Anda di halaman 1dari 10

ILMU QIRA’AT QUR’AN

PENGERTIAN DAN SEJARAH QIRA’AT QUR’AN

Dosen Pengampu:
Muhammad Husein, M.A

Disusun Oleh:
Hepri Sindila : 22651005
Kherin Chelche : 22651007

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

TAHUN 2023/2024
Pembahasan

A. Pengertian Qira’at Al-Qur’an

Secara etimologis qira’at merupakan bentuk jama’ dari qiraah dan juga
merupakan masdar dari qara-a yaqra-u qiraatan yang artinya bacaan. Sedangkan
secara terminologi, terdapat berbagai pendapat para ulama yang sehubungan dengan
pengertian qira’at ini:-Menurut Ibn al-Jazari, Qira’at merupakan ilmu yang
menyangkut cara-cara mengucapan kata-kata al-quran dan perbedaan-perbedaannya
dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
Menurut Imam al-Zarkasyi Qiraat adalah perbedaan (cara mengucapkan)
lafazhlafazh al-quran, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-
huruf tersebut, seperti tahfif (meringankan), tasqil (memberatkan), dan atau yang
lainnya. Al-Zarqani mendefinsikan qira’at yaitu suatu mazhab yang di anut oleh
seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan
al-Quran dengan kesesuaian riwayat dan jalur-jalur darinya, baik itu perbedaan
pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya. Al-Qasṭalani mendifinisikan
qira’at adalah suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para ahli
qira’at, seperti yang menyangkut aspek kebahasaan, i’rab, isbat, fashl dan lain-lain
yang diperoleh dengan cara periwayatan. Menurut Al-Dimyathi qira’at adalah Suatu
ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafal-lafal al-Quran, baik yang disepakati
maupun yang diikhtilafkan oleh para ahli qira’at, seperti hazf (membuang huruf),
isbat (menetapkan huruf), Washl (menyambung huruf), ibdal (menggantikan huruf
atau lafal tertentu), dan lain-lain yang didapat melalui indra pendengaran.
Dari uraian di atas dapat diketahui aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi
disiplin ilmu qiraat. Objek kajian (ontology) ilmu qiraat adalah Al-Quran dari segi
perbedaan lafal dan cara artikulasinya. Metode (epistimologi) ilmu qiraat adalah
melalui riwayat yang berasal dari Rasulullah SAW. Sementara nilai guna (aksiologi)
ilmu qiraat, sebenarnya secara implicit dapat diketahui dari beberapa definisi yang
telah disebutkan di atas, yakni untuk mempertahankan keaslian materi yang
disampaikan. Hal ini bisa dipahami karena fungsi sistem riwayat tidak lain untuk
mempertahankan orisinilitas informasi maupun data yang dituturkan secara berantai.
Ibrahim al-Abyarĩ mengemukakan bahwa ada tiga hal yang terkait dengan masalah
qira’at al-Quran, yaitu: pertama, yang berhubungan dengan huruf-huruf Arab atau
bahasanya. Kedua, yang berhubungan dengan penulisan mushhaf yang dibiarkan
kosong tanpa titik dan tanpa syakal dengan penulisan khat al-kufi sampai masa Abdul
Malik Ibn Marwan. Ketiga, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan penempatan kata
di tempat kata yang lain atau mendahulukan kata atas kata yang lain atau menambah
atau mengurangi.
Az-Zarqani dalam kitabnya Manahil al-Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an
mendefinisikan qiraah sebagai berikut :“suatu cara membaca al-Qur’an al-Karim dari
seoramg Imam ahli qiraah yang berbeda dalam cara membaca dengan cara membaca
imam yang lainnya, sekalipun riwayat dan jalur periwatannya sama, baik perbedaan
itu dalam pengucapan hurf ataupun bentuknya.”
Ash-Shabuni menambahkan dalam definisinya tentang qiraah dengan
menyebutkan bahwa cara baca al-Qur’an itu harus mempunyai sanad yang sampai
Rasulullah SAW
“Cara membaca al-Qur’an dari seorang Imam ahli qiraah yang berbeda dengan
cara membaca Imam yang lainnya berdasarkan sanad yang menyambung sampai
kepada Rasulullah Saw.”
Dilihat dari kedua definisi di atas bahwa pengertian qiraah disini tidak sama
seperti pengertian qiraah dalam percakapan sehari-hari yang sepadam dengan tilawah
yaitu hanya sekedar dalam pengertian membaca atau bacaan. Atau dalam artian
membaca al-Qur’an dengan irama atau lagu tertentu. Tapi yang dimaksud qiraah
dalam kajian ulumul Qur’an adalah satu cara membaca al-Qur’an dengan madzhab
yang dipilih oleh ahli qira’at dengan sanad yang bersambung kepada Rasulullah
SAW.
Ilmu Qiraat merupakan satu cabang ilmu al-Quran yang memainkan peranan
yang sangat penting dalam memelihara kesucian al-Quran dan membantu umat Islam
memahami kandungannya dengan sempurna. Dengan kewujudan ilmu ini juga
menambah khazanah ilmu umat Islam dan menghubungkan antara cabang-cabang
ilmu yang sedia ada dengan al-Quran. Perkembangan ilmu qiraat ini seterusnya
dibukukan dan Abu Aswad al-Duali adalah orang yang pertama menghimpunkan
maklumat berkaitan ilmu qiraat ini di dalam buku beliau bertajuk “al-Qiraat” yang
membincangkan lebih kurang dua puluh lima orang qari yang terkenal pada zaman
beliau (al Banna, 1987).
Apabila masa beredar, arus pembukuan dan penyebaran maklumat tentang
qiraat ini makin mudah untuk didapati dan mencambahkan pelbagai bidang yang
berkaitan dengannya. Walaubagaimanapun, perkembangan ini bukanlah suatu perkara
yang menggembirakan bagi musuh-musuh Islam. Ini kerana, menelusuri sejarah ilmu
qiraat yang menetapkan periwayatan yang benar daripada Baginda shallallahu ‘alaihi
wasallam untuk diterima sesuatu qiraat menyebabkan umat Islam akan kembali
kepada petunjuk Nabi, dan sudah pasti perkembangan ini boleh menyebabkan Islam
akan kembali agung, lalu ia akan menjadi madu beracun bagi musuh-musuh Islam.
mendefinisikan qiraah sebagai berikut :
“suatu cara membaca al-Qur’an al-Karim dari seoramg Imam ahli qiraah yang
berbeda dalam cara membaca dengan cara membaca imam yang lainnya, sekalipun
riwayat dan jalur periwatannya sama, baik perbedaan itu dalam pengucapan hurf
ataupun bentuknya.”
B. Sejarah Ilmu Qira’at Al-Qur’an

