I. Pendahuluan
pembukuan hadits. Namun bukan berarti bahwa proses kodifikasi al-Qur'an tidak
menarik untuk dikaji. Dalam bahasa Arab, kodifikasi sering diistilah dengan kata
jama‟a. Dalam bahasa Arab kata jama‟a dari segi bahasa mempunyai arti menyusun
yang terpisah atau yang tak beraturan. Yaitu, mengumpulkan sesuatu dengan
Dalam ilmu al-Qur‟an, kata jama‟a mempunyai dua arti yang nantinya dari
makna itu akan melahirkan pemaknaan yang luas. Yang pertama jama‟a mempunyai
makna, yaitu: menghafal semuanya. Dan makna yang kedua, yaitu: membukukan al-
Qur‟an semuanya dalam bentuk tulisan dari ayat dan surat yang masih terpisah-pisah
Mushaf al-Qur‟an yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui
perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang
silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu
jaminan atas keotentikan al-Qur‟an langsung diberikan oleh Allah Swt yang termaktub
Karena iu, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan kodifikasi al-Qur‟an, baik
pada masa Rasulullah Saw, Abu Bakar Ash-Siddiq, maupun Utsman bin Affan.
1
II. Sejarah Kodifikasi al-Qur’an (Masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Utsman)
atau berupa sebuah surat yang pendek secara lengkap. Penyampaian al-Qur‟an secara
keseluruhan memakan waktu kurang lebih 23 tahun, yakni 13 tahun waktu Nabi
Muhammad Saw masih tinggal di Mekkah sebelum hijrah dan 10 tahun waktu
Wahyu Ilahi yang diturunkan sebelum hijrah tersebut disebut ayat Makiyah
merupakan 19/30 dari al-Qur‟an bercirikan surat dan ayat-ayatnya pendek-pendek dan
gaya bahasanya singkat padat (ijaz). Karena sasaran yang pertama-tama dan utama pada
periode Mekkah ini adalah orang-orang Arab asli (suku Quraisy dan suku-suku Arab
lainnya) yang sudah tentu mereka paham benar akan bahasa Arab. Mengenai isi surat
ayat Makkiyah pada pada umumnya berupa ajakan atau seruan untuk bertauhid yang
murni atau Ketuhanan Yang Maha Esa secara murni dan juga pembinaan mental dan
akhlak.
Madaniyah dan merupakan 11/30 dari al-Qur‟an. Surat dan ayat-ayatnya panjang-
panjang dan gaya bahasaya panjang lebar dan lebih jelas. Sasarannya bukan hanya
orang-orang Arab asli, melainkan juga non Arab dari berbagai bangsa yang telah mulai
banyak masuk Islam dan sudah tentu mereka kurang/belum menguasai bahasa Arab.
2
hukum untuk pembentukan dan pembinaan suatu masyarakat atau umat Islam dan
Di masa Rasulullah Saw setiap wahyu yang turun, satu ayat atau lebih, terlebih
diajarkan kepada para sahabatnya pesis seperti apa yang diterimanya, tanpa ada
para sahabat yang telah menerima ayat-ayat itu untuk menghafalkannya dan
Selain itu wahyu tersebut ditulis dan dicatat oleh dewan penulis wahyu yang
disebut khuttab al-wahy yang telah dibentuk oleh Rasulullahm, di antaranya; Abu Bakar
Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin
Fuhairah, Amer bin Al-„Ash, Muawiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Abi Sufyan, Al-
Mughirah bin Syu‟bah, Zubair bin Al-„Awwam, Khalid bin Walid, Al-„Ala Al-
Hadhramiy, Muhammad bin Salamah, Ubay bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit dan Tsabit bin
Qais ibn Syammas. Para penulis wahyu ini menurut orientalis Blacherc dalam
Ali menurut kutipan Rif‟at Syauqi dan Muhammad Ali Hasan menyebutkan sejumlah
itu.2
Para sahabat menulis al-Qur‟an pada „usub (pelapah kurma), likhaf (batu halus
berwarna putih), riqa‟ (kulit), aktaf (tulang unta), dan aqtab (bantalan dari kayu yang
biasa dipasang di atas punggung unta). Salah seorang “jurnalis” wahyu yang mendapat
kepercayaan dari Rasulullah, yaitu Zaid bin Tsabit menuturkan pengalamannya dalam
1
Masjfuk Zuhdi. Pengantar Ulumul Qur‟an. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1980), hlm. 13-14
2
A. Chairudji Abd. Chalik. Ulumul Qur‟an. (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm .47-48
3
riwayat al-Bukhari sebagai berikut: “Dahulu kami di sisi Rasulullah menyusun Al-
Qur‟an dari riqa‟. Aku mengumpulkannya dari riqa‟, aktaf (tulang unta) dan hafalan-
hafalan orang”.
dengan lainnya, misalnya hadis Rasulullah, maka beliau tidak membenarkan seorang
sahabat menulis apapun selain al-Qur‟an. Hal ini bisa dilihat dari hadis riwayat Muslim
dari Abi Sa‟id Al-Khudriy yang berbunyi: “Janganlah kalian tulis dariku sesuatu kecuali
al-Qur‟an. Barangsiapa yang telah menulis dari (sumberku) selain Al-Qur‟an supaya
menghapusnya”.
otentifikasi dan akurasi al-Qur‟an. Setiap kali turun ayat al-Qur‟an Rasulullah
memanggil “jurnalis” wahyu. Hal ini bisa disimak pada hadis riwayat Imam Ahmad
yang dinyatakan shahih oleh Ibn Hibban dan Al-Hakim, dari Abdullahbin Abbas, dari
Kepada para penulis wahyu ini Rasul menunjuk letak masing-masing ayat yang
akan mereka tuliskan, yaitu di dalam surat mana, sebelum atau sesudah ayat mana. Hal
ini disebabkan susunan ayat itu tidak kronologis, sebab kebanyakan surat tidaklah
diturunkan sekaligus komplit. Seringkali suatu surat belum selesai diturunkan semua
ayat-ayatnya telah disusuli pula oleh surat-surat lainnya, sehingga apabila turun,
Rasulullah lalu menunjukkan letak ayat itu. Apabila suatu surah telah lengkap
diturunkan semua ayat-ayatnya Rasulullah lalu memberikan nama untuk surat itu, dan
untuk memisahkan antara suatu surat dengan surat sebelumnya atau sesudahnya,
3
Kamaluddin Marzuki. Ulum Al-Qur‟an (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 67-68
4
Rasulullah menyuruh letakkan lafazh basmalah pada awal masing-masing surat itu.
Tertib urut ayat-ayat dalam masing-masing surat itu dikokohkan pula oleh Nabi sendiri
dengan bacaan-bacaannya dalam waktu shalat ataupun di luar shalat.4 Oleh sebab itu,
para ulama bersepakat bahwa pengumpulan al-Qur‟an bersifat “tauqifi”. Yaitu bahwa
urutannya sedemikian rupa seperti yang kita lihat saat ini, adalah berdasarkan perintah
Telah diceritakan bahwa Jibril As turun membawa satu atau beberapa ayat
kepada Nabi Saw. Ia berkata kepada Rasul: “Hai Muhammad! Allah Swt
memerintahkan kepadamu supaya kamu meletakkan ayat ini pada permulaan ini dari
sudut ini”. Demikian pula Rasulullah saw berkata kepada para sahabat: “Letakkan ayat
memberantas buta huruf al-Qur‟an, dengan cara; 1). Memberikan penghormatan dan
penghargaan yang tinggi kepada orang-orang yang telah pandai menulis dan membaca;
2). Menggunakan tenaga para tawanan perang dalam usaha pemberantasan buta huruf;
dan 3). Setiap kali ayat-ayat turun, Rasulullah menyampaikannya kepada para sahabat
sahabat yang hafal Al-Qur‟an. Dalam peperangan tersebut tidak kurang dari 70
4
A. Chairudji Abd. Chalik Ulumul Qur‟an, hlm. 49
5
M. Qodirun Nur. Ikhtisar Ulumul Qur‟an Praktis. (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), hlm. 80
6
A. Chairudji Abd. Chalik. Ulumul Qur‟an, hlm. 50-51
5
penghafal al-Qur‟an gugur, bahkan dalam suatu riwayat disebutkan sekitar 500 orang,7
Umar bin Khatab ra. merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia
menghadap Abu Bakar ra. dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan
Yamamah telah banyak membunuh para qari‟. Di segi lain Umar merasa khawatir juga
sehingga Al-Qur‟an akan hilang dan musnah, awalnya Abu Bakar ra. menolak usulan
itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.
Tetapi Umar ra. tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar ra.
untuk menerima usulan tersebut, kemudian Abu Bakar ra. memerintahkan Zaid bin
Sabit ra, mengingat kedudukannya dalam masalah qiraat, kemampuan dalam masalah
terakhir kali. Abu Bakar ra. menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar.
Pada mulanya Zaid ra. menolak seperti halnya Abu Bakar ra. sebelum itu. Keduanya
lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid ra. dapat menerima dengan lapang dada
perintah penulisan Al-Qur‟an itu.8 Zaid ra. melalui tugasnya yang berat ini dengan
bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para qari‟ dan catatan yang ada pada para
penulis. Kemudian lembaranlembaran (kumpulan) itu disimpan di tangan Abu Bakar ra.
Zaid ra. berkata,”Abu Bakar ra. memanggilku untuk menyampaikan berita mengenai
korban perang Yamamah. Ternyata Umar sudah ada disana. Abu Bakar berkata: „Umar
telah datang kepadaku dan mengatakan bahwa perang Yamamah telah menelan banyak
7
M. Quraish Shihab, (et. al), Sejarah & „Ulum al-Qur‟an, cet. 4, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008),
hlm. 28
8
Muhammad Bakr Isma‟il, “Dirasah fi Ulumul al-Qur‟an”. Dalam Mardan, Al-Qur‟an Sebuah
Pengantar Memahami al-Qur‟an Secara Utuh, (Jakarta: Pustaka Mapan, 2009), hlm. 68
6
korban dari kalangan penghafal Al-Qur‟an dan ia khawatir kalau-kalau terbunuhnya
para penghafal Al-Qur‟an itu juga akan terjadi djuga i tempat-tempat lain, sehingga
yang berserakan. Dalam menjalankan tugasnya Zaid lebih selektif dan hati-hati. Artinya
tidak semua setoran dari para sahabat diterima begitu saja dengan tangan terbuka,
melainkan harus disertai sumber tertulis dan saksi (setidaknya dua saksi). Hal ini
dilakukan Zaid untuk mencari kesepakatan bahwa setoran yang diterimanya benar-benar
ayat al-Qur‟an dari Nabi Muhammad.10 Dengan demikian, pengumpulan al-Qur‟an yang
dilakuakan oleh Zaid pada periode ini berpijak pada empat hal, yaitu: a. Ayat-ayat al-
Qur‟an yang ditulis dihadapan Nabi dan yang disimpan dirumah beliau. b. Ayat-ayat
yang ditulis adalah yang dihafal para sahabat penghafal alQur‟an. c. Tidak menerima
ayat yang hanya terdapat pada tulisan atau hafalan saja, melainkan harus harus ada bukti
bahwa itu tertulis dan dihafal. d. Penulisan dipersaksikan kepada dua orang sahabat
bahwa ayat-ayat tersebut benar-benar ditulis dihadapan Nabi pada saat Nabi masih
hidup.11 Tugas penulisan al-Qur‟an dilaksaakan oleh Zaid dalam kurun waktu satu
tahun sejak selesai perang Yamamah sampai sebelum Abu Bakar wafat. Lembaran-
lembaran ini disimpan oleh Abu Bakar sampai wafat dan kemudian disimpan Umar bin
9
Nasruddin, “Sejarah Penulisan Al-Qur‟an Nasruddin (Kajian Antropologi Budaya)”. Dalam Jurnal
Rihlah, Vol. II No. 1 Mei (2015), hlm. 58.
10
M. Musthafa Al-A‟zami, Sejarah Teks al-Qur‟an Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Sohirin
Solihin, dkk (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 87
11
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 25
7
Kat}t}ab, hingga kemudian disimpan oleh Hafshah bint Umar.12 Kompilasi al-Qur‟an
pada masa ini disebut dengan istilah s}uh}uf, merupakan kata jamak yang secara literal
Adapun karakterisrik penulisan al-Qur‟an pada masa Abu Bakar, antara lain: a.
Mushaf ini telah menghimpun semua ayat al-Qur‟an dengan cara yang sangat teliti, ayat
dan surat telah tersusun menurut susunan yang sebenarnya seperti yang diwahyukan
Allah kepada Nabi SAW. b. Meniadakan ayat-ayat al-Qur‟an yang telah di mansukh. c.
Mushaf ini mencakup tujuh bahasa sebagaimana al-Qur‟an diturunkan. d. Mushaf ini
telah diterima secara luas dan semua ayat-ayatnya juga bersifat mutawwatir.15
dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surah yang tersusun serta dituliskan
dengan sangat berhati-hati dan mencakup tujuh huruf yang dengan itu Qur‟an
diturunkan. Dengan demikian Abu Bakar adalah orang pertama yang mengumpulkan
Al-Qur‟an dalam satu mushaf dengan cara seperti ini, disamping terdapat pula mushaf-
mushaf pribadi pada sebagian sahabat, seperti mushaf Ali ra, Ubai dan Ibn Mas‟ud ra.
Tetapi mushaf- mushaf itu tidak ditulis dengan cara-cara diatas dan tidak pula
dikerjakan dengan penuh ketelitian dan kecermatan. Juga tidak dihimpun secara tertib
yang hanya memuat ayat- ayat yang bacaannya tidak dimansuk dan secara ijma‟
12
Mustafa Murad, Kisah Hidup Abu Bakar as-Siddiq, terj. Ahmad Ginanjar & Lulu M. Sunman, cet.
4, (Jakarta: Zaman, 2013), hlm. 147. Lihat juga dalam Koeh (Peny), Dar al-‟Ilm, Atlas Sejarah Islam,
(Jakarta: Kaysa Media, 2011), hlm. 55
13
M. Musthafa Al-A‟zami, Sejarah Teks al-Qur‟an, hlm, 92
14
Manna‟ Khalil al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur‟an, terj.Aunur Rafiq El-Mazni, cet. 6,
(Jakarta: Putaka al-Kautsar, 2011), hlm. 162
15
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur‟an, hlm. 27
8
himpunan Al-Qur‟an yang dikerjakan Abu Bakar. Para ulama berpendapat bahwa
penamaan Al-Qur‟an dengan „mushaf‟ itu baru muncul sejak saat itu, yaitu saat Abu
Bakar mengumpulkan Al-Qur‟an. Ali ra. berkata,”Orang yang paling besar pahalanya
dalam hal mushaf ialah Abu Bakar ra. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada
Abu Bakar ra. Dialah orang yang pertama mengumpulkan kitab Allah.”
wilayah kekuasaan Islam pada masa Utsman telah meluas, sehingga orang-orang Islam
telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah populer bacaan
mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka‟ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abdullah Ibnu
Mas'ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa al-Asy‟ari. Di antara
mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf dan bentuk bacaan. Masalah ini
membawa mereka kepada pintu pertikaian satu sama lainnya dan bahkan saling kufur-
Tsabit untuk memimpin pembakuan al-Qur‟an dalam satu bahasa agar keragaman dialek
tidak menjadi sebab disharmonisnya komunitas muslim.17 Zaid bin Tsabit (wakil dari
kaum Anshar) dibantu Abdullah bin Zubair, Said Ibnu al-'Asb dan Abdurrahman Ibnu
9
Pelaksanaan gagasan yang mulia ini adalah pada tahun kedua puluh empat hijrah.18
tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini Utsman menasihatkan supaya
mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal al-Qur‟an dan dituliskan
menurut dialek suku Quraisy, sebab al-Qur‟an itu diturunkan menurut dialek mereka.19
Setelah selesai, Utsman mengirim ke setiap wilayah mushaf baru tersebut dan
memerintahkan agar semua al-Qur‟an atau mushaf lainnya dibakar. Zaid berkata:
“ketika kami menyalin mushaf saya teringat akan satu ayat dari surat al-Ahzab yang
pernah aku dengar dibacakan oleh Rasulullah, maka kami mencarinya dan kami
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada Allah”
Dengan ditugaskannya empat orang sahabat pilihan tersebut, maka hal itu
merupakan sebuah langkah konkret untuk mengatasi kenyataan pahit yang terjadi.
Apabila masa-masa dua khalifah sebelumnya, “Mushaf Abu Bakar” hanya disimpan di
rumah, maka Ustman melihat perlunya memasyarakatkan mushaf itu. Langkah Utsman
menyatukan bacaan. Alasannya yaitu karena Utsman tetap menyertakan Zaid bin Tsabit
di dalam panitia. Zaid yang sejak zaman Rasulullah dan Abu Bakar terlibat langsung
dalam penulisan dan penghimpunan al-Qur‟an, dapat dipastikan di dalam panitia ini
lebih banyak berperan ketimbang tiga anggota panitia lainnya. Sehingga kemungkinan
18
Muhammad Aly Ash-Shabunny, Pengantar Studi Al-Qur‟an (At-Tibyan), hlm. 95.
19
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur‟an, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), hlm. 35
20
Mudzakir AS, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, hlm. 194
10
terjadinya perubahan, penambahan atau hilangnya kalimat tertentu dapat ditekan sampai
pada titik nol dan keaslian al-Qur‟an tetap terjamin.21 Zaid pun juga mengumpulkan
bahan al-Qur‟an yang terdapat pada daun kering, dan hafalan para sahabat Rasulullah.
dengan yang telah dituliskan pada bahan-bahan tersebut. Dia tidak mencukupkan dari
sumber yang didengarnya saja, tapi juga mencocokkan kepada yang ditulis.22
Al-Qur‟an yang telah dibukukan itu dinamai dengan “al-Mushhaf”, dan panitia
ditulis lima buah al-Mushhaf. Empat buah diantaranya dikirim ke Mekkah, Syiria,
Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula masing-masing mushhaf itu,
dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri dinamai dengan
membakarnya. Ia khawatir kalau mushhaf yang bukan salinan “Panitia Empat” itu
Maka dari mushhaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kaum muslimin di
seluruh pelosok menyalin al-Qur‟an itu. Adapun kelainan bacaan, sampai sekarang
masih ada karena bacaan-bacaan yang dirawikan dengan mutawatir dari Nabi terus
dipakai oleh kaum muslimin dan bacaan-bacaan tersebut tidaklah berlawanan dengan
apa yang ditulis dalam mushhaf-mushhaf yang ditulis di masa Utsman itu.
adalah: a) Adanya penyerdahanaan dialek dari tujuh dialek menjadi satu dialek. b).
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur‟an- Studi Kompleksitas Al-Qur‟an, (Bandung: PT.
21
11
Utsman bermaksud menyatukan mushhaf umat. c) Peringkasan terhadap apa yang
ditetapkan pada pemeriksaan terakhir dan membuang selain hal tersebut. d) Susunan
berbagai penjuru negeri, berapapun jumlahnya adalah mushhaf yang sama dan
mencakup semua isi al-Qur‟an, yang diterima dari Nabi Muhammad. Musshaf tersebut
berisi 114 surat, naskah tersebut tidak memiliki titik dan syakal (harokat), dan tidak pula
memiliki tanda-tanda lain yang kita kenal dimasa ini. Bahkan menurut pendapat yang
Kendati nasib semua mushhaf tersebut tidak diketahui secara pasti, namun Ibn
Katsir pernah melihat mushhaf Utsmani yang ada di Syam. Ibn Katsir mengatakan
sebagai berikut;
“Adapun mushhaf Utsmaniyah yang diakui sebagai Mushhaf Imam maka yang
termasyhur sekarang ini adalah yang terdapat di Syam dan tersimpan di Masjid Jami‟
ke Damaskus pada akhir tahun 518 H. sungguh saya telah menyaksikan sendiri kitab
agung dan mulia dengan tulisan tangan yang indah, jelas dan kuat, yang menggunakan
tinta yang tahan luntur, dan ditulis di atas lembaran-lembaran yang saya duga adalah
kulit unta”.25
24
Amirul Hasan dan Muhammad Halabi, Ulumul Al-Qur‟an: Studi Kompleksitas Al-
Qur‟an, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1997), hlm. 124
25
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Pesan Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 170-171
12
Pembakuan teks al-Qur‟an pada masa Utsman dapat diberi penanggalan antara
650 hingga wafatnya Utsman pada 656. Masa ini merupakan titik utama dalam apa yang
III. Simpulan
penulis, khususnya seorang “jurnalis” Zaid bin Tsabit, yang dianggap “mahir” dan dapat
Al-Qur‟an yang berserakan dan ditulis dikulit unta, pepelah kurma, dan
sebagainya dikumpulkan dan ditulis kembali merupakan hardkopy dari ayat yang
perang sehigga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar agar dilakukan
pemerintahan Utsman bin Affan untuk memberikan salinan tersebut kepada wilayah-
wilayah yang telah dikuasai oleh Islam, sebagai upaya untuk meminimalisisr perbedaan
terutama bacaan. Karena adanya perbedaan bacaan disetiap tempat disebabkan faktor
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Nasruddin, “Sejarah Penulisan Al-Qur‟an Nasruddin (Kajian Antropologi Budaya)”.
Dalam Jurnal Rihlah, Vol. II No. 1 Mei (2015)
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur‟an, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, tth)
15