Oleh :
Iffatul Aimmah
PROGRAM PASCASARJANA
SUMENEP-MADURA
2023
PENDAHULUAN
Salah satu cabang ilmu Al-Qur‟an yang perlu untuk diketahui adalah ilmu
qira‟at. Ilmu Qira‟at adalah ilmu yang membahas tentang tata cara membaca Al-
Qur‟an menurut imam qira‟at tertentu. Pembahasan dalam ilmu qira‟at berbeda
dengan ilmu tajwid yang menekankan kepada tata cara membaca Al-Qur‟an yang
baik dari segi tajwid, makaharijul huruf, sifatul huruf dan semisalnya.
Ilmu qiraah penting untuk diketahui. Salah satu manfaat mengetahui ilmu
qira‟at adalah tidak mudah menyalahkan bacaan orang lain saat ditemukan
perbedaan dengan cara baca yang biasa digunakan oleh suatu madzhab tertentu.
Di samping menambah pemahaman akan keberagaman cara membaca Al-Qur‟an.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang dasar ilmu qira‟at, yakni
pengertian ilmu qira‟at, sejarahnya, bentuk perbedaan, macam-macamnya,
kualifikasinya dan faidah adanya perbedaan qira‟at. Yang selanjutnya diharapkan
menjadi dasar pengetahuan tentang ilmu qira‟at yang berguna bagi para pembaca
dan penulis sendiri.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qira‟at
()قراءة yang merupakan mashdar dari kata قراءة. يقرء. قرء berarti ضم احلرف
( والكلمة بعضها إىل بعض يف الًتتيلmenggabungkan huruf dan kalimat satu sama lain
dalam bacaan)1.
Sedangkan secara terminologis Imam As- Zarqani mendefinisikan:
مذىب يذىب إليو إمام من أئمة القراء خمالفا بو غريه يف النطق ابلقرآن الكرمي مع
2
اتفاق الرواايت والطرق عنو سواء أكانت ىذه ادلخالفة يف نطق احلرف أم يف نطق ىيئاهتا
Suatu cara membaca Al-Qur‟an al-Karim dari seorang Imam ahli
qira‟at yang berbeda dengan cara membaca imam lainya, sekalipun
riwayat dan jalur periwayatannya sama, baik perbedaan itu dalam
pengucapan huruf ataupun bentuknya.
مذىب من مذاىب النطق يف القرآن يذىب بو إمام من األئمة القراء مذىبا خيالف
3
غريه يف النطق ابلقرآن الكرمي وىي اثبتة أبسانيدىا إىل رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص
Cara membaca Al-Quran Al-Karim dari seorang Imam ahli qira‟at
yang berbeda dengan cara baca imam lainnya berdasarkan sanad
yang sampai pada Rasulullah SAW..
مسعت ىشام بن حكيم يقرأ سورة الفرقان يف حياة رسول هللا صلى هللا: عمر بن اخلطاب يقول
عليو و سلم فاستمعت لقراءتو فإذا ىو يقرأ على حروف كثرية مل يقرئنيها رسول هللا صلى هللا عليو و
سلم فكدت أساوره يف الصالة فتصربت حىت سلم فلببتو بردائو فقلت من أقرأك ىذه السورة اليت
مسعتك تقرأ ؟ قال أقرأنيها رسول هللا صلى هللا عليو و سلم فقلت كذبت فإن رسول هللا صلى هللا
عليو و سلم قد أقرأنيها على غري ما قرأت فانطلقت بو أقوده إىل رسول هللا صلى هللا عليو و سلم
فقلت إين مسعت ىذا يقرأ بسورة الفرقان على حروف مل تقرئنيها فقال رسول هللا صلى هللا عليو و
فقرأ عليو القراءة اليت مسعتو يقرأ فقال رسول هللا صلى هللا عليو و سلم. ) سلم ( أرسلو اقرأ اي ىشام
4
Mufida Ulfa, Diktat Ilmu Qira‟at (Jember, 2021), 5–6.
