Anda di halaman 1dari 9

RESUME MATA KULIAH QIRA’AH SAB’AH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Qira’ah Sab’ah


Dosen pengampu : K.H. Mukromin, Alh., M.Ag.

Disusun Oleh:

ARIDA ABIDIN
NIM. 2014010254

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
2018

1
A. Pengertian Qiraah Sab’ah
Qira’at merupakan cabang ilmu tersendiri dalam ulumul Qur'an.
Ilmu Qira’at tidak mempelajari halal-haram atau hukum-hukum tertentu.
Menurut bahasa ‫ قراءات‬adalah bentuk jamak dari ‫ قراءة‬yang merupakan
isim masdar dari ‫ قرأ‬yang artinya "Bacaan".
Qira’at adalah bentuk ucapan (pengucapan) kalimat Al Qur’an
yang didalamnya termasuk perbedaan-perbedaan yang bersumber dari
Rosululloh SAW. Tiap-tiap Qiraat yang disandarkan pada seorang Imam
memiliki kaidah-kaidah bacaan tertentu dan juga memiliki rumusan-
rumusan tajwid yang berbeda-beda dalam rangka untuk membaguskan
bacaannya. Dari sini dapat dikatakan bahwa Qira’at dan tajwid merupakan
dua ilmu yang berbeda tetapi sangat berkaitan erat. Ilmu Qira’at mengenai
bentuk peengucapan bacaan, sedangkan ilmu tajwid bagaimana
mengucapkan dengan baik.
Qiro’at Sab’ah atau Qiro’at Tujuh adalah macam cara membaca
Al-Qur’an yang berbeda. Disebut qiro’at tujuh karena ada tujuh imam
qiro’at yang terkenal masyhur yang masing-masing memiliki langgam
bacaan tersendiri. Tiap imam qiro’at memiliki dua orang murid yang
bertindak sebagai perawi. Tiap perawi tersebut juga memiliki perbedaan
dalam cara membaca Qur’an, Sehingga ada empat belas cara membaca al-
qur’an yang masyhur. Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan
dibuat-buat, baik dibuat oleh imam Qiro’at maupun oleh perawinya. Cara
membaca tersebut merupakan ajaran Rasulullah dan memang seperti itulah
Al-Qur’an diturunkan. Jadi, kesemuannya ini adalah bacaan-bacaan al
Quran yang sama kuat derajat ke Qur’anannya. Bacaan ini, masing-masing
boleh di baca siapapun meski pembaca atau pendengarnya tidak mengerti.

2
B. Latar Belakang Timbulnya Qiraah Sab’ah
Beberapa faktor yang melatar belakangi timbulnya perbedaan
qira’at diantaranya yaitu :
1. Perbedaan syakkal, harokat atau huruf. Karena mushaf mushaf
terdahulu tidak menggunakan syakkal dan harokat, maka imam-imam
qira’at membantu memberikan bentuk-bentuk qira’at.
2. Nabi sendiri melantunkan berbagai versi qira’ah didepan sahabat-
sahabatnya.
3. Adanya pengakuan nabi (takrir) terhadap berbagai versi qira’ah para
sahabatnya.
4. Perbedaan riwayat dari para sahabat nabi menyangkut bacaan ayat-
ayat tertentu.
5. Karena perbedaan dialek (lahjah) dari berbagai unsur etnik dimasa
nabi.

C. Dasar Hukum Qiraah Sab’ah


Agar Al-Qur’an mudah dibaca sebagian kabilah arab yang
kenyataannya pada masa itu mereka mempunyai tingkat yang berbeda
beda, maka Rosulullah membuat bacaaan Al-Qur’an dari Allh AWT untuk
bacaan bahasa yang mereka miliki. Banyak hadis-hadis nabi yang
menerangkan bahwa Allah telah mengizinkan bacaan Al Qur’an dengan
tujuh wajah umat Islam mudah membacanya. Karena itu mushaf-mushaf
dapat dibaca dengan berbagai qira’at sebagaimana dalam sabda Rosulullah
SAW yang artinya:
‫انزل القران على سبعة احرف‬
“Sesungguhnya Al-qur’an ini diturunkan atasa tujuh huruf (cara
bacaan), maka bacalah (menurut) makna yang engkau anggap
mudah.” (HR. Bukhori dan Muslim)