Meluasnya wilayah Islam dan menyebarnya para sahabat dan tabi’in


mengajarkan al-Qur’an di berbagai kota menyebabkan timbulnya berbagai qira’at.
Perbedaan pembacaan antara satu qira’at dengan lainnya bertambah besar pula
sehingga sebagian riwayatnya tidak bisa lagi dipertanggungjawabkan.
Sehingga para ulama menulis qiraah-qiraah ini dan sebagaiannya menjadi
masyhur, sehingga lahirlah istillah qiraah tujuh, qiraah sepuluh, dan qiraah empat
belas. Adapun imam dan ahli qiraah yang di percaya dan diikuti kebanyakan orang.
As-Suyuthi dalam kitaabnya al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an, menjelaskan bahwa imam
dan ahli qiraah itu tersebar kesemua penjuru pusat Islam, Mereka antara lain adalah
Di madinah : Abu ja’far yazid ibn al-Qa’qa’, Syaibah ibn Nafshah, dan Nafi’ ibn
adirrahman.
Di makkah : Abdulllah ibn Katsir dan Humaid ibn Qais al-A;raj
Di kuffah : Yahya ibn watsab, ‘Ashim ibn abi an-Nujud
Di bashrah : Abdullah ibn abi Ishaq, ‘Isa ibn ‘aru
Di syam : Abdullah ibn ‘Amir, Athiyyah ibn qais al-Kilabi
Dan jibril membaca al-Qur’an kepada Nabi tidak hanya dalam satu logat atau lahjah
saja yaitu logat Quraisy, akan tetapi juga dalam beberapa lahjah. Sebagaimana yang
terlihat dalam kisah perbedaan bacaan antara Umar ibn Khathab dan Hisyam ibn
Hakim.

