Anda di halaman 1dari 36

BAB IV

ILMU QIRAAT AL-QUR’AN


DAN PEMBACAAN AL-QUR’AN
DENGAN MENGGUNAKAN QIRA’AH IMAM ‘ASHIM

A. Qira’at Al-Qur’an
1) Pengertian Qira’at
Al-Qira‟at, jamak dari qiraatan, mashdar dari qara’a, yara’u qira’atan.
Menurut istilah berarti: madzhab pembaca al-Qur‟an dari para imam qura’ yang
masing-masing mempunyai perbedaan dalam pengucapanal-Qur‟an dan
disandarkan pada sanad-sanadnya sampai kepada Rasullah Saw.81

Qira‟ah dari segi bahasa adalah bacaan. Dengan demikian, qira‟ah Al-
Qur‟an berarti bacaan al-Qur‟an. Menurut Istilah, Qira‟at adalah suatu madzhab
yang dianut oleh seorang imam dalam membaca al-Qur‟an yang berbeada satu
dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur‟an serta disepakati riwayat dan
jalurnya , baik perbedaan dalam pengucapan huruf dan lafadznya.82

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan qira‟ah. Manna‟


Khalil al-Qattan mendefinisikan Qira‟ah sebagai salah satu madzhab pengucapan
al-Qur‟an yang dipilih oleh seorang imam Qurra‟ sebagai suatu madzhab yang
berbeda dari cabang yang lain.83

Al-Jazari mengartikan Qira’ah sebagai pengetahuan tentang cara-cara


melafalkan kalimat al-Qur‟an dengan perbedaan kalimat al-Qur‟an yang
didasarkan pada orang yang meriwayatkannya. 84 Menurut M.Natsar Arsyad,

81
Muhammad Ali Ash-Sha``abuni, Ikhtisar Ulumul Qur’anPraktis, (Jakarta: Pustaka Amani,
2001) hlm, 357.
82
Rusydi Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits Teori dan Metodologi,
(Yogyakarta: IRCSoD, 2015) hlm 130 yang dikutip dari Kitab Manahilul ‘Irfan Fi Ulumil Qur’an
karya Az-Zarqani, (Beirut: Darul Fikr, 1988) hlm, 142.
83
Ibid
84
Ibid hlm 143, yang dikutip dari bukunya Abduh Zulfikar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’ah
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1996), hlm, 194.

54
55

perintis ilmu al-Qur‟an di antaranya adalah Abu Ubaid al-Qassim ibnu salam, Abu
Hatim al-Sajistani, Abu Ja‟far ath-Thabari, dan Ismail al-Qadhi.85

Abu Syamah al-Dimasyqi menganggap ilmu qira‟at adalah sebuah disiplin


ilmu yang berbiacara tentang tata cara artikulasi dan ragam perbedaan lafal al-
Qur‟an yang disandarkan pada perowi yang mentransmisikannya. 86Dari beberapa
definisi yang telah disebutkan di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa Abu
Syamah al-Dimasyqi dan Ibn al-Jazari tidak hanya meganggap qira‟at sebagai
sistem penulisan dan ragam artikulasi lafal, namun keduanya juga menganggap
qira‟at sebagai disiplin ilmu yang independen. 87

2) Perbedaan dalam Qira’ah


Ada beberapa macam madzhab dalam ilmu qira‟ah. Sedangkan madzhab
qira‟ah yang sangat popular adalah Qira’ah Sab’ah, Qira’ah ’Asyrah juga
Qira’ah Arba’a ‘Asyroh. Terjadinya perbedaan madzhab qira‟ah ini di sebabkan
oleh perbedaan intelektual serta kesempatan masing-masing sahabat dalam
mengetahui dan membaca al-Qur‟an.88

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam membaca al-


Qur‟an adalah hal tulisan. Tulisan al-Qur‟an dalam Mushaf Utsmani, misalnya
yang sebelumnya belum diberi baris dan tanda baca menyebabkan terjadinya
perbedaan qira‟ah. Terjdinya perbedaan bacaan ini semakin meluas, terutama saat
wilayah Islam kian merambak. Keadaan tersebut menyebakan banyaknya para
sahabat yang mengajar al-Qur‟an menyebar ke berbagai daerah.89

Seperti yang sudah di sebutkan, qira‟ah yang paling masyhur adalah


qira‟ah Sab‟ah. Disebut Qira‟ah Sab‟ah karena merujuk kepada tujuh imam yang
sangat masyhur.

85
Ibid, yang dikutip dari bukunya M. Natsir Arsyid, Seputar al-Qur’an, Hadits, dan Ilmu
(Bandung: Al-Bayan 1995), hlm, 35-37.
86
Wawan Djunaidi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara, (Jakarta Pusat: Pustaka STAINU,
2010) hlm, 21.
87
Wawan Djunaidi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara, hlm 22
88
Muhammad Ali Ash-Sha``abuni, Ikhtisar Ulumul Qur’anPraktis.
89
Muhammad Ali Ash-Sha``abuni, Ikhtisar Ulumul Qur’anPraktis.
56

Sedangkan Qira‟ah Asyrah merupakan qira‟ah yang merujuk pada sepuluh


imam. Pada dasarnya, Qira‟ah Sab‟ah yang ditambah tiga imam qira‟ah, antara
lain Abu Muhammad Ya‟qub bin Ishaq al-Madhrami dai Bashrah (205 H), Abu
Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Thalih al-Makki al-Bashar(229 H), Abu Ja‟far
Yazid bin al-Qa‟qa‟ al-Makhzumi al-Madani (230 H).90

Qira‟ah masyhur lainnya adalah Qira‟ah Arba‟a „Asyrah, yakni qira‟ah


yang merujuk pada empat belas imam atau Qira‟ah sepuluh ditambah empat.
Mereka adalah Imam Hasan al-Bashri, Imam Ibnu Mahisy, Imam yahya al-Yazidi
dan Imam asy-Syambudzi.91

3) Perkembangan Ilmu Qira’ah


Pada dasarnya, ilmu Qira‟at sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw.
Hanya saja, masa itu qira‟ah terbatas pada sahabat yang secara khusus
menekuni bacan al-Qur‟an, mengajarkan, dan mempelajarinya. Para sahabat ini
selalu ingin mengetahui ayat yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Untuk
itu, mereka kemudian menghafalkan bahkan membacakannya di hadapan Nabi
untuk disimak.92
Ilmu Qira‟ah baru dibukukan pada abad ke-3 Hijriah. Para ahli sejarah
mengatakan bahwa orang yang berjasa menuliskan ilmu qira‟ah aalah Imam
Abu ubaid al-Qasim bin salam (224 H). Abu Ubaid menulis yang menghimpun
qira‟at dari 25 orang perawi, dan menamainya dengan kitab Qira‟at.93
Menurut Ibnu Jazari, antusiasnme para ulama terhadap ilmu qira‟ah di
latarbelakangi oleh maraknya kebohongan yang dilakukan para musuh Islam
terhadap al-Qur‟an. Pada saat yang bersamaan, ilmu mengenai al-Qur‟an dan
hadits sudah memiliki banyak cabang. Alasan lainnya adalah berkaitan dengan
kaum muslim yang sangat memerlukan ilmu qira‟at sebagai upaya menjaga dan

90
Muhammad Ali Ash-Sha``abuni, Ikhtisar Ulumul Qur’anPraktis,hlm, 132.
91
Ibid, yang dikutip dari bukunya Muhammad Thabathaba‟i, Mengungkap Rahasia al-Qur’an
(Bandung: al-Mizan, 1990) hlm, 138.
92
Ibid, yang dikutip dari bukunya Muhammad Thabathaba‟i, Mengungkap Rahasia al-Qur’an
(Bandung: al-Mizan, 1990) hlm, 134.
93
Ibid, Rusydi Anwar, hlm, 133.
57

memelihara al-Qur‟an dari perubahan dan pemutarbalikan yang akan dilakukan


oleh musuh-musuh Islam.94
4) Qira’ah yang Diterima dan Ditolak
Para ulama melakukan persyaratan untuk menentukan Qira‟ah yang
benar dan di terima serta yang salah dan harus ditolak. Beberapa persyaratan itu
adalah sebagai berikut :

1. Qira‟ah harus sesuai dengan kaidah bahasa Arab.


2. Qira‟ah itu harus sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani, dan
3. Qira‟ah itu harus shahih sanadnya.95
Dalam menentukan keshahihan sanad Qira‟ah, ibnu Jazari membuat
beberapa kelompok kategori , yaitu sebagai berikut :

1. Qira’ah mutawatir, yakni qira‟ah yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi


yang banyak dan juga periwayat yang banyak pula, sehingga tidak
mungkin mereka sepakat untuk berdusta. Qira‟ah Sab‟ah menurut
jumhur ulama termasuk qira‟ah yang mutawatir.
2. Qira’ah masyhur, yaitu qira‟ah yang sanadnya bersambung kepada
Rasulullah Saw, tetapi hanya dirwayatkan oleh seorang atau beberapa
orang yang adil dan tsiqah, sesuai dengan bahasa Arab, sesuai dengan
salah satu mushaf Utsmani baik berasal dari imam tujuh, imam sepuluh
maupun imam lain yang diakui.
3. Qira’ah ahad, yaitu qira‟ah yang sanadnya shahih tetapi menyalahi
Mushaf Utsmani atau kaidah bahasa Arab atau tidak populer seperti
qiro‟ah mutawatir dan masyhur. Qira‟ah ini tidak boleh dibaca dan
tidak wajib diyakini seperti riwayat Al-Hakim dari Ashim al-Jahdari
dari Abi Bakrah yang menyatakan bahwa Rasj9i0ulullah SAW, pernah
membaca laqad ja-akum min anfusikum dengan fa’ dibaca fathah (min
anfasakum).

94
Ibid, hlm 134 yang dikutip dari bukunya Sya‟ban Muhammad Ismail, Memgenal Qira’at al-
Qur’an (Semarang: Dimas, 1993) hlm, 124.
95
Rusydi Anwar, 124.
58

4. Qira’ah syadz, yakni qira‟ah yang sanadnya cacat dan tidak


bersambung kepada Rasulullah Saw.
5. Qira’ah maudhu’, yakni qira‟ah yang nisbatkna kepada seseorang tanpa
dasar.96
6. Qira’ah mudraj, yaitu qira‟ah yang di dalamnya terdapat lafadz atau
kalimat tambahan yang biasanya di jadikan penafsiran bagian ayat al-
Qur‟an, seperti qira‟at Ibnu Abbas, laisa alaikum an tabtaghu fadhlan
mirrabikum yang kemudian ditambah dengan kalimat fimawasimil
hajj.97

5) Manfaat Mempelajari ilmu Qira’ah


Dengan memahami ilmu qira‟ah sekaligus perbedaan-perbedaannya,
maka kita akan mendapatkan beberapa manfaaat, yakni sebagai berikut :98
1. Memudahkan kita memahami perbedaan logat dari tiap-tiap suku,
tekan suara dan dan bahasa mereka dengan bahasa al-Qur‟an.
Terutama berkaitan dengan orang Arab pada awal Islam yang terdapat
banyak kabilah dan suku-suku.
2. Membantu kita dalam melakukan kajian tafsir serta dapat menjelaskan
apa yang mungkin masih dianggap global bagi qira‟ah lain,terutama
dalam istinbath hukum. Seperti qira‟ah Ibnu Mas‟ud; assariqu
wassariqatu faqtha’u aidiayahuma. Dalam qira‟ah lain di baca
faqtha’u aimanahuma.
3. Menunjukan terpelihanya al-Qur‟an dari perubahan dan
penyimpangan, mengingat kitab tersebut memiliki banyak segi
bacaan.
4. Sebagai salah satu bukti akan kemukjizatan al-Qur‟an, baik dari segi
lafadz dan maknanya. Ada kalanya perbedaan qira‟ah itu hanya
sebatas perbedaan lafadz, bukan maknanya, seperti lafadz ash-shirath

96
Rusydi Anwar, 135.
97
Rusydi Anwar, 136.
98
Rusydi Anwar,136-137.
59

dibaca as-sirath. Namun ada perbedaan ini menyangkut perbedaan


lafadz maaliki dan maliki sebagaimana dalam surat al-Fatihah.
6) Pengertian Sanad dan Ijazah Qira’at
Dalam disiplin ilmu qira‟at terdapat istilah sanad dan ijazah. Kedua
terminologi ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan istilah yang berlaku dalam
disiplin ilmu hadits. Oleh karena itu, untuk mengetahui makna kedua terminologi
tersebut secara lebih mendalam, maka tidak ada salahnya merujuk karya-karya
bidang hadits yang banyak menyediakan materi keduanya.
Kata Sanad dalam ilmu qira‟at adalah mata rantai yang terdiri dari para
qari‟ al-Qur‟an yang bermuara sampai pada Rasulallah saw. Adapun yang
dimaksud dengan Ijazahsecara etimologi merupakan sebuah kata yang di ambil
dari istilah jawaz al-ma’ al-ladzi tasqabu al-masyiyah (upayamu untuk
menuangkan air bagi hewan ternak). Oleh karena itu, apabila ada kalimat yang
berbunyiistajaztubu fa’ajazaniy, maka artinya adalah aku minta air kepadanya,
lantas dia pun memberiku air sampai puas. Hal ini sama saja dengan seorang
pelajar yang minta diberi curahan ilmu oleh gurunya , lantas sang guru pun
mencurahkan ilmu yang dia miliki kepadanya. Dengan kata lain, sang guru telah
memberikan izin kepada sang murid untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
dia miliki.99

7) Masalah Sanad
Qira’at menurut Jalaludin Al-Balqani terbagi kepada mutawatir, masyhur
dan syadz. Qira’at mutawatir ialah qira’at Sab’ah, qira‟at yang masyhur dan
ahad ialah Qira‟at Tsalatsah dan qira‟at Sahabat dan qira‟at Syadz ialah qira‟at
Tabi‟in. Qira‟at Mutawatir itu ialah qiraat yang diriwayatkan oleh golongan
banyak pula dan tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta. Qira‟at yang
Mutawatir ini diriwayatkan oleh Imam tujuh, yaitu: Nafi bin Abdurrahman (di
Madinah), Abdullah bin Katsir (di Makkah), Ali bin Hamzah Al-Kisai (di
Kuffah), Ashim Al Ashadi (di Kuffah), Hamzah bin Habib Az Zayyat (di

99
Wawan Djunaidi, hlm 178.
60

Kuffah), Abu Amr Zabban ibnu Al-A‟la (di Basrah), dan Abdullah bin Amir al
Yahshubi (si Syam).
Qira‟at Masyhur dan Ahad ialah qira‟at yang shahih diriwayatkan oleh
orang yang adil dan kuat hafalannya dan dapat dipercaya sesuai dengan mushaf
Utsmani. Syadz ialah qira‟at yang tidak shahih sanadnya seperti qira‟at Ibnu
Syammayaf, Maudlu ialah qira‟at yang palsu seperti qira‟at yang dikumpulkan
oleh Muhammad bin ja‟far Al-Khoza‟i.100

B. Biografi Perawi Sanad Qira’ah al-Qur’an Pondok Pesantren Kempek


Setelah melihat sanad qira‟ah qur‟an kempek maka selanjutnya ialah
meneliti dan mengkaji biografi perawi sanad tersebut yaitu:101
1. Nabi Muhamad Saw
2. Shahabat „Ali bin Abi Thalib, Utsman bin „Affan, zaid bin Tsabit,
Ubay bin ka‟ab.
3. Abu „Abd al-Rahman al-Sulami (w. 73 H/692 M)
Nama lengkap beliau Abu „Abd al-Rahman „Abd Allah bin
Habib bin Rubai‟ah al-Sulami al-Kufi. Beliau adalah seorang
tabi‟in yang tuna netra. Ada yang berpendapat tokoh ini pernah
ikut perang Shiffin bersama „Ali bin Abi Thalib melawan pasukan
Mu‟awiyah. Abu „Abd al-Rahman al-Sulami belajar qira‟at kepada
„Ustmanbin „Affan, Ibn Mas‟ud, „Ali bin Abi halib, Ubay bin
Ka‟ab dan Zaid bin Tsabit. Beliau adalah orang yang mula-mula
mengajarkan Al-Qur‟an di Kufah semenjak „Utsman mengirim
salinan mushaf Al-Qur‟an ke daerah tersebut. Beliau mengajar
qira‟at di Kufah selama 40 tahun.
4. „Ashim bin Abi al-Nujud (w. 128 H/745 M)

Nama lengkap beliau adalah „Ashim bin Bahdalah bin


Malik bin Nashr bin Qa‟in bin Asad Al-Kufi. Julukannya adalah

100
Mashuri Sirojuddin Iqbal dan A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkas, 2009),
hlm, 141.
101
Solahudin, Ulama Penjaga Wahyu, (Kediri: Nous Pustaka Utama, 2013), hlm. 68-91
61

Abu Bakr. Bahdalah ayah imam „Ashim memiliki julukan Abi al-
Nujud. Ada dua orang guru yang sangat berpengaruh bagi imam
„Ashim dalam hal qira‟at, yaitu Abu Abd al-Rahman Al-Sulami
dan Zirr bin Hubaiys. Banyak yang belajar kepada imam „Ashim.
Namun yang dikukuhkan menjadi perawi imam „Ashim adalah
Hafsh dan Abu Bakr Syu‟bah bin „Ayyasy.

5. Hafsh bin Sulaiman

Nama lengkapnya adalah Abu „Umar Hafsh bin Sulaiman


bin al-Mughirah al-Asadi al-Asadi al-Bazzar al-Ghadiri al-Kufi.
Beliau dilahirkan pada tahun 90 H. Ada yang berpendapat tahun
kelahirannya 70 H. Imam Hafsh hanya belajar qira‟at kepada ayah
tirinya Imam „Ashim. Adapun murid-murid beliau antara lain
„Ubaid bin al-Shabbah (w.235 H/849 M), „Amr bin al-Shabbah (w.
221 H/ 835 M), Husain bin Muhammad al-Marwazi, Hamzah bin
al-Qasim al-Ahwal, Sulaiman bin Dawud al-Zahrani (w. 234 H/848
M), Hamdan bin Abi „Utsman al-Daqqaq, Al-Abbas bin Fadl al-
Shighar (w. 186 H/802 M) dan lain-lain.

6. „Ubaid bin al-Shabbah (w. 235 H/848 M)


Nama lengkapnya ialah Muhammad „Ubaid bin al-Shabbah
bin Abi Syuraih bin Shabih al-Kufi al-Baghdadi al-Nahsyali.
Beliau adalah murid Hafsh bin Sulaiman. Tokoh ini mempunyai
murid yang sangat banyak diantaranya Ahmad bin Sahl al-
Fayruzan al-Asnani, al-Hasan bin al-Mubarok al-anmathi dan „Abd
al-Shomad bin Muhammad al-„Aynuli.
7. Ahmad bin Sahl al-Asynani (w. 307 H/919 M)
Nama lengkapnya adalah Abu al-„Abbas Ahmad bin Sahl
al-Fayruzan al-Asynani. Tokoh ini adalah murid dari „Ubaid bin al-
Shabbah dan „Amr bin al-Shabbah. Beliau emiliki banyak murid,
diantaranya Ibnu Mujahid, „Umar bin Ahmad, „Ali bin Muhammad
62

biin Sholih al-Hasyimi, Abu Bakr al-Naqasy dan „Abd al-Wahid


bin „Umar. Beliau wafat pada 14 Muharram 307 H.
8. „Ali bin Muhammad bin Sholeh al-Hasyimi (w. 368 H/978 M)
Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan „Ali bin
Muhammad bin Shalih bin Abi Dawud al-Hasyimi. Dia belajar
qira‟at kepada Ahmad bin Sahl al-Asynani. Beberapa murid dari
„Ali bin Muhammad al-Hasyimi adalah Thahir bin Ghalbun,
Manshur bin Muhammad al-Sanadi, Abu al-Fadhl al- Khaza‟i,
Muhammad bin al-Husain al-Karizini, „Abd al-Salam bin al-
Husain al-Bahsri, „Ali bin Muhammad al-Kabazi dan lain-lain.
9. Thahir bin Ghalbun (w. 399 H/ 1008 M)
Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Thahir „Abd al-
Mun‟im bin „Ubaidillah bin Ghalbun bin al-Mubarak. Thahir bin
Ghalbun tinggal di Mesir, namun masa mudanya dihabiskan untuk
belajar kepada sejumlah „ulama di Bashrah. Beberapa gurunya
dalam bidang qira‟at adalah „Ali bin Muhammad al-Hasyimi,
Muhammad bin Yusuf bin Nahar al-Hartaki dan „Ali bin
Muhammad bin Kasynam al-Maliki. Beberapa muridnya adalah
Abu „Amr al-Dani, Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-
Qazwaini, Abu al-Fardl „Abd al-Rahman al-Razi dan lain-lain.
Thahir bin Ghalbun wafat di Mesir pada 399 H.
10. Abu „Amr „Utsman bin Sa‟id al-Dani ( w. 444 H/1053 M)
Nama lengkap tokoh ini adalah Abu „Amr „Utsman bin
Sa‟id bin „Utsman bin „Umar al-Dani. Namanya tidak asing di
kalangan santri karena karyanya Taisir fi qira’at Sab’ah yang
mudah ditemukan di perpustakaan pesantren. Abu „Amr „Utsman
bin Sa‟id al-Dani biasa dipanggil al-Shairafi.
Abu „Amr „Utsman al-Dani lahir pada tahun 371 H. Masa
kecilnya sampai berumur 26 tahun ia habiskan di kota
kelahirannya, Daniyah sebuah kota di daerah Cordova. Beberapa
gurunya dalam bidang ilmu qira‟at adalah Khalaf bin Ibrahim,
63

Thahir bin „Abd al- Mun‟im bin Ghalbun, „Abd al-„Aziz bin Ja‟far
bin Muhammad, Faris bin Ahmad bin Musa dan Muhammad bin
„Abdullah al-Najjad.
Ketika berumur 26 tahun Abu „Amr al-Dani mengadakan
perjalanan ke timur untuk memperdalam ilmunya, seperti ke
Qairawan dan Tunis. Di kota ini Abu „Amr belajar qira‟at ke
beberapa ulama seperti Abu al-Hasan al-Qabisi. Dari kota tersebut
ia kemudian ke Mesir dan belajar kepada sejumlah ulama
berkebangsaan Mesir, Baghdad dan Syam. Di antara gurunya
adalah Faris bin Ahmad bin Thahir bin Ghalbun. Kemudian Abu
„Amr menunaikan ibadah haji ke tanah suci dan dalam kesempatan
ini ia berguru kepada sejumlah ulama di sana, seperti Abu al-
„Abbas Ahmad bin al-Bukhari. Pulang haji ia kembali ke Mesir
dan menetap selama sebulan kemudian tinggal di Qairawan selama
beberapa bulan sebelum akhirnya kembali ke tanah kelahirannya.
Tokoh ini wafat pada 15 Syawwal 444 H/1053 M di tanah
kelahirannya.
Beberapa ulama yang pernah belajar qira‟at kepeda Abu
„Amr „Utsman al-Dani ialah Sulaiman bin Najah, Khalaf bin
Ibrahim al-Thalithali, Khalaf binMuhammad al-Anshari, dan
Muhammad bin „Isa al-Thalithali. Selama hidupnya ia telah
mengarang beberapa karya. Ada yang berpendapat seluruh
karyanya berjumlah 120 dan yang lain mengatakan 130.
11. Abu Dawud Sulaiman bin Najah al-Andalusi (wafat 496 H/1103
M)
Beliau lahir pada 1413 H/1022 M. Guru beliau adalah Abu
Amr Al-Dani. Murid beliau adalah Abu al-hasan „Ali bin Hudail,
Ibrahim bin Jama‟ah al-bakri al-Dani, Ahmad bin Sahnun al-Mursi.
12. Abu al-Hasan „Ali bin Hudail (W. 564 H/1168 M).
Beliau lahir pada 470 H/1077 M. Guru beliau diantaranya
adalah Abu Dawud Sulaiman bin Najah al-Andalusi. Murid beliau
64

diantaranya Abu al-Qasim al-Syathibi, Muhammaad bin Khalaf al-


Balnasi, Muhammad bin Saaid al-Muradi.
13. Al-Qasim bin Firruh al-Syathibi (w. 590 H/1194 M).

Beliau lahir pada 538 H/1144 M di kota Syatibah yang masih


wilayah Andalusia.

14. Abu al-Hasan „Ali bin Syujai al-Abbas (661 H/1262 M).

Beliau lahir pada sya‟ban 572 H. Guru beliau diantaranya


adalah Muhammad al-Qasim al-Syaathibi. Murid beliau diantarnya
adalah Muhammad bin Abdul Kholiq al-Misri. Beliau wafat pada
07 Dzulhijjah 661 H/1262 M.

15. Muhammad bin Abu Khaliq al-Mishri (w. 725 H/1324 M)

Beliau lahir pada 18 Jumadil Awal 636 H/1238 M. Guru


beliau adalah Abu al-hasan „Ali bin Suja‟, Ibrahim bin Ahmad bin
Ismail bin Faris, dan Abdurrahman bin Murhif bin Nashirah.

16. Muhammad bin Abd Al-rahman bin Ashoigh (w. 776 H/1374 M)
dan Abdurrahman bin Ahmad al-Baghdadi (w. 781 H/1379 M).

Ashoigh lahir di kairo pada tahun 704 H/1304 M. Murid


beliau adalah Ibnul Jazari (w. 833 H/1429 M) dan Ibnu al-Jundi.
Al-Baghdadi lahir pada 702 H. Murid beliau diantaranya adalah al-
Jazzari pada tahun 771 H/1367 M.

17. Ibnu al-Jazari (w. 833 H/1429 M)

Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Muhammad


bin „Ali bin Yusuf all-Jazari al-Syafi‟i. Beliau lahir di damaskus
pada 25 Ramadhan 751 H/1350 M. guru beliau diantanya adalah
abu Muhammad Abdul Wahhab, Ahmad bin Ibrahim, Muhammad
bin Abd Al-rahman bin Ashoigh, Abdurrahman bin Ahmad al-
Baghdadi.
65

18. Ahmad Al-„Umyuthi (w. 872 H/1467 M)

Nama lengkapnya Syihab al-Din Ahmad bin Asad bin „Abd


al-Wahid al-„Umyuthi al-Syafi‟i, lahir di iskandariyah pada 808 H.
„Umyuth adalah nama tempat bagian barat di negara mesir. Beliau
wafat pada 20 Dzulhijjah 872 H/1467 M.

19. Zakariya al-Anshari (w.926 H/1520 M)

Lahir di Sukainah, sebuah daerah di sebelah timur Mesir


pada 823 H/ 1420 M, tokoh ini memiliki nama lengkap Abu Yahya
Zakariya bin Muhammad bin Ahmad bin Zakariya al-Anshari al-
Sunaiki al-Mishri. Zakariya al-Anshari menghafalkan al-Qur‟an di
hadapan dua gurunya, yaitu Muhammad bin Rabi‟ dan al-Burhan.

Ada 841 H/1437 M Zakariya al-Anshari menuju Kairo


untuk memperdalam berbagai cabang ilmu keislaman. Guru-guru
Zakariya al-Anshori dalam qira‟at sab‟ah adalah Imam al-Azhar al-
Nur al-Balbisi, Al-Syihab al-Qalqili al-Iskandari dan Ridwan al-
„Uqbi. Dia juga mempelajari tiga qira‟ah lainnya (qira‟ah „asyroh)
kepada al-Zain al-Thahir al-Maliki dan al-Zain bin „Ayyasy. beliau
melahirkan banyak karya dari berbagai cabang ilmu keislaman,
bukan hanya ilmu qira‟at.

20. Nashir al-Din al-Thabalawi (w. 966 H / 1559 M)

Nama lengkapnya Nashir al-Din Muhammad bin Salim bin


„Ali al-Thabalawi. Tokoh ini berasal dari Mesir dan dikaruniai
umur panjang yakni 1 abad. Dia dikenal ahli qira‟at dan fikih.
Gurunya dalam bidang ilmu qira‟at adalah Zakariya al-Anshari.
Diantara muridnya adalah Ahmad al-Masiri dan Syahadzah al-
Yamani. Zakariya al-Anshari wafat pada tahun 966 H/1559 M.

21. Syahadzah al-Yamani


66

Syahadzah al-Yamani meriwayatkan qira‟at dari Nashir al-


Din al-Thabalawi dan Muhammad bin Ja‟far. Termasuk dari murid
Syahadzah al-Yamani adalah Syihab al-Din Ahmad bin „Abd al-
Haqq al-Sunbathi (w. 955 H/1587 M), Zain al-Din „Abdurrahman
al-Yamani dan Saif al-Din bin „Atha‟ Allah al-Fadhali (w. 1020
H/1611 M). Nama yang disebut kedua tidak lain adalah putra
Syahadah al-Yamani. Hanya saja ketika Zain al-Din Abd al-
Rahman mengaji sampai surah al-Nisa ayat 41 ayahnya dipanggil
Sang Pencipta. Namun tidak disebutkan tahun wafatnya Syahadzah
al-Yamani. Kemudian Zain al-Din berguru kepada Syihab al-Din
yang merupakan murid Syahadzah al-Yamani sampai khatam al-
Qur‟an.

22. Saif al-Din bin „Atha Allah al-Fadhali (w. 1020 H/1611 M)

Nama lengkapnya Abu al-Futuh Saif al-Din bin Atha‟ Allah


al-Wafa‟i al-Fadhali. Beliau merupakan ahli qira‟at ternama di
Mesir pada masanya. Gurunya dalam hal qira‟at adalah Ahmad al-
Sunbathi dan Syahadzah al-Yamani. Diantara muridnya adalah
Sulthan al-Mazzahi dan dan Muhammad bin „Ala al-Din al-Babili.
Ahli qira‟at ini termasuk ulama yang produktif.

23. Sulthan al-Mazzahi (w. 1075 H/ 1664 M )

Nama lengkap beliau adalah Sulthan bin Ahmad bin


Salamah bin Isma‟il al-Mazzahi al-Mishri. Ahli qira‟at terbesar di
Mesir pada masanya ini berasal dari desa Mazzah. Gurunya dalam
bidang ilmu qira‟at adalah Saif al-Din bin „Atha Allah al-Fadhali.
Tokoh ini banyak belajar ilmu-ilmu keislaman lainnya kepada
Ahmad al-Subki. Beberapa muridnya adalah Ahmad al-Banna (w.
1117 H/1705 M), „Ali al-Manshuri, Muhammad al-Irfani, Abu al-
Su‟ud bin Abi al-Nur, Ali al-Syabrimallisi dan Muhammad al-
Baqari. Sulthan al-Mazzahi termasuk ulama yang produktif.
67

24. „Ali bin Sulaiman al-Manshuri (w. 1134 H/1722 M)

Nama lengkap ahli qira‟at asal Mesir ini adalah „Ali bin
Sulaiman bin Abd Allah al-Manshuri. Guru-guru beliau dalam
qira‟at adalah Sulthan al-Mazzahi, Ali al-Syabramallisi dan
Muhammad al-Baqari. Termasuk murid-muridnya adalah Ah mad
Hijazi dan Yusuf Affandi Zadah (w.1167 H/1754 M). „Ali bin
Sulaiman Al-Manshuri wafat di Iskandariyah pada 113 H/1722 M.

25. Ahmad Hijazi

Beliau meriwayatkan qira‟at dari „Ali bin Sulaiman al-


Mansuri bersama Yusuf Afandi Zadah, murid beliau diantaranya
ialah Mushthafa bin „Abd al-Rahman al-Azmiri.

26. Mushthafa bin „Abd al-Rahman al-Azmiri (w. 1156 H/1743 M)

Kata al-Azmiri dapat dibaca dengan al-Izmiri, beliau


tinggal di Mesir dan menimba ilmu di Universitas al-Azhar.
Beberapa karya tulisnya ialah ittihaf al-bararah bi ma sakata
‘anhu Nasyr al-Asyarah, Tharir an-nasyr min Thariq al-‘Asyr,
Taqrib Hushul al-Maqasid fi takhrij ma fi al-Nasyr min al-fawaid,
Badai’ al Burhan fi tahrir al-Qira’at al-‘Asyr, ‘Umdah al—Irfan
Wujuh Al-Qur’an, Nur al-A’lam bi infiradh al-‘Arba’ al-A’lam fi
Al-Qira’at al-Syadzadzah, dan lainnya.

27. Ahmad Al-Rasyidi

Beliau tinggal di Mesir, karena ada kata al-Rasyidi di


belakang namanya, sedangkan al-Rasyidi ialah nama suatu tempat
diwilayah Mesir, beliau berguru kepada Mushthafa bin „Abd al-
Rahman al-Azmiri dan Muhammad al-Abasi yang dikenal dengan
sebutan al-Aththar, dan memiliki murid yang bernama Isma‟il
Basytin dan muhammad al Hasan bin Muhammad al-Samanhudi
(W.1199 H/1785 M).
68

28. Isyma‟il Basytin


Tidak banyak informasi mengenai ulama ini
29. „Abd al-karim bin H Umar al-Badri al-Dimyati
Tidak banyak yang mengenal tokoh ini, da informasi
bahwasannya beliau mengajar di Mekkah, yang berasal dari
Dimyati sebuah kota yang berada di wilayah Mesir
30. KH. Muhammad Munawir
Kyai H. Muhammad Munawir adalah cucu kyi Hasan
Bashori putra pasangan kyai H. Abdullah Rosyad dengan nyai
Khadijah. Beliau dilahirkan dikauman Yogyakarta tanpa diketahui
kelahirannya.102
Guru-guru beliau antara lain kyai H. Abdullah (Kanggotan
Bantul), KH. Kholil (Bangkalan Madura), KH. Sholih (ndarat
Semarang), KH. Abdurrahman (Watucongol, Muntilan, Magelang).
Pada tahun 1888 M, beliau belajar d mekkah al-Mukaromah
selama kurang lebih 21 tahun. Berguru kepada Syekh Abdullah,
Syekh Syarbini, Syekh Mukri, Syekh Ibrahim Huzaimi, Syekh
Mansur, Syekh Abdus Syakur, dan Syekh Musthofa. Khusus dalam
fan qiroah sab‟iyah beliau belajar kepada Syekh Yusuf hajar. 103
Murid-murid beliau adalah Kh. Arwani Amien Kudus, KH
Badawi Kaliwungu, KH Zuhri Nganjuk, KH. Umar Mangkuyudan,
Solo, KH. Umar Kempek, Cirebon, KH. Nur Munawwir
Tegalarum Kertosono, KH. Murtahdo Buntet, Cirebon, KH.
Ma‟shum Gedongan Cirebon, KH. Abu Amar, Kroya Cilacap, KH.
Suhaimi Benda Bumi Ayu, K. Syathibi Kyangkong, Putowarejo,
KH. Anshor Pepedan Bumi Ayu, KH. Hasbullah Wonokromo
Bantul, K. Muhyiddin Jejeran Bantul, R Hidayat Purworejo, H.
Mahfudz Purworejo dan KH. Muntaha Kali Beber Wonosobo. 104

102
Keluarga Muda Bani Muhammad Munawir, Buku Silsilah Dzurriyyah Bani
Muhammad Munawir, Krapyak, 2000, hlm 1.
103
Ibid.
104
Ibid, hlm 2.
69

KH. Muhammad Munawwir Rahimahullah, wafat pada hari


Jum`at tanggal 11 Jumadil Akhir tahun 1360 H. Bertepatan dengan
tanggal 6 Juli 1942 M, dan dimakamkan di makbarah Ndongkelan,
Bantul Yoyakarta. KH. Muhammad Munawwir merupakan salah
satu ulama pengajar Al-Qur‟an qira‟at „Ashim riwayat Hafsh.
31. KH. „Umar Sholeh
KH.Umar Sholeh dilahirkan di Kempek pada tanggal 12
februari 1922M. Beliau adalah salah satu putra Mbah Harun yang
berperanbear dalam mengembangkan pondok peantren. Amalnya
yag istiqomah dan prinsip yang konsisten terhadap apa yang
diyakininya benar secara yari‟at mengantarkan beliau pada sosok
yang dikgumi dan dihormati segenap lapisan masyarakat.
Pribadi yang mengesankan dari beliau adalah sikap sam‟an
wa tha‟afan terhadap gurunya Syekh Munawir bin Abdul Rosyid
diamping ayahandanya. Hal itu dibuktikan dengan pengalaman
beliau yamg tak segan-seganberangkat ke Yogyakarta untuk
memenuhi undangan guru/putranya, walau saat itu beliau tak
punya bekal untuk perjalanan jauh tersebut. Sehingga kerap kali
beliau harus menjual padi lebih dahului untuk sekedar bisa sowan
ke Yogyakarta
Dua tahun setelah wafat ayahandanya yang sekaligus
gurunya, yang menggembleng beliau belajar kitab kuning.
Tepatnya pada tanggal 4 rabi‟ul awal 1355 H, beliau dikirim ke
Yogyakarta untuk mesantren. setelah mempelajari qira‟at pada
Mbah Munawir (Kitab Iltihat dan Muqarrar) beliau mulai
menyukai ilmu qira‟at yang dipelajarinya dari sang guru-guru. Tak
terasa telah empat tahun lamanya beliau nyantri disana, tepatnya
bulan mulud tahun 1359 H. Beliau pamit boyong untuk pulang ke
rumah.
70

C. Sejarah Kegiatan Tamrinul Idaroh di Pondok Pesantren Kempek

Pondok Pesantren Kempek memiliki salah satu rutinitas ‘amaliyah setiap


bulan Ramadhan, yaitu Tamrinul Idaroh pembacaan al-Qur‟an dengan
menggunakan Qira‟ah Imam „Ashim. Sejarah diadakannya Idharoh dimulai ketika
KH. Umar Sholeh pulang daripondok pesantren Krapyak pada tahun 1359. Di
sana beliau mengaji beberapa kitab terutama kitab Qiroat dengan literatur kitab
Al-Ikhtilaf dan Muqoror di mana di saat itu beliau menemukan cara baca Al
Quran yang biasa beliau pelajari dalam pendidikan sehari-hari di pesantren
kempek itu bukan hanya satu-satunya cara yang diriwayatkan baik oleh Imam
„Ashim maupun oleh ImamSyu‟bahdalam kitab itu beliau menemukan berbagai
macam alternatif cara membaca dan menemukan beberapa kaidah-kaidah yang
mungkin disesuaikan dengan ilmu Nahwu dan ilmu Shorof sehingga akhirnya
beliau ingin mempraktekkan pengajian Kitab tersebut akhirnya Kemudian beliau
mulai merangkum beberapa variasi bacaan yang ditemukan dari bacaan bacaan al-
Qur‟an kempekan yang Kemudian beliau rangkum dan akhirnya tersusunlah
dalam buku yang disebut Khulasotu Rughbah kemudian buku itu menjadi literatur
wajib, rujukan para santri yang mengikuti Tamrinul Idarohdi Pondok Pesantren
Kempek.105
Maka perlu di adaknnya idaroh itu adalah ketika beliau KH. Umar
menemukan berbagaimacam bacaan al-Qur‟an di dalam kitab Qiroatnya walaupun
beliau tidak mengajarkan langsung Qiroat sab’aah yang ada 7 itu pada santrinya,
tetapi yang beliau ajarkan terlebih dahulu hanya 1 rowi saja yaitu qira‟at dari
Imam „Ashim yang kemudian dari rowi itu mempunyai 2 murid adalah Imam
Hafs dan Syu‟bah. Diantara tujuan yang paling utama di adakannya Idaroh adalah
membekali para khotimin para santri-santri yang telah selesai mengkhatmkan al-
Qur‟an kempekannya, kemudian para santri Khotimin dibekali dengan berbagai
varian cara membaca al-Qur‟an dari qiraat Imam Hafs.

105
Wawancara dengan adik pengasuh Pondok Pesantren Kempek, K. Achmad Hakim S. Pdi di
kediamannya Jl. Tunggal Pegagan Kempek Rt. 003 Rw. 001 Blok 1 Kempek-Gempol Cirebon.
Tanggal 03 Juli 2016 Pukul 13.50
71

Sebenarnya kalau kembali lagi ditelisik lebih mendalam perubahan cara


membaca tadi adalah satu hal yang wajar dan istilahnya tidak bertentangan dengan
kaidah bahasa Arab ketika di bahas dalam ilmu Nahwu tentu masuk akal ketika
ada yang washol dan ada yang waqaf ada yang berhenti dan seterusnya itulah
ketika ada “Al” atau istilah bahasa Nahwunya ada Hamzah washol sehingga
contohnya misalkan A’udzubillahiminasyaitonirrojim, Bismillahirrohmanirrohim,
alhamdulillahirobbil’aalamin, itu hal yang wajar, kemudian ada istilah ‫( قطع الجم‬
)‫ وصل الجمع‬-‫ ووصل األول وقطع الثانى‬-‫ قطع األول‬dan seterusnya seperti contoh
A’udzubillahiminasyaitonirrojimBismillahirrohmanirrohimmilhamdulillahirobbil
alamin karena alhamdu itu al-nya Hamzah washol ketika disambung dengan
Bismillahirrohmanirrohimi menjadi hilang al-nya sehingga dibaca
Arrohimilhamdulillahirobbilalamin. Maka hal seperti itu perlu memberikan
pemahaman, pengayaan, materi yang lebih luas lagi kepada para santri. Sehingga
akhirnya santri tidak beranggapan bahwa itu yang paling benar itu yang paling
fasih kempek, padahal kempek pun membuka diri dan menerima berbagai macam
varian bacaan, artinya secara keilmuan juga menyadari bahwa yang dibaca di
kempek itu tidak semuanya paling fasih masih ada lagi berbagai varian yang
sama fasihnya sama betulnya sama benarnya.

D. Proses Menjadi Santri Supaya Bisa Mengikuti Kajian al-Qur’an


Bagi para santri sebelum mengikuti pengajian al-Qur‟an ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi oleh santri diantaranya :
1. Setiap santri barudiharuskan menghadap kiyai, bertujuan
memperkenalkan diri dan dicatat dibuku romo kiyai, setelah itu
barulah dinyatakan resmi sebagai santri kempek, kemudian setelah
disoankan kepada kiyai, santri baru mengurus administrasi
dikepengurusan pondok pesantren kempek,yang bertempat di
sekretariat “Darul Futuh” untuk putra, “Darun Najah” untuk putri,
dengan tujuan untuk mendapatkan asarama,karena pihak pengurus
yang mengatur asrama santri baru.
72

2. Santri baru digundul (untuk putra) setelah menghadap Romo kiyai


sebagai simbol atau ciri santri baru.
3. Kemudian disoankan atau harus menghadap ustadz dan ustadzah
yang mengajar pengajian Al-fatihah. Karena di pondok pesantren
kempek mengaji tidak hanya dengan satu pengajar,dan tujuan dari
soan adalah supaya mendapatkan kartu pengajian Al-fatihah:
a. Sebelum mengaji Al-fatihah,pada malam hari tepatnya habis
shoat maghrib berjamaah,untuk seluruh santri cocogan atau
menyetorkan hafalannya kepada pengurus asrama sebelum
setoran ke pak kiayi dan bu nyai,karena Kegiatan mengaji
Al-fatihah dilakukan setelah sholat subuh berjamaah,santri
baru setelah sholat subuh berjama‟ah berbaris menjadi dua
barisan dengan membawa kartu mengaji fatihahnya, sambil
menunggu kiyai/ nyai rawuh (datang) para santri mengulang-
ulang bacaan fatihah yang akan di setorkan,laksana suara
lebah yang berkrumun, dan sunyi senyap ketika kiyai/ nyai
datang untuk memulai kegiatan mengaji.
b. Ada kebiasaan atau adat yang unik ketika mengaji Al-fatihah
di pindah,karena mengaji fatihah tidaklah mudah seperti kita
membalikan kedua telapak tangan,selain makhorijul
hurufnya harus fasih dan benar,mengaji fatihah juga harus
lantang dan jelas,masa perpindahan dari surat Al-fatihah
menuju surat selanjutnya itu beragam ada yang satu
bulan,dua bulan bahkan ada yang sampai satu tahun.
c. Nama-nama kiyai yang menerima setoran dan menyimak
bacaan para sntri yang pertama K.Ahmad Chakim, menerima
setoran dari surat Al-fatihah sampai surat Al-„ashr, bagi
santri yang sudah mencapai surat yang telah di tentukan,
maka pindah ke kiyai yang kedua yaitu K.Rofi’i Fadlu yang
menerima setoran dari surat At-takatsur sampai An-Naba,
bagi santri yang telah khtam juz „amma diperkenankan
73

menyetorkan nama sebagai calon khotimin juz „amma


(qishorul mufashol) dengan syarat sudah mendapat
persetujuan dari orang tua. Setelah menjadi khotimiin juz
„amma (qishorul mufashol) santri wajib mindoni atau
mengulang setoran juz „ammanya kepada kiyai yang pertama
yakni K.Ahmad Chakim, namun setoran yang kedua itu
dengan menggunakan sistem setoran biasa, setoran kedua itu
tidak satu surat namun ditentukan oleh kiyainya, bagi santri
yang sudah khatam setoran yang kedua maka boleh
melanjutkan tahap selanjutnya yaitu mengaji dari surat Al-
baqoroh (juz 1) samapai surat Al-imran (juz 4) di kiyai yang
telah di tentukan yaitu K. Ahmad Chakim dengan syarat soan
terlebih dahulu untuk mendapatkan kartu setoran, dan
setorannya hanya setengah lembar, dan cara mengajinya
sama seperti ngaji juz „amma yaitu baris dua banjar, dalam
kegiatan mengaji al-Qur‟an ini ada kententuan dalam
berpakaian setiap mengaji yaitu, untuk hari sabtu dan hari
minggu menggunakan kemeja putih, hari senin dan hari
selasa menggunakan batik yayasan pondok pesantren
kempek, untuk hari rabu dan hari kamis menggunakan
pakaian bebas asalkan lengan panjang untuk putra.
d. Bagi seluruh santri yang telah mncapai surat yang telah
ditentukan maka harus pindah ke kiyai yang ketiga yaitu
K.Munawir Halimuntuk melanjutkan dari surat An-nisa (juz
4) sampai surat An-nahl (juz 14) setiap kiyai mempunyai
cara dan sistem mengajar Al-quran yang berbeda-beda sama
halnya dengan K.Munawir halim ini, setorannya tidak lagi
setengah lembar tapi satu lembar, dan mengajinya juga tidak
lagi pake seragam hanya pada awal mengaji saja
menggunakan kemeja putih,setelah hari pertama ngaji telah
berlalu untuk mengaji selanjutnya menggunakan pakaian
74

bebas dengan syarat lengan panjang dan sopan, dan mengaji


di K.Munawir Halim tidak menggunakan kartu setelah
melewati surat yang telah ditentukan, santri harus soan dan
minta surat rekomendasi untuk mengaji dipengasuh pondok
pesantren kempek yaitu K.H.Muhammad Nawawi Umar
karena beliau yang menerima setoran santri yang telah
mencapai surat Al-isro (juz 15) sampai dengan surat An-nas
(juz 30).
e. Sedangkan untuk putri yang mengajar ngaji dari surah al-
Fatihah dan juz‟ama yaitu Ny. Nur Aulia, kemudian dari
surah al-Baqarah samapai surah an-Nisa (juz 6) oleh Ny.
Musyarofah Qona‟ah Umamah, dari surah al-Maidah (juz 6)
sampai surah an-Nas di simak langsung oleh Ny. Hj. Jazilah
Yusuf.
f. Untuk mendapatkan gelar khotimiin Qur‟an ada dua cara
yaitu mengaji secara murni dan mengaji secara bregan.
1. Mengaji secara murni adalah dimana ada surat
yang harus disetorankan bil ghoib (tanpa melihat Al-
Qur‟an) yaitu surat yasin.
2.Mengaji secara bregan (bahasa jawa) adalah
mengaji yang dilakukan hampir setiap setelah sholat
berjam‟ah kecuali setelah sholat maghrib, kegiatan ini
dilakukan secara intensifdan biasanya pengajian ini
dilakukan sebulan sebelum menghadapi acara tasyakur
khotmil Qur’an,dan santri yang boleh mengikuti sistem
pengajian bregan ini adalah santri yang sudah mencapai juz
19 keatas dan setorannya tidak menentu, karena di tentukan
oleh pengasuh langsung.dan bagi santri yang telah selesai
mengkhatamkan setoranya maka tinggal menungu hari
bahagia yaitu malam tasyakur khotmil Qur’an.
75

D. Proses Pelaksanaan Idaroh

Idaroh secara bahasa


diambil dari kata ‫ دورا‬- ‫ يذور‬- ‫دار‬
Yang berarti berputar, berulang,
atau berkeliling. Sedangkan secara
istilah ‫ االدارة‬ialah membaca Al-
Qur'an secara berputar atau
bergantian menggunakan dua Imam
Qiro'at yaitu Imam Hafs dan

(Foto: Dokumen Pribadi)

Imam Syu'bah dihadapan Kiyai di Pondok Pesantren Kempek Cirebon sebagai


tahap akhir dalam prosesi Khataman al-Qur'an Kempek.

Sebelum pelaksanaan Idaroh langsung di hadapan Guru kita Abuya K.H


Nawawi Umar Sholeh, para Khotimin al-Qur'an di wajibkan untuk melalui
proses latihan Idaroh atau yang biasa di sebut dengan Tamrinul Idaroh.

Kenapa dikatakan sebagai latihan, Karna dalam menjalani proses


Tamrinan para khotimin masih di ajarkan satu persatu cara pembaca'an khilaf
(perbeda'an) yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur'an antara Qiro'at Imam Hafs
dan Qiro'at Imam Syu'bah oleh
pembimbing Tamrinan (Pengurus).

Sistematika Tamrinan yaitu,


Para peserta Tamrinan membaca al-
Qur'an secara bergiliran sesuai urutan
Absen masing-masing yang pastinya
pembaca'an al-Qur'annya

(Foto: Dokumen Pribadi)


76

menggunakan nada kempekan. Dua Peserta Tamrinan (Khotimin Al-Qur'an) yang


mendapatkan giliran membaca di persilahkan untuk maju menghadap
pembimbing Tamrinan, yang satu membaca al-Qur'an dan satunya lagi menunggu
giliran membaca, sedangkan untuk para Peserta Tamrinan yang lain menyimak
baca'an. Ketika dalam ayat tertentu terdapat Khilaf (perbeda'an) baca'an antara
dua Imam (Imam Hafs dan Syu'bah) pembimbing memberitahuan tata cara
membacanya terlebih dahulu. sebelum di baca oleh Peserta Tamrinan, setelah
dirasa semuanya faham, baca'anpun dilanjutkan denggan cara Peserta Tamrinan
yang mendapatkan giliran membacakan ayat tersebut beserta khilafnya hingga
selesai, di ikuti oleh peserta Tamrinan yang lain. Begitulah seterusnya , mulai dari
surat Al-Fatihah hingga surat An-Nass. Para Peserta Tamrinan mendapatkan
bagian membaca sebanyak 1 halaman, dan terus bergilir sesuai absen yang ada.

Tamrinan ini biasanya di mulai pada tanggal 1 atau malam tanggal 2


Ramadhan. Waktu pelaksana'an Tamrinan sendiri di mulai sekitar jam 08:00/
09:00 WIK hingga menjelang Sholat Dzuhur. Kemudian setelah Dzuhur rehat
sejenak disamping dalam keada'an berpuasa untuk melepaskan lelah. Dan
berlanjut lagi pada Malam hari Bada Sholat 'Isya hingga selesai sekitar jam 12:00
WIK. Sebelum tanggal 15 Ramadhan Proses Tamrinan / latihan Idaroh ini harus
sudah hatam 30 juz. bisa di simpulkan satu hari mendapatkan 2 Juz atau lebih.
Kemudian penghataman Tamrinan secara serentak pada malam Nuzulul Qur'an
tanggal 17 Ramadhan. Yang di hadiri oleh para Dzurriyyah Pondok Kesantren
Kempek Dengan membaca surat Ad-Dhuha hingga surat An-Nas secara
bersama'an.
77

Diharapkan dengan adanya


Tamrinan latihan ini para Khotimin
siap untuk menjalani ujian hataman
yang sesungguhnya yaitu Idaroh di
hadapan Kyai. Seperti halnya Ujian
Nasional bagi para siswa-siswi di
sekolah untuk menyandang status
Lulus.

(Peserta Tamrinan 1436 H )

Begitu juga Idaroh, yang menjadi Ujian Ahir bagi para Santri Pondok
Pesantren Kempek yang akan menyandang predikat lulus mengemban Sanad Al-
Qur'an Kempek. Idaroh sendiri biasanya di laksanakan seminggu sebelum Hari
Raya Idul Fitri, sekitar tanggal 23/24/25 Ramadhan, menunggu keputusan Kyai.
Perbeda'an antara Tamrinan dan Idaroh yang sangat signifikan ialah :

a) Santri tidak lagi dibimbing tentang tata cara membaca Khilaf (perbeda'an)
baca'an karna sudah di latih pada sesi Tamrinan.
b) Langsung berhadapan dengan Kyai secara otomatis memberikan efek
nerveus yang sempurna bagi para Khotimin.
c) Waktu pelaksanaan yang lebih extra dari pada Tamrinan, ketika tamrinan
proses penghataman Al-Qur'an dengan dua Imam ( Hafs dan Syu'bah )
mulai dari tanggal 1 sampai tanggal 13/14/15 Ramadhan atau sekitar 2
Minggu,
namun hal itu tak berlaku dalam Idaroh yaitu waktu kurang dari 1 Minggu
mulai dari tanggal 24 sampai 30 Ramadhan.
Secara otomatis pelaksanaannya pun di tambah dari pagi sampai Dzuhur,
Siang ba'da Dzuhur (ketika target khatam masih jauh), Sore ba'da Ashar, dan
Malam Hari ba'da Isya' hingga selesai. Proses pembacaan Idaroh tak jauh beda
dengan Tamrinan karna Tamrinan adalah bentuk latihan dari ujian sesungguhnya.
78

Ketika takbir berkumandang di seluruh santri penjuru dunia yang


menandakan hari kemenangan tiba, seakan menjadi saksi atas perjuangan Para
Khotimin dalam menjalani proses
Hataman. Malam itu adalah proses menuju
puncak penghataman Al-Qur'an secara
serentak oleh para peserta Idaroh. Setelah
seluruh rangkaian hataman mulai dari
Geberan/Bregan, Do'a Hataman Al-
Qur'an,Tasyakuran Hataman Al-Qur'an,
Ziaroh, Tamrinan, dan yang terahir Idaroh.

Foto: (Dokumen Pribadi)

Kini tibalah saatnya hal yang paling mendebarkan yaitu Ijab Qobul Sanad
Al-Qur'an. Satu persatu Khotimin menghadap Kiyai dan bersalaman sebagai
Isyaroh serah terima Ijazah." Qobiltu " di lantunkan ketika Kiyai selesai
membacakan Ijab. Alhamdulliah selesailah semua rangkaian Hataman Al-
Qur'anPondok Pesantren Kempek Cirebon.

E. Metode Pembacaan Tamrinul Idaroh dan Cara Santri Menuliskan


Tanda Waqof

Al-Quran adalah kalamullah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad


SAW sebagai mukjizat yang paling agung yang di jaga ke aslianya langsung oleh
Allah SWT hingga hari kiamat. Membaca Al-Qur'an adalah suatu ibadah, akan
tetapi dalam membaca Al-Qur'an agar tidak terjadi kesalahan dalam bacaan nya
kita harus mempunyai guru. Dalam kajian Al-Qur'an ada yang namanya Talaqqi
Syafahi. Talaqqi berasal dari kalimah laqia yang berarti berjumpa. Yang
dimaksudkan berjumpa adalah bertemu antara murid dengan guru. Sedangkan
Syafahi/Musyafahah di ambil dari kata syafahun yang berarti bibir. Secara
bahasa ialah bercakap-cakap antara dua orang yang di maksud disini adalah
membaca Al-Qur'an dari mulut ke mulut.
79

Jadi, Talaqqi Syafahi /


Musyafahah adalah pertemuan antara
guru dan murid di dalam suatu majlis
pada satu masa tertentu dimana murid
menerima pengajaran dengan melihat
gerakan bibir guru dan mengikuti
bacaan guru. Dalam Proses Idaroh, tak
lepas dari metode Talaqqi Syafahi. Foto: (Dokumen Pribadi)

Seperti dalam proses Tamrinan (latihan) para khotimin di ajarkan satu


persatu cara pembaca'an khilaf (perbeda'an) yang terdapat dalam ayat-ayat Al-
Qur'an antara Qiro'at Hafs dan Qiro'at Syu'bah oleh pembimbing Tamrinan
(Pengurus). Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan baca'an yang fatal,
Karena melalui pengajaran face to face antara guru dan murid dengan
mencontohkan bacaan terlebih oleh pembimbing tamrinan.

Ada maqolah ulama yang berbunyi:

‫من تعلم العلم وليس له شيخ فشيخه شيطان‬


"Barang siapa yang belajaar ilmu namun tidak
berguru, maka gurunya adalah setan"

Apalagi dalam membaca Al-Qur'an, kalau tidak melihat langsung


pengucapannya dan penjelasannya dari guru, maka akan menghasilkan bacaan
yang salah. Oleh sebab itu wajib hukumnya belajar Al-Qur'an dengan adanya
Guru.

Contoh kecil seperti pengucapan huruf "dal", memang dalam kitab-kitab


tajwid sudah ada keterangan bahwa makhrojnya dal adalah di ujung lidah yang
menempel dengan langit-langit mulut. Namun jika tanpa adanya praktek langsung
yang di ajarkan oleh guru maka tidak akan benar. Seperti yang terjadi ketika
Idaroh berlangsung, para Khotimin al-Qur'an selalu berkendala dalam pengucapan
mahkrojnya huruf dal.
80

Kita ambil contoh lain bacaan seperti imalah, isymam, tafhim, tarqiq, tashil,
waslul jami', qoth'ul jami', atau yang lainnya tanpa adanya pengajaran langsung
dari guru, mungkin kita akan kebingungan tentang cara membacanya.

Oleh karena itu dalam tradisi di Pondok Pesanren Kempek ada yang nama
nya Cocogan. Cocogan adalah suatu sistematis untuk mengecek dan
membenarkan bacaan yang disimak langsung oleh senior sebelum mengaji
langsung di hadapan kyai. Kesimpulanya, dalam proses Tamrinul Idaroh di
Pondok Pesantren Kempek tak terlepas dari metode Talaqqi Syafahi, antara
peserta Idaroh dan Pembimbing secara langsung bertemu dan memperhatikan
baca'an dari pembