut dibiarkan maka tentu pelepah tamar, kulit-

kulit binatang akan hancur dan lapuk ditelan zaman, begitu pulah

banyaknya sahabat yang hafal Qur’an wafat di medan perang, apabila hal

ini berlangsung terus maka bisa saja Al-Qur’an akan ikut musnah dan

hilang seiring dengan hilangngya para hafidz

3. Jenis-jenis pemeliharaan Al-Qur’an terdiri dari dua masa yaitu:

pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Rasulullah SAW. melalui penghafalan

dan penulisan dan pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Sahabat yaitu

penulisan Al-Qur’an pada zaman Khalifah Abu Bakar dengan

mengumpulkan hafalan dan tulisan ayat-ayat Al-Quran dari para sahabat

pada zaman Nabi Muhammad SAW., yang belum belum menjadi satu
20

mushaf. Sementara pada zaman Khalifah Usman bin Affan dilakukan

penyalinan kembali mushaf Al-Qur’an untuk menyatukan perselisihan

pendapat mengenai cara-cara bacaan Al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA
21

Al-Abyari, Ibrahim, Kitab Tarik Al-Qur’an, diterjemahkan oleh : Siti Amanah


dengan Judul Sejarah Al-Qur’an, Semarang : Dina Utama , 1993

As-Syafi’i, Jalaluddin Assuyuti , Al-Itqan Fii Ulumil Qu’an, (Juz.I; Kairo :


Darul Fiqri, t.th.

Departemen Agama RI., Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Semarang : Toha Putra,


1999.

Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed.


II; Jakarta : Balai Pustaka, 1991.

Halimuddin, Sejarah Al-Qur’an Jakarta : Rineka Cipta, 1996.

Al-Munawar, Said Agil Husain, Al-Qur’an Membangun Tradisi kesalehan


hakiki Cet .III; Ciputat Press : Jakarta, 2003.

Al-Qattan, Manna Khalil, Mabahits Fii Ulumuil Qur’an diterjemahkan oleh


Muzakkir As. dengan judul Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Cet.V; Bogor :
Lentera Antar Nusa, 2000.

As-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an , Cet.IV; Jakarta : Pustaka


Firdaus, 1993

Shihab, M.Quraish, Membumikan Al-qur’an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan, Cet.IX; Bandung : Mizan, 1995.

_______, Mukjizat Alqur’an, Cet. III; Bandung : Mizan , 1998

_______, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Madhu’I Atas Pelbagai Persoalan


Umat, Cet. XV; Bandung : Mizan, 2004.

_______,Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.14,


Cet.V; Jakarta : Lentera Hati, 2006.
22

Ash-Shobumi, Muhammad Ali, at-Tibyan Fii Ulumil Qur’an diterjemahkan


oleh Muhammad Qodirun Nur dengan judul Ikhtisar Ulumul Qur’an
Praktis, Jakarta : Pustaka Amni 1998.

Al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah, al-Burhan Fii Ulum al-
Qur’an, Kairo : al-Babi al-Halabi, 1957.
.

.
23

PEMELIHARAAN ALQUR’AN

Oleh :
MUSTANAN
NIM: 80100209….

Dipresentasekan pada Seminar Kelas


Mata Kuliah Ulumul Qur’an Semester I
Kelompok VII

Dosen Pemandu :
Prof. DR. H. Abd Muin Salim, MA.
Dr. H. Mustamin Arsyad, MA.

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2009

Anda mungkin juga menyukai