• Sahabat yang hafal seluruh isi Al-Qur’an : Abdullah ibn Mas’ud, Abu al-Darda’, Usman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Zaid bin Tsabit
• Perbedaan Qiraat Nabi. Nabi mengajarkan alQuran dalam berbagai versi.
Contoh َفال َتْع َلُم َنْفٌس َّم ٓا ُاْخ ِفَي َلُهْم ِّم ْن ُقَّر ِة َاْع ُيٍۚن َج َز ۤا ًۢء ِبَم ا َكاُنْو ا َيْع َم ُلْو َن
dibaca juga َفال َتْع َلُم َنْفٌس َّم ٓا ُاْخ ِفَي َلُهْم ِّم ْن ُقَّراِت َاْع ُيٍۚن َج َز ۤا ًۢء ِبَم ا َكاُنْو ا َيْع َم ُلْو َن
Pengakuan Nabi dalam membenarkan bacaan/qira’at yg dibaca kaum muslimin krn adanya
perbedaan lahjat
Boleh dibaca َأَلْم ِأْع َهْد ِإَلْيُك ْم َٰي َبِنٓى َء اَد َم
• Istinbath : dari akar kata نبطberarti tampak. Kata النبطberarti air yng tampak pada saat
menggali sumur , Kata استنباطbermakna mengeluarkan
• Bentuk Istinbath : ( طرق لفظيةIstinbath beradasarkan pesan dalam nash)
• (طرق معنويةIstinbath berdasarkan kesan yg terkandung dalam nash)
• Pengaruh qiraat terhadap istinbath hukum :
َو َيْسَٔـُلْو َنَك َع ِن اْلَم ِحْيِضۗ ُقْل ُهَو َاًذ ۙى َفاْعَتِزُلوا الِّنَس ۤا َء ِفى اْلَم ِحْيِۙض َو اَل َتْقَرُبْو ُهَّن َح ّٰت ى َيْط ُهْر َن ۚ َفِاَذ ا َتَطَّهْر َن َفْأُتْو ُهَّن ِم ْن َح ْيُث
َاَم َر ُك ُم ُهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا ُيِحُّب الَّتَّو اِبْيَن َو ُيِحُّب اْلُم َتَطِّهِرْيَن
• Hamzah, Kisai dan Ashim dari Riwayat Syu’bah membaca َيْطُهْر َنdengan َيَّطَّهْر َنsedangkan Ibn
Katsir, Nafi’, Abu Amr, Ibn Amir dan Ashim dari Riwayat Hafsh membacanya dg َيْطُهْر َن
• Cara baca yg َيْطُهْر َنbermakna berhenti dari keluarnya darah haid. Sedangkan cara baca yg َيَّطَّهْر َن
bermakna telah bersuci (mandi janabah).Imam Malik, Syafi’I, al-Awza’I dan al-Sawri
berpendapat bahwa suami haram “mendekati” istrinya yg sedang haid sampai istrinya berhenti
dari haid dan mandi janabat. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa makna َو اَل َتْقَر ُبْو ُهَّن َح ّٰت ى
َيْطُهْر َنberarti larangan mendekati ini sampai darah haid berhenti saja.
• َفَم ْن َتَط َّوعjumhur membacanya dengan fi’il madhi dengan menasabkan huruf عsedangkan
Hamzah dan Kisa’I membacanya dengan menjazamkan huruf tersebut.
QIRA’AT :
1. az-Zarqani
mazhab yang diapengucapannut oleh seorang imam qiraat yang berbeda dengan lainnya dalam al-
Qur’an serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan
huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk lainnya.
2. Ibn al Jazari
Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur’an dan perbedaan-perbedaannya
dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
3. al-Qasthalani
ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut
persoalan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya diperoleh secara
periwayatan.
4. az-Zarkasyi
Qiraat adalah perbedaan cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, baik menyangkut huruf-
hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif (meringankan), tatsqil
(memberatkan), dan atau yang lainnya
qira’ah adalah cara membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang dipilih dari salah seorang imam ahli
qira’ah yang berbeda dengan cara ulama’ lain serta didasarkan atas riwayat-riwayat yang
mutawatir sanadnya yang selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab yang terdapat dalam salah
satu mushaf Usmani.
Sejarah Qira’at :
1. 1. Pada periode awal kaum muslimin memperoleh ayat-yat Al- Qur’an langsung dari Nabi Saw.
dengan cara mendegarkan, membaca lalu beberapa sahabat menghafalkannya. pedoman dasar
bacaan dan pelajarannya langsung bersumber dari Nabi Saw. serta para sahabat yang hafal Al-
Qur’an. Hal ini berlangsung hingga masa para sahabat yang pada perkembangannya Al-Qur’an
dibukukan atas dasar ikhtiar Abu Bakar dan inisiatif Umar bin Khattab
2. 2. perkembangan berikutnya, al-qur’an justru tertata lebih karena kholifah Usman berinisiatif
untuk menyalin mushaf dan dicetak lebih banyak untuk kemudian disebarkan kepada kaum
muslimin di berbagai kawasan. Langkah ini ditempuh oleh Utsman bin affan karena pada waktu
itu terjadi perselisihan diantara kaum muslimin tentang perbedaan bacaan yang mereka terima,
maka dengan dasar inilah sejarah awal terjadinya perdebatan Qira’at yang kemudian dipadamkan
oleh Utsman bin Affan
3. Setelah masa itu, maka muncullah para qurra’ (para ahli dalam Membaca Al-Qur’an), merekalah
yang menjadi penutan di daerahnya masing-masing dan dari bacaan mereka di jadikan pedoman
serta cara-cara membaca Al-Qur’an.
4. 4. ilmu qiro’ah ini muncul pada abad IV H. Imam sayuthi menyatakan bahwa yang pertama kali
mengkaji dan membukukannya dalam sebuah kitab adalah Abu Ubaid Al-Qasim bin salam, lalu
imam Ahmad bin Jubair Al-Kufi dan Ismail bin Ishaq Al-Maliki.
Macam qira’ah :
1. Qira’ah mutawatir, yaitu qira’ah yang periwayatannya melalui beberapa orang
2. Qiroat Ahad, yaitu qiro’at yang sanadnya shohih tetapi tulisannya tidak cocok dengan tulisan
mushaf usmani yang juga tidak selaras dengan kaidah bahasa arab. Qiro’at ini tidak boleh untuk
membaca al-qur’an.
3. Qiro’at Syadz, yaitu qiro’at yang sanadnya tidak shohih
Qiro’ah Mutawatir : Qiro’at yang disampaikan oleh sekelompok orang mulai dari awal sampai
akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta
• Qiroa’at Masyhur : qiro’ah yang memiliki sanad shahih, tetapi tidak sampai pada kualitas
mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf Usmani, masyhur di kalangan
ahli qiro’ah dan tidak termasuk qiro’ah yang keliru dan menyimpang
• Qira’at Ahad : qira’ah yang memiliki sanad shahih, tetapi menyalahi tulisan mushaf Usmani, dan
kaidah bahasa Arab, tidak masyhur
• Qiro’ah syadz : qiro’ah yang sanadnya tidak shahih
• Qira’ah maudlu’ : qira’ah palsu
Terjemah (translate) bermakna menyalin atau memindahkan suatu pembicaraan dari satu bahasa ke
bahasa lain.
Terjemah al-Qur’an artinya memindahkan bahasa al-Qur’an kepada bahasa lain agar dapat
dimengerti oleh orang yang tidak dapat berbahasa Arab sehingga ia bisa memahami maksud kitab
Allah Swt dengan perantaraan terjemahan
Terjemah yg pertama kali : Era Rasul, Saat sahabat hijrah ke Habasyah, Ja’far bin Abi Thalib
menerjemahkan al-Qur’an yg dibacakan dihadapan raja Najasyi ke dalam Bahasa Habasyah.
Penerjemahan berikutnya dari terjemahan latin dan diklaim sebagai terjemahan al-Qur’an dan
merupakan Terjemahan pertama kali dalam Bahasa Latin
Penerjemahan al-Qur’an diprakarsai oleh para Orientalis yang menerjemahkan al-Qur’an ke dalam
bahasa-bahasa mereka.
• Zarqani :
Terjemah bersifat independent dari kaidah asal kalimat (hanya cukup menguraikan asal kata dan
lain sebagainya), sedangkan tafsir terikat kepada kaidah Bahasa dan dalam menjelaskan lebih
bersifat luas.
Terjemah tidak boleh terjadi pembuangan kalimat, berbeda dengan tafsir mungkin terjadi
pembuangan kalimat bahkan terkadang memang harus terjadi
Terjemah harus memenuhi makna yang dimaksud oleh kalimat, sedangkan tafsir hanya mengacu
pada usaha untuk menjelaskan maksud kalimat dari sudut pandang penafsir
Terjemah mengandung makna asli (apa adanya sesuai dengan makna teks), sedangkan tafsir
memberikan penjelasan baik itu umum maupun menyeluruh
Makna yang dimaksud penerjemah adalah makna yang asli, tafsir tidak cukup berhenti pada satu
makna akan tetapi kemudian dicarikan penjelasannya
HUKUM PENERJEMAHAN :
• Sebagian ulama melarang penerjemahan al-Qur’an karena menganggap bahwa dengan
menerjemahkan al-Qur’an ke bahasa lain akan mengurangi kemukjizatan al-Qur’an .
• Fatwa haram tarjamah harfiyah al-Qur’an ke dalam bahasa ‘Ajam (non Arab), juga dikeluarkan
oleh Dewan 7 negara di Timur Tengah, yaitu Jami’ah Al-Azhar, Kairo, Dewan Fatwa Ulama Saudi
Arabia, Universitas Rabat Maroko, Jami’ah Jordania, Jami’ah Palestina, Muhammad Adz-Dzahabi
dan Syekh Ali AshShabuni. “bahwa terjemah al-Qur’an yang dibenarkan adalah tarjamah
tafsiriyah sedangkan tarjamah harfiyah terlarang atau tidak sah.”
• Pelarangan terjemah harfiyah berdasarkan kepada kekhawatiran bahwa umat akan menganggap
terjemah al-Qur’an itu suci . Jika terjadi banyaknya perbedaan terjemahan terhadap alQur’an akan
membuat umat Islam saling berselisih. Pelarangan penerjemahan inipun sempat ada di Indonesia
MACAM-MACAM TERJEMAH
• Harfiyah
menerjemahkan al-Qur’an dengan menjaga kesesuaian gramatikal bahasa asal
penggantian kata per kata
• Tafsiriyah
tidak begitu terikat dangan bentuk dan susunan dari bahasa asli
Penekanannya lebih kepada kesamaan pesan yang dikandung suatu teks
dari segi materi.tafsir al-Qur’an membahas Kalamullah yang menjadi acuan utama atau otoritas
tertinggi bagi umat Islam
dari sudut tujuan. Tafsir al-Qur’an merupakan acuan atau rujukan bagi kaumMuslimin dalam
menjalani kehidupann
dari sisi urgensi. tafsir al-Qur’an merupakan pintu utama dalam memahami kandungan alQur’an
Penulisan mushaf Al-Qur'an telah dilakukan sejak abad I Hijriah atau abad VII Masehi. salinan
pertama Al-Qur'an ditulis pada masa Khalifah Usman bin Affan kemudian dikirim ke beberapa
wilayah Islam.
Pada 651 naskah baku penyalinan Al-Qur’an disebut dengan Rasm Usman dan dari naskah inilah
kemudian pada abad-abad selanjutnya salinan Al-Qur'an diperbanyak
Penulisan al-Quran di Nusantara diperkirakan telah ada sekitar akhir abad ke-13
Penyalinan al-Qur’an secara tradisionalterus berlangsung sampai akhir abad ke-19 atau awal abad
ke-20 yang berlangsung di berbagai kota atau wilayah penting masyarakat Islam
Meskipun demikian, mushaf Al-Qur’an dari abad ke-13 tidak ditemukan dan Al-Qur’an tertua dari
kawasan Nusantara yang diketahui sampai saat ini berasal dari abad ke-16 yakni dari mushaf
tulisan tangan yang diperkirakan berasal dari daerah Sumatera.
Mushaf Al-Qur’an tertua kedua berasal dari kesultanan Ternate dan disusun oleh Faqih Shaleh
Afifuddin Abdul Baqi bin Abdullah Al-Admi, penyusunan selesai tepat pda 7 Zulkaidah 1005
Hijriah atau 18 Februari 1597 M
Mushaf Al-Qur'an milik kesultanan Ternate ini telah berumur 400 tahun lebih
Al-Qur'an yang berada dalam Keraton Ternate ini, diduga ditulis pada masa Sultan Khairun
Djamil (1536-1570)
Mushaf Al-Qur'an milik kesultanan Ternate berukuran 31 x 20,5 cm ukuran bidang teks 22 x 11
cm dengan menyisakan ruang yang cukup lebar di sisi luar sebelah kanan-kiri teks untuk
catatan qira’at dan lain-lain.
terdapat 13 baris per halaman
mengunakan kertas buatan Eropa dengan tinta warna hitam dan merah. Warna hitam untuk teks al-
Qur’an, sedangkan warna merah digunakan untuk penulisan nama surah, tanda bulat
diakhir ayat, tanda juz, tanda tajwid, serta hadis-hadis keutamaan membaca surah tertentu di awal
setiap surah
Pencetakan al-Qur’an di Indonesia pertama kali tahun 20 Agustus 1848, oleh Haji Muhammad
Azhari bin Kemas Haji Abdullah di Palembang.
Mushaf tersebut di cetak ulang pd tahun 1854, lalu disebarkan ke negeri-negeri muslim di
wilayah Nusantara
Al-Quran Palembang ini diduga merupakan Al-Quran cetak tertua di Asia Tenggara, bahkan
salah satu cetakan tertua di dunia
Disandarkan pada Keputusan Menteri Agama No. 25/1984 tentang Penetapan Mushaf Al-Qur’an
Standar dan Instruksi Menteri Agama (IMA). No.7/1984 tentang penggunaan Mushaf Al-Qur’an
Standar sbg pedoman dalam mentashih Al-Qur’an di Indonesia.
Salah satu tujuan disusunnya naskah mushaf standar Indonesia adalah untuk
memudahkan masyarakat Muslim di Indonesia dalam membaca al-Qur’an, terutama pada
aspek penting dalam penyalinan mushaf yakni pola penulisan (rasm), syakal/tanda baca dan
waqaf.
Mushaf standar berdasarkan qira’ah (bacaan Al- Qur’an) riwayat Hafs bin Sulaiman bin al-
Mughirah al-Asadi al-Kufi dri gurunya, Imam Ashim bin Abi an-Najud al-Kufi at-Tabi’i dari Abu
Abdirrahman Abdillah bin Habib as-Sulami dari Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid
bin Tsabit dan Ubay bin Ka’ab, yg bersumber dari Rasulullah
Rasm Usmani mushaf standar mengacu pada riwayat para imam ahli rasm dari lima salinan
mushaf Usman yang didistribusikan ke; Basrah, Kufah, Syam, Makkah, Mushaf al-Imam, dan
beberapa turunan dari salinan tersebut.
harakat, dan tanda baca mengacu pada keputusan Musyawarah Kerja (Muker) Ulama Al-Qur’an I-
IX/ 1974-1983 dan berdasarkan komparasi harakat dan tanda baca dari beberapa model
cetakan dari mushaf-mushaf Al-Qur’an cetakan dalam dan luar negeri, seperti; Mesir, Pakistan,
Bahriyah Turki yang banyak beredar pada tahun 1970-an
tanda waqafnya adalah dengan mengacu pola tanda waqaf hijazi yang berjumlah 7 simbol
Pembagaian 30 juz dan penghitungan hizbnya yang berjumlah 60 serta pembagaian rub’ dalam
setiap juznya mengikuti mushaf Bombay yang sudah lama beredar di Indonesia.
Mushaf yang ditulis oleh Muhammad Syadzali Sa’ad pada tahun 1973-1975 menjadi satu mushaf
yang standar di Indonesia dengan menggunakan rasm Utsmani baru dan diresmikan
penggunaannya pada tahun 1984 sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA)
nombor 25 tahun 1984 tentang Penetapan Mushaf al-Qur’an standar.
Mushaf dengan rasm Utsmani telah mengalami penulisan ulang oleh Baiquni Yasin dan timnya
pada tahun 1999-2001
mushaf “Bahriyah” ditulis oleh Abdur-Razaq Muhili pada tahun 1989