Anda di halaman 1dari 11

MUHKAM MUTASYABIH DAN QIROAT

MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ilmu al-quran dan tafsir

Dosen Pembimbing : H. M. Mustahal, Lc., M.IS.

Disusun Oleh :

Halim Al Ansori

Naufal khuwaedi

PROGAM STUDI AHWAL ASYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AN-NAWAWI

PURWOREJO

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. SEJARAH QIRAAT,FAEDAH, MACAM MACAM, DAN PENDAPAT
QIRAAT
2. PENGERTIAN QASAS AL QURAN MACAM MACAM QASASH AL
QURAN, FAEDAH DAN HIKMAH QASASH AL QURAN
BAB II

PEMBAHASAN

A. QIRO’AT AL-QUR’AN

1. Pengertian Qiro’at
Qira’at adalah jamak dari qira’ah, yang berarti bacaan sedangkan menurut bahasa
merupakan isim mashdar dari lafal qara’a (fi’il madhi) yang berarti membaca. Maka
qira’at berarti bacaan atau cara mebaca. Sedangkan menurut istilah qira’at adalah salah
satu madzhab (aliran) pengucapan Al-Qur’an yang dipilih oleh salah seorang imam
qurra’ sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya(5/80)

Dalam mendefinisikan Qira‟ah secara istilah dapat dikemukakan beberapa


pendapat ulama tafsir sebagai berikut:
a. Manna‟ al-Qattan mengemukakan definisi sebagai berikut:

Artinya: “Salah satu aliran pengucapan al-Qur‟an yang dipilih oleh salah seorang
imam qurra‟, yang berbeda dengan aliran lainnya”.

b. Az-Zarqani mendefinisikan sebagai berikut:

Artinya: “Suatu mazhab yang dianut oleh seorang Imam qira‟at yang berbeda
dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur‟an al-Karim serta sesuai
riwayatriwayat dan jalur-jalur daripadanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan
huruf-huruf atau kaifiyatnya”.
Al zarqani mengemukakan definisi nya sebagai berikut :
“suatu madzhab yang dianut seorang imam qira’at yang berbeda dengan
lainya dalam penguacapan Al-qur’an serta sepakat-sepakat Riwayat dan jalur-
jalur daripadanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf-huruf maupun
dalam pengucapan keadaan-keadaannya.”

Definisi ini mengandung tiga unsur pokok.Pertama, qira’at dimaksudkan


menyangkut bacaan ayat-ayat Al-qur’an. Cara membaca Al-Qur’an berbeda dari
satu imam dengan imam qira’ah yang lainya. Kedua, cara bacaan imam yang
dianut dalam satu madzhab qira’ah didasarkan atas Riwayat dan bukan atas
qiyas atau ijtihad. Ketiga, perbedaan antara qira’ah bisa terjadi dalam
pengucapan huruf-huruf dan pengucapanya dalam berbagai keadaan.(1/105)

c. Sementara al-Jazari mengemukakan sebagai berikut:

Artinya: “Qira‟at adalah ilmu tentang cara-cara melafalkan kalimat-


kalimat al-Qur‟an dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada
penukilannya”.
d. Menurut az-Zarkasyi

Artinya: “Qira‟at adalah perbedaan cara-cara mengucapkan lafadz-lafadz


al-Qur‟an baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapannya. Seperti
tipis, tebal dan lainnya”. (4/4)

Dari beberapa definisi diatas maka ada empat poin yang dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Aliran yang dianut dalam membaca Al-Qur‟an adalah yang disepakati
kebenarannya oleh para imam Qurra.
2) Qira‟at berkaitan dengan cara membawakan Al-Qur‟an oleh seorang
imam dimana berbeda dengan bacaan imam yang lain.
3) Membaca Al-Qur‟an harus sesuai dengan riwayat yang bersambung
sampai kepada Rasulullah.
4) Perbedaan Qira‟at dikalangan ulama menyangkut masalah lahjah

2. Latar belakang timbulnya qiro’at


a. Karena Riwayat yang berbeda-beda.
Sejak zaman Rasulullah Qira‟at al-Qur‟an telah ada namun, pada saat itu
belum menjadi sebuah disiplin ilmu. Asumsi ini dapat dikuatkan dalam beberapa
riwayat, yaitu:
1) Suatu waktu Umar ibn Khattab bertengkar dengan Hisyam ibn Hakim mengenai
surat alFurqan, lalu Umar mengajak Hisyam menghadap kepada Nabi untuk
melaporkan peristiwa itu. Kemudian nabi menyuruh Hisyam mengulangi
bacaannya dalam shalat tadi. Setelah Hisyam mengulanginya, Nabi bersabda:

Artinya: “Memang begitulah Al-Qur‟an diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur‟an


diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap
mudah dari tujuh huruf itu…”
2) Riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Abbas ra. Beliau
berkata Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Jibril mengajarkan kepada saya satu huruf lalu saya


mengembalikannya dan saya senantiasa meminta tambahan dari satu huruf itu,
lalu menambahkannya kepadaku hingga menjadi sepuluh huruf”.
3) Dari „Amr Ibn al-Ash
Artinya: “Bahwasanya ada seorang laki-laki yang membaca satu ayat Al-
Qur‟an lalu „Amr berkata kepadanya, sesungguhnya bacaan itu begini dan begini,
lalu dia melaporkan kepada Nabi Saw. lalu Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya
AlQur‟an diturunkan dengan tujuh huruf. Yang mana saja kamu baca itu benar,
maka janganlah berselisih”.

Menurut catatan sejarah, bahwa penyebaran Qira‟at dimulai pada masa


tabi‟in, yaitu pada awal abad ke-II, tatkala para Qari tersebar diberbagai
pelosok.Mereka lebih senang mengajarkan Qira‟at gurunya daripada mengikuti
qira‟at imam-imam yang lainnya. Qira‟at tersebut diajarkan dari guru ke murid,
sehingga sampai kepada imam Qira'at baik yang tujuh, sepuluh atau yang empat
belas.(4/5)

Riwayat buku lain…


1. Latar Belakang Historis Qira’at sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi saw.,
walaupun pada saat itu qira’at bukan merupakan suatu disiplin ilmu, karena
perbedaan para sahabat melafazkan Al-Qur’an dapat ditanyakan langsung kepada
Nabi saw., sedangkan Nabi tidak pernah menyalahkan para sahabat yang berbeda
itu, sehingga tidak panatik terhadap lafaz yang digunakan atau yang pernah
didengar Nabi. Asumsi ini dapat diperkuat oleh riwayat-riwayat sebagai berikut:
a. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra,
berkata: “Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca AlQur’an surah al-
Furqan, aku mendengar bacaannya mengandung beberapa huruf yang belum
pernah dibacakan oleh Rasulullah saw. kepadaku, sehingga setelah selesai
shalatnya aku bertanya kepadanya: Siapa yang membacakan ini kepadamu? Ia
menjawab Rasulullah yang membacakan kepadaku! Setelah itu aku mengajaknya
untuk menghadap pada Rasulullah: Aku mendengar laki-laki ini membaca surah
al-Furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah Engkau bacakan, sedang
Engkau sendiri yang telah membacakan surah alFurqan kepadaku! Rasulullah
menjawab: Begitulah surah ini diturunkan”.
b. Imam Muslim dengan sanad dari Ubai bin Kaab berkata: Ketika aku berada di
masjid tiba-tiba masuklah seorang laki-laki untuk shalat dan membaca bacaan
yang aku ingkari, setelah itu masuk lagi laki-laki lain, bacaannya berbeda dengan
laki-laki yang pertama. Setelah kami selesai shalat kami menemui Rasulullah,
lalu aku bercerita tentang hal tersebut, kemudian Rasulullah memerintahkan
keduanya untuk membaca, maka Rasulullah saw. mengatakan kepadaku: “Hai
Ubay, sesungguhya aku diutus membaca Al-Qur’an dengan tujuh huruf”.
(Muhammad Ali ash-Shabuni: 1988).
Kedua riwayat tersebut membuktikan bahwa lafaz-lafaz Al-Qur’an yang
diucapkan oleh sahabat masingmasing berbeda, kemudian Rasulullah tidak
menyalahkan para sahabat dan memberi jawaban yang sama yaitu Al-Qur’an
diturunkan tujuh huruf. Untuk mengetahui apakah qira’at itu benar atau tidak
harus memenuhi tiga syarat yaitu pertama, sesuai dengan kaedah bahasa Arab
kedua, sesuai dengan mushaf Usmani dan ketiga, sanad-sanadnya shahih.
(Rosihan Anwar: 2000). Oleh karena itu apabila suatu qira’at tidak memenuhi
salah satu diantara tiga syarat tersebut, maka qiraat tersebut tidak sah atau lemah.
Orang yang pertama kali menyusun qira’at adalah Abu Ubaidah al-Kasim bin
Salam, kemudian setelah itu menyusullah ulamaulama lain, namun diantara
mereka berbeda dalam menetapkan jumlah syarat-syarat qira’at yang benar.
(5/39)

b. Karena penyampaian yang berbeda-beda


Dengan menganalisa berbagai riwayat yang ada, maka perbedaan itu bermula dari
bagaimana seorang Muqri‟ mengajarkan kepada murid-muridnya, dan jika dituntun
membaca Al-Qur‟an yang berbeda-beda itu, sebagaimana dalam kasus Umar dan
Hisyam, diperbolehkan oleh Nabi sendiri. Hal ini mendorong ulama menerangkan
bentuk-bentuk cara melafalkan Al-Qur‟an. Diantaranya sebagai berikut:
1) Perbedaan dari segi isi mufrad dan jama‟. Seperti: surah al-mu'minun ayat 8

2) Perbedaan dari segi I‟rabnya.Seperti dalam surah al-baqarah ayat 37

Yaitu dinasab lafadz Adam dan dinasab lafadz Kalimat


3) Perbedaan pada Tashrif sehingga dapat merubah makna seperti firman Allah dalam
surah Saba‟ ayat 19

Menashab karena munada murakkab serta menjadikan shigat amr yang berarti
jauhkanlah
- Merafa‟ serta memfathakan huruf „Ain karena shigat maadhi yang berarti
menjauhkan
- Merafa‟ serta mentad‟ifkan huruf „Ain karena shugat maadhi yang berarti
menjauhkan. 13
4) Perbedaan dari segi Taqdim dan Ta‟khir. Seperti dalam surat Qaf ayat 19 yang
berbunyi:

5)Perbedaan dari segi Lahjah Lahjah yang dimaksudkan disini adalah termasuk
tafkhim, tarqiq, fathah, imalah, isyam, dan sebagainya.
Contoh.

Itulah diantaranya beberapa riwayat mengenai perbedaan penyampaian bacaan yang


menyebabkan terjadinya berbagai ragam pelafalan Al-Qur‟an dikalangan ulama
Qurra‟.(4/7)

Dalam buku lain :….

3. Latar Belakang Cara Penyampaian


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa setelah para sahabat tersebar, maka
mereka membacakan qira’at Al-Qur’an kepada murid-muridnya secara turun
temurun. Pada akhirnya murid-murid lebih suka mengemukakan qira’at gurunya dari
pada mengikuti qira’at imam-imam yang lain. Hal ini mendorong beberapa ulama
merangkum beberapa bentuk-bentuk perbedaan cara melafazkan Al-Qur’an adalah
sebagai berikut:
a. Perbedaan dalam I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk
kalimat. Misalnya dapat dilihat dalam Qs. an-Nisa/4: 37 (kata bil-bukhli yang berarti
kikir dapat dibaca fathah pada huruf ba-nya, sehingga dapat dibaca bil-bakhli tanpa
perubahan makna). (Rosihan Anwar: 2000).
b. Perubahan pada I’rab dan harakat, sehingga dapat merubah maknanya.Misalnya
dalam Qs. Saba’/34:19 (Kata baa’id artinya jauhkanlah, yang kedudukannya sebagai
fi’il amr, boleh juga dibaca ba’ada yang kedudukannya menjadi fi’il madhi, sehingga
maknanya berubah “telah jauh”).
c. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan I’rab dan bentuk tulisan, sedang
makna berubah. Misalnya dalam Qs.al-Baqarah/2: 259 (Kata nunsyizuha “Kami
menyusun kembali” ditulis dengan huruf zay diganti dengan huruf ra’, sehingga
berubah bunyi menjadi nunsyiruha yang berarti “Kami hidupkan kembali”).
d. Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisan, tapi makna tidak
berubah.Misalnya dalam Qs. al-Qari’ah/101: 5 (Kata ka-al- ‘ihni “bulu-bulu” kadang
dibaca kaash-shufi “bulu-bulu domba”. Perubahan ini berdasarkan ijmak ulama,
namun tidak dibenarkan karena bertentangan dengan mushaf Usmani). (Rosihan
Anwar: 2000).
Dengan demikian, dengan menyebarnya imam-imam qira’at ke berbagai daerah,
dengan mengajarkan dialek atau lahjah mereka masing-masing, yang pada gilirannya
melahirkan hal-hal yang tidak diinginkan yaitu timbulnya qira’at yang beraneka
ragam, maka para ulama mengambil inisiatif untuk meneliti qira’at dari berbagai
penyimpangan.(5/40)
4. Faedah Qiro’at
5. Macam-Macam Qiroat
Macam-macam qira’at itu sebenarnya banyak, sejak Abu Ubaid alKasim Ibnu Salam sebagai
orang yang pertama mengarang buku masalah qira’at, setelah itu bermunculan ahli-ahli
qira’at yang menyebabkan para ulama berbedabeda dalam system qira’at. Masalah itu mulai
pada permulaan abad ke 2 H, yaitu setelah banyak orang dinegeri Islam menerima qira’at
dari beberapa imam dan berakhir pada akhir abad ke 3 H.(5/37)
Orang yang pertama mempunyai prakarsa untuk memilih tujuh imam qirā’āt adalah Imam
Abu Bakr ibn Mujāhid al-Bagdādi. Kitabnya yang bernama “as-Sab’ah” berisi bacaan-
bacaan imam qirā’āt yang tujuh dan menjadi rujukan banyak kalangan. Pijakan ibn Mujāhid
dalam menentukan tujuh imam qirā’āt adalah ketokohan dalam bidang ilmu qirā’āt dan
kesesuaian dengan muṣḥaf uṡmānī. Bacaan masing-masing imam tersebut juga sangat
masyhur di negerinya masing-masing.(7/48)

Macam-macam plus kotak

1/60, 3/8?, 4/8, 5/3, 6/4, 7/50


6. Pendapat Ulama

Anda mungkin juga menyukai