Anda di halaman 1dari 11

BAHAN BELAJAR TARIKH

1. Al-Quran disampaikan kpd Rasulullah melalui malaikat Jibril


2. Rasulullah mengajarkan kepada para sahabat dan kaum muslimin saat itu
3. Sahabat mengajarkan kpd tabi’in
4. Tabi’in mengajarkan kepada tabi’ tabi’in

• Sahabat yang hafal seluruh isi Al-Qur’an : Abdullah ibn Mas’ud, Abu al-Darda’, Usman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Zaid bin Tsabit
• Perbedaan Qiraat Nabi. Nabi mengajarkan alQuran dalam berbagai versi.

Contoh ‫َفال َتْع َلُم َنْفٌس َّم ٓا ُاْخ ِفَي َلُهْم ِّم ْن ُقَّر ِة َاْع ُيٍۚن َج َز ۤا ًۢء ِبَم ا َكاُنْو ا َيْع َم ُلْو َن‬

dibaca juga ‫َفال َتْع َلُم َنْفٌس َّم ٓا ُاْخ ِفَي َلُهْم ِّم ْن ُقَّراِت َاْع ُيٍۚن َج َز ۤا ًۢء ِبَم ا َكاُنْو ا َيْع َم ُلْو َن‬

Pengakuan Nabi dalam membenarkan bacaan/qira’at yg dibaca kaum muslimin krn adanya
perbedaan lahjat

Contoh: ‫َ َلْم َأْع َهْد ِإَلْيُك ْم َٰي َبِنٓى َء اَد َم‬

Boleh dibaca ‫َأَلْم ِأْع َهْد ِإَلْيُك ْم َٰي َبِنٓى َء اَد َم‬

• Adanya perbedaan qira’at yg diturunkan oleh Allah,


• Adanya Riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai versi qira’at
• Adanya perbedaan lahjat

• Ragam penulisan al-Quran dalam mushaf Usman


• Lafadz al-Quran yg tidak mengandung versi qira’at yg berbeda ditulis dg tulisan yg sama
• Lafadz al-Quran yg mengandung versi qira’at yg berbeda dan bisa ditulis dg tulisan yg sama, maka
ditulis dg tulisan yg sama tetapi bisa dibaca dg qira’at yg berbeda Contoh : ‫ ننشزها‬bisa dibaca ‫ننشرها‬
• Lafadz al-Quran yg mengandung versi qira’at yg berbeda dan tidak bisa ditulis dengan tulisan yg
sama, maka dalam satu mushaf ditulis menurut versi qira’at tertentu, sementara mushaf yg lain
ditulis menurut versi qira’at yg lain.

• Istinbath : dari akar kata ‫ نبط‬berarti tampak. Kata ‫ النبط‬berarti air yng tampak pada saat
menggali sumur , Kata ‫ استنباط‬bermakna mengeluarkan
• Bentuk Istinbath : ‫( طرق لفظية‬Istinbath beradasarkan pesan dalam nash)
• ‫(طرق معنوية‬Istinbath berdasarkan kesan yg terkandung dalam nash)
• Pengaruh qiraat terhadap istinbath hukum :

‫َو َيْسَٔـُلْو َنَك َع ِن اْلَم ِحْيِضۗ ُقْل ُهَو َاًذ ۙى َفاْعَتِزُلوا الِّنَس ۤا َء ِفى اْلَم ِحْيِۙض َو اَل َتْقَرُبْو ُهَّن َح ّٰت ى َيْط ُهْر َن ۚ َفِاَذ ا َتَطَّهْر َن َفْأُتْو ُهَّن ِم ْن َح ْيُث‬
‫َاَم َر ُك ُم ُهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا ُيِحُّب الَّتَّو اِبْيَن َو ُيِحُّب اْلُم َتَطِّهِرْيَن‬
• Hamzah, Kisai dan Ashim dari Riwayat Syu’bah membaca ‫ َيْطُهْر َن‬dengan ‫ َيَّطَّهْر َن‬sedangkan Ibn
Katsir, Nafi’, Abu Amr, Ibn Amir dan Ashim dari Riwayat Hafsh membacanya dg ‫َيْطُهْر َن‬
• Cara baca yg ‫ َيْطُهْر َن‬bermakna berhenti dari keluarnya darah haid. Sedangkan cara baca yg ‫َيَّطَّهْر َن‬
bermakna telah bersuci (mandi janabah).Imam Malik, Syafi’I, al-Awza’I dan al-Sawri
berpendapat bahwa suami haram “mendekati” istrinya yg sedang haid sampai istrinya berhenti
dari haid dan mandi janabat. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa makna ‫َو اَل َتْقَر ُبْو ُهَّن َح ّٰت ى‬
‫ َيْطُهْر َن‬berarti larangan mendekati ini sampai darah haid berhenti saja.

• Perbedaan qiraat dari ayat diatas terletak pada lafadz berikut:


• ‫ ُيِط ْيُقْو َن ٗه‬jumhur membaca sebagaimana teks diatas sedangkan Ibn katsir membacanya dengan
‫ُيَطَّو ُقْو َنٗه‬
• ‫ ِفْد َيٌة َطَع اُم ِم ْس ِكْيٍۗن‬Ibnu Katsir, ‘Ashim, Abu Amr, Hamzah dan Kisa’I membacanya dengan ‫ِفْد َيٌة َطَع اُم‬
‫ ِم ْس ِكْيٍۗن‬sementara Nafi’ dan Ibn Amir membacanya dengan ‫ِفْد َيُة َطَع اِم َم ساِكْيٍۗن‬

• ‫ َفَم ْن َتَط َّوع‬jumhur membacanya dengan fi’il madhi dengan menasabkan huruf ‫ ع‬sedangkan
Hamzah dan Kisa’I membacanya dengan menjazamkan huruf tersebut.

QIRA’AT :

Qira’ah ( ‫ ) القراءة‬secara bahasa berarti bacaan


setiap bacaan yang disandarkan kepada salah seorang Qari’ (ulama’ ahli bacaan Al-Qur’an)
tertentu. Ct: Qira’at ‘Ashim, Qira’at Nafi’, Qira’at Ibnu Katsir, dsb

1. az-Zarqani
mazhab yang diapengucapannut oleh seorang imam qiraat yang berbeda dengan lainnya dalam al-
Qur’an serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan
huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk lainnya.
2. Ibn al Jazari
Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur’an dan perbedaan-perbedaannya
dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
3. al-Qasthalani
ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut
persoalan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya diperoleh secara
periwayatan.
4. az-Zarkasyi
Qiraat adalah perbedaan cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, baik menyangkut huruf-
hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif (meringankan), tatsqil
(memberatkan), dan atau yang lainnya

 qira’ah adalah cara membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang dipilih dari salah seorang imam ahli
qira’ah yang berbeda dengan cara ulama’ lain serta didasarkan atas riwayat-riwayat yang
mutawatir sanadnya yang selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab yang terdapat dalam salah
satu mushaf Usmani.

 Sejarah Qira’at :

1. 1. Pada periode awal kaum muslimin memperoleh ayat-yat Al- Qur’an langsung dari Nabi Saw.
dengan cara mendegarkan, membaca lalu beberapa sahabat menghafalkannya. pedoman dasar
bacaan dan pelajarannya langsung bersumber dari Nabi Saw. serta para sahabat yang hafal Al-
Qur’an. Hal ini berlangsung hingga masa para sahabat yang pada perkembangannya Al-Qur’an
dibukukan atas dasar ikhtiar Abu Bakar dan inisiatif Umar bin Khattab
2. 2. perkembangan berikutnya, al-qur’an justru tertata lebih karena kholifah Usman berinisiatif
untuk menyalin mushaf dan dicetak lebih banyak untuk kemudian disebarkan kepada kaum
muslimin di berbagai kawasan. Langkah ini ditempuh oleh Utsman bin affan karena pada waktu
itu terjadi perselisihan diantara kaum muslimin tentang perbedaan bacaan yang mereka terima,
maka dengan dasar inilah sejarah awal terjadinya perdebatan Qira’at yang kemudian dipadamkan
oleh Utsman bin Affan
3. Setelah masa itu, maka muncullah para qurra’ (para ahli dalam Membaca Al-Qur’an), merekalah
yang menjadi penutan di daerahnya masing-masing dan dari bacaan mereka di jadikan pedoman
serta cara-cara membaca Al-Qur’an.
4. 4. ilmu qiro’ah ini muncul pada abad IV H. Imam sayuthi menyatakan bahwa yang pertama kali
mengkaji dan membukukannya dalam sebuah kitab adalah Abu Ubaid Al-Qasim bin salam, lalu
imam Ahmad bin Jubair Al-Kufi dan Ismail bin Ishaq Al-Maliki.