Diriwayatkan bahwa ‘Umar ibn Khathâb berkata: Aku


mendengar Hisyâm ibn Hâkim membaca Surat Al-Furqân di masa hidup Rasulullah
SAW. Aku perhatikan bacaannya. Tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf
yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku
melabraknya di saat ia shalat, tetapi aku berusaha sabar menunggunya sampai
salam. Begitu salam aku tarik sorbannya dan bertanya: “Siapakah yang
membacakan (mengajarkan bacaan) surat itu kepadamu?” Ia menjawab:
“Rasulullah yang membacakannya kepadaku”. Lalu aku katakan kepadanya: “Dusta
kau. Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surat yang aku
dengar tadi engkau membacanya (tapi tidak seperti bacaanmu). Kemudian aku bawa
dia menghadap Rasulullah dan aku ceritakan kepadanya bahwa aku telah
mendengar orang ini membaca Surat Al-Furqân dengan huruf-huruf yang tidak pernah
engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan Surat Al-
Furqân kepadaku. Maka Rasulullah berkata: “Lepaskanlah dia wahai ‘Umar.
Bacalah Surat tadi, wahai Hisyâm.” Hisyâm pun kemudian membacanya dengan
bacaan seperti kudengar tadi. Maka kata Rasulullah: “Begitulah surat itu
diturunkan.” Ia berkata lagi: “Bacalah wahai ‘Umar.” Lalu aku membacanya
dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasulullah kepadaku. Maka kata
Rasulullah SAW: “Begitulah surat itu diturunkan.” Dan katanya lagi:
“Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan
huruf yang mudah bagimu di antaranya” (H.R. Bukhâri dan Muslim teksnya dari
Bukhâri
Kemudian aku bawa dia menghadap Rasulullah dan aku ceritakan
kepadanya bahwa aku telah mendengar orang ini membaca Surat Al-Furqân dengan
huruf-huruf yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri
telah membacakan Surat Al-Furqân kepadaku. Maka Rasulullah berkata:
“Lepaskanlah dia wahai ‘Umar. Bacalah Surat tadi, wahai Hisyâm.” Hisyâm pun
kemudian membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi. Maka kata
Rasulullah: “Begitulah surat itu diturunkan.” Ia berkata lagi: “Bacalah wahai
‘Umar.” Lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan
Rasulullah kepadaku. Maka kata Rasulullah SAW: “Begitulah surat itu diturunkan.”
Dan katanya lagi: “Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka
bacalah dengan huruf yang mudah bagimu di antaranya” (H.R. Bukhâri dan
Muslim teksnya dari Bukhâri

A. Kualifikasi Standar Qira’at.

Dengan adanya penyelewengan dalam qiraah. Maka para ulama membuat


sejumlah syarat qiraat yang baku dan dapat diterima. Untuk membedakan antara
qiraah yang benar dan yang salah, apara ulama telah menetapkan tiga syarat bagi
qiraah yang benar.

Pertama, sesuai dengan bahasa Arab meskipun melalui salah satu cara atau
segi (Nahwu). Kedua, sesuai dengan salah satu msuhaf-mushaf ‘Utsmani sekalipun
secara potensial. Ketiga, keshahihan sanadnya dari periwayatan imam tujuh dan
sepuluh, maupun dari imam-imam qiraah lainnya.

Setiap qira’at yang tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat diatas di anggap
qiraah yang tidak benar dan ditolak dan biasanya disebut dengan qiraah yang lemah
sekalipun qiraah itu diriwayatkan oleh Imam tujuh. Ketika suatu qira’at yang sesuai
dengan syarat diatas maka dianggap benar dan tidak tertolak, meskipun bukan dari
golongan Imam tujuh.

C. Macam-Macam Qira’at

Menurut Manna al-Qaththan dalam kitabnya Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an,


qiraah dilihat segi kualitas sanadnya, qirâât dapat dibagi menjadi qiraat mutawatirah,
masyhurah, ahad, syadzah, maudhu’ah dan mudrajah. Sedangkan dari segi kuantias
qiraat nya dapat dibagi menjadi qiraat sab’ah, ‘asyarah dan arba’ata ‘asyarah. Di
bawah ini akan diuraikan secara ringkas macam-macam qiraat tersebut.

1. Qira’at mutawatirah adalah qiraat yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi


pada setiao tingkata sanad yang mustahil untuk berdusta. Qira’at Masyhurah adalah
sanadnya shahih tetapi tidak sampai derajat mutawatir. Qira’at Ahad adalah qiraat
yang menyalahi msuhaf Ustmani dan kaidah bahasa arab. Qira’at Syadzah adalah
yang sanadnya tidak shahih. Qira’at Maudhu’ah adalah yang riwayatnya palsu.
Sedangkan Qira’at Mudrajah adalah qiraah yang di tambahkan kedalam qiraah
sebagai bentuk penafsiran. Wallahu a’lam Qira’at mutawatir adalah qira’at yang
diriwayatkan oleh orang banyak, sampai perawi terakhir yang tidak mungkin mereka
berdusta. Seperti qira’at sab’ah.

Para ulama maupun ahli hukum Islam sepakat bahwa qira’at yang
berkedudukan mutawatir adalah qira’at yang sah dan resmi sebagai bacaan al-Qur’an
dan sah dibaca di luar dan di waktu shalat.

2. Qira’at Masyhur

Qira’at Masyhur adalah qira’at yang sah sanadnya tetapi tidak sampai pada
derajat mutawatir, karena sebagian jalur periwayatannya tidak diriwayatkan oleh
sebagian yang lain. Selain sanad, penulisannya harus sesuai dengan kaidah bahasa
Arab, sesuai dengan rasm ‘Usmani, terkenal di kalangan para qurra’, dan tidak
terdapat cacat.

3. Qira’at Ahad

Qira’at Ahad adalah qira’at yang sanadnya sah, tetapi tidak sesuai dengan
penulisan salah satu rasm ‘Usmani, tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, dan tidak
mencapai derajat masyhur.

4. Qira’at Syazd

Qira’at Syazd adalah qira’at yang periwayatannya menyimpang dari perawi-


perawi terpercaya, seperti qira’atnya Ibn Sumaifa’ dalam QS. Yunus ayat 92.

5. Qira’at Maudu‘

Qira’at Maudu‘ adalah qira’at yang palsu yang dibuat- buat, yakni qira’at yang
dinisbahkan kepada perawinya tanpa dasar, seperti qira’at yang dihimpun oleh
Muhammad ibn Ja‘far al-Khuza‘i yang menurutnya berasal dari Imam Abu Hanifah
padahal bukan.

Macam-Macam Qira’at Al-Quran dari Segi Kuantitas

Al-Quran memiliki macam-macam cara bacaan al-Quran. sebagaimana


penjelasan berikut ini:q

1. Qiro’at sab’ah

Qiroat sab’ah adalah bacaan al-Quran dari tujuh imam ahli Qiroah, yaitu Nafi‘
ibn ‘Abd Rahman ibn Abu Nu‘aim, Abu Ma‘bad yang lebih di kenal dengan Ibn
Katsir, Abu ‘Amr Zabban ibn al-‘Ala’ ibn ‘Ammar, Abu ‘Imran Abdullah ibn ‘Amir,
Abu Bakr ‘Ashim ibn Abu Najud al-Asadi al-Kuf, Abu ‘Imarah Hamzah ibn Habib
ibn ‘Imarah, dan yang ketujuh Al-Kisa’i.
2. Qira’at ‘syrah

Qira’at ‘asyrah adalah tujuh imam yang telah disebutkan di atas ditambah Abu
Ja‘far Yazid ibn al-Qa‘qa‘ (w. 130 H.), Abu Muhammad Ya‘qub ibn Ishaq ibn zaid
ibn ‘Abdullah ibn Ishaq al- Hadrami(w. 205 H.), dan Abu Muhammad Khallaf ibn
Hisyam al-Bazzar (150-229 H)

3. Qira’ah Arba’a ‘Asyarah

Qira’ah Arba’a ‘Asyarah adalah sepuluh imam yang telah disebutkan di atas
ditambah Abu ‘Abdullah Muhammad ibn ‘Abd al- Rahman ibn Muhaisin al-Makki
(w. 123 H.), Abu Muhammad Yahya ibn al-Mubarak ibn al-Mugirah al- Yazidi al-
Basri (128-202 H.), Abu Sa‘id al-Hasan ibn Abi al-Hasan al-Basri (21-110 H.), dan
Abu Muhammad Sulaiman ibn Mihran al-A‘masy al-Asadi al-Kahili (60-148 H).
Namun, banyak pendapat menyebutkan, seperti al-Zarqani, Subhi al-Salih, dan al-
Qattan, bahwa imam qira’at yang ke empat belas adalah Muhammad ibn Ahmad ibn
Ibrahim Yusuf ibn al-‘Abbas ibn Maimun Abu al-Faraj al-Syambuzi al- Bagdadi (w.
388)

Namun qiroah-qiroah tersebut tidak semuanya shahih, hanya qiroah-qiroah


tertentu saja yang shahih yang sesuai dengan derajat qiroah mutawatir atau ahad atau
masyhur. al-Zarqani, menuturkan terdapat enam macam derajat qira’at, yaitu
mutawatir, masyhur, ahad, syaz, maudu‘, dan mudraj. Sedangkan Jalal al-Din al-
Bulqini, hanya membagi tiga macam saja yaitu mutawatir, ahad, dan syaz. Menurut
al-Bulqini qira’at mutawatir adalah qira’at yang diriwayatkan oleh tujuh imam (qira’at
sab‘ah), sedangkan qira’at ahad adalah qira’at yang diriwayatkan oleh sepuluh imam
(qira’at ‘asyrah), dan qira’at syaz adalah qira’at yang diriwayatkan oleh generasi
tabi‘in seperti al-A‘masy, Yahya ibn Wasab, Ibn Jubair, dan yang lain. Namun, apa
yang dikatakan al-Bulqini masih perlu adanya peninjauan ulang. Baca juga: Macam-
Macam Qiro’at.

D. Faktor Terjadinya perbedaan Qira’at Al-Quran

Pertama, perbedaan qira’at yang diajarkan oleh Nabi Saw. Ketika


mengajarkan Al-Qur’an, Nabi tidak hanya mengajarkan dalam satu bacaan, ini
dikuatkan dengan hadis yang mengatakan bahwa Al-Qur’an turun dengan tujuh huruf.
Ketika terdapat perbedaan, Sahabat selalu menyandarkan kepada Nabi, kemudian
Nabi membenarkan mereka. Inilah yang menjadi dalil bagi qira’at mutawatir dengan
sanad yang sahih sampai kepada Nabi.

Kedua, perbedaan turunnya Al-Qur’an. Setiap bulan Ramadhan, Jibril AS


selalu datang kepada Nabi untuk mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, kemudian Nabi
mengulang pula bacaan tersebut kepada para Sahabat dengan beberapa huruf. Sesama
mereka adakalanya berbeda dengan yang lain, tetapi tidak banyak. Perbedaan turun
ini dapat dilihat dalam kisah Umar bin Khattab berdebat dengan Hisyam bin Hakim
tentang bacaan pada surat al-Furqan sebagai berikut:

“Telah bercerita kepada kami Said ibn ‘Ufair, dia berkata: telah bercerita
kepada kami al-Laith, dia berkata: telah bercerita kepada kami ‘Uqail dari Ibn Shihab,
dia berkata: telah bercerita kepada kami ‘Urwah ibn Zubair bahwa Miswar ibn
Makhzamah dan ‘Abdurrahman ibn ‘Abd alQari’ telah mengabarinya, bahwa
keduanya mendengar ‘Umar ibn Khattab berkata: Suatu hari semasa Rasulullah masih
hidup, aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat al-Furqan, dan aku
mendengar baik-baik bacaannya, tapi tiba-tiba ia membaca beberapa huruf yang tidak
pernah aku dengar dari Rasulullah, sehingga aku hampir mengingkarinya ketika ia
sedang shalat. Akhirnya aku tunggu sampai ia selesai dari shalatnya. Setelah itu, aku
menarik bajunya lalu aku katakan kepadanya, “Siapa yang membacakan surat ini
kepadamu?”, ia menjawab, “Rasulullah yang membacakan kepadaku”. Aku pun
berkata keadanya, “Engkau berdusta, demi Allah, Rasulullah tidak pernah
membacakan surat itu kepadaku seperti apa yang telah kamu baca”, lalu aku
mengajak Hisyam untuk menghadap kepada Rasulullah, kemudian aku bertanya,
“Wahai Rasulullah, aku mendengar orang ini membaca surat al-Furqan dengan huruf-
huruf yang tidak pernah engkau ajarkan kepadaku”. Rasulullah pun menjawab,
“Wahai ‘Umar lepaskan dia. Bacalah wahai Hisyam!”. Hisyam lalu membaca
sebagaimana yang aku dengar tadi. Kemudian Rasulullah bersabda, “Demikianlah Al-
Qur’an itu diturunkan.” Dan bacalah, wahai ‘Umar, aku pun membaca seperti yang
aku dengar dari Nabi. Rasulullah bersabda, “Demikianlah Al-Qur’an itu diturunkan”.
Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf. Oleh karena itu, bacalah
mana yang mudah dari salah satu dari tujuh huruf tersebut”.

Ketiga, tidak adanya naqt (tanda titik)dan syakl (tanda harkat/baris), sehingga
memunculkan ijtihad Imam qira’at terhadap kalimat Al-Qur’an yang diperselisihkan.
Pendapat ini muncul dari kalangan orientalis seperti Ignaz Goldziher dan Theodore
Noldeke. Menurut Noldeke, perbedaan karena tidak adanya titik pada huruf-huruf
resmi dan perbedaan karena harakat yang dihasilkan, disatukan, dan dibentuk dari
huruf-huruf yang diam (tidak terbaca) merupakan faktor utama lahirnya perbedaan
qira’at dalam teks yang tidak punya titik sama sekali atau yang titiknya kurang jelas.

D. Hikmah Perbedaan Qir’at Al-Quran

Adanya perbedaan qira’at dapat memperkokoh kesatuan umat Islam. Karena


dengan diturunkannya Al-Qur’an yang mengandung variasi bacaan tentunya akan
sesuai dengan kemampuan mereka, sehingga setiap kelompok umat Islam tidak saling
mengklaim Al-Qur’an adalah milik kelompok tertentu saja.

Perbedaan qira’at merupakan keringanan dan kemudahan bagi umat Islam


secara keseluruhan.

Menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an terutama dari aspek lughawi-nya,


karena dengan adanya berbagai macam qira’at dapat menggantikan kedudukan
ayatayat yang bisa menjadi banyak jika tidak dipadatkan dalam qira’at.
Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Merupakan kemuliaan dan keutamaan umat Muhammad Saw atas umat-umat


terdahulu. Karena bisa jadi kitab-kitab terdahulu turun hanya dengan satu segi dan
dalam satu qira’ah saja, berbeda dengan Al-Qur’an yang turun dalam sab’atu ahruf.

KESIMPULAN

Ilmu Qira’at merupakan ilmu tentang macam-macam bacaan al-Qur’an yang mana semua
bacaan tersebut sambung sampai Rasulullah saw. Dalam Ilmu ini ada berbagai hal yang
dipeajari, terutama ilmu tentng cara membaca suatu kata, atau kalimat dalam al-Qur’an. Hal
ini sama halnya dengan Ilmu Tajwid pembahasannya namun yang ditekankan di sini adalah
ragam cara membacanya dari berbagai riwayat dari para imam qurra’.

Dalam diktat ini tidak semua Ilmu Qira’at dijelaskan di dalamnya, namun hanya sebagian
kecil saja yang merupakan dasar awal atau pengantar guna memahami Ilmu Qira’at ini.
Pembahasan dalam diktat ini dibagi dengan dua bagian pembahasan. Bagian pertama, adalah
membahas tentang pegetahuan dasar mengenai Ilmu Qira’at. Pembahasan dalam bagian
pertama ini yakni membahas tentang Qira’at itu sendiri, dari definisi, sejarah. Bagian kedua
adalah membahas pengertian awal tentang kaidah umum dan kaidah khusus (al-Us}u>l wa al-
Farsh) dan selanjutnya membahas sebagian kaidah umum (al-Us}u>l), mengingat
pembahasan mengenai du kaidah ini sangat bnyak, maka dalam diktat ini hanya membahas
sebagian kecil mengenai kaidah tersebut. Untuk kaidah yang belum dibahas, insyaAllah akan
dibahas dalam diktat lanjutan. Hal ini juga dikarenakan waktu yang diberikan untuk
pembelajaran ini hanya satu semester, maka tidaklah cukup untuk membahas semua kaidah.

Namun pembahasan-pembahasan yang dibahas sudah dapat dijadikan bekal awal dalam
memahami Ilmu Qir’at. Untuk selebinya, mahasiswa dapat melanjutkan sendiri baik dengan
membaca literatur-literatur yan membahsa Ilmu Qira’at atau mengaji langsung kepada
seorang yang ahli dalam Ilmu Qira’at. Dengan demikian, diharapkan setelah mempelajari
diktat ini, mahasiswa memiliki beberapa pengetahuan awal mengenai Ilmu Qira’at,
diantaranya mengetahui sejarah Ilmu Qira’at dari awal sampai menjadi sebuah Ilmu
pengetahuan, memahami hakikat Ilmu Qira’at, mengenal Imam-Imam Qira’at serta memhami
sebagian kaidah-kaidah yang ada dalam Ilmu Qira’at.
DAFTAR PUSTAKA

https://iqipedia.com/2022/05/16/qiraat-al-quran-pengertian-macam-macam-faktor-
perbedaan-dan-hikmahnya/

https://an-nur.ac.id/pengertian-qiraat-dan-sejarahnya/

http://digilib.uinkhas.ac.id/3100/#:~:text=Ilmu%20Qira'at%20merupakan
%20ilmu,dalam%20al%2DQur'an.

Anda mungkin juga menyukai