Anda di halaman 1dari 6

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


SYEKH NURJATI CIREBON
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PJJ PAI
Alamat: Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Telp. (0231) 481264 Faks. (0231) 489926 Cirebon 45132
Website: web.syekhnurjati.ac.id/fitk Email: fItk@syekhnurjati.ac.id.

TES FORMATIF PERTEMUAN KE-16


Nama : SYAHRUL MUBAROK
NIM : 2281130107

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan pengertian Ilmu Qiraat al-Qur’an!


Qira’at (‫ )قراءات‬secara etimologi merupakan bentuk jamak dari kata
qira’ah (‫ )قراءة‬isim masdar dari kata qara’a (‫)قراء‬, yang berarti bacaan. Adapun
definisi qira’at menurut ulama di antaranya al-Zarkasyi, menurutnya Qir’at
merupakan perbedaan lafal-lafal al-Qur'an, baik menyangkut huruf-hurufnya
maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-
lain. Sedangkan al-Zarqani mengartikan Qira’at sebagai suatu mazhab yang
dianut oleh seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan yang
lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan
thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun
pengucapan bentuknya.
Adapun pengertian dan perbedaan antara qira’at dengan riwayat dan
tariqah, sebagai berikut:
a. Qira’at adalah bacaan yang disandarkan kepada imam dari imam qurra’ yang
tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti qira’at Nafi’, qira’at Ibn Kasir, qira’at
Hamzah dan lain sebagainya.
b. Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada perawi dari para qurra’ yang
tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Nafi’ mempunyai dua orang
perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan riwayat Qalun ‘an Nafi’
dan riwayat Warsy ‘an Nafi’.
c. Tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang mengambil qira’at
dari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Warsy
mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka disebut tariq al-
Azraq ‘an Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa juga disebut
dengan qira’at Nafi’ min riwayati Warsy min thariq al- Azraq.

2. Ceritakan bagaimana sejarah kemunculan dan perkembangan Qiraat al-


Qur’an!
Terdapat perbedaan pendapat terkait sejarah dan perkembangan ilmu
qira’at ini, umumnya terbagi menjadi dua pendapat utama pendapat tentang hal
ini;
a. Pertama; ilmu qira’at dimulai bersamaan dengan turunnya al-Qur’an pada
periode dakwah di kota Mekkah. Sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah
Makkiyah yang sudah terdapat di dalamnya qira’at sebagaimana yang terdapat
pada surat-surat Madaniyah.
b. Kedua, ilmu qira’at dimulai di Madinah sesudah peristiwa Hijrah, di mana
orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda ungkapan
bahasa Arab dan dialeknya. Hal ini diperkuat hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim dan Ibn Jarir at-Thabari. Hadits tersebut menunjukkan
tentang waktu dibolehkannya membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah
sesudah Hijrah.
Kedua pendapat tersebut sepakat bahwa dapat ilmu qira’at telah ada
sejak masa Rasulullah saw. Karena beliaulah yang mengajarkan semua qira’at al-
Qur’an kepada para sahabat. Kemudian para sahabat tersebut melazimkan atau
membiasakan bacaan tersebut dan juga menyampaikan kepada yang lain. Karena