 Macam qira’ah :
1. Qira’ah mutawatir, yaitu qira’ah yang periwayatannya melalui beberapa orang
2. Qiroat Ahad, yaitu qiro’at yang sanadnya shohih tetapi tulisannya tidak cocok dengan tulisan
mushaf usmani yang juga tidak selaras dengan kaidah bahasa arab. Qiro’at ini tidak boleh untuk
membaca al-qur’an.
3. Qiro’at Syadz, yaitu qiro’at yang sanadnya tidak shohih
Qiro’ah Mutawatir : Qiro’at yang disampaikan oleh sekelompok orang mulai dari awal sampai
akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta
• Qiroa’at Masyhur : qiro’ah yang memiliki sanad shahih, tetapi tidak sampai pada kualitas
mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf Usmani, masyhur di kalangan
ahli qiro’ah dan tidak termasuk qiro’ah yang keliru dan menyimpang
• Qira’at Ahad : qira’ah yang memiliki sanad shahih, tetapi menyalahi tulisan mushaf Usmani, dan
kaidah bahasa Arab, tidak masyhur
• Qiro’ah syadz : qiro’ah yang sanadnya tidak shahih
• Qira’ah maudlu’ : qira’ah palsu

1. Qiro’ah ditinjau dari segi para pembacanya


a. Qiro’ah Sab’ah yang di sandarkan pada Imam Tujuh ahli qira’a
b. Qiro’ah Asyrah: qira’ah yang di sandarkan kepada sepuluh orang ahli qira’ah ditambah dengan:
- Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-qari (w. 130 H.) di Madinah
- Abu Muhammad Ya’ Qub bin Ishaal-Hadhary (w. 205 H.) di Basrah
- Abu Muhammad Kholf bin Hisyam Al-A’masyy (w. 229 H.)
Qira’ah Arba’a Asyrata: yaitu qira’ah yang di sandarkan kepada 14 ahli qira’ah yang
megajarkannya, sepuluh ahli qira’ah, ditambah empat orang:
- Hasan Al-Bashri (w. 110 H.) di Basrah
- Ibnu Muhaish (w. 123 H.)
- Yahya Ibnu Mubarok Al- Yazidy (w. 202 H.) di Baghdad
- Abu Faroj Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy (w. 388 H.) di Baghdad
2. Di tinjau dari para perawi
Qira’at dilihat dari perawinya di bagi menjadi enam kelompok yang sudah di jelaskan
pembagiannya pada pembahasan yang terdahulu, yaitu qira’ah mutawatiroh, Qira’ah Masyhurah,
Qira’ah Ahad, Qira’ah Syadz, Qira’ah maudlu’ dan Qira’ah Mudroj.
3. Ditinjau dari segi nama jenis
Sebagian ulama’ berpendapat bahwa jika qira’ah itu ditinjau dari sisi nama jenis, maka qira’ah itu
di bagi menjadi:
Qira’ah, yaitu untuk nama bacaan yan telah memenuhi tiga syarat sebagaimana penjelasan di atas,
seperti Qira’ah Sab’ah, Qira’ah Asyrah dan Qira’ah Arba’a Asyrata.
Riwayat, nama bacaan yang hanya berasal dari salah sorang perawinya sendiri.
Thariq, yaitu nama untuk bacaan yang sanadnya terdiri dari orang-orang yang sesudah para
perawinya sendiri.
Wajah, yaitu nama untuk bacaan Al-qur’an yang tidak di dasarkan sifat-sifat tersebut di atas,
melainkan berdasarkan pilihan pembacanya sendiri.

 Syarat diterimanya qira’at.


Qira’ah tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab,
Sanad dari riwayat yang menceritakan qira’ah-qira’ah tersebut harus shahih
Bacaan yang di terapkan adalah bacaan yang cocok dengan salah satu mushaf Utsmani.
Istilah dalam qira’at :
a. Qira’ah ( ‫) القراءة‬
setiap bacaan yang disandarkan kepada salah seorang Qari’ (ulama’ ahli bacaan Al-Qur’an)
tertentu. Contohnya Qira’at ‘Ashim, Qira’at Nafi’, Qira’at Ibnu Katsir, dsb. Mereka adalah para
Imam yang menjadi sumber qira’at tertentu.
b. Riwayah ( ‫) الرواية‬
bacaan yang disandarkan kepara perawi atau orang yang mengutip qira’at secara langsung dari
Imam Qira’at tertentu. Misalnya riwayah Warasy dari Nafi’, riwayah Hafsh dari ‘Ashim dll
c. Thariq ( ‫) الطريق‬
rangkaian sanad (yakni, para perawi) yang berakhir pada seorang perawi dari Imam Qira’at atau
guru (syaikh) bacaan Al-Qur’an tertentu. Misalnya, thariq atau jalur al-Azraq dari Warasy, thariq
Abu Rabi’ah dari al-Bazzy, thariq ‘Ubaid Ibnu ash-Shabbah dari Hafsh, dsb.
d. Wajh ( ‫) الوجه‬
semua bentuk perbedaan atau khilafiyah yang diriwayatkan dari Qari’ tertentu. Misalnya, pada
saat waqaf pada kata al-‘alamin ( ‫ ) العالمين‬dalam ayat ke-2 surah al-Fatihah, terdapat 3 wajh atau
versi, yaitu dibaca pendek (qashr), sedang (tawassuth), dan panjang (madd).
Riwayah Hafsh ‘An ‘Ashim Min Thariqi Asy-Syathibiyyah
( ‫) رواية حفص عن عاصم من طريق الشاطبية‬
Hafsh adalah Rawi, ‘Ashim adalah Qari’, dan Syathibiyah adalah pemilik Thariq.
SAB’ATU AHRUF
Sab’atu : Tujuh secara harfiah, Kata tujuh hanya untuk menunjukkan pengertian jumlah yang
banyak
Ahruf : Harf secara bahasa berarti tepi atau ujung dari sesuatu, sisi, arah atau segi dari sesuatu ,
Abjad, huruf, komponen yg membentuk suatu kata
• As-Suyuthi
Dalam al-Itqan menyebut ada 40 pendapat yang berbeda, namun hnya disebut 35 saja
• Az-Zarkasyi
Dalam al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Tidak ada penjelesan yang menentukan makna dari sab’atu
ahruf
• Ahsin Sakho
Menentukan makna sab’atu ahruf tanpa nash atau atsar hanyalah ijtihadi, bukan kepastian
Nabi mengajarkan al-Qur’an dengan:
1. Aujuh mutaghayyirah. Perbedaan tersebut adakalanya terkait dengan Bahasa, dialek dll yang
terkadang menyebabkan perbedaan makna, terkadang tidak
2. Perbedaan tersebut munazzalah dari Allah
3. Tujuan dari adanya perbedaan tsb adalah untuk memudahkan
PENDAPAT ULAMA TENTANG SAB’ATA AHRUF :
a. Tujuh Bahasa dari Bahasa Arab, tetapi maknanya tdk berbeda, Bahasa tsb adalah: Quraisy,
Huzayl, Saqif, Hawazin, Kinanat, Tamim dan Yaman.
b. Lafaz dlm al-Qur’an tidak lepas dari 7 Bahasa yg dikenal di kalangan bangsa Arab yakni
Quraisy, Huzayl, Saqif, Hawazin, Kinanat, Tamim dan Yaman dan Quraisy lebih dominan.
c. Tujuh aspek hukum/ajaran yakni perintah, larangan, halal, haram, muhkan, mutasyabih, amtsal.
Pendapat lain tujuh aspek yg dimaksud adalah muhkam, mutasyabih, nasikh, Mansukh, khas, am
dan qashash
d. Fakhrudin al-Razi mengatakan bahwa tujuh huruf itu bermakna keragaman lafaz al-quran yg tdk
terlepas dr tujuh hal yakni
1. Keragaman yng berkenaan dg isim seperti mufrad, jama’, mudzakar, muannas
contoh : ‫َو اَّلِذ ۡي َن ُهۡم لَِاٰم ٰن ِتِهۡم َو َع ۡه ِد ِهۡم َر اُعۡو َن‬
bisa dibaca mufrad ‫ امانتهم‬atau jama’ ‫اماناتهم‬
2. Keragaman berkenaan dg fi’il
‫َفَقاُلْو ا َر َّبَنا ٰب ِع ْد َبْيَن َاْس َفاِرَنا‬ contoh
Bisa dibaca ‫َفَقاُلْو ا َر ُّبَنا ٰب َعَد َبْيَن َاْس َفاِرَنا‬
3. Keragaman dalam bentuk ibdal
contoh : ‫َو ٱنُظْر ِإَلى ٱْلِع َظاِم َكْيَف ُننِش ُز َها ُثَّم َنْك ُسوَها َلْح ًم ا‬
bisa dibaca ‫( ُننِش ُز َها‬Menyusunnya) atau ‫( ُننِش ُرَها‬menyebarkannya)
4. Keragaman berkenaan dg ‫ التقديم‬dan ‫التاخير‬

‫ُيَقاِتُلْو َن ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َفَيْقُتُلْو َن َو ُيْقَتُلْو َن‬ Contoh:


