Anda di halaman 1dari 4

Resume Makalah

Penulis resume Oleh: Fauziah (201003033)


Makalah: Dicki Afriandi (201003029)
DENGAN JUDUL:
SEJARAH PEMELIHARAAN DAN PEMURNIAN AL-QUR’AN UPAYA KOLEKSI
DAN KODIFIKASI MUSHAF AL-QUR’AN

A. Al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad


Pengumpulan Al-Qur’an mempunyai dua makna yaitu, Pengumpulan dalam arti
hifzuhu (menghafalnya dalam hati). Jumma’ul Qur’an artinya Huffazuhu (penghafal-
penghafalnya, orang yang menghafalkannya di dalam hati, dan pengumpulan dalam arti
Kitabatuhu kullihi ( penulisan Qur’an semuanya ) baik dengan memisah-misahkan ayat-
ayat dan surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu
lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam
lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah. Ada beberapa cara
pengumpulan yang dilakukan oleh Nabi dan para sabahabat untuk menjaga kemurnian Al-
Qur’an, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pemeliharaan Al-Qur’an dengan Cara Menghafalkannya
Setelah menerima wahyu, Nabi Muham ma d kemudian menyampaikanya
kepada para pengikutnya, yang kemudian para sahabat seolah-olah berlomba
penuh antusias menghafal setiap ayat Al-Qu’an yang dibacakan dan
disampaikan Nabi Muhammad kepada mereka. Selanjutnya mereka
mengajarkannya kepada istri, anak, dan keluarga mereka..
2. Pemeliharaan Al-Qur’an dengan Cara Menuliskannya
Para sahabat senantiasa menyodorkan Al-Qur’an kepada Rasulullah baik
dalam bentuk hafalan maupun tulisan. Tulisan-tulisan Qur’an pada masa Nabi
tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seorang belum tentu ada
pada yang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka
adalah Ali Bin Abi Thalib, Abdullah ibn Mas’ud, Muaz Bin jabal, Ubay bin
Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Dan para ulama menyebutkan pula bahwa Zaid bin
Tsabit adalah sahabat terakhir yang membaca Al-Qur’an di hadapan Nabi
Muhammad.

1
B. Al-Qur’an Pada Masa Khulafaur Rasyidin
1. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Pada masa khalifah Abu Bakar, terjadi peperangan yang sangat dahsyat, banyak
penghafal Al-Qur’an yang meninggal hingga mencapai 70 orang, bahkan dalam
satu riwayat disebutkan 500 orang. Sementara umat Islam yang gugur dalam
peperangan tersebut kurang lebih berjumlah 1.200 orang. Perang ini dinamakan
perang Yamamah. Karena banyak penghafal Al-Qur’an yang gugur di medan perang,
Umar Bin Khattab khawatir Al-Qur’an akan berangsur-angsur hilang bersamaan
dengan meninggalnya para penghafalnya. Sehingga Umar bin Khattab meminta
kepada khalifah Abu Bakar agar Al- Qur’an segera dikumpulkan dan ditulis dalam
sebuah mushaf. Awalnya Abu Bakar ragu untuk melakukan itu, kemudian beliau
menerimanya dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengingat kedudukannya
dalam qiraat, penulisan, pemahaman dan kecerdasannya agar segera mengumpulkan
Al-Qur’an dan menulisnya dalam satu mushaf.

2. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Umar Bin Khattab


Di masa Umar bin Khattab, mushaf itu diperintahkan untuk disalin ke dalam
lembaran (sahifah). Umar tidak menggandakan lagi sahifah itu, karena memang
hanya untuk dijadikan naskah orisinil, bukan sebagai bahan hafalan. Setelah seluruh
rangkaian penulisan selesai, naskah tersebut diserahkan kepada Hafsah binti
Umar (istri Rasulullah SAW) untuk disimpan.

3. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Usman bin Affan


Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, banyak di antara para sahabat
penghafal Al-Qur’an yang tinggal, berpencar di berbagai daerah. Perlu diketahui,
bahwa versi qira’at yang dimiliki dan diajarkan oleh masing-masing sahabat ahli
qira’at tersebut satu sama lain berlainan. Hal ini rupanya menimbulkan dampak
negatif di kalangan umat Islam waktu itu, yaitu masing-masing di antara mereka
saling membanggakan versi qira’at mereka, dan saling mengaku bahwa versi qira’at
merekalah yang paling baik dan benar. Situasi seperti ini sangat mencemaskan
khalifah Usman bin Affan, karenanya ia segera mengundang para pemuka
sahabat, baik dari golongan Ansar maupun Muhajirin. Akhirnya, dari mereka

2
diperoleh suatu kesepakatan, agar mushaf yang ditulis pada masa Abū Bakar disalin
kembali menjadi beberapa mushaf dengan dialek Quraisy. Kemudian beberapa
mushaf yang sudah ditulis dan diperbanyak tersebut dikirim ke berbagai kota untuk
dijadikan rujukan, terutama ketika terjadi perselisihan tentang qira’at Al- Qur’an.

C. Al-Qur’an Pada Masa Bani Umayyah


Pada masa ini telah dilakukan penyempurnaan penulisan Al-Quran dengan
memberikan baris dan titik pada huruf-hurufnya. Hal tersebut dilakukan pada
masa pemerintahan Abdul Malik Ibnu Marwan yang menjadi khalifah antara tahun 685-
705M. Pada masa Dinasti ini juga telah dilakukan pembukuan hadist tepatnya pada
waktu pemerintahan khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz (99-10 H), mulai saat itu ilmu
hadits berkembang dengan sangat pesat.

D. Al-Qur’an Pada Masa Bani Abbasyiah


Pada masa Abbasiyah, proses penyempurnaan Al-Quran terus bertambah dan
dilakukan. Pada manuscript Bani Abbasiyah ini terdapat beberapa hal yang
diperbarui, diantaranya penambahan syakal untuk memudahkan pembacaan konsonan
vocal pada tiap kata dalam Al-Quran yang dibuat oleh Abu Aswad ad-duali kemudian
disempurnakan oleh Khalil bin Ahmad (718-786). Ciri-ciri penambahan tersebut adalah:
1. Memberikan huruf (‫ )أ‬alif kecil diatas huruf dan itu dibaca dengan vokal a
2. Memberikan huruf (‫ )ي‬ya kecil dibawah huruf sebagai tanda vokal i
3. Memberikan huruf (‫ )و‬waw kecil didepan huruf sebagai tanda vokal u
4. Menggandakan huruf-huruf tersebut untuk membaca tanda vokal tanwin
5. Memberikan kepala huruf ha diatas huruf sebagai tanda baca sukun
6. Memberikan kepala huruf sin untuk tanda vokal syaddah atau tasydid

E. Perkembangan Al-Qur’an Pada masa modern


Al-Qur’an pun dicetak untuk pertama kali di kota Hanburg, Jerman pada abad ke
17M. Sejak percetakan pertama itu, percetakan Al-Qur’an terus menerus mengalami
perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat, sehingga hampir tidak ada negara-
negara Islam yang mayoritas penduduknya muslim tidak memiliki percetakan yang
mencetak Al- Qur’an termasuk Indonesia.

3
F. Pelestarian Al-Qur’an di Indonesia
Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an yang diterbitkan di Indonesia ataupun yang
didatangkan dari luar negeri, pemerintah Republik Indonesia dan Kemetrian Agama
telah membuat panitia khusus dalam hal pelestarian Al-Qur’an yang diberi nama yaitu
“Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an”, yang telah ditetapkan dengan penetapan
Menteri Agama No. 37 Tahun 1957, dan juga telah diperbaharui dalam peraturan
Menteri Agama No. 2 Tahun 1980.

G. Analisis dan Konklusi


Dari rentetan penjelasan di atas kita dapat mengetahui bahwasanya pemeliharan dan
pemurnian memiliki proses yang begitu panjang, baik dari segi penghafalan ayat,
penulisan ayat dan juga pembukuan Al-Qur’an itu sendiri, mulai dari masa Nabi
Muhammad, Khulafaur Rasyidin, kerajaan-kerajaan Islam hinga sampai zaman modern
seperti sekarang. Kesahihan Al-Qur’an yang ada pada saat ini semua tidak terlepas dari
kerja keras para sahabat-sahabat Nabi dalam melestarikan wahyu Allah yang disampaikan
melalui Nabi Muhammad.

Anda mungkin juga menyukai