Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-quran adalah kalammullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW melalui perantara malaikat Jibril sebagai mujizat. Al-Quran adalah
sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang
mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, muamalah dan sebagainya.
Selain sebagai sumber ilmu, Al Quran juga mempunyai ilmu dalam
membacanya.
Dalam surat Al Isra, Alloh SWT telah berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang
Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang
besar. (QS. Al-Isra:9)
Juga telah di sebutkan dalam sebuah hadits, Sabda Rasulullah
SAW : Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu
kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak
mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf, laam satu
huruf dan miim satu huruf. (HR. Tirmidzi)
Begitu besar keagungan Al Quran sampai sampai dalam
membacanya pun harus disertai ilmu membaca yang di sebut ilmu qiroat, karena
di kawatirkan apabila dalam membaca Al Quran tidak disertai ilmunya akan
berakibat berubahnya arti, maksud serta tujuan dalam setiap firman yang tertulis
dalam Al Quran.
Selain ilmu qiroat, Al Quran juga suatu rangkain kalimat yang serasi
satu dengan yang lainnya. keserasian kalimat antar kalimat, ayat antar ayat
sampai kepada surat antar surat membuat Al Quran di juluki suatu rangkain

syair yang begitu indah mustahil untuk di serupai. dalam rangkaian Ulumul
Quran, keserasian dalam Al Quran di sebut Munasabah Al Quran.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian qiraat ?
b. Bagaimana sejarah perkembangan qiraat ?
c. Apa syarat diterimanya qiraat ?
d. Pengertian qiraatul mutawatirah ?
e. Apa urgensi mempelajari ilmu qiraat

BAB II
PEMBAHASAN
2

A. Pengertian Qiraat
Menurut bahasa, qiraat ( )adalah bentuk jamak dari qiraah ()
yang merupakan isim masdar dari qaraa (), yang artinya : bacaan
Pengertian qiraat menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan
oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Berikut
ini akan diberikan beberapa definisi yang dkemukakan para ulama :
1. Menurut az-Zarqani.
Az-Zarqani mendefinsikan qiraah dalam terjemahan bukunya yaitu : mazhab
yang dianut oleh seorang imam qiraat yang berbeda dengan lainnya dalam
pengucapan al-Quran serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya,
baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk
lainnya
2. Menurut Ibn al Jazari :
Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-Quran dan
perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
3. Menurut al-Qasthalani :
Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan
ulama yang menyangkut persoalan lughat, hadzaf, Irab, itsbat,
fashl, danwashl yang kesemuanya diperoleh secara periwayatan.
4. Menurut az-Zarkasyi :
Qiraat adalah perbedaan cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Quran, baik
menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut,
seperti takhfif (meringankan), tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.
5. Menurut Ibnu al-Jazari
Qiraat adalah pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat-kalimat
Al-Quran dan perbedaannya dengan membangsakaanya kepada penukilnya
Perbedaan cara pendefenisian di atas sebenarnya berada pada satu
kerangka yang sama, yaitu bahwa ada beberapa cara melafalkan Al-Quran
walaupun sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu Muhammad. Dengan
demikian, dari penjelasan-penjelasan di atas, maka ada tiga qiraat yang dapat
ditangkap dari definisi diatas yaitu :

1.Qiraat berkaitan dengan car penafalan ayat-ayat Al-Quran yang dilakukan salah
seorang iman dan berbeda cara yang dilakukan imam-imam lainnya.
2.Cara penafalan ayat-ayat Al-Quran itu berdasarkan atas riwayat yang bersambung
kepada Nabi. Jadi, bersifat tauqifi, bukan ijtihadi.
3.Ruang lingkup perbedaan qiraat itu menyangkut persolan lughat, hadzaf,
4.Irab, itsbat, fashl, dan washil.
B. Sejarah Perkembangan Qiraat
Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu qiraat ini dimulai
dengan adanya perbedaan pendapat tentang waktu mulai diturunkannya qiraat.
Ada dua pendapat tentang hal ini;
Pertama, qiraat mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya
al-Quran. Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Quran adalah
Makkiyah di mana terdapat juga di dalamnya qiraat sebagaimana yang terdapat
pada surat-surat Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa qiraat itu sudah mulai
diturunkan sejak di Makkah.
Kedua, qiraat mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah,
dimana orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda
ungkapan bahasa Arab dan dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, demikian juga Ibn Jarir
al-Tabari dalam kitab tafsirnya. Hadis yang panjang tersebut menunjukkan
tentang waktu dibolehkannya membaca al-Quran dengan tujuh huruf adalah
sesudah Hijrah, sebab sumber air Bani Gaffar yang disebutkan dalam hadis
tersebut terletak di dekat kota Madinah.
Kuatnya pendapat yang kedua ini tidak berarti menolak membaca suratsurat yang diturunkan di Makkah dalam tujuh huruf, karena ada hadis yang
menceritakan tentang adanya perselisihan dalam bacaan surat al-Furqan yang
termasuk dalam surat Makkiyah, jadi jelas bahwa dalam surat-surat Makkiyah
juga dalam tujuh huruf.
Ketika mushaf disalin pada masa Usman bin Affan, tulisannya sengaja
tidak diberi titik dan harakat, sehingga kalimat-kalimatnya dapat menampung

lebih dari satu qiraat yang berbeda. Jika tidak bisa dicakup oleh satu kalimat,
maka ditulis pada mushaf yang lain. Demikian seterusnya, sehingga mushaf
Usmani mencakup ahruf sabah dan berbagai qiraat yang ada.
Periwayatan dan Talaqqi (si guru membaca dan murid mengikuti bacaan
tersebut) dari orang-orang yang tsiqoh dan dipercaya merupakan kunci utama
pengambilan qiraat al-Quran secara benar dan tepat sebagaimana yang
diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Para sahabat berbeda-beda
ketika menerima qiraat dari Rasulullah. Ketika Usman mengirimkan mushafmushaf ke berbagai kota Islam, beliau menyertakan orang yang sesuai qiraatnya
dengan mushaf tersebut. Qiraat orang-orang ini berbeda-beda satu sama lain,
sebagaimana mereka mengambil qiraat dari sahabat yang berbeda pula,
sedangkan sahabat juga berbeda-beda dalam mengambil qiraat dari Rasulullah
SAW.
Dapat disebutkan di sini para Sahabat ahli qiraat, antara lain adalah :
Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Ibn
Masud, Abu al-Darda, dan Abu Musa al-Asyari.
Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan
membawa qiraat masing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga ketika
Tabiin mengambil qiraat dari para Sahabat. Demikian halnya dengan Tabiuttabiin yang berbeda-beda dalam mengambil qiraat dari para Tabiin.
Ahli-ahli qiraat di kalangan Tabiin juga telah menyebar di berbagai
kota. Para Tabiin ahli qiraat yang tinggal di Madinah antara lain : Ibn alMusayyab, Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman danAta (keduanya
putra Yasar), Muadz bin Harits yang terkenal dengan Muad al-Qari,
Abdurrahman bin Hurmuz al-Araj, Ibn Syihab al-Zuhri, Muslim bin Jundab dan
Zaid bin Aslam.
Yang tinggal di Makkah, yaitu: Ubaid binUmair, Ata bin Abu Rabah,
Tawus, Mujahid, Ikrimah dan Ibn Abu Malikah.
Tabiin yang tinggal di Kufah, ialah : Alqamah, al-Aswad, Maruq,
Ubaidah, Amr bin Surahbil, al-Haris bin Qais,Amr bin Maimun, Abu
Abdurrahman al-Sulami, Said bin Jabir, al-Nakhai dan al-Sya'bi.
5

Sementara Tabiin yang tinggal di Basrah , adalah Abu Aliyah, Abu


Raja, Nasr bin Asim, Yahya bin Yamar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah.
Sedangkan Tabiin yang tinggal di Syam adalah : al-Mugirah bin Abu
Syihab al-Makhzumi dan Khalid bin Sad.
Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul para imam qiraat yang
termasyhur, yang mengkhususkan diri dalam qiraat qiraat tertentu dan
mengajarkan qiraat mereka masing-masing.
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan
qiraat. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama kali
menuliskan ilmu qiraat adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam yang
wafat pada tahun 224 H. Ia menulis kitab yang diberi nama al-Qiraat yang
menghimpun qiraat dari 25 orang perawi. Pendapat lain menyatakan bahwa
orang yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat adalah Husain bin Usman bin
Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun 378 H. Dengan demikian
mulai saat itu qiraat menjadi ilmu tersendiri dalam Ulum al-Quran.
Menurut Syaban Muhammad Ismail, kedua pendapat itu dapat
dikompromikan. Orang yang pertama kali menulis masalah qiraat dalam bentuk
prosa adalah al-Qasim bin Salam, dan orang yang pertama kali menullis tentang
qiraat sabah dalam bentuk puisi adalah Husain bin Usman al-Baghdadi.
Pada penghujung Abad ke III Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun qiraat
Sabah dalam kitabnya Kitab al-Sabah. Dia hanya memasukkan para imam
qiraat yang terkenal siqat dan amanah serta panjang pengabdiannya dalam
mengajarkan al-Quran, yang berjumlah tujuh orang. Tentunya masih banyak
imam qiraat yanng lain yang dapat dimasukkan dalam kitabnya.
Ibn Mujahid menamakan kitabnya dengan Kitab al-Sabah hanyalah
secara kebetulan, tanpa ada maksud tertentu. Setelah munculnya kitab ini, orangorang awam menyangka bahwa yang dimaksud dengan ahruf sabah adalah
qiraat sabah oleh Ibn Mujahid ini. Padahal masih banyak lagi imam qiraat lain
yang kadar kemampuannya setara dengan tujuh imam qiraat dalam kitab Ibn
Mujahid

Abu al-Abbas bin Ammar mengecam Ibn Mujahid karena telah


mengumpulkan qiraat sabah. Menurutnya Ibn Mujahid telah melakukan hal
yang tidak selayaknya dilakukan, yang mengaburkan pengertian orang awam
bahwa Qiraat Sabah itu adalah ahruf sabah seperti dalam hadis Nabi itu. Dia
juga menyatakan, tentunya akan lebih baik jika Ibn Mujahid mau mengurangi
atau menambah jumlahnya dari tujuh, agar tidak terjadi syubhat.
Banyak sekali kitab-kitab qiraat yang ditulis para ulama setelah Kitab
Sabah ini. Yang paling terkenal diantaranya adalah : al-Taysir fi al-Qiraat alSabi yang diisusun oleh Abu Amr al-Dani, Matan al-Syatibiyah fi Qiraat alSabi karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi Qiraat al-Asyr karya Ibn al-Jazari dan
Itaf Fudala al-Basyar fi al-Qiraat al-Arbaah Asyara karya Imam al-Dimyati alBanna. Masih banyak lagi kitab-kitab lain tentang qiraat yang membahas qiraat
dari berbagai segi secara luas, hingga saat ini.
C. Syarat Di Terimanya Qiraat
Dengan banyaknya periwayatan dalam qiraah, maka ada beberapa syarat,
agar qiraah tersebut shahih dan dapat di baca oleh umat. Syarat syarat itu
adalah :
a. Qiraah tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab,
b. Sanad dari riwayat yang menceritakan qiraah-qiraah tersebut haru shahih,
c. Bacaan yang di terapkan adalah bacan yang cocok dengn salah satu mushaf
Utsmani.
Oleh sebab itu maka qiraah yang shahih harus memenuhi syarat-syarat di
atas, meskipun diriwayatkan kurang dari tujuh oang perawi Al-quran. Dengan
pengertin lain, bahwa apabila sebuah qiraah sudah memenuhi persyaratan
tersebut diatas, maka qiraat tersebut dinyatkan Shahih yang harus di imani dan
tidak bole di pungkiri keberadaannya.
Berdasarkan persyaratan tersebut, maka setiap qiraat yang sudah
terpenuh tiga hal di atas , maka dikatakan qiraah shahih, baik berasal dari
Qiraah Sabah, Qirah Asyrah Ataupun Qiraah Arbaa Asyrata.
7

Prof. Dr. H.A. Djalal juga menegaskan bahwa menurut Al-kawassy,


semua qiraah yang shahih sanadnya, selaras dengan kaidah bahasa arab, dan
sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani, itu adalah termasuk qiraah sabah
yang dinash dalam hadits Nabi Muhammad saw.
D. Pengertian Qiraatul Mutawatirah
Menurut H. Ahmad Fathoni, para ulama Al-Quran dan ahli hukum Islam
telah sepakat bahwa qiraat yang berstatus mutawatir ini adalah qiraat yang sah
dan resmi sebagai Al-Quran. Qiraat ini sah dibaca di dalam dan diluar shalat.
Quran ini dijadikan sumber atau hujjah dalam menetapkan hukum.
As-Suyuti mengutip dari Ibnu Al-Jazari Mutawatir, yaitu qiraat yang
diriwayatkan oleh sejumlah periwayat yang banyak dari sejumlah periwayat yang
banyak pula sehingga tidak mungkin mereka sepakat berdusta dalam tiap
tingkatan sampai kepada Rasul.
Kemudian Al-Jazari meanmbahkan bahwa Qiraah Mutawatir, yaitu
Qiraah yang periwayatannya melalui beberapa orang, seperti Qiraah Sabah
yang menurut jumhhur ulama Qiraah sabah ini semua riwatnya adalah
mutawatir, para imam yang termasuk dalam Qiraah sabah adalah:
a. Nafi bin Abdurrahman (w.169 H.) di Madinah
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi ibnu Abdurrahman ibnu
Abi Naim al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi
berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau
wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H,
dan Warasy wafat pada tahun 197 H.
Syaikh Syathiby mengemukakan: Nafi seorang yang mulia lagi
harum namanya, memilih Madinah sebagai tempat tinggalnya. Qolun atau
Isa dan Utsman alias Warasy, sahabat mulia yang mengembangkannya.
b. Ashim bin Abi Nujud Al-asady (w. 127 H.) di Kufah
Nama lengkapnya adalah Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut
juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah
seorang tabiin yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua

Perawinya adalah; Syubah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada
tahun 180 H.
Kitab Syathiby dalam syairnya mengatakan: Di Kufah yang gemilang
ada tiga orang. Keharuman mereka melebihi wangi-wangian dari cengkeh
Abu Bakar atau Ashim ibnu Iyasy panggilannya. Syuba perawi utamanya
lagi terkenal pula si Hafs yang terkenal dengan ketelitiannya, itulah murid
Ibnu Iyasy atau Abu Bakar yang diridhai.
c. Hamzah bin Habib At-Taymy (w. 158 H.) di Kufah
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu Imarah az-Zayyat
al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba Ikrimah ibnu Rabi at-Taimy,
dipanggil dengan Ibnu Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu
Jafar al-Manshur tahun 158 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun
229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim.
Syatiby mengemukakan: Hamzah sungguh Imam yang takwa, sabar
dan tekun dengan Al-Quran, Khalaf dan Khallad perawinya, perantaraan
Salim meriwayatkannya.
d. Ibnu amir al- yahuby (w. 118 H.) di Syam
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di
Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya
adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabiin, belajar qiraat dari AlMughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari
Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang
menjadi murid, dalam qiraatnya adalah Hisyam dan Ibnu Dzakwan.
Dalam hal ini pengarang Asy-Syathiby mengatakan: Damaskus tempat
tinggal Ibnu Amir, di sanalah tempat yang megah buat Abdullah. Hisyam
adalah sebagai penerus Abdullah. Dzakwan juga mengambil dari sanadnya.
e. Abdullah Ibnu Katsir (w. 130 H.) di Makkah
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir adDary al-Makky, ia adalah imam dalam hal qiraat di Makkah, ia adalah
seorang tabiin yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair.
Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada

tahun 130 H. Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun
250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.
Asy-Syathiby mengemukakan: Makkah tempat tinggal Abdullah.
Ibnu Katsir panggilan kaumnya. Ahmad al-Bazy sebagai penerusnya.
Juga.. Muhammad yang disebut Qumbul namanya.
f. Abu Amr Ibnul Ala (w. 154 H) di Basrah
Nama lengkapnya adalah Abu Amr Zabban ibnul Ala ibnu Ammar
al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya
dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama
panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya
adalah ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261
H.
Asy-Syathiby mengatakan: Imam Maziny dipanggil orang-orang
dengan nama Abu Amr al-Bashry, ayahnya bernama Ala, Menurunkan
ilmunya pada Yahya al-Yazidy. Namanya terkenal bagaikan sungai Evfrat.
Orang yang paling shaleh diantara mereka, Abu Syuaib atau as-Susy
berguru padanya.
g. Abu Ali Al- Kisai (w. 189 H) di Kufah
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu
golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam
orang disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram.
Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia
dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H.
Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat
tahun 246 H.
Jadi dengan kata lain qiraat Mutawatir, yaitu bacaan yang diterima dan
digulirkan secara konsensus, dari khalayak ramai dan oleh khalayak ramai,
sehingga secara tidak bisa dimungkinkan adanya rekayasa kebohongan. Mata
rantai periwayatan (transmisi) jenis inilah yang paling kuat dan wajib diterima.

10

Contoh untuk Qiraat mutawatir ini ialah Qiraat yang telah disepakati jalan
perawiannya dari imam Qiraat Sabah
Contoh qiraat Mutawatir Contohnya seperti :
Surat al-Fatihah : 6-7

( 6)

Dalam membaca kata dan . Qunbul meriwayatkan dari Ibnu
Katsir dan Ruwais dari Yaqub dengan membaca shad dengan murni sin dalm
kedua kata di atas. Adapun khalaf meriwayatkan dari Hamzah dengan
mengisymamkan shad kepada zai dalam dua kata di atas, pembacaan ini juga
diikuti oleh Khallad, tetapi hanya pada shad yang pertama saja . Adapun
periwayat lainnya membaca dua kata di atas dengan shad murni di semua ayat alQuran.
Surat al-Fatihah : 4




E.

Urgensi Mempelajari Ilmu Qiraat


Ilmu Qiraat sangat penting bagi kita semua teritama sebagai orang yang
mukmin, sebagai panduan dan acuan membaca Al Quran.Mempelajari ilmu
Qiraat mempunyai kepentingan dan peranannya yang saling berkaitan di dalam
ilmu syariah. Qiraat adalah satu ilmu yang sangat penting dan mempunyai
peranannya yang tersendiri. Antara kepentingan dan peranannya ialah
memudahkan ahli fuqaha (ahli fiqh) untuk mendapatkan hukum. Qiraat menjadi
dasar penting dalam bidang ilmu fiqh kerana untuk mengetahui atau menentukan
sesuatu hukum dan untuk menistinbat sesuatu hukum.
Mempelajari ilmu Qiraat di dalam ilmu syariah amatlah penting dengan
penggunaan nas-nas syara' di dalam al-Qur'an terhadap hukum yang bersifat
umum (kulli) yang diutamakan dan kemungkinan nas-nas tersebut untuk
menerima pelbagai pemahaman. Penggunaan nas-nas ini juga merupakan faktor

11

keluasan dan kehebatan yang terdapat dalam syariat Islam. Ini adalah pandangan
yang diutarakan oleh Yusuf al-Qardhawi yang merupakan seorang professor yang
diiktiraf seluruh dunia sebagai pemikir islam dan ulama kontemporari.
Selain itu, kepentingan ilmu Qiraat ialah sebagai keperluan asasi bagi
pelaksanaan syariat Islam. Asasi bagi pelaksanaan yang perlu dilakukan bagi
melaksanakan syariat Islam ialah salah satu daripada berkaitan dengan peranan
al-Qur'an iaitu pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh berdasarkan alQur'an dan as-Sunnah. Kesimpulan yang boleh dibuat ialah pentingnya peranan
ilmu Qiraat di dalam ilmu syariah bagi ahli fuqaha' untuk menentukan sesuatu
hukum. Sesungguhnya ilmu Qiraat sebahagian ilmu al-Qur'an dan merupakan
ilmu yang sangat luas.

12

BAB III
PENUTUP

13

KESIMPULAN
Jadi dari uraian diatas menunjukkan bersarnya pengaruh qiraat dalam proses
menetapkan hukum. Sebagian qiraat bisa berfungsi sebagai penjelasan kepada ayat
yang mujmal (bersifat global) menurut qiraat yang lain atau penafsiran dan
penjelasan pada maknanya.
Selain itu kita juga bisa mengetahui macam-amcam qiraat dan Imamimamnya, dan pengetahuan tentang berbagai qiraat sangat perlu bagi seorang yang
hendak mengistinbat hukum dari ayat-ayat Al-quran pada khususnya dan
mentafsirkannya pada umumnya, serta bisa mengetahui hikmah dari adanya qiraat.

14

DAFTAR PUSTAKA

http://nailufarah.blogspot.co.id/2014/10/validitas-ilmu-qiraat.html
http://makalahtoher.blogspot.co.id/2011/12/makalah-qiraat.html
http://ishaqul-huda.blogspot.co.id/2015/08/makalah-ulumul-quran-qiraah-sabah.html
http://imron-busfa.blogspot.co.id/2012/04/makalah-qiroah-al-quran-studialquran.html

15

Anda mungkin juga menyukai