Bisa dibaca ‫ُيَقاِتُلْو َن ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا فُيْقَتُلْو َن وَيْقُتُلْو ن‬
5. Keragaman dlm segi I’rab
contoh: ‫ُذ و اْلَع ْر ِش اْلَمِج ْيُۙد‬
bisa dibaca ‫ُذ و اْلَع ْر ِش اْلَمِج ْيِد‬
6. Keragaman dalam segi penambahan dan pengurangan
contoh : ‫َو اَّلۡي ِل ِاَذ ا َيۡغ ٰش ۙى َو الَّنَهاِر ِاَذ ا َتَج ّٰل ي َوَم ا َخ َلَق الَّذ َك َر َو اُاۡلۡن ٰٓثۙى‬
bisa dibaca ‫َو اَّلۡي ِل ِاَذ ا َيۡغ ٰش ۙى َو الَّنَهاِر ِاَذ ا َتَج ّٰل يۙ َو الَّذ َك َر َو اُاۡلۡن ٰٓثۙى‬
7. Keragaman berkenaan dg lahjah seperti izhar, idgham, imalah dll
‫َو َهۡل َاٰت ٮَك َحِد ۡي ُث ُم ۡو ٰس ۘ‌ى‬ Contoh:
Bisa dibaca dengan imalah
d. Menurut Abu Ubaid al-Qasim bin Salim
Sab’atu ahruf maksudnya adalah tujuh Bahasa dalam rumpun Bahasa Arab: Quraisy, Huzail,
Tamim, Azd, Rabi’ah, Hawazin, Sa’id bin Bakr.
e. Ibnu Sa’dan an-Nahwi
Maknanya tidak bisa dirumuskan dan tidak bisa dipahami. Sab’atu ahruf dipandang seperti ayat
mutasyabihat .
f. Sebagian ulama menyebutkan bahwa tujuh huruf adalah tujuh wajah yaitu amr(perintah),
nahyu (larangan), wa’d (janji), wa’id (ancaman), jadal (perdebatan), qashash (kisah), matsal.

EKSISTENSI SAB’ATU AHRUF


 tinggal satu huruf yakni harf Quraisy
 masih eksis, semua masih ada
 tulisan yg terdapat pada mushaf Usmani saja yg masih mencakup al-ahruf as-sab’ah

Terjemah (translate) bermakna menyalin atau memindahkan suatu pembicaraan dari satu bahasa ke
bahasa lain.
Terjemah al-Qur’an artinya memindahkan bahasa al-Qur’an kepada bahasa lain agar dapat
dimengerti oleh orang yang tidak dapat berbahasa Arab sehingga ia bisa memahami maksud kitab
Allah Swt dengan perantaraan terjemahan
Terjemah yg pertama kali : Era Rasul, Saat sahabat hijrah ke Habasyah, Ja’far bin Abi Thalib
menerjemahkan al-Qur’an yg dibacakan dihadapan raja Najasyi ke dalam Bahasa Habasyah.

Penerjemahan berikutnya dari terjemahan latin dan diklaim sebagai terjemahan al-Qur’an dan
merupakan Terjemahan pertama kali dalam Bahasa Latin

Penerjemahan al-Qur’an diprakarsai oleh para Orientalis yang menerjemahkan al-Qur’an ke dalam
bahasa-bahasa mereka.

• Penerjemahan al-Quran banyak dilakukan orientalis, isinya cacian dan bantahan


• Terjemah yang pertama kali dalam bahasa Persia dilakukan oleh Syeikh Sa’adi Asy-Syirazi (1313
M)
• lahir terjemahan dalam bahasa Turki
• penerjemahan Alquran secara lengkap pertama kali dilakukan pada 884 M di Alwar India
• penerjemah al-Qur’an di India kedua adalah Syekh Waliyullah Dahlawi

• Zarqani :
 Terjemah bersifat independent dari kaidah asal kalimat (hanya cukup menguraikan asal kata dan
lain sebagainya), sedangkan tafsir terikat kepada kaidah Bahasa dan dalam menjelaskan lebih
bersifat luas.
 Terjemah tidak boleh terjadi pembuangan kalimat, berbeda dengan tafsir mungkin terjadi
pembuangan kalimat bahkan terkadang memang harus terjadi
 Terjemah harus memenuhi makna yang dimaksud oleh kalimat, sedangkan tafsir hanya mengacu
pada usaha untuk menjelaskan maksud kalimat dari sudut pandang penafsir
 Terjemah mengandung makna asli (apa adanya sesuai dengan makna teks), sedangkan tafsir
memberikan penjelasan baik itu umum maupun menyeluruh
 Makna yang dimaksud penerjemah adalah makna yang asli, tafsir tidak cukup berhenti pada satu
makna akan tetapi kemudian dicarikan penjelasannya

HUKUM PENERJEMAHAN :
• Sebagian ulama melarang penerjemahan al-Qur’an karena menganggap bahwa dengan
menerjemahkan al-Qur’an ke bahasa lain akan mengurangi kemukjizatan al-Qur’an .
• Fatwa haram tarjamah harfiyah al-Qur’an ke dalam bahasa ‘Ajam (non Arab), juga dikeluarkan
oleh Dewan 7 negara di Timur Tengah, yaitu Jami’ah Al-Azhar, Kairo, Dewan Fatwa Ulama Saudi
Arabia, Universitas Rabat Maroko, Jami’ah Jordania, Jami’ah Palestina, Muhammad Adz-Dzahabi
dan Syekh Ali AshShabuni. “bahwa terjemah al-Qur’an yang dibenarkan adalah tarjamah
tafsiriyah sedangkan tarjamah harfiyah terlarang atau tidak sah.”
• Pelarangan terjemah harfiyah berdasarkan kepada kekhawatiran bahwa umat akan menganggap
terjemah al-Qur’an itu suci . Jika terjadi banyaknya perbedaan terjemahan terhadap alQur’an akan
membuat umat Islam saling berselisih. Pelarangan penerjemahan inipun sempat ada di Indonesia

• Sebagian membolehkannya dengan alasan agar pesan al-Qur’an dapat tersampaikan ke


seluruh umat manusia dari tiap lapisan Masyarakat dengan kriteria dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam proses penerjemahan al-Qur’an. Tujuan terjemah al-Qur’an adalah untuk
mengenalkan kandungan al-Qur’an agar dipahami oleh manusia dari berbagai bangsa. Terjemah
hanyalah untuk menjelaskan maksud ayat-ayat ke dalam bahasa orang yang belum menguasai
bahasa Arab, karena petunjuk al-Qur’an harus dijadikan pedoman hidup. Maksud ayat harus dapat
diungkapkan dengan terang dalam terjemahan.

MACAM-MACAM TERJEMAH
• Harfiyah
menerjemahkan al-Qur’an dengan menjaga kesesuaian gramatikal bahasa asal
penggantian kata per kata

• Tafsiriyah
tidak begitu terikat dangan bentuk dan susunan dari bahasa asli
Penekanannya lebih kepada kesamaan pesan yang dikandung suatu teks

SEJARAH PENERJEMAHAN DI INDONESIA


• penggagas proyek penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia (Melayu) adalah Syekh
‘Abd al-Rauf Ibn ‘Ali al-Fanshuri (1035-1105 H/1615-1693 M)  Mutarjim al-Qur’an pertama ke
Bahasa Melayu – Indonesia berdasarkan kepada karyanya yang menggunakan huruf Arab-Melayu
• ‘Abd al-Rauf Ibn ‘Ali al-Fanshuri menyalin Tafsir Al-Baidhawi ke dalam bahasa Bahasa Melayu
• Terjemahan al-Qur’an bukanlah al-Qur’an an sich. Al-Qur’an tidak boleh diubah, sementara
terjemahannya sangat mungkin berbeda dan bisa direvisi sesuai perkembangan bahasa.
• Dalam terjemah harus tetap mengindahkan kaidah-kaidah dalam memahami pesan al-Qur’an

SEJARAH TAFSIR DI INDONESIA

dari segi materi.tafsir al-Qur’an membahas Kalamullah yang menjadi acuan utama atau otoritas
tertinggi bagi umat Islam

dari sudut tujuan. Tafsir al-Qur’an merupakan acuan atau rujukan bagi kaumMuslimin dalam
menjalani kehidupann

dari sisi urgensi. tafsir al-Qur’an merupakan pintu utama dalam memahami kandungan alQur’an

TAFSIR PERIODE KLASIK

 Abad ke-10 H (VII-XV M)


 Penafsiran pada periode ini boleh dikatakan belum menampakkan bentuk tertentu yang mengacu
pada al-ma’tsur atau ar- ra’yu karena masih bersifat umum.
 Bersifat aplikatif dan integrative dengan fiqh, tasawuf dll
 Tafsir Al-Qur’an pada periode ini bersifat sporadis, praktis dan kondisional. Tafsir diberikan
sesuai kebutuhan praktis .Didasarkan pada kekuatan ingatan
TAFSIR PERIODE PERTENGAHAN
 Lebih cenderung berbentuk ar-ra’yu
 para ulama mengajarkan tafsir dengan tidak melakukan inisiatif dalam upaya pengembangan
pemahaman suatu ayat, kecuali sebatas yang mereka pahami dari penafsiran yang sudah diberikan
di dalam kitab-kitab tafsir yang dibacakan
 Metode yang digunakan adalah ijmali sesuai dengan kitab tafsir yang menjadi rujukan utk
penafsiran
TAFSIR PERIODE PRA-MODERN
 Tafsir Al-Qur‟an pada periode pramodern tidak jauh berbeda dari apa yang dilakukan pada
periode pertengahan
 syarh terhadap kitab tafsir yang disesuaikan dengan kebutuhan murid-murid. Syarh tersebut ada
yang berbahasa pribumi dan ada pula yang berbahasa Arab.
TAFSIR MODERN-KONTEMPORER
 Sejak akhir tahun 1920-an dan seterusnya, sejumlah terjemahan Al-Qur’an dalam bentuk perjuz,
bahkan seluruh isi Al-Qur’an mulai bermunculan.
 Banyak bermunculan karya-karya tafsir
 era tahun 1980an mulai muncul karya tafsir yg menggunakan metode tematik. Contohnya adalah
Ayat-Ayat Tahlil karya Muhammad Quraish Shihab, Edham Syafi’i dengan karya Tafsir dan Juz
‘Amma.
PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA
 Akhir abad ke-16 tafsir surat al-Kahfi, namun tidak diketahui siapa penulisnya. Diduga naskah
tersebut ditulis pada masa awal pemerintahan Iskandar Muda (1607-1663) atau bahkan
sebelumnya, Sultan ‘Ala’ al-Din Ri’ayat Syah Sayyid al-Mukammil (1537-1604).
 Pada abad ke-17 Tarjuman al-Mustafid karya ‘Abd al-Ra’uf al-Sinkili  Arab-melayu. lengkap 30
juz
 pada abad ke-19 Syaikh Nawawi Banten menulis tafsirnya yang berjudul Tafsir Maroh Labid
yang terbit di Mekkah pada tahun 1880 yang ditulis dalam Bahasa Arab
 pada adab ke-20 penulisan karya tafsir sudah mulai banyak. Para ulama Indonesia banyak
menuliskan tafsir dalam berbagai Bahasa, sebagai cerminan akan adanya hirarki baik hirarki tafsir
maupun hirarki pembaca yang menjadi sasarannya. Mulai tahun 1990-2000 terjadi proses kreatif
dalam penulisan tafsir yang mencerminkan keragaman model teknis penulisan tafsir serta
metodologi tafsir yang digunakan
 Pada abad ke-21 model penulisan tafsir ada 3 : pertama, karya tafsir yang berfokus pada ayat-ayat,
surat-surat atau juz-juz tertentu; kedua, karya tafsir tematik yaitu tafsir yang berfokus pada
permasalahan tertentu; ketiga, karya tafsir al-Qur’an utuh 30 juz.
SEJARAH PENULISAN MUSHAF

 Penulisan mushaf Al-Qur'an telah dilakukan sejak abad I Hijriah atau abad VII Masehi. salinan
pertama Al-Qur'an ditulis pada masa Khalifah Usman bin Affan kemudian dikirim ke beberapa
wilayah Islam.
 Pada 651 naskah baku penyalinan Al-Qur’an disebut dengan Rasm Usman dan dari naskah inilah
kemudian pada abad-abad selanjutnya salinan Al-Qur'an diperbanyak
 Penulisan al-Quran di Nusantara diperkirakan telah ada sekitar akhir abad ke-13

 Penyalinan al-Qur’an secara tradisionalterus berlangsung sampai akhir abad ke-19 atau awal abad
ke-20 yang berlangsung di berbagai kota atau wilayah penting masyarakat Islam
 Meskipun demikian, mushaf Al-Qur’an dari abad ke-13 tidak ditemukan dan Al-Qur’an tertua dari
kawasan Nusantara yang diketahui sampai saat ini berasal dari abad ke-16 yakni dari mushaf
tulisan tangan yang diperkirakan berasal dari daerah Sumatera.
 Mushaf Al-Qur’an tertua kedua berasal dari kesultanan Ternate dan disusun oleh Faqih Shaleh
Afifuddin Abdul Baqi bin Abdullah Al-Admi, penyusunan selesai tepat pda 7 Zulkaidah 1005
Hijriah atau 18 Februari 1597 M
 Mushaf Al-Qur'an milik kesultanan Ternate ini telah berumur 400 tahun lebih
 Al-Qur'an yang berada dalam Keraton Ternate ini, diduga ditulis pada masa Sultan Khairun
Djamil (1536-1570)
 Mushaf Al-Qur'an milik kesultanan Ternate berukuran 31 x 20,5 cm ukuran bidang teks 22 x 11
cm dengan menyisakan ruang yang cukup lebar di sisi luar sebelah kanan-kiri teks untuk
catatan qira’at dan lain-lain.
 terdapat 13 baris per halaman
 mengunakan kertas buatan Eropa dengan tinta warna hitam dan merah. Warna hitam untuk teks al-
Qur’an, sedangkan warna merah digunakan untuk penulisan nama surah, tanda bulat
diakhir ayat, tanda juz, tanda tajwid, serta hadis-hadis keutamaan membaca surah tertentu di awal
setiap surah
 Pencetakan al-Qur’an di Indonesia pertama kali tahun 20 Agustus 1848, oleh Haji Muhammad
Azhari bin Kemas Haji Abdullah di Palembang.
 Mushaf tersebut di cetak ulang pd tahun 1854, lalu disebarkan ke negeri-negeri muslim di
wilayah Nusantara
 Al-Quran Palembang ini diduga merupakan Al-Quran cetak tertua di Asia Tenggara, bahkan
salah satu cetakan tertua di dunia

 Al-Quran cetak Singapura ditemukan di Indonesia dicetak pada tahun1868.


 Al-Quran Istambul Turki yang beredar di Indonesia dicetak tahun 1881.
 Adapun Mushaf-mushaf Al-Quran India di Indonesia dicetak tahun 1885.
 Al-Quran cetakan Afif Cirebon pada tahun 1951 mengalami cetak ulang. Mushaf inilah yang
kemudian diacu oleh tim Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran tahun 1974 utk merancang dan
menyusun mushaf Standar Indonesia. Tanda baca dan tanda waqaf, bahkan rasm mushaf
terbitan Afif yg sudah mengakar ditengah masyarakat diadopsi kembali ke dalam mushaf
Standar.

MUSHAF STANDAR INDONESIA

Disandarkan pada Keputusan Menteri Agama No. 25/1984 tentang Penetapan Mushaf Al-Qur’an
Standar dan Instruksi Menteri Agama (IMA). No.7/1984 tentang penggunaan Mushaf Al-Qur’an
Standar sbg pedoman dalam mentashih Al-Qur’an di Indonesia.

Salah satu tujuan disusunnya naskah mushaf standar Indonesia adalah untuk
memudahkan masyarakat Muslim di Indonesia dalam membaca al-Qur’an, terutama pada
aspek penting dalam penyalinan mushaf yakni pola penulisan (rasm), syakal/tanda baca dan
waqaf.

Mushaf standar berdasarkan qira’ah (bacaan Al- Qur’an) riwayat Hafs bin Sulaiman bin al-
Mughirah al-Asadi al-Kufi dri gurunya, Imam Ashim bin Abi an-Najud al-Kufi at-Tabi’i dari Abu
Abdirrahman Abdillah bin Habib as-Sulami dari Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid
bin Tsabit dan Ubay bin Ka’ab, yg bersumber dari Rasulullah

Rasm Usmani mushaf standar mengacu pada riwayat para imam ahli rasm dari lima salinan
mushaf Usman yang didistribusikan ke; Basrah, Kufah, Syam, Makkah, Mushaf al-Imam, dan
beberapa turunan dari salinan tersebut.

harakat, dan tanda baca mengacu pada keputusan Musyawarah Kerja (Muker) Ulama Al-Qur’an I-
IX/ 1974-1983 dan berdasarkan komparasi harakat dan tanda baca dari beberapa model
cetakan dari mushaf-mushaf Al-Qur’an cetakan dalam dan luar negeri, seperti; Mesir, Pakistan,
Bahriyah Turki yang banyak beredar pada tahun 1970-an

tanda waqafnya adalah dengan mengacu pola tanda waqaf hijazi yang berjumlah 7 simbol

Perhitungan jumlah keseluruhan ayat Al-Qur’an mengikuti hitungan al-Kuffiyun (penduduk


Kufah, Irak) berdasarkan riwayat dari Abu Abdurrhaman Abdullah bin Habib as-Sulami dari Ali
bin Abi Thalib sebagaimana tersebut dalm kitab al-Bayan fi ‘Addi Ayil-Qur’an, yakni berjumlah
6236 ayat.

Pembagaian 30 juz dan penghitungan hizbnya yang berjumlah 60 serta pembagaian rub’ dalam
setiap juznya mengikuti mushaf Bombay yang sudah lama beredar di Indonesia.

 Mushaf yang ditulis oleh Muhammad Syadzali Sa’ad pada tahun 1973-1975 menjadi satu mushaf
yang standar di Indonesia dengan menggunakan rasm Utsmani baru dan diresmikan
penggunaannya pada tahun 1984 sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA)
nombor 25 tahun 1984 tentang Penetapan Mushaf al-Qur’an standar.
 Mushaf dengan rasm Utsmani telah mengalami penulisan ulang oleh Baiquni Yasin dan timnya
pada tahun 1999-2001
 mushaf “Bahriyah” ditulis oleh Abdur-Razaq Muhili pada tahun 1989

TUGAS LAJNAH PENTASHIH QUR’AN


 Meneliti dan menjaga kemurnian mushaf al-Qur’an, rekaman, bacaan, terjemahan dan tafsir al-
Qur’an secara preventif dan represif
 Mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf alQur’an bagi orang biasa dan bagi tunanetra (al-
Qur’an Braille), rekaman bacaan al-Qur’an dalam kaset, piringan hitam dan penemuan elektronik
lainnya yang beredar di Indonesia. Menyetop pengedaran mushaf yang belum ditashih oleh Lajnah

Anda mungkin juga menyukai