Anda di halaman 1dari 9

Nama : Aldi Suratno

Nim : 2108204255
Kelas :A

RESUME MAKALAH KELOMPOK 3


MATA KULIAH STUDY AL – QUR‟AN
“ RASM AL – QUR‟AN ”

A. Latar Belakang

Selain itu juga, sebagai petunjuk agar selalu bertaqwa kepada Allah SWT untuk selalu
melaksanakan apa yang di perintahkannya dan menjauhi segala larangannya. Rasm al qur‟an
merupakan salah satu ilmu yang mempelajari penulisan mushaf al qur‟an secara khusus, baik
dalam lafal dan bentuk yang di gunakannya. Supaya tidak terjadi salah pemahaman dan
perbedaan dengan mushaf yang lain. Untuk memahami dan mengerti al qur‟an serta isi dalam
kandungannya, maka harus mempelajarai suatu ilmu yang terkait, salah satunya adalah ilmu
rasm al qur‟an.

B. Pengertian Rasm Al Qur‟an

Ilmu rasm Al-Qur‟an yaitu ilmu yang mempelajari tentang penulisan mushat Al-
Qur‟an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun
bentuk-bentuk huruf yang digunakannya.

Rasimul Qur‟an dikenal juga dengan sebutan Rasm Al-Utsmani, Khalifah Usman bin
Affan memerintahkan untuk membuat sebuah mushaf Al-Imam, dan membakar semua
mushaf selain mushaf Al-Imam ini karena pada zaman Usman bin Affan kekuasaaan Islam
telah tersebar meliputi daerah-daerah selain Arab yang memiliki sosio-kultur berbeda.

1
Dengan demikian tidak terjadi perbedaan pemahaman antara mushab dengan mushab
yang lain. Rasm berasal dari kata rasama, yarsamu, rasma, yang berarti menggambar atau
melukis. Kata rasm ini juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau menurut
aturan. Jadi, rasm berarti tulisan atau penulisan yang yang mempunyai metode tertentu.
Adapula yang menyebutnya rasmul Utsmani karena Khalifah Utsmanlah yang merestui
dilakukannya penulisan Al-Qur`an.

C. Sejarah Lahir Rasm Al Qur‟an


Rasm Al-Qur‟an Secara garis besar sejarah Rasm Al-Qur‟an dapat kami simpulkan seperti ini:

Pemeliharan dan pengumpulan ayat-ayat al-Qur‟an di masa Rasulullah:

a. Hafalan
b. Tulisan-tulisan (berserak)

Pada mulanya mushaf para sahabat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya mereka
mencatat wahyu al-Qur‟an tanpa pola penulisan standar, karena umumnya dimaksutkan hanya
untuk kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan diwariskan kepada generasi
sesudahnya. Tulisan AL-Qur‟an ini masih terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam
sebuah msuhaf dan disimpan dirumah Nabi saw. Di zaman Abu Bakar, Al-Qur‟an yang
terpancar-pancar itu di salin kedalam shuhuf . Penghimpunan Al-Qur‟an ini dilakukan Abu
Bakar setelah menerima usul dari Umar bin al-Kattab yang khawatir akan semakin hilangnya
para penghafal Al- Qur‟an sebagaimana yang terjadi pada perang yamamah yang
menyebabkan gugurnya 70 orang penghafal Al-Qur‟an.

Di zaman khalifah Usman bin Affan, Al-Qur‟an disalin lagi kedalam beberapa
naskah. Dalam kerja penyalinan Al-Qur‟an ini mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yang
disetujui oleh Khalifah Usman. Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-
Mushaf. Karena cara penulisan disetujui oleh Usman sehingga sering pula dibangsakan oleh
Usman.
Sehingga mereka sebut rasm Usman atau rasm al-Usmani. Namun demikian pengertian
rasm ini terbatas pada mushaf oleh tim 4 di zaman Usman dan tidak mencakup rasm Abu
Bakar pada zaman Nabi saw. Bahkan, Khalifah Usman membakar salinan-salinan mushaf tim
4 karena kawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan dikalangan umat Islam. Hal

2
ini nanti membuka peluang bagi ulama kemudian untuk berbeda pendapat tentang kewajiban
mengikuti rasm Usmani.

1. Rasm Al Qur‟an Di Masa Abu Bakar R.A

Kemudian Abu Bakar meminta kepada Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukannya
dalam qiraat, penulisan, pemahaman, dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan al-
Qur‟an terakhir kali oleh Rasulullah Saw. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran
Umar dan usulan Umar. Pada mulanya, Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu,
bahkan ia mengungkapkan bahwa pekerjaan itu sangat berat dengan mengatakan seandainya aku
diperintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidak lebih berat bagiku daripada
mengumpulkan al-Qur‟an yang engkau perintahkan. Keduanya kemudian bertukar pendapat,
sampai akhirnya Zaid bin Tsabit dapat menerima dengan lapang dada permintaan penulisan al-
Qur‟an itu.

Ada sebuah riwayat menyebutkan bahwa untuk kegiatan yang dimaksud yaitu
pengumpulan dan pembukuan al-Qur‟an, Abu Bakar mengangkat semacam panitia yang terdiri
dari empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai berikut: Zaid bin Tsabit sebagai ketua,
dan tiga orang lainnya yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka‟ab, masing-
masing sebagai anggota. Panitia penghimpun yang semuanya penghafal dan penulis al-Qur‟an
termsyur, itu dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu kurang dari satu tahun, yakni sesudah
peristiwa peperangan Yamamah (12 H/633 M) dan sebelum wafat Abu Bakar ash- Shiddiq.

Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an, Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti.
Sekalipun beliau hafal al-Qur‟an seluruhnya, tapi untuk kepentingan pengumpulan al-Qur‟an
yang sangat penting bagi umat Islam, masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau
catatan sahabat-sahabat yang lain dengan meng- hadirkan beberapa orang saksi.

Dengan selesainya pengumpulan ayat-ayat al-Qur‟an dalam satu mushaf dengan


urutan-urutan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw, Zaid bin Tsabit kemudian
menyerahkannya kepada Abu Bakar sebagai khalifah pada saat itu. Muzhaf ini tetap dipegang

3
khalifah Abu Bakar hingga akhir hayatnya. Kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khatab
selama pemerintahannya. Sesudah beliau wafat, Mushaf itu di pindahkan ke rumah Hafsah, putri
Umar, dan juga sebagai istri Rasulullah Saw sampai masa pembukuan di masa khalifah Utsman
bin Affan.

Mushaf itu tidak diserahkan kepada khalifah sesudah Umar, alasannya adalah sebelum
wafat, Umar memberikan kesempatan kepada enam orang sahabat diantaranya Ali bin Abi
Thalib untuk bermusyawarah memilih seorang di antara mereka menjadi khalifah. Kalau Umar
memberikan mushaf yang ada padanya kepada salah seorang di antara enam sahabat itu, Ia
khawatir dipahami sebagai dukungan kepada sahabat yang memegang mushaf. Padahal Umar
ingin mem- berkan kebebasan kepada para sahabat untuk memilih salah seorang dari mereka
menjadi khalifah.

2. Rasm Al Qur‟an Pada Masa Umar R.A

Pasca wafatnya Abu Bakar, mushaf terjaga dengan ketat di bawah tanggung jawab Umar
bin Kat}tab sebagai khalifah kedua. Pada masa ini al-Qur‟an tinggal melestarikan ke berbagai
wilayah. Selain itu umar juga diperintahkan untuk menyalin mushaf masa Abu Bakar tersebut ke
dalam lembaran.

Dalam hal ini Umar tidak menggandakan lembaran-lembaran tersebut, karena memang
hanya untuk dijadikan naskah orosinil, bukan sebagai bahan hafalan. Setelah serangkaian
penulisan selesai, naskah tersebut diserahkan kepada Hafshah untuk disimpan. Hal ini dengan
pertimbangan, selain ia sebagai putri Abu Bakar sekaligus Istri Rasulullah, ia juga pandai
membaca dan menulis. Penjagaan oleh Hafshah ini berlanjut sampai setelah wafatnya Umar.
Begitupun Hafshah wafat, mushaf al-Qur‟an diambil resmi oleh marwan ibn al-Hakam untuk
dibakar. Sebelumnya Marwan pernah meminta Hafshah agar lembaran-lembaran mushaf yang
disimpannya itu dibakar, tetapi ditolak oleh Hafshah. Tindakan ini dilakukan Marwan untuk
menjaga keseragaman mushaf dan menghindari keraguan di masa yang akan datang akan adanya
mushaf-mushaf lain yang setara dengannya. Hal tersebut dikarenakan mushaf Abu
Bakar/Hafshah tidak lengkap. Selain itu, adanya perubahan susunan penulisan yang dilakukan
Zaid antara mushaf Abu Bakar dengan mushaf Usman. Hemat penulis pada masa Umar tidak ada
upaya kodifikasi al-Qur‟an sebagaimana pada masa Abu Bakar. Pada masa ini hanya dilakukan
penjagaan, karena al-Qur‟an sudah tersebar ke berbagai wilayah. Sehingga al-Qur‟an masa ini

4
mengalami stagnasi, artinya tidak ada pembaruan apapun, baik pengkodifikasian atau pengantian
tulisan.

3. Rasm Al Qur‟an Pada Masa Utsman Bin „Affan R.A

Sepeninggal Umar bin Khatab, jabatan kekhalifahan dipegang oleh Usman bin „Affan
sebagai khalifah ketiga. Pada masa ini dunia Islam mengalami banyak perkembangan, apa yang
terjadi pada masa Abu Bakar juga tidak lagi ditemui pada masa ini. Banyak penghafal al-Qur‟an
ditugaskan ke berbagai wilayah untuk menjadi imam sekaligus mengajarkan al-Qur‟an sesuai
daerahnya masing-masing. Dalam proses penyebarannya, masing-masing sahabat memiliki versi
qira‟at yang beragam, berlainan satu sama lain. Bahkan Hudzaifah bin al-Yaman yang ikut
dalam pembukaan Armenia dan Azerbaijan, ketika itu ia mendengar bacaan al-Qur‟an penduduk
setempat yang berbeda satu sama lain, bahkan saling membenarkan versi qira‟at masing-masing,
sehingga menimbulkan pertikaian sesama umat. Melihat hal ini Hudzaifah berkata kepada
Usman, “Wahai amirul mu‟minin! Satukanlah umat ini sebelum mereka berselisih dalam al-
Qur‟an seperti perselisihan Yahudi dan Nasrani”.

Dari peristiwa inilah kemudian Usman berinisiatif untuk menyalin kembali al-Qur‟an,
tepatnya akhir tahun ke-24 H dan awal ke-25 H29 dengan menunjuk 12 orang termasuk Zaid bin
Tsabit (sebagai ketua), Abdullah bin Zubair, Said ibn al-Ash, dan Abdurrahman ibn al-Harits ibn
Hisyam. Kodifikasi ini dilakukan sebagaimana pada masa Abu Bakar. Akan tetapi kodifikasi al-
Qur‟an pada masa Usman bukan karena keberadaan al-Qur‟an yang masih tercecer, melainkan
menyalin mushaf dalam rangka untuk menyeragamkan bacaan. Upaya ini diawali dengan
menyalin mushaf Abu Bakar yang dijaga oleh Hafshah ke dalam beberapa mushaf31. Sebelum
tim kodifikasi bekerja sesuai tugasnya masing-masing, Usman memberikan pengarahan kepada
tim agar:

a. Berpedoman kepada bacaan mereka yang hafal al-Qur‟an dengan baik dan benar.
b. Bila ada perbedaan pendapat tentang bacaan yang digunakan, maka haruslah dituliskan
menurut dialek Quraisy, sebab al-Qur‟an diturunkan menurut dialek mereka.

Setelah penyalinan al-Qur‟an selesai dikerjakan, maka lembaranlembaran al-Qur‟an yang


dipinjam dari Hafshah dikembalikan kepadanya. Adapun al-Qur‟an yang telah dibukukan itu
dinamai “al-Mushaf”. Dari penggandaan tersebut, mushaf di gandakan sebanyak 5 buah, 4 buah

5
diantaranya dikirim ke berbagai wilayah yakni Mekkah, Syam (Syiria), Basrah dan kuffah, agar
ditempat-tempat tersebut disalin pula dengan mushaf yang sama. Sementara satu buah mushaf,
ditinggalkan di Madinah untuk Usman sendiri dan yang terakhir inilah yang disebut “Mushaf al-
Imam”. Setelah itu, Usman memerintahkan untuk mengumpulkan semua lembaran-lembaran al-
Qur‟an yang ditulis sebelum pembakuan dan mushaf- mushaf lain yang tidak sesuai untuk
dibakar. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertikaian dikalangan umat.

Kodifikasi periode Usman ini dilakukan dengan sangat cermat dan teliti. Hal ini terlihat
pada pengambilan lafadz-lafadz yang diriwayatkan secara mutawatir dan mengesampingkan
riwayat secara ahad. Menyingkirkan lafal yang di nasakh (dihapus) dan lafadz yang diragukan.
Penyusunan al-Qur‟an dilakukan dengan sistematika al-Qur‟an sesuai dengan susunan surah dan
ayat sebagaimana terlihat saat ini. Sebelum menetapkan dan menuliskan lafadz yang disepakati,
tim kodifikasi menghimpun dan merundingkan semua gaya bacaan (qira‟at) yang dikenal oleh
para sahabat, dan jika tetap terjadi perselisihan maka dipilihlah qira‟ah Quraish. Selain itu, tim
juga menyisihkan segala sesuatu yang bukan al-Qur‟an, misalnya catatan-catatan kaki yang yang
ditulis oleh para sahabat sebagai penjelasan atas suatu bagian al-Qur‟an, penjelasan tentang
nasikh dan mansukh. 35 Semenjak saat itu sejarah mencatat, hasil kodifikasi Usman bin „Affan
cukup efektif untuk dapat mengikat persatuan umat Islam dalam ranah standarisasi teks al-
Qur‟an. Setidaknya masa Usman ini menjadi kodifikasi terakhir umat Islam dalam penyatuan
bacaan. Artinya setelah fase ini tidak ada lagi pembukuan atau standarisasi berikutnya.

Dari penyalinan mushaf masa Usman ini, maka kaum muslimin diseluruh pelosok
menyalinnya dengan bentuk yang sama. Sementara model dan metode tulisan yang digunakan
didalam mushaf Usman ini kemudian dikenal dengan sebutan “Rasm Usmani”. Dengan
demikian, maka penulisan al-Qur‟an di masa Usman memiliki manfaat besar, diantaranya:

a. Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
b. Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tetapi setidaknya bacaan itu
tidak berlawnan dengan ejaan mushaf-mushaf Usman. Sedangkan ejaan yang tidak sesuai
dengan ejaan mushaf Usman, tidak diperbolehkan penggunaannya.
c. Menyatukan tertib susunan surat-surat menurut urutan seperti yang terlihat pada mushaf-
mushaf sekarang.

6
Perbedaan Kodifikasi al-Qur‟an Masa Abu Bakar dan Masa Usman:

a) Masa Abu Bakar

1) Motivasi penulisannya karena adanya kekhawatiran sirnanya al-Qur‟an dengan wafatnya


beberapa sahabat penghafal al-Qur‟an pada perang Yamamah.
2) Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan tulisan-tulisan alQur‟an yang masih
tercecer pada pelepah kurma, kulit, tulang dan daun.
b) Masa Usman bin Affan
1) Motivasi penulisannya karena terjadinya perselisihan cara membaca al-Qur‟an (qira‟at).
Sehingga menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan.
2) Usman mengumpulkan al-Qur‟an dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu
dialek, yakni dialek Quraish, dengan tujuan mulia yakni mempersatukan kaum muslimin
dalam satu mushaf.

D. Pendapat Ulama Sekitar Rasm Al Qur‟an

Ada dua pendapat besar dalam Rasm Al-Qur‟an, diantarnya;

a) Sebagain dari mereka berpendapat bahwa Rasm Al-Qur‟an bersifat Tauqifi

b) Sebagian besar Ulama berpendapat bahwa Rasm Al-Qur‟an bukan tauqifi, akan tetapi
merupakan kesepatakan cara penulisan yang disetujui oleh Ustman dan diteria oleh umat,
sehingga wajib diikuti oleh siapapun ketika menulis Al-Qur‟an. Tidak boleh ada yang
menyalahinya.

Banyak ulama terkemuka yang menyatakan perlunya konsistensi menggunakan rasmul


ustmani. Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al Qur‟an versi Mushaf
„Utsmani diperselisihkan para ulama. Pola itu harus dipertahankan walaupun beberapa di
antaranya menyalahi kaidah penulisan yang telah dibakukan. Ulama yang tidak mengakui rasm
„Utsmani sebagai rasm tauqifi, berpendapat bahwa tidak ada masalah jika Al Qur‟an ditulis
dengan pola penulisan standar . Soal pola penulisan diserahkan kepada pembaca.

7
E. Kesimpulan

Kesimpulan Dari beberapa pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan


bahwa:

1. Al-Qur‟an sebagai kalam Allah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Saw
untuk disampaikan kepada umat telah dijamin langsung oleh Allah akan keotentikannya.

2. Penulisan al-Qur‟an telah dimulai sejak masa Rasulullah Saw masih hidup, yang kemudian
dilanjutkan pengumpulannya pada masa khalifah Abu Bakar dan selanjutnya dibukukan
pada masa khalifah Utsman bin Affan.

3. Pemeliharaan al-Qur‟an pada masa Rasulullah Saw lebih banyak mengandalkan kemampuan
hafalan, sedangkan penulisannya hanya sedikit seperti pada pelepah kurma, tulang belulang,
batu-batuan, hal ini karena pada masa tersebut belum dikenal kertas seperti sekarang ini,
disamping itu juga karena banyaknya umat

4. Adapun pada masa khalifah Abu Bakar, pemeliharaan al-Qur‟an telah dilakukan dengan
pengumpulan dalam satu Mushaf, yang kemudian diperbanyak pada masa khalifah Utsman
bin Affan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Usup, D. (2016). ILMU RASM Al-QUR’AN. Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah, 5(1).

Al-Abyadi, Ibrahim, Sejarah Al-Qur’an, Penerj. Halimuddin, Cet. II, Jakarta: Rineka
Cipta, 1996.

Said Agil Husin al Munawar, al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, cet.
3, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), hlm.19

Zaenal Arifin Madzkur, “Legalisasi Rasm Usmani dalam Penulisan al-Qur’an”,


dalam Journal of Qur’anic and Hadits Studies, Vol. 1, No. 2, 2012, hlm. 220

Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahisfi „Ulum al-Qur’an, (Riyad: Mansurat al-Hasr


wa al-Hadits, 1393 H/ 1973 M.), hlm. 146

Ichsan, M. (2012). Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qur'an pada Masa Nabi
Muhammad SAW dan Sahabat. SUBSTANTIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin,
14(1), 1-8.

Musthafa Murad, Kisah Hidup Utsman bin Affan, terj. Ahmad Ginanjar & Lulu M.
Sunman, cet. 4, (Jakarta: Zaman, 2013), 65. Lihat pula al-Qaththan, Studi
Ilmu-ilmu al-Qur’an, hlm. 200

https://makalahnih.blogspot.com/2014/09/rasmul-quran-rasm-al-quran.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai