Ulumul Qur’an itu sendiri bermula dari Rasulullah SAW, tetapi saat itu Rasulullah
S.A.W tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain Qur’an, karena ia
khawatir Qur’an akan tercampur dengan yang lain. “ Muslim meriwayatkan dari Abu
Sa’id al-khudri, bahwa rasulullah S.A.W berkata :
“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu ilmu
yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-
qur’an. Subhi al-shalih lebih lanjut menjelaskan bahwa para perintis ilmu al-qur’an
adalah sebagai berikut :
Dari kalangan sahabat nabi
Dari kalangan tabi’in di madinah
Dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin)
Dan dari generasi-generasi setelah itu.
Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam
lingkup Uluumul Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada :
Pada masa kalangan sahabat, tidak ada sedikit pun tafsir / ilmu ilmu tentang Qur’an
yang dibukukan, sebab pembukuan baru dilakukan pada abad kedua hijri. Masa
pembukuan dimulai pada akhir dinasti Bani Umayah dan awal dinasti Abbasiyah.
A. Pengertian Tafsir
Secara etimologi tafsir bisa berarti Penjelasan, Pengungkapan, dan Menjabarkan
kata yang samar.
Adapun secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap Kalamullah atau
menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan pemahamannya. Ilmu tafsir merupakan ilmu
yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan
dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil.
Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di zaman
modern sekarang ini.
Jadi, Secara umum Ilmu tafsir adalah ilmu yang bekerja untuk mengetahui arti
dan maksud dari ayat-ayat al Qur’an. Pada waktu Nabi Muhammad masih hidup, beliau
sendiri yang menjelaskan apa maksud dari ayat Al Qur’an, maka hadis Nabi disebut
sebagai penjelasan dari al Qur’an. Setelah Nabi wafat, para sahabat berusaha
menerangkan maksud al Qur’an bersumber dari pemahaman mereka terhadap
keterangan nabi dan dari suasana kebatinan saat itu. Pada masa dimana generasi
sahabat sudah tidak ada yang hidup, maka pemahaman al Qur’an dilakukan oleh para
ulama, dengan interpretasi. Ketika itulah tafsir tersusun sebagai ilmu.