beragamnya bacaan Nabi SAW, maka ada yang menerima bacaan dengan satu
huruf, berbeda dengan bacaan yang diterima oleh sahabat lain. Dengan sebab
ini, pernah terjadi sebuah perbedaan antara sayyidina ‘Umar bin Khattab dan
sahabat Hisyam dalam membaca surat al-Furqan. Sahabat Hisyam membaca
surat al-Furqan dengan bacaan yang tidak pernah Umar bin Khattab ketahui
sebelumnya. Kemudian beliau menarik sorban Hisyam dan membawanya ke
hadapan Rasulullah saw. Setelah Nabi Muhammad SAW mendengarkan bacaan
Hisyam beliau bersabda bahwa demikianlah al-Qur’an diturunkan. Kemudian
Umar bin Khattab membaca surat al-Furqan versi yang pernah beliau dengar
dari Nabi. Kemudian Nabi Muhammad SAW-pun bersabda bahwa al-Qur’an
juga diturunkan demikian, dan sesungguhnya al-Qur’an diturunkan dengan
tujuh wajah/huruf maka bacalah mana yang mudah bagimu.
Ketika mushaf al-Qur’an pertama kali ditulis pada masa Usman bin
Affan, tulisannya sengaja tidak diberi titik dan harakat, sehingga kalimat-
kalimatnya dapat menampung lebih dari satu qira’at yang berbeda periwayatan
dan Talaqqi dari orang-orang yang tsiqah dan dipercaya merupakan kunci utama
pengambilan qira’at al-Qur’an secara benar dan tepat sebagaimana yang diajarkan
Rasulullah SAW kepada para sahabatnya.
Sahabat-sahabat ahli qira’at, antara lain adalah: Usman bin Affan, Ali bin
Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Ibn Mas’ud, Abu al-Darda’, dan
Abu Musa al-‘Asy’ari. Kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam
dengan membawa qira’at masing-masing. Inilah yang menyebabkan perbedaan
di kalangan Tabi’in dalam mengambil qira’at dari para Sahabat. Demikian halnya
dengan Tabi’ at-Tabi’in yang berbeda-beda dalam mengambil qira’at dari para
Tabi’in. Ahli-ahli qira’at di kalangan Tabi’in juga telah menyebar di berbagai
kota. Para Tabi’in ahli qira’at yang tinggal di Madinah antara lain: Ibn al-
Musayyab, ‘Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman dan’Ata’ (keduanya
putra Yasar), Muadz bin Harits yang terkenal dengan Mu’adz al-Qari’,
Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj, Ibn Syihab al-Zuhri, Muslim bin Jundab
dan Zaid bin Aslam. Yang tinggal di Makkah, yaitu: ‘Ubaid bin ’Umair, ‘Ata’ bin
Abu Rabah, Tawus, Mujahid, ‘Ikrimah dan Ibn Abu Malikah.
Sedangkan Tabi’in ahli qira’at yang tinggal di Kufah, di antaranya
‘Alqamah, al-Aswad, Maruq, ‘Ubaidah, ‘Amr bin Surahbil, al-Haris bin
Qais,’Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman al- Sulami, Said bin Jabir, al-Nakha’i
dan al-Sya'bi. Sementara Tabi’in yang tinggal di Basrah , adalah Abu ‘Aliyah,
Abu Raja’, Nasr bin ‘Asim, Yahya bin Ya’mar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah.
Sedangkan Tabi’in yang tinggal di Syam adalah : al-Mugirah bin Abu Syiha
Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul para imam qiraat yang
termasyhur, yang mengkhususkan diri dalam qira’at-qira’at tertentu dan
mengajarkan qira’at mereka masing-masing.
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa
pembukuan ilmu qira’at. Ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama
kali menuliskan ilmu qira’at adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, al-
Makhzumi dan Khalid bin Sa’d. Dan pada penghujung Abad ke III Hijriyah,
Ibn Mujahid menyusun qira’at Sab’ah dalam kitabnya al-Sab’ah.

3. Apa yang anda ketahui tentang Qiraat Sab’ah? Tuliskan imam-imam


qurra’ yang termasuk di dalamnya!
Qira'at as-Sab'ah adalah tujuh macam cara, mazhab, model atau gaya
dalam mengucapkan kalimat-kalimat atau ayat-ayat yang ada dalam al-Qur'an,
yang telah ditetapkan oleh para imam ahli qurra' dengan sanad yang kokoh
kepada Rasulullah saw. Masing-masing imam qurra’ ini berbeda cara dalam
melafalkan ayat-ayat al-Qur;an satu dengan yang lainnya.
Adapun imam-imam Qira’at as-Sab’ah tersebut adalah :
1) Abu 'Amr bin 'Ala'. Beliau adalah seorang guru besar para perawi. Nama
lengkapnya adalah Zabban bin 'Ala' bin Ammar al Mazini al-Basri. Beliau
adalah qari' dari Bashrah, lahir pada 67 H, dan wafat di Kufah pada 154 H.
Dua orang perawinya adalah ad-Dauri dan as-Susi. Ad-Dauri adalah Abu
Umar Hafs bin Umar bin Abdul Aziz ad-Dauri an-Nahwi. Ad-Dauri nama
tempat di Baghdad. beliau wafat pada 246 H. As-Susi adalah Abu Syu'aib
Salih bin Ziyad bin Abdullah as-Susi. Beliau wafat pada 261 H.
2) Ibnu Katsir. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Katsir al-Makki. Beliau
termasuk seorang Tabi'in, lahir pada 45 H. dan wafat di Makkah pada 120 H.
Dua orang perawinya adalah al-Bazzi dan Qunbul. Al-Bazi adalah Ahmad
bin Muhammad bin Abdullah bin Abu Bazah, muadzdzin di Makkah, beliau
diberi kunyah Abu Hasan, dan wafat pada 250 H. Sementara Qunbul adalah
Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Khalid bin Sa'id al-
Makki al-Makhzumi. Beliau diberi kunyah Abu 'Amr dan diberi julukan
Qunbul. Beliau wafat di Kakkah pada 291 H.
3) Nafi al-Madani. Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' bin
Abdurrahman bin Abu Nu'aim al-Laisi, berasal dari Isfahan dan wafat di
Madinah pada 169 H. Dua orang perawinya adalah Qalun dan Warasy.
Qalun adlah isa bin Munya al-Madani. Beliau adalah seorang guru bahasa
Arab yang mempunyai kunyah Abu Musa dan julukan qalun. Diriwayatkan
bahwa Nafi' memberinya nama panggilan Qalun karena keindahan suaranya,
sebab kata Qalun dalam bahasa Romawi berarti baik. Beliau wafat di
madinah pada 220H. Sedang Warasy adalah Usman bin Sa'id al-Misri. Beliau
diberi kunyah Abu Sa'id dan diberi julukan Warasy karena teramat putihnya.
Beliau wafat di mesir pada 198 H.
4) Ibn Amir asy-Syami. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir al-Yahsubi,
seorang Qadi (hakim) di Damaskus pada masa pemerintahan Walid bin
Abdul Malik. nama panggilannya adalah Abu Imran, beliau termasuk
generasi tabi'in, lahir pada 21 H. dan wafat di Damaskus pada 118 H. Dua
orang perawinya adalah Hisyam dan Ibn Zakwan. Hisyam adalah Hisyam bin
'Imar bin Nusair, qadhi di Damaskus. Beliau diberi kunyah Abdul Walid,
wafat pada 245 H. Sedang Ibn Zakwan adalah Abdullah bin Ahmad bin
Basyir bin Zakwan al-Qurrasyi ad-Daimasqi. beliau diberi kunyah Abu Amr.
Dilahirkan pada 173 H, dan wafat pada 242 H di Damaskus.
5) Ashim al-Kufi. Beliau adalah Ashim bin Abun Najud dan dinamakan pula Ibn
Bahdalah, Abu Bakar. Beliau termasuk seorang tabi'in, wafat pada 128 H di
Kufah. Dua orang perawinya adalah Syu'bah dan Hafs. Syu'bah adalah abu
Bakar Syu'bah bin Abbas bin Salim al-Kuffi, wafat pada 193 H. Sedang Hafs
adalah Hafs bin Sulaiman bin Mughirah al-Bazzar al-Kuffi. Nama
panggilannya adalah Abu Amir. Beliau adalah orang yang terpercaya.
Menurut Ibn Mu'in, beliau lebih pandai qira'atnya dari pada Abu Bakar,
wafat pada 180 H.
6) Hamzah al-Kufi. Beliau adalah Hamzah bin Habib bin Imarah az-Zayyat al-
Fafdi at-Taimi. Beliau diberi kunyah Abu Imarah, lahir pada 80 H, dan wafat
pada 156 H. di Halwan pada masa pemerintahan Abu Ja'far al-Mansur. Dua
orang perawinya adalah Khalaf dan Khalad. Khalaf adalah Halaf bin Hisyam
al-Bazzaz. Beliau diberi kunyah Abu Muhammad, dan wafat di Baghdad pada
229 H. Sedang Khalad adalah Khalad bin Khalid, dan dikatakan pula Ibn
Khalid as-Sairafi al-Kufi. Beliau diberi kunyah Abu Isa, wafat pada 220 H.
7) al-Kisa’i al-Kufi. Beliau adalah Ali bin hamzah, seorang imam ilmu Nahwu di
Kufah. Beliau diberi kunyah Abdul Hasan, dinamakan dengan al-Kisa’i di
saat ikhram. Beliau wafat di Barnabawaih, sebuah perkampungan di Ray,
dalam perjalanan menuju Khurasan bersama ar-Raasyid pad 189 H. Dua
orang perawinya adalah Abdul haris dan afsa l-Dauri. Abdul haris adalah
al-Lais bin Khalid al-Baghdadi, wafat pada 240 H. Sedang afsa l-Dauri
adalah juga perawi Abu Amr ang telah disebutkan di atas.

4. Jelaskan definisi Tafsir dan Takwil secara bahasa dan istilah!


A. Definisi Tafsir
Tafsir menurut bahasa diambil dari al-fasr yang berarti: menjelaskan,
menyingkap dan memperlihatkan makna yang logis (al- ibānah wa al-kasyf wa
izhhār al-ma’na al-ma’qūl) bermakna juga melahirkan. Ibn Manzhūr ( w. 711
H.) menyebut kata tafsīr berasal dari kata fassara yang berarti menyingkap
makna lafazh yang musykil (kasyf al-murād ‘an l-lafzh al-musykil). Sedangkan
‘Abd al-‘Azhīm al-Zarqānī memaknai kata tafsīr dengan menerangkan dan
menjelaskan (al-īdlāh wa al-tabyīn). Dengan demikian, secara bahasa
mengandung arti menerangkan, menjelaskan serta mengungkapkan sesuatu
yang belum atau tidak jelas maknanya.
Adapun dari sisi terminologi, istilah tafsir menurut para ulama yaitu
sebagai berikut:
1) Al-Kilabi; tafsir adalah menjelaskan al-Qur’an, menerangkan maknanya
dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan
isyaratnya atau tujuannya.
2) Al-Zarqānī; menyatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas al-
Qur’ān al-Karīm dari sudut pengertian-pengertiannya sesuai dengan
yang dikehendaki Allah dan kemampuan manusia biasa.
3) Ibn ‘Āsyūr; menyebut bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas
penjelasan makna-makna lafazh al-Qur’ān, apa yang dapat dipetik
(hikmah) darinya, baik secara ringkas atau luas.
4) Al-Zarkasyī; mendefinisikan tafsir sebagai suatu ilmu untuk memahami
kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan
menjelaskan makna-makna dan mengeluarkan hukum-hukum serta
hikmah-hikmahnya.
B. Definisi Takwil
Secara lughat (etimologi) takwil adalah menerangkan dan menjelaskan.
Menurut al-Raghib al-Asfahani, kata takwil ditinjau dari sisi bahasa berarti
kembali kepada asalnya.
Adapun istilah takwil secara terminologis menurut para ulama ulama
khalaf, takwil adalah mengalihkan suatu lafazh dari makna yang rajih pada
makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu. Sebagian lainnya
berpendapat istilah takwil adalah mengembalikan sesuatu kepada makna yang
sebenarnya atau menerangkan apa yang dimaksud dari suatu ayat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak ada perbedaan dari segi fungsi
antara tafsir dan takwil, seperti yang diungkapkan oleh Abu Ubaidah. Namun
untuk membedakan antara tafsir dan takwil, secara sederhana al-Alusi
berpendapat bahwa tafsir digunakan untuk melihat aspek zhahir dari al-Quran
dan takwil untuk melihat aspek bathin al-Quran.

5. Tuliskan perbedaan antara Tafsir dan Takwil al-Qur’an!


Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak ada perbedaan dari segi fungsi
antara tafsir dan takwil, seperti yang diungkapkan oleh Abu Ubaidah. Namun
untuk membedakan antara tafsir dan takwil, secara sederhana al-Alusi
berpendapat bahwa tafsir digunakan untuk melihat aspek zhahir dari al-Quran
dan takwil untuk melihat aspek bathin al-Quran. Beliau mengutip juga pendapat
yang mengatakan bahwa tafsir berhubungan dengan riwayat (yaitu menjelaskan
dengan menggunakan penjelasan yang ada dalam ayat-ayat al-Qur’an sendiri,
penjelasan nabi dan pemahaman para sahabat), Sedangkan ta’wil berhubungan
dengan dirayat (menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan ijtihad, melalui upaya
pemikiran yang mendalam dengan menggunakan seluruh disiplin ilmu yang
dikuasai oleh pentakwil).
Adapun menurut al-Raghib tafsir lebih umum digunakan untuk
menjelaskan kosa-kata al-Quran dalam segala hal, sedangkan takwil lebih khusus
digunakan untuk ayat-ayat yang berbau ketuhanan saja. Senada dengan itu, al-
Maturidi mengatakan bahwa tafsir itu mengacu kepada ayat-ayat yang bersifat
qath’i (pasti/jelas), sedangkan takwil kepada selainnya. Sebagian lainnya
berpendapat, tafsir disgunakan untuk menjelaskan ayat-ayat muhkamat,
sedangkan takwil digunakan untuk ayat-ayat mutasyabihat.

6. Jelaskan Macam-macam metode tafsir al-Qur’an!


a) Metode Tahlili (Analitik)
Metode ini adalah metode yang paling tua dan paling sering
digunakan. Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini disebut juga
metode tajzi'i, yaitu metode yang mufassir-nya berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur'an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur'an.
b) Metode Ijmali (Global)
Metode ini adalah menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan global,
dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang
ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsirannya sama dengan metode
tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak
panjang lebar..
c) Metode Muqarin (Komparatif)
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat,
atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan
menonjolkan perbedaan tertentu dari objek yang diperbandingkan itu.
d) Metode Maudhu'i (Tematik)
Tafsir berdasarkan tema-tema yang diungkapkan dalam ayat-ayat al-
Qur’an, yaitu memilih satu tema dalam Al-Qur'an untuk kemudian menghimpun
seluruh ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian
ditafsirkan untuk menjelaskan makna ayat-ayat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai