Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masuknya era globalisasi memberikan dampak yang signifikan terhadap


kehidupan manusia baik dari budayanya sampai agama yang mereka anut.
Masyarakakat muslim juga tidak lepas dari dampak perkembanganini, dengan
kemudahan yang di berikan membuat umat muslim kurang berminat untuk belajar dan
mengetahui agama secara utuh. Terutama kitab suci Al-Qur’an, kitab yang diturunkan
sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Di samping itu, di dalam Al-Qur’an terukir
sejarah para nabi dan umat terdahulu sebagai pembelajaran untuk umat setelahnya,
serta sebagai pedoman manusia yang berisi petunjuk dari Allah atas segala kekuasaan-
Nya terhadap segala sesuatu diseluruh alam semesta ini.

Al-Qur’an diturunkan bukan hanya sekedar sebagai pedoman atau petunjuk,


melainkan harus dibaca karena dengannya akan memberikan pahala bagi yang
membacanya. Allah juga mengatakan dalam kitab-Nya agar membaca Al-Qur’an
dengan tartil yang merupakan bentuk hukum yang harus dilaksanakan umat islam.
Namun, di lain hal dalam membaca Al-Qur’an atau Qira’at (bacaan) tidak semuanya
memiliki kesamaan. Terdapat dialek atau bunyi yang berbeda yang diperkenankan
ulama yang membidangi Qira’at di Jazirah Arab.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian ilmu Qira’at?
b. Apa saja kaidah sistem Qira’at yang benar?
c. Apa saja tingkatan Qira’at?
d. Apa saja macam-macam Qira’at?
e. Bagaimana latar belakang perbedaan Qira’at?
f. Apa saja bentuk-bentuk perbedaan Qira’at?
g. Apa urgensi mempelajari ilmu Qira’at?

1
BAB 2

PEMBAHASAN

A.Pengertian Qira’at Al-qur’an

Menurut bahasa qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah yang merupakan
isim masdar qaraa, yang artinya: bacaan.

Pengertian qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh
keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh umat tersebut. Berikut ini akan
diberikan beberapa pengertian qira’at menurut istilah.

1. Menurut A-Zarqani

Suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbeda
dengan yang lainnya dalam pengucapan Al-Qur’an Al-karim serta sepakat riwayat-
riwayat dan jalur- jalur dari padanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf-
hurufmaupun dalam pengucapan keadaan-keadaan.

2. Menurut Ibnu Al-jaziri


Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata Al-Qur’an dan
perbedaan-perbedaan dengan cara mengisbatkan penukilnya.
3. Menurut Al-Qashthalani
Qira’at adalah perbedaan (cara pengucapan) lafazh-lafazh Al-Qur’an,baik
menyangkut huruf-huruf atau cara pengucapan huruf- huruf tersebut, seperti
takhfif (meringankan) dan tatsqil (memberatkan),dan yang lainnya.

4. Menurut Ash-Shabuni
Suatu madzhab cara pelafalan Al-Quran yang dianut oleh seorang imam
berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah saw.

Perbedaan cara pendefinisian diatas sebenarnya berada pada satu


kerangka yang sama, yaitu bahwa ada beberapa cara melafalkan Al-Qur’an walaupun
sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu Muhammad. Apun definisi yang
dikemukakan Al-Qashthalani menyangkut ruang lingkup perbedaan diantara
perbedaan qira’at yang ada. Dengan demikian ada tiga unsur qira’at yang dapat
ditangkap dari definisi diatas, yaitu;

1. Qira’at berkaitan dengan cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan salah
seorang imam dan berbeda dengan cara yang dilakukan imam lainnya.

2. Cara pelafalan ayat ayat Al-Qur’an itu berdasarkan atas riwayat yang bersambung
kepada Nabi, jadi bersifat taufiki dan tauhidi

3. Ruang lingkup perbedaan Qira’at itu menyangkut persoalan lughat, hazhaf, I’rab,
itsbat,washi

2
Ada beberapa kata kunci dalam membicarakan qira’at yang harus
diketahui. Kata kunci tersebut adalah qira’at, riwayat dan tariqah. Berikut ini akan
dipaparkan pengertian dan perbedaan antara qira’at, riwayat, dan tariqah, sebagai
berikut;

Qira’at adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari
qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti qira’at nafi’, qira’at ibn
kasir,qira’at Ya’qub, dan lain sebagainya.sedangkan riwayat bacaan yang disandarkan
kepada salah seorang dari imam qurra’yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya
nafi’ mempunyai dua orang perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan
Qalun ‘an-nafi’ atau riwayat warsyi ‘an nafi.

Adapun yang dimaksud dengan tariqah adalah bacaan yang disandarkan


kepada orang yang mengambil qira’at dari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau
empat belas. Misalnya, warsy mempunyai dua murid yaitu al-azraq dan ashbahani,
maka disebut Al-Azraq’an, warsy, atau riwayat warsy min thariq al-azraq.bisa juga
disebut dengan qira’at nafi min riwayati warsyi min tariq al-azraq.

B. Kaidah Sistem Qira’at yang Benar

Untuk menangkal penyelewenga yang sudah muncul, para ulama membuat


persyaratan bagi yang dapat diterima. Untuk membedakan antara yang benar dan
yang aneh (syazzah), para ulama membuat tiga syaratyang benar yaitu;

a) Kesesuaiannya dengan satu Ragam dari beberapa Macam Bahasa Arab.


Sama saja apakah ia ragam bahasa Arab yang fasih (lebih fasih).Karena qira’at
adalah sunnah yang diikuti,wajib untuk diterima dan jalan untuk mengarah
kepadanya adalah dengan menggunakan akal.
e) Qira’at tersebut sesuai dengan salah satu mushaf ‘utsmani
Walaupun bersifat kemungkinan (tidak secara pasti ), karena para sahabat
radhiyallahu ‘anhum didalam penulisan mushaf ‘ustsmani mereka berjihad dalam
membuat rasm (bentuk tulisan/khat) berdasarkan apa yang mereka ketahui dalam
qira’at
e) Qira’at tersebut harus shahih sanadnya
Karena qira’at adalah sunnah yang diikuti, yang didasarkan pada kebenaran
penukilan dan keshahihan riwayat. Seringkali para ahli bahasa Arab mengingkari
suatu qira’at diantara macam-macam qira’at yang ada dengan alasan keluarnya
qira’at tersebut dari aturan/kaidah bahasa arab, atau karena lemahnya ia dari sisi
bahasa. Namun para imam ahli qira’at mengindahkan dan memperhatikan
pengingkaran tersebut (karena mereka mengedepankan keshahihan sanad).

C) Tingkatan Qira’at
Para ulama membagi qira’at menjadi beberapa tingkatan. Dalam hal ini
Ibnu al-jaziri sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i
menjadi dua tingkatan;

3
1) Qira’at sahih, qira’ah sahih mencakup dua macam
a. Mutawatir, yaitu qira’at yang diriwayatkan oleh sejumlah periwayat yang
banyak dari periwayat yang banyak pula sehingga mereka tidak mungkin
sepakat untuk berdusta. Qira’at yang tergolong mutawatir, yaitu qira’ah
sab’ah. Qira’ah mutawatir ini adalah qira’ah yang sah dan resmi sebagai Al-
qur’an dan dapat dijadikan hujjah.
Utsmani. Qira’at ini dinisabkan kepada tiga imam terkenal yaitu: Abu Ja’far ibn
Qa’qa Madani , Ya’kub Al hadrami, dan khalaf Al-Bazzar.
2) Qira’at Syadzah mencakup tiga macam
menyalahi kaidah bahasa arab. Qira’at ini tidak sah dibaca sebagai riwayat
yang dikeluarkan oleh hakim dari jalur ashil al- jahdari dari abi bakrah.
b. Syadz,yaitu qira’at yang sanadnya tidak shahih.
c. Maudhu’, yaitu qira’at yang hanya dinisabkan kepada seseorang tanpa asal
usul yang pasti.

D) Macam- Macam Qira’at

Penyeleksian Qira’at yang akan menghasilkan dua jenis bacaan,


diantaranya qira’at mutawatir dan qira’at syadz. Penggolongan sederhana inilah
yang sering digunakan oleh berbagai pakar ushul, bahwa bacaan wutawatir adalah
bacaan yang boleh dipakai sedangkan bacaan syadz adalah bacaan tidak boleh
digunakan. Namun berbagai referensi ilmu Al-qur’an menyebutkan klasifikasi qira’at
dengan enam jenis bacaan yaitu;
1. Mutawatir, yaitu bacaan yang periwayatnya shahih dengan beriring –ringan
sesuai dengan kesepakatan, dari berbagai penerima yang lain dengan memiliki
sifat yang dapat dipercaya sehingga dapat terhindar dari kebohongan.
2. Masyhur, yaitu bacaan dengan jumlah perawinya (yang meriwayatkan)tidak
mencapai tawatur.
3. Ahad, yaitu memiliki derajat yang shahih, tetapi berbeda dengan masyhur
4. Syadz, yaitu bacaan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat tawatir.
5. Maudlu’, tidak berasal dari Rasulullah Sallahu’alaihi wa salam atau bacaannya
mengandung unsur pemalsuan.
6. Mudraj, yaitu bacaan yang teridikasi dengan penafsiran yang lain (redaksinya
diluar Al-Qur’an).
E) Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at

1. Latar belakang histori


Qira’at sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi walaupun pada saat itu
Qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Ada beberapa riwayat yang dapat
mendukung asumsi ini, yaitu;
a. Suatu ketika Umar bin Khatab berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim
sewaktu itu ia membaca surah Al-Qur’an. Umar merasa tidak puas terhadap
bacaan Hisyam sewaktu ia membaca surah Al –Furqan. Menurut umar, bacaan
Hisyam itu tidak benar dan bertentangan dengan apa yang di ajarkan nabi
kepadanya. Namun, hisyam menegasan pula bahwa bacaannya pun berasal

4
dari nabi. Seusai shalat, Hisyam diajak menghadap Nabiutuk melaporkan
peristiwa tersebut.

2. Latar Belakang Cara Penyampaian (Kaifiyat Al- Ada)

Menurut analisis yang disampaikan Sayyid Ahmad Khalil, perbedaan Qira’at


itu bermula daribagaimana seorang guru membacakan Qiraat itu kepada murid-
murudnya. Hal-hal yang mendorong beberapa ulama mencoba merangkum bentuk
bentuk perbedaan cara melafalkan Al-Qur’an itu sebagai berikut.
a. Perbedaan dalam i’rab atau harokat, kalimat tanpa perubahan makna dan
bentuk kalimat.
b. Perbedaan i’rab dan harokat (baris) sehingga mengubah maknanya.
c. Perbedaan pada perubahab huruf tanpa perubahan i’rab dan bentuk
tulisannya, sedangkan maknanya berubah.
d. Perubahan pada kalimat dengan perubahan bentuk tulisannya, tetapi
maknanya tidak berubah.
e. Perbedaan pada kalimat menyebabkan perubahan bentuk dan maknanya.
f. Perbedaan dalam mendahulukan dan mengahirinya.
g. Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf.

F) Bentuk-Bentuk Perbedaan Qira’at

Diantara sebab-sebab yang melatarbelakangi perbedaan qira’at adalah :

1.Perbedaan qira’at Nabi, artinya dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada para


sahabatnya, Nabi memakai beberapa versi qira’at.
2.Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai Qira’at yang berlaku dikalangan kaum
muslimin waktu itu. Hal ini mengaku dialek diantara mereka dalam
mengucapkan kata-kata didalam Al-Qur’an.
3.Adanya riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai versi Qira’at yang
ada.
4.Adanya Lahjah atau dialek kebahasaan dikalangan bangsa arab pada masa
turunnya Al-Qur’an.

G) Urgensi Mempelajari Ilmu Qira’at

a. Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan hukum yang telah disepakati oleh para


ulama. Miasalnya, berdasarkan surah An-Nisa’ ayat 12, para ulama telah sepakat
bahwa yang dimaksud saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam ayat
tersebut, yaitu saudara laki-laki dan perempuan seibu saja. Dalam Qira’at syadz,
sa’ad bin abi Waqqas memberi tambahan ungkapan ‘’ min umm’’ sehingga ayat itu
menjadi, artinya “ Jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan anak, tetapi seorang laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka dari masing-masingkedua jenis saudara itu

5
seperenam harta”. Dengan demikian Qira’at saad bin Abi Waqqas dapat
memperkuat dan mengukuhkan ketetapan hukum yang telah disepakati.
b. Dapat mentarjih hukum yang diperselisihkan para ulama, contoh dalam surah Al-
Maidah 89, disebutkan bahwa kifarat sumpah adalah berupa memerdekakan
budak. Namun, tidak disebutkan apakah budaknya muslim atau non muslim. Hal itu
mengandung perbedaan pendapat dikalangan fuqaha.
c. Dapat menggabungkan dua ketentuan berbeda. Misalnya, dalam surah Al-Baqarah
222, dijelaskan bahwa seorang suami dilarang melakukan hubungan seksual tatkala
istrinya sedang haid, sebelum haid nya berakhir.
d. Dapat menunjukan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi yang
berbeda pula. Misalnya yang terdapat dalam surah Al-Maidah 6. Ada dua bacaan
mengenai ayat itu, yaitu yang membaca “arjulakum” dan yang membaca
“arjulikum”. Perbedaan Qira’at ini tentu saja mengkonsekuensikan kesimpulan
hukum berbeda.
e. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata didalam Al-Qur’anyang
mungkin sulit dipahami maknanya.

6
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dengan penjelasannya maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Qira’at merupakan cara baca Al-Qur’an sesuai dengan ajaran Rasulullah secara
taufiqi. Sedangkan ilmu Qira’at adalah ilmu yang mempelajari tentang berbagai
metode (cara) baca Al-Qur’an.
2. Syarat- syarat Qira’at dikatakan shahih menurut jumhur ulama :
a. Mutawatir, yaitu Qira’at dengan sifat turun- temurun.
b. Syarat dan kaidah bahasa Arab.
c. Tilisan mushaf Utsman.
d. Bersand shahih.
3. Pengelompokan Qira’at dengan enam versi bacaan yaitu : Mutawatir, Masyhur,
Ahad, Syadz, Mudlu’, Mudraj.
4. Imam- imam Qira’at yang memenuhi syarat mutawatir yaitu : Abdullah al-
Yahshibiy, Abu Amar, Ya’kub, Hamzah, ‘Ashim, Abu Ja’far, Adullah bin Katsir Al-
Dariy, Khalaf bin Hisyam Al-Bazzar dan Al-Kasa’i. Adapun imam Qiraat yang tidak
memenuhi syarat mutawatir atau syadz yaitu : Hasan Al-Bishry, Yahya bin Al-
Mubarak Al-Yazidiy, Abu Al-Faraj Muhammad bin Ahmad Al- syanbudziy,
Muhammad bin Abdu Ar- Rahman.
5. Mempelajari ilmu Qira’at dapat memberikan manfaat dan pemahaman bagi yang
mempelajarinya, diantaranya; dapat menguatkan ketentuan- ketentuan hukum
yang telah disepakati oleh para ulama, dapat mentarjihkan hukum yang
diperselisihkan para ulama, dapat menggabungkan dua ketentuan yang berbeda,
dapat menunjukan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi yang
berbedla, dan dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata didalam Al-
Qur’an yang mungkin sulit dipahami maknanya.

B. Saran
Demikian makalah yang bisa Ananda sampaikan. Ananda menyadari sangat banyak
kekurangan yang terdapat pada makalah yang Ananda susun ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat membantu Ananda dalam penulisan makalah yang lebih baik lagi
untuk yang akan mendatang, semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Hafidz. 2003. Ulumul Qur’an Praktis. Bogor; Pustaka Utama.

Al- Zarkasyi. 1957. Al- Burhan Fi Ulumul Al-Qur’an. Kairo; Isa al-Halabi.

An-Naysabury, Muhammad bin Husain al-Qammiy. 1996. Tafsir Gharaib Al-Qur’an Wa Raghaib Al-
Furqan. Beirut; Dar al-Kutub al- Ilmiyyah.

Anwar, Rosihan. 2000. Pustaka Setia Ulumul Qur’an. Bandung.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali; 2003. At-Tibyan Fi Ulumul Qur’an. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah.

Bakar, Achmad Abu, La Ode Ismail Ahmad, and Yusuf Assagaf. 2019. Ulumul Qur’an : Pisau Analisis
Dalam Menafsirkan Al- Qur’an. Ed. Budiman. Yogyakarta: Semesta Aksara.

Ismail. 1993. Al-Qira’at Ahkamuha Wa Masadiruha. Semarang; Dina Utama.

Madyan, Ahmad Shams. 2008. Peta Pembelajaran Al- Qur’an. Yogyakarta: Pustaka.

Al-Qaththan, Manna. 1994. Mabahits Fi Ulum Al-Q ur’an : Manna’ Al- Qaththan. Muassasah Al-
Risalah.

Anda mungkin juga menyukai