D. Imam Imam Qiraah Sab’ah


Berkenaan dengan Qira’at ini terdapat bermacam-macam Qira’at
dan yang masyhur ada 7 macam, dikenal dengan sebutan qira’ah Sab’ah,
suatu qira’at yang dibangsakan kepada tujuh imam Qira’at yaitu :
1. Imam Nafi’ bin Abdurrahman

3
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ ibnu Abdurrahman ibnu
Abi Na’im al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi’
berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah.
Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada
tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H.
2. Imam Ashim bin Abi Nujud Al-asady
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady.
Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar,
ia adalah seorang tabi’in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di
Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu’bah wafat pada tahun 193 H dan
Hafsah wafat pada tahun 180 H.
3. Imam Hamzah bin Habib At-Taymy
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu ‘Imarah az-Zayyat
al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba ‘Ikrimah ibnu Rabi’ at-
Taimy, dipanggil dengan Ibnu ‘Imarh, wafat di Hawan pada masa
Khalifah Abu Ja’far al-Manshur tahun 158 H. Kedua perawinya
adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H.
dengan perantara Salim.
4. Ibnu amir al- yahuby
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di
Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik.
Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi’in, belajar
qira’at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman
bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun
118 H. Orang yang menjadi murid, dalam qira’atnya adalah Hisyam
dan Ibnu Dzakwan.
5. Abdullah Ibnu Katsir
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-
Dary al-Makky, ia adalah imam dalam hal qira’at di Makkah, ia adalah
seorang tabi’in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu
Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di
Makkah pada tahun 130 H. Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy
wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.
6. Abu Amr Ibnul Ala

4
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Amr Zabban ibnul ‘Ala’ ibnu Ammar
al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya
dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama
panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua
perawinya adalah ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat
pada tahun 261 H.
7. Abu Ali Al- Kisa’i
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu
golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, menurut
sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy karena
memakai kisapada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu
sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan
bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits
wafat pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.

E. Perbedaan qiraat ini berkisar pada masalah:


1. Lajnah (dialek)
2. Tafkhim (penyahduan bacaan)
3. Tarqiq (pelembutan)
4. Imla (pengejaan)
5. Madd (panjang nada)
6. Qasr (pendek nada)
7. Tasydid (penebalan nada)
8. Takhfif (penipisan nada).

F. Hikmah mempelajari Qiraat


Dengan bervariasinya Qira’at, maka banyak sekali manfaat atau
faedahnya, diantaranya:
1. Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari
perubahan dan penyimpangan.

5
2. Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca
al-Qur’an.
3. Untuk mempersatukan umat islam diatas dasr bahasa yang satu.
4. Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna, karena
setiap qira’at menunjukkan sesuatu hukum syara tertentu tanpa perlu
pengulangan lafadz.
5. Untuk menjelaskan suatu hukum dari beberapa hukum.
6. Untuk menjelaskan sebagian lafad yang mubham (samar).
7. Memperbesar pahala.

G. Isti’adzah
ِ‫اذعوُذذبُ ج ل جل ِمن ِالشش شييطْاجن ِالرججي‬
ِ‫اذعوُذذبُ ج ل جل ِالسشيع ِالعليِ ِمن ِالشش شييطْاجن ِالرججي‬
ِ‫اذعوُذذبُ ج ل جل ِالعظيِ ِمن ِالشش شييطْاجن ِالرججي‬
‫ ِاذعوُذذبُ ج ل جل ِمن ِالنار ِومن ِشالكفار ِوغضب ِالبار‬
ِ‫ا ِالر ي شحن ِالرجحي‬
‫جبيسجم ِ ج‬
Cara membaca istiadzah dan basmalah
1. ‫ وصل الجمع‬Menyambung semua
2. ‫ قطع الجمع‬Memutus semua
3. ‫ قطع الول ووصل الثانى‬memtutus yang pertama, menyambung yang kedua
yaitu membaca istiadzah kemudian berhenti, membaca basmalah
kemudian membaca basmalah kemudian menyambungnya dengan
surat
4. ‫وصل الول وقطع الثانى‬Menyambung yang pertama memutus yang kedua
yaitu membaca istiadzah dilanjutkan basamalah kemudian berhenti
dan membaca surat.

‫كل امر ذي بال ل يبداء بححسحم اح الرححممنَ الرححيم فهو اجدم اي قليل البراكه‬
Setiap aktivitas (ucapan atau perbuatan) yang mempunyai nilai
kebaikan jika tidak diawali basmalah maka sedikit barokahnya

6
H. Tempo Membaca Al Qur’an
1. Tartil ( jelas ilmu tajwidnya)
2. Tahqiq ( mengajarkan)
3. Hadr (cepat)
4. Tadwir (pelan pelan)

I. Surat Al Fatikhah
     
     
      
    
    
    
 

‫ بححسحم ر‬, tidak satupun imam qiraat


Pada ayat pertama; ‫اح الررححممحنَ الررححيحم‬
berbeda pendapat perihal bacaan ayat ini. Artinya tidak boleh merubah
sedikitpun, baik dari aspek harakat maupun hurufnya. Memang, di
beberapa kitab tafsir, dijelaskan macam-macam alternatif bacaan pada ayat
ini. Diantaranya bolehnya memfathahkan atau mendhammahkan “nun”
dan “mim pada kata “ar-rahman” dan “ar-rahim”. Demikian juga halnya
pada ayat 2, 3 dan 5 pada surat al-Fatihah.
Pada ayat 4; ‫ يماَلنللنك يِّيللوونم الللدديِّنن‬, para imam tujuh berbeda pendapat
mengenai kata “maliki”, ada yang memanjangkan satu alif dan ada juga
yang mengqashar satu harakat. Imam Ashim dan Ali Kisa’I membacanya
panjang, sementara ke-lima imam yang lain membaca pendek. Kemudian,
ayat 3 dan 4 apabila diwashalkan akan muncul dua wajh (variasi). Variasi
pertama, dibaca seperti biasa, dan variasi kedua, dibaca dengan idgham
kabir, yakni menjadikan pertemuan dua mim pada kalimat: ‫يماَنلللنك ييِّللوونم‬
‫ الللدديِّنن الرروحيمللنن الررنحيِللنم‬sama panjangnya dengan mad lazim kilmi mutsaqqal,
artinya harakat kasrah pada mim “ar-rahim” melebur pada mim “maliki”
disertai panjang 6 harakat disertai pemberatan bacaan. Idgham
kabir semacam ini hanya dijumpai dalam riwayat As-Suusy yang
merupakan perawi dari Imam Abu Amr.

7
Pada ayat 6: ‫ستينقيِيم‬ ‫صيرا ي‬
‫ط اولمم و‬ ‫ اوهنديناَ ال د‬, terdapat ikhtilaf pada kata “ash-
shirath”. Riwayat Qanbul pada bacaan Ibnu Katsir’ membaca “shad”
dengan “siin” dan dua riwayat dari Imam Hamzah (khalaf dan Khalad)
membaca “shad” dengan isymam, yaitu menggabungkan bunyi “shad’
dengan “za’”. Jadi, ketika membaca ikhtilaf dari ayat ini, diperlukan
penglangan tiga kali; (1) bacaan biasa, (2) mengganti dengan “siin”, dan
(3) membaca isymam.
Pada ayat 7: ‫ب يعليويِنهلللوم يويل‬
‫ضلللو ن‬ ‫ط ارللللنذيِّين أيونيعومللل ي‬
‫ت يعليويِنهلللوم يغويِلللنر اوليموغ م‬ ‫صللليرا ي‬
‫ن‬
‫ضاَدليِين‬
‫ ال ر‬, terdapat dua kata yang mengandung ikhtilaf, yaitu “shirath” dan
“mim jama”. Imam Qunbul dari Ibnu Katsir membaca huruf shad kata (
‫صمرا م‬
‫ط‬ ‫ ) ح‬dengan sin. Imam khallaf dari Hamzah menerapkan pada shod pada
‫صمرا م‬
ayat (‫ط‬ ‫ ) ح‬dengan antara shad dan zay yang diisymamkan. Imam yang
lainnya membacanya dengan shod. Khallaf dan Khallad dari Hamzah
membaca dhammah huruf Ha’ pada (‫ )معلمحيحهحم‬sehingga menjadi (‫)معلمحيههحم‬.
Al-Bazy dan Qunbul dari Ibnu Katsir membaca (‫ )معلمحيحهههحم‬dengan
shilah mim jama’. Maksud shilah mim jama’ ialah mendhamahkan mim
serta menambah wawu madhiyyah sehingga dibaca panjang dengan
ukuran 2 harakat sehingga dibaca (‫ )معلمحيحهههم‬dengan memanjangkan “mu”.
Qalun dari Nafi membaca (‫ )معلمحيحهحم‬dengan dua wajah. Bisa sukun seperti
biasa atau shilah mim jama’. Imam yang lainnya membaca (‫ )معلمحيحهحم‬dengan
kasroh Ha’ dan sukun. Dengan demikian, untuk membaca ayat ini
diperlukan lima kali pengulangan, yaitu: (1) bacaan biasa, (2), shad biasa
dan shilah qalun, (3) shad biasa dan ha’ dlammah dari khalad, (4)
mengganti shad dengan siin disertai shilah dari qanbul, dan (5) isymam
shad disertai ha’ dlammah dari khalaf.
‫عليهم عليهمو عايهمو‬
J. Imalah (Condong)
Apabila ada huruf yang berharokat fathah setelahnya ada huruf ya’
lazimah. Imalah hanya berlaku untuk kalimat kalimat isim dan fi’il bukan
pada huruf. Contoh:
1. Fi’il yang akhirnya ya’ boleh dibaca imalah ( Imam Hamzah dan Ali
Al Kisai) pada lafadz 

8
2. Ad duuri dan Abu Amr: semua boleh dibaca imalah, kecual;I nama
orang
3. Imam Hafs imalah hanya satu yaitu ‫مجراىها‬

K. Lahn (kesalahan membaca ilmui tajwid)


1. Lahn Jali ‫ لحنَ جلي‬yaitu kesalahan yang nyata pada lafadz, sehingga
kesalahan tersebut dapat diketahui oleh ulama’ dan orang kebanyakan.
Lahn jali ini bisa merubah makna atau arti bila mana
a) Bergantinya suatu harokat menjadi harokah lain
b) Bergantinya sukun menjadi harokat
c) Bergantinya suatu huruf menjadi huruf lain
2. Lahn Khofi ‫لحنَ خفى‬yaitu kesalahan yang tersembunyi pada lafadz,
kesalahan ini tidak dapat diketahui, hanya sebagian ulama yang
mengetahui. Sebagian dari kesalahan khofi yaitu:
a) Menggetarkan (Taqrir) huruf ro’ secara berlebihan
b) Mendengungkan suara tanwin
c) Menebalkan (tazligh) suara lam tidak pada tempatnya
d) Menggetarkan suara secara berlebihan pada madd dan ghunnah
e) Mengabaikan bacaan ghunnah pada bacaan yang seharusnya
dibaca ghunnah.
f) Melafalkan harokat secara tidak jelas

L. Imalah menurut Hamzah dan Ali Al Kisai


1. Setiap kalimat yang mengikuti wazan:
a) ‫ فعلى‬contohnya ‫قتلى مرصى‬
b) ‫ فعلى‬contohnya ‫اخرى دنيا قرى‬
c) ‫ فعالى‬contohnya ‫كسالى سكارى‬
2. Setiap fi’il madhi yang bina’ Ajwaf yaitu lafadz ain fi’ilnya berupa
huruf ya’ atau wau. Contohnya ‫قال زاد ساد‬

Anda mungkin juga menyukai