فقرأت القراءة اليت أقرأين فقال رسول هللا صلى هللا. ) مث قال ( اقرأ اي عمر. ) ( كذلك أنزلت
عليو و سلم ( كذلك أنزلت إن ىذا القرآن أنزل على سبعة أحرف فاقرؤوا ما تيسر منو ) (صحيح
)البخاري
Umar ra. Berkata:‟aku (Umar Ibn Khattab) mendengan Hisyam Ibn
Hakim membaca surat al-Furqan di masa Rasulullah saw. lalu aku
mendengarkan bacaannya, tiba-tia dia membaca dengan bacaan yang
bermacam-macam yang belum pernah dibacakan Rasulullah saw
kepadaku. Hampir saja aku mneyerangnya saat salat namun aku
menunggu dengan sabar sampai dia salam. Selesai salam aku manarik
selendangnya dan menanyainya, siapa yang telah mengajarkan bacaan
yang telah engkau baca tadi? Dia menjawab: Rasulullah saw yang telah
mengajarkan kepadaku. Engkau berdusta, karena Rasulullah membacakan
kepadakusurat yang engkau baca tadi tetapi tidak sama dengan apa yang
engkau baca. Maka aku ajak dia menghadap Rasulullah saw dan
menceritakan kejadiannya. Maka Rasulullah memerintahkan melepaskan
Hisyam dan menyuruhnya membaca surat al-Furqan tadi, kemudian
beliau bersabda “Demikianlah bacaan surat itu diturunkan”. Kemudian
beliau bersabda “Bacalah engkau Umar” maka aku membaca surat
sebagaimana bacaan Rasulullah kepadaku, kemudian beliau bersabda
“Sesungguhnya al-Qur‟an itu diturunkan dalam tujuh huruf, maka
bacalah yang mana mudah bagimu”. (HR. Imam Bukhari)
حدثنا أمحد بن منيع حدثنا احلسن بن موسى حدثنا شيبان عن عاصم عن زر بن حبيش
لقي رسول هللا صلى هللا عليو و سلم جربيل فقال اي جربيل إين: عن أيب بن كعب قال
بعثت إىل أمة أميني منهم العجوز والشيخ الكبري والغالم واجلارية والرجل الذي مل يقرأ كتااب
)قط قال اي دمحم إن القرآن أنزل على سبعة أحرف (رواه الًتمذي
”Menceritakan kepada kami Ahmad Ibn Muni‟ menceritakan kepada
kami al-Hasan Ibn Musa menceritakan kepada kami Syaiban dari „Ashim
dari Zar IbnHubaisy dari Ubay bin Ka‟ab RA berkata „Rasulullah saw
menemui Jibril lalu berkata : „Wahai Jibril! Sesungguhnya aku diutus
kepada umat yang buta huru-orang yang buta huruf. Diantara mereka
ada yang lemah, orang tua, hamba sahaya laki-laki dan perempuan serta
orang yang tidak dapat membaca kitab apapun. Jibril berkata: „Wahai
Muhammad, sesungguhnya al-Quran diturunkan dalam tujuh huruf” (HR.
Al-Tirmidzi)
5
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, 158.
6
Ibid., 159.
diturunkan kepada Nabi. Termasuk dalam hal tulisannya yang semua
tulisan yang ada di sisi Nabi terakomodir dalam mushaf Utsmani7.
C. Bentuk Perbedaan dalam Qira‟at
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa setelah para sahabat tersebar,
diikuti oleh para tabi‟in, maka mereka lebih suka membaca Al-Qur‟an
sebagaimana guru mereka mengajarkan dari pada mengikuti qira‟at Imam
lain. Oleh sebab itu, muncullah beberapa perbedaan cara melafalkan Al-
Qur‟an. Berikut para ulama telah menjelaskan bentuk-bentuk perbedaan
bacaan dalam qira‟at:8
a. Perbedaan dalam harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk
kalimat. Misalnya dapat dilihat dalam Qs. an-Nisa/4: 37
9
ضلِو
ْ َاّللُ ِم ْن ف
ّٰ َّاس ِابلْبُ ْخ ِل َويَكْتُ ُم ْو َن َمآ اٰ ٰت ُىه ُم
ِ َّ
َ الذيْ َن يَْب َخلُ ْو َن َو ََيْ ُم ُرْو َن الن
Kata bil-bukhli yang berarti kikir dapat dibaca fathah pada huruf ba-nya,
sehingga dapat dibaca bil-bakhli tanpa perubahan makna.
b. Perubahan pada I‟rab dan harakat, sehingga dapat merubah
maknanya.Misalnya dalam Qs.Saba‟/34:19
10
ني اَ ْس َفا ِرََن َوظَلَ ُمْْٓوا اَنْ ُف َس ُهم ِ
َ ْ َفَ َقالُْوا َربَّنَا ٰبع ْد ب
Kata baa‟id artinya jauhkanlah, yang kedudukannya sebagai fi‟il amr,
boleh juga dibaca ba‟ada yang kedudukannya menjadi fi‟il madhi,
sehingga maknanya berubah “telah jauh”.
c. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan I‟rab dan bentuk tulisan,
sedang makna berubah. Misalnya dalam Qs.al-Baqarah/2:259
ف نُْن ِش ُزَىا ِ ِ
َ َوانْظُْر ا َىل الْعظَ ِام َكْي
11
7
Setio Mahfudz Ashari, “Benarkah Al-Qur‟an Hanya Satu?,” Ma‟had Ali Zawiyah Jakarta (n.d.),
13.
8
Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 125–127.
9
Al-Qur‟an Al-Karim (Departemen Agama Republik Indonesia, n.d.).
10
Ibid.
11
Ibid.
Kata nunsyizuha “Kami menyusun kembali” ditulis dengan huruf zay
diganti dengan huruf ra‟, sehingga berubah bunyi menjadi nunsyiruha
yang berarti “Kami hidupkan kembali”.
d. Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisan, tapi makna
tidak berubah.Misalnya dalam Qs. al-Qari‟ah/101: 5
12
ال َكالْعِ ْه ِن الْ َمْن ُف ْو ِش
ُ َاجلِب
ْ َوتَ ُك ْو ُن
Kata ka al- „ihni “bulu-bulu” kadang dibaca ka ash-shufi “bulu-bulu
domba”. Perubahan ini berdasarkan ijmak ulama, namun tidak dibenarkan
karena bertentangan dengan mushaf Usmani.
e. Perbedaan pada susunan kata, misalnya dalam Qs. Qaf (50):19)
13 ِ وج ۤاءت سكْرةُ الْمو
ت ِاب ْحلَ ِّق َْ َ َ ْ َ َ َ
Menurut satu riwayat, Abu Bakar pernah membaca wa jaaat sakratu al-
haqq bi al-maut. Qira‟at semacam ini juga tidak dipakai.
f. Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf, misalnya dalam Qs.
Al-Baqarah (2): 25
14
ت ََْت ِر ْي ِم ْن ََْتتِ َها ْاْلَنْ ٰهر
ٍ ّاَ َّن َذلم جٰن
َ ُْ
Kata min pada ayat tersebut dibuang, dan pada ayat serupa yang tanpa
mim justru ditambah.
ِ
ث ُم ْو ٰسى َ َوَى ْل اَٰت
ُ ْىك َحدي
Kata ata dan musa pada ayat di atas dibaca fath dan imalah.15
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Ibid.
15
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, 149.
D. Kualifikasi Qira‟at
Menurut ulama, diterima atau tidaknya suatu qira‟at ditentukan dari tiga
hal berikut:
1. Kesesuain dengan Salah Satu Mushaf Utsmani
Sebagaiman yang telah dibahas dalam sejarah pengumpulan Al-
Qur‟an, bahwa untuk mengatasi perbedaan bacaan dikalangan umat Islam,
Utsman ibn Affan memerintahkan sebuah tim khusus untuk menulis ulang
Al-Qur‟an ke dalam beberapa mushaf dengan acuan utama mushaf Abu
Bakar dan dikirimkan ke berbagai wilayah untuk menjadi standar. Para
ulama baru menerima satu qira‟at apabila sesuai dengan mushaf Utsmani
baik sesuai rasm atau perkiraan qira‟at dari rasm tersebut. Misalkan dalam
lafadz ملك يوم الدين. Qira‟at tanpa alif berarti cocok secara jelas dengan
rasm Utsmani. Sedangkan qira‟at dengan alif cocok dengan rasm Utsmani
secara perkiraan seperti penulisan مالك يوم الدين.
2. Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa Arab
Suatu qira‟at akan diterima apabila sesuai dengan kaidah bahasa
Arab, namun apabila qira‟at terbukti berasal dari Rasulullah dengan sanad
yang shahih, maka para ulama akan menerimaya walaupun tidak sesuai
dengn kaidah bahasa Arab.
Sikap Ulama tersebut menurut Az-Zarqani adalah sikap yang
paling tepat, karena kaidah bahasa Arab disusun berdasarkan Al-Qur‟an,
Sabda Nabi dan perkataan bahasa Arab. Apabila didapati pertentangan
antara Al-Quran dengan kaidah bahasa Arab, maka pelu dilakukan
pengkajian ulang terhadap kaidah bahasa yang disusun.
3. Keshahihan Sanad
Suatu qira‟at bisa diterima jika terbukti keshahihan sanadnya
sampai Rasulullah. Perawi dalam qira‟at tersebut harus „adil dan dhabit
disemua tingkatan sampai Rasulullah, tanpa ada syaz dan „illat.16
16
Ibid., 160–163.
Jika sebuah qira‟at sudah mencakupi tiga syarat tersebut, maka qira‟at
harus diterima walaupun tidak diriwayatkan oleh imam yang tujuh, sepuluh.
Sebaliknya jika, suatu qira‟at tidak memenuhi tiga kualifikasi di atas, maka
qira‟at tersebut tidak dapat diterima.17
E. Macam-Macam Qira‟at
1. Qira‟at Mutawatir
Qira‟at yang diriwayatkan oleh sejumlah perawai yang setiap
tingkatan sanad yang mustahil mereka sepakat untuk berdusta, seperti
qiraaah yang diriwayatkan oleh imam yang tujuh.
2. Qira‟at Masyhur
Qira‟at yang sanadnya shahih tapi tidak samapai ke tingkat
mutawatir, tidak menyalahi mushaf Utsmani, tidak bertentangan dengan
kaidah bahasa Arab dan masyhur di kalangan Qurra‟. Seperti qira‟at dari
imam yang tujuh dengan jalur yang berbeda-beda.
3. Qira‟at Ahad
Yaitu qira‟at yang sanadnya shahih namun menyelisihi kaidah
bahasa Arab dan tidak masyhur di kalangan Qurra‟ dan tidak diamalkan
bacaannya. Contohnya adalah qira‟at yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
ra. bahwa beliau membaca Qs. At-Taubah: 128
ف َّرِحْي ٌم
ٌ ني َرءُ ْو ِلََق ْد ج ۤاء ُكم رسوٌل ِمن اَنْ ُف ِس ُكم ع ِزي ز علَي ِو ما عنِتُّم ح ِريص علَي ُكم ِابلْم ْؤِمن
َ ْ ُ ْ ْ َ ٌ ْ َ ْ َ َ ْ َ ٌْ َ ْ ْ ّ ُْ َ ْ َ َ
Dengan menfathakan huruf fa‟ dalam ِّم ْن اَنْ ُف ِس ُك ْم
4. Qira‟at Syadz
Qira‟at yang riwayatnya tidak shahih, seperti ملك يوم الدينyang
17
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur‟an Dan Tafsir (Semarang: Pustaka
Rizqi Putra, 2016), 67.
5. Qira‟at Maudhu‟
yaitu qira‟at yang dibuat-buat tanpa mempunyai dasar periwayatan,
seperti bacaan dalam Qs. Fathir: 28
ۤ ِ
اّللَ ِم ْن ِعبَ ِادهِ الْ ُعلَ ٰم ُؤا
ّٰ اََّّنَا َخيْ َشى
Dengan merafa‟kan kata هللاdan menashabkan kata علماء
6. Qira‟at Mudraj
Yakni Qira‟at yang telah mendapat sisipan atau tambahan kalimat
lain yang merupakan tafsiran. Seperti qira‟at Ibnu Abbas dalam QS. Al-
Baqarah: 198,
1. Qira‟at Sab‟ah,
1. Ibnu Katsir Al-Makki (w. 120 H). dua orang perawinya adalah Al-Bazi
(w. 250 H) dan Qunbul (w. 291 H)
2. Nafi‟ Al-Madani (w. 169 H). dua orang perawinya dalah Qalun (w.
220 H) dan Warasyi (w. 197)
3. Ibn Amir asy-Syami (w. 118 H), dua orang perawinya adalah Hisyam
(w. 245 H) dan Ibn Zakwan (w. 242 H)
18
Studi Al-Qur‟an, 319–322.
4. Abu Amru ibn A‟la al-Bashri (w. 154), dua orang perawinya adalah
ad-Dauri (w. 246 H) dan as-Susi (w. 261 H)
5. Ashim al-Kufi (w. 128 H), dua perawinya adalah Syu‟bah ( w. 193 H)
dan Hafsh (w. 180)
6. Hamzah al-Kufi (w. 156 H), dua perawinya adalah Khalaf (w. 229 H)
dan Khalad (w. 220 H)
7. Al-Kasa‟I dan al-Kufi (w. 189 H), dua orang perawinya adalah Abu al-
Haris (w. 240 H) dan ad-Dauri
2. Qira‟at „Asyarah
8. Abu Ja‟far al-Madani (w. 128 H), dua perawinya adalah Ibnu Wardan
(w. 160 H) dan Ibn Jamaz
9. Ya‟qub al-Bashri (w.205 H), dua orang perawinya adalah Ruwais (w.
28 H) dan Ruh (w. 234 H)
10. Khalaf (w. 229 H), dua orang perawinya adalah Ishaq (w. 286 H) dan
Idris (w. 292 H)
3. Qira‟at Arba‟ata Ashar
11. Al-Hasan al-Bashri (w. 110 H)
12. Ibn Muhaisin (w. 123 H)
13. Yahya ibn al-Mubarak (w.202 H)
14. Abu Faraj (w. 388 H)19
Dalam menghukumi macam-macam qira‟at, ulama ahli qira‟at
membagi ke dalam tiga kategori, yaitu: Pertama, qiraah yang telah disepakati
kemutawatirannya tanpa ada perbedaan pendapat ulama, yaitu qira‟at yang
diriwayatkan oleh 7 imam (qira‟at sab‟ah). Kedua, Qira‟at yang masih
diperselisihkan tentang kemutawatirannya, namun menurut pendapat yang
masyhur dikategorikan sebagai qira‟at mutawatir, yakni qira‟at dari tiga imam
(Abu Ja‟far, Ya‟qub dan Khalaf). Ketiga, qira‟at yang tidak disepakati
19
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, 165–169.
kemutawatirannya, yakni qira‟at yang diriwayatkan oleh selain ima yang
sepuluh (qira‟at „asharah)20.
F. Faidah Perbedaan Qira‟at
Adapun manfaat dari keberagaman macam qira‟at adalah sebagai
berikut:
1. Menenunjukkan betapa terjaganya Al-Qur‟an dari perubahan dan
penyimpangan sealipun mempunyai berbagai jenis bacaan yang berbeda-
beda,
2. Memudahkan umat Islam dalam membaca Al-Qur‟an
3. Bukti mu‟jizat Al-Qur‟an dari segi bahasa, bahwa perbedaan qiraah
mampu menampung perbedaan makna
4. Penjelasan terhadap makna yang masih global pada qira‟at yang lain.
Seperi kalimat yathhurna Qs. Al-Baqarah:222. Menurut jumhur
ulama,istri baru boleh dicampuri apabila sudah suci dari haid (bacaan
yatahhurna) dan sudah bersuci dengan mandi besar (bacaan
yatathahharna)21
20
Studi Al-Qur‟an, 323.
21
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, 171–172.
PENUTUP
- Ilmu Qira‟at adalah ilmu yang membahas tentang madzhab membaca Al-
Quran yang dipilih oleh imam ahli qira‟at yang sanadnya bersambung
sampai Rasulullah SAW..
- Keberagaman cara membaca Al-Qur‟an di kalangan ahli qira‟at adalah
sebuah keniscayaan karena keberagaman itu sudah ada sejak Al-Qur‟an
ditunkan kepada Nabi Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril.
- Adapun kualifikasi qira‟at sehingga bisa diamalkan oleh umat Islam ada 3,
yakni: kesesuain dengan salah satu mushaf utsmani, kesesuaian dengan
kaidah bahasa arab dan keshahihan sanad.
- Macam-macam qira‟at dari segi kualitas dibagi menjadi 6, yakni: Qira‟at
Mutawatir, Qira‟at Masyhuroh, Qira‟at Ahad, Qira‟at Syadzah, Qira‟at
Maudhu‟ dan Qira‟at Mudraja. Sedangkan dari segi kuantitas dibagi
menjadi 3, yakni: Qira‟at Sab‟ah, Qira‟at „Asharah, dan Qira‟at Arba‟ata
„Ashar
- Faidah adanya keberagaman qira‟at Al-Qur‟an salah satunya adalah
mempermudah orang Islam dalam melafalkan Al-Qur‟an.
DAFTAR PUSTAKA
Setio Mahfudz Ashari. “Benarkah Al-Qur‟an Hanya Satu?” Ma‟had Ali Zawiyah
Jakarta (n.d.).