Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alquran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

saw melalui perantara malaikat Jibril berbahasa arab dan diturunka secara mutawatir.

Alquran tidak sekaligus akan tetapi secara berangsur-angsur agar para sahabat mudah

memahami dan mengahafal alquran, meneguhkan dan membahagiakan hati Nabi.

Ayat alquran ada yang disampaikan secara langsung baik ditampakkan secara

langsung atau jibril menyamar sebagai laki-laki, wahyu tersebut langsung ditiupkan

dalam hatinya dan diawali dengan bunyi lonceng.

Alquran pada zaman Nabi itu ditulis dipelepah kurma,pada kulit sapi , tulang

belulang yang kering, lempengan batu, daun dan lain sebagainya, hal tersebut karena

pada masa itu masih kurang alat atau tempat untuk menulis, maka para sahabat

menulis ditempat tersebut agar tulisan tersebut tetap terjaga disamping itu, sahabat
juga menghafal alquran. Alquran pada masa Nabi itu masih terserai berai. Kare

Alquaran tercerai berai maka sahabat Umar bin Khattab bernisiatif untuk

mengumpulkan dan membukukan Alquran. Makalah yang berjudul Jam’ul Qur’ān,

berisi tentang bagaimana sejarah dan tata cara Alquran disusun kemudian

dikumpulkan hingga menjadi mushaf.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi Jam’ul Qur’ān?


2

2. Bagaimanakah pengumpulan alquran Pada Masa Nabi dan

Khulafaaurrasyidin ?

3. Bagaimanakah sistematika penyusunan alquran?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui arti Jam’ul Qur’ān

2.Untuk mengetahui pengumpulan alquran pada masa Nabi dan

Khulafaaurrasyidin

3. Untuk mengetahui sistematika penyusunan alquran


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Jam’ul Qur’ān

Terdapat dua definisi yang dimaksud ulama tentang Jam’ul Qur’ān adalah

sebagai berikut:

1. Pengumpulan dalam arti hafiżahū (menghafal dalam hati). Jam’ul Qur’ān

bermakna huffāżuhū (para penghafal, orang-orang ang menghafalkan dalam hatinya)

2. Pengumpulan dalam arti kitāb kullihī (penulisan alquran secara

keseluruhan) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya atau

menertibkan ayat-ayatnya semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran

terpisah, atau menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran yang

terkumpul yang menghipun semua surah.1

Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa kedua pengertian diatas

memiliki maksud yang sama, yaitu suatu proses Rasulullah menyampaikan wahyu

kepada para sahabat, penulisan dan pencatatannya dikumpulkan menjadi satu mushaf

dan tersusun secara tertib.2

B. Penyusunan Alquran

1
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Jakarta:Putaka Litera Antarnusa, 2011),
hal.178-179
2
Lihat Achmad Abubakar, dkk, Ulumul Qur’an Pisau Analisis Dalam Menafsirkan al-Qur’an
(Yogyakarta: Semesta Alam, 2019), hal.50
4

1. Pada Masa Rasulullah

Pengeumpulan alquran pada masa Nabi ada dua bagian: pertama pengumpul

dengan cara menghafal, menghayati, dan mengamalakan, yang kedua dengan cara

menuliskan pada kitab atau diwujudkan dalam bentuk ukran.3

a. Pengumpulan Alquran dalam konteks Hafalan

Alquran diturunkan kepada Nabi yang ummi. Oleh sebab tersebut Nabi hanya

memperhatikan hafalan dan penghayatan semata, agar alquran beliau memahami dan

menguasi alquran persis sebagaiman apa yang diturunkan kepada beliau.4

Umumnya masyararakat adalah masyarakat yang tidak mahir menulis dan

membaca, tetapi kuat daya hapalannya dan daya fikirannya terbuka, dikarenakan

mereka tidak tahu menulis dan membaca maka mereka menghapal semua dalam

hatinya. Ayat pertama turun pada bulan Ramadhan, dan setiap kali ayat turun bisa

satu sampai sepuluh ayat tiap sekali turun.5

Pada awalnya, bagian-bagian dari alquran yang diwahyukan kepada Nabi

terperihara dalam ingatan dan hati Nabi beserta sahabat.6Kuatnya hafalan pada zaman

tersebut memungkinkan alquran dapat terpelihara. Jadi, setelah Nabi memerima

3
Muhammad Ali al-sabuni, Studi Imu alquran, (Bandung: Pustaka Setia, 1991), hal. 93
4
Lihat Achmad Abubakar, dkk, Ulumul Qur’an Pisau Analisis Dalam Menafsirkan al-Qur’an,
hal. 50
5
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.180
6
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah alquran (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001) hal.
129
5

wahyu selanjutnya Nabi menyampaikan kepada para sahabat kemudian

memerintahkannya untuk menghafalnya.

Dalam shahih bukhari menjelaskan tentang ada tujuh penghafal Alquran dari

tiga riwayat: Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal bekas budak Abu Huzaefah,

Mu’az bin Jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu

darda.7

Menurut pendapat Imam Bukhari, pembatasan tujuh orang penghafal alquran ,

dimaksudkan ialah mereka itu yang hafal alquran diluar kepala dan relah

menunjukkan hafalan mereka dihadapan Nabi.8 Akan tetapi tidak menutup

kemungkinan adanya penghafal yang lain karena pada zaman tersebut para sahabt

berlomaba-lomba menghafal dan memerintahkan kepada istri dan anak-anak mereka.

b. Pengumpulan Alquran dalam konteks penulisan

Rasulullah telah mengangkat empat penulis alquran yaitu, Ali bin Abi Thalib,

Muawitay bin Abi Sofyan, Ubai bin Ka’ab dan Said bin Tsabit. 9 Menurut riwayat

penulis beliau ada 24 orang, bahakan ada riwayat lain 42 orang, adapun pencatat ada

yang tetap khusus mencatat wakyu diturunkan dan sebagian ada yang mencatat

sementara saja.10Apabila ada ayat yang turun Nabi memerintahkan menuliskan dan

menunjukkan tempat ayat dalam surah, sehinnga penulisan pada lembaran itu

7
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.180
8
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.183
9
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.185-186
10
Lihat Achmad Abubakar, dkk, Ulumul Qur’an Pisau Analisis Dalam Menafsirkan al-
Qur’an, hal. 52
6

membantu penghafalan dalam hati. Sahabat juga menulis bagian-bagian alquran,

dimana mereka ingin menulisnya, tanpa diperitahkan oleh Nabi saw. Zaid Bin Tsabit

berkata; “Kami menyusun alquran dhadapan Rasulullah pada kulit binatang.11

Sahabat senantiasa menghadapkan tulisan dan hafalan alqurannya kepada

Rasulullah, baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan. Sejumlah riwayat berisikan

bahwa para sahabat secara tertulis telah dikumpulkan dalam shuhuf. Sekalipun istilah

“pengumpulan” biasa ditafsirkan hafalan.12Ali bin Abi Thalib, Mu’az bin Jabal, Ubai

bin Ka’ab, Zaid Bin Tsabit dan Abdullah bin Mas’ud telah menghafal alquran secara

menyel

uruh. Zaid bin Tsabit adalah sahabat yang terakhir membacakan ayat alquran

dihadapan Nabi.

Rasulullah berpulang kerahmatullah disaat alquran telah dihafal dan ditulis,

ayat dan surahnya pun telah dipisahkan, atau ditertibkan dan setiap surah berada

dalam satu lembaran secara terpisah dan dalam tujuh huruf.13

Penulisan pada masa ini, belum terkumpul dalam satu mushaf disebbkan oleh

tiga faktor:

1) Tidak adanya faktor pendorong untuk membukukan alquran menjadi satu

mushaf mengingat Rasulullah masih hidup dan banyaknya sahabat yang menghafal

alquran dan sama sekali tidak ada unsur menggangu kelestarian alquran

11
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.186
12
Lihat Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah alquran, hal. 133
13
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.187
7

2) Alquran diturunkan secara berangsur-angsur, maka suatu hal yang logis

bila alquran dibukukan setelah Nabi wafat

3) Selama proses turunnya masih terdapat kemungkinan adanya alquran yang

mansukh.14

2. Masa Khulafaurrasyidin

Alquran pada masa Nabi belum dihimpun menjadi satu, sebab Nabi belum

memerintahkannya dan menjaga apabila wahyu turun lagi yang akan diterimanya.15

a. Masa Abu Bakar

Pada masa kekhalifaan Abu bakar, ia dihadapkan dengan peristiwa-peristiwa

besar sebagian besar kemurtadan sebagian orang arab. Maka terjadilah perang

Yamamah untuk memerangi orang-orang yang murtad. Dalam peperangan tersebut

ada sekitar tujuh puluh sahabat qari yang gugur. Maka Umar Bin Khattab mulai

merasa sangat khawatir,lalu ia mengahadap kepada Khalifa Abu bakar dan

mengajukan usul kepadanya untuk mengumpulkan dan membukukan alquran.16

Aisyah ra, menyimpan beberapa naskah catatan Alquran, sepeninggal Nabi

dan pada masa Khalifa Abu Bakar dikumpulkanlah naskah-naskah alquran. Maka

khalifa Abu Bakar meminta kepada Zaid bin Tsabit sebagai sahabat yang qiraat,

14
Said Agil Husin al-Munawwar, Alquran Membangun tradisi Kesalehan Hakiki
(Jakarta:Ciputat Press, 2002), hal. 17
15
Lihat Achmad Abubakar, dkk, Ulumul Qur’an Pisau Analisis Dalam Menafsirkan al-
Qur’an, hal. 53
16
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.188
8

penulisan, kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan terakhir kali, untuk

penulisan alquran sepenuhnya.

Zaid bin Tsabit memulai tugasnya yang berat ini dengan bersandar pada

hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada penulis. Kemudian

lembaran-lembaran tersebut diberikan kepada Abu Bakar hingga beliau wafat tiga

belas hijriyah. Zaid bin Tsabit sangat berhati-hati, dan teliti, hafalan harus disertai

tulisan. Dan beliau mendapatkan ayat surah taubah yang tidak didapati dari sahabat

lain yaitu ayat dari Abu Khuzaimah.

Alquran pada masa Nabi sudah tercatat, tetapi masih berserakan, dipelepah

kurma, tulang belulang, kulit binatang dan lain sebagainya. Kemudian Abu Bakar

memerintahkan untuk mengumpulkan catatan tersebut dalam satu mushaf, dengan

ayat dan surah yang tersusun dan tertulis secara berhati-hati dan mencakup tujuh

huruf yang dengan itu wahyu diturunkan. Jadi Abu bakar merupkan orang pertama

yang mengumpulkan alquran dalam bentuk mushaf seperti ini, disamping itu juga

terdapat mushaf-mushaf pibadi dari Ali, Mushaf Ubay dan Mushaf Ibn Mas’ud.17

b. Masa Ustman Bin Affan

Pada masa kekhalifaan Ustman penyebaran Agama Islam sudah meluas dan

daerah kekuasaan Islam sudah terpencar diberbagai daerah dan kota. Pada setiap

daerah berbeda bacaan sesuai sahabat yang mengajarkan mereka. Penduduk Syam

mengikuti bacaan Ubay bin Ka’ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abdullah bin

17
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.192
9

Mas’ud dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa Al-Asy’ari. Perbedaan

tersebut tntang bunyi huruf dan bentuk bacaan.18

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan denga penduduk Irak,

diantar orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu adalah Huzaifah bin al Yaman. Ia

melihat banyak perbedaan dalam cara membaca Alqura. Sebagian bacaan tersebut

bercampur dengan kesalahan tetapi mereka tetap berpegang teguh pada bacaannya,

serta menentang setiap oang yang menyalahi bacaannya bahkan mereka saling

mengkafirkan. Maka huzaifa melaporkan hal tersebut kepada Ustman Bin Affan.

Sahabat amat prihati tentang masalah tersebut kalu suatu saan nanti terjadi

penyimpangan dan perubahan. Maka sahabat menyepakati untuk menyalin lembaran-

lembaran pertama yang dibuat pada masa khalifa Abu bakar dan menyatukan umat

islam dengan bacaan yang tetap pada satu huruf.19

Ibn Jarir mengatakan mengenai apa yang dilakukan Ustman: “Ia menyatukan

umat islam dalam satu mushaf da satu huruf, sedang mushaf yang lain disobek dan

memerintahkan dengan tegas agar membakar jika mushaf yang ada pada mereka

berlainan dengan mushaf yang disepakati. Selanjutnya hanya logat quraisy yang

digunakan sebab alquran diturunkan dalam bahasa Quraisy.

C. Sistematika Penyusunan alquran

1. Tartīb al-āyah

18
Lihat Achmad Abubakar, dkk, Ulumul Qur’an Pisau Analisis Dalam Menafsirkan al-
Qur’an, hal. 56
19
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.192
10

Tartīb al-āyah merupakan istilah dari bahasa arab, yang terdiri dari dua suku kata

yaitu, kata (‫ )ترتيب‬dan kata ( ‫)اية‬. Kata tartīb dalam kamus al-kauysar, merupakan isim

mashdar dari kata ‫ رتب‬yang artinya urut-urutan atau peraturan.20

Sedagkan secara etimologi Ayat terdapat beberapa pengertian:21

a. Mukjizat, sebagaimana terdapat pada firman Allah:

….‫َس ۡل بَنِ ٓي إِ ۡس ٰ َٓر ِءي َل كَمۡ َءات َۡي ٰنَهُم ِّم ۡن َءايَ ۢ ِة بَيِّن ٖ َۗة‬
Artinya: Tanyakan kepada Bani Israil, berapa banyakkah mukjizat yang nyata,
yang telah berikan kepada mereka.

b. Tanda (alamat), senagaimana firman Allah

ُ ‫ال لَهُمۡ نَبِيُّهُمۡ إِ َّن َءايَةَ ُم ۡل ِك ِٓۦه أَن يَ ۡأتِيَ ُك ُم ٱلتَّاب‬


ۡ‫َة ِّمن َّربِّ ُكم‬ٞ ‫ُوت فِي ِه َس ِكين‬ َ َ‫َوق‬

Artinya: Dan Nabi mereka berkata kepada mereka “Sesungguhnya tanda ia akan
menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari
Tuhanmu.

Ayat menurut Manna al-Qattan dalam bukunya ayat adalah: Sejumlah kalam

Allag yang terdapat dalam sebuah surat dari alquran. Tertib atau urutan-urutan ayat

alquran ini adalah tauqifi ketentuan dari Rasulullah. Sebagian ulama meriwayatkan
bahwa ini adalah ijma’. Jibril meurunkan beberapa ayat kepada Rasulullah dan

menunjukkan kepadanya tempat diman ayat-ayat itu harus diletakkan. Selanjutanya

Rasulullah memrintahkan kepada para penulis wahyu untuk menuliskannya ditempat

tersebut. Jibril senatiasa mengulangi dan memerikasa alquran yang telah disampaikan

20
Husain al-Habsy, Kamus al-Kautsar Arab-Indonesia, (Surabaya: Darussagaf PP Alawy,
1977), hal. 122
21
Masifuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: CV. Karya Abditama, 1997), cet. V,
hal. 1
11

kepada Rasulullah sekali setiap tahun, pada bulan ramadhan dan pada tahun terakhir

kehidupan sebanyak dua kali.22

2. Tartīb Surah

Pengertian Surah menurut Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Pengantar Ulumul

Qur’an adalah sekelompok ayat alquran yang berdiri sendiri, yang mempunyai

permulaan dan penghabisan.23

Para ulama berbeda pendapat perihal tartīb Surah alquran:24

a. Tertib Surah berdasarkan tauqifi dan dilakukan langsung oleh Rasulullah

sebagaimana petunjuk dari Jibril atas perintah Allah. Dengan demikian pada masa

Rasulullah alquran sudah tersusun suah-surahnya seperti yang ada sampai saat ini dan

tidak ada sahabatpun yang membantah hal tersebut

b. Tertib Surah melalui ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan tertib yang

terdapat pada mushaf mereka:

1) Mushaf Ali disusun menurut tertib nuzul, yakni dimulai dengan Iqra, Al

Mudatsir, Nun al-Qalam dan al-Muzammil dan seterusnya hingga akhir surah Makki

dan Madani

2)Mushaf Ibnu Mas’ud yang dawali dengan surah al-Baqarah, an-Nisa’,

kemudian al-‘Imran

22
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.205-207
23
Achmad Abubakar, dkk, Ulumul Qur’an Pisau Analisis Dalam Menafsirkan al-Qur’an, hal.
61
24
Achmad Abubakar, dkk, Ulumul Qur’an Pisau Analisis Dalam Menafsirkan al-Qur’an, hal.
62
12

3) Mushaf Ubay bin Ka’ab diawali dengan surat al-Fatihah, al-Baqarah,

kemudia al-‘Imran

c. Sebagian surah tertibnya taufiqi dan sebagian yang lain lagi berdasarkan ijtihad

para sahabat.

Tetaplah bahwa tertib surah berdasarkan tauqifi, epeti halnya ayat-ayat

alquran. Abu bakar Ibn Anbari menyebutkan: Allah telah menurunkan alquran

kelangit dunia. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur. Sebuah surah turun

karena suatu urusan yang terjadi dan ayatpun turun bagi orang yang brtanya, dan

Jibril senantiasa memberitahukan kepada Nabi surah dan ayat tersebut ditempatkan.

Mkada dari itu, susunan surah, ayat dan logatnya berasarkan dari Nabi.25

25
Manna Khalil al-qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, hal.62
13

KESIMPULAN

Jam’ul Qur’ān umumnya yang dipahami dengan pengumpulan alquran.

Pengumpulan alquran dilaksanakan pada dua periode yaitu periode Nabi saw dengan

metode hafalan dan penulisan setiap wahyu disampaikan pada sahabat nabi

memerintahkan untuk menghafal atau mencatat. Sahabat mencatatnya pada pelepah

kurma, tulang belulang, kulit sapi dll. Pada masa ini alquran masih berserakan. Pada

saat khalifah Abu Bakar alquran mulai ditulis dalam bentuk mushaf dimana sahabat

sangat teliti mengumpulkan ayat-ayat dan ditulis dalam bentuk mushaf. Setelah Abu

Bakar wafat maka mushaf tersebut dipegang oleh Umar Bin Khattab. Dan ketika

Umar bi Khattab maka mushaf tersebut dipegang oleh Hafsah bin Umar. Pada masa

Ustman terdapat perbedaan bacaan alquran sesuai dengan sahabat yang mengajarkan

bacaan tersebut. Maka Ustman bin Affan pada saat itu memerintahkan untuk menulis

dalam mushaf dan menertibkan atau menyusun surah-surahnya dan membatasinya

hanya pada bahasa quraisy saja.


14

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Achmad, dkk, Ulumul Qur’an Pisau Analisis Dalam Menafsirkan al-

Qur’an, Yogyakarta: Semesta Alam, 2019


Adnan Amal, Taufik, Rekonstruksi Sejarah alquran, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2001
Al-Habsy, Husain, Kamus al-Kautsar Arab-Indonesia, Surabaya: Darussagaf PP
Alawy, 1977
Ali al-sabuni, Muhammad, Studi Imu alquran, Bandung: Pustaka Setia, 1991
Husin al-Munawwar , Said Agil, Alquran Membangun tradisi Kesalehan Hakiki,
Jakarta:Ciputat Press, 2002
Khalil al-qattan, Manna, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta:Putaka Litera Antarnusa,
2011
Zuhdi, Masifuk, Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya: CV. Karya Abditama, 1997

Anda mungkin juga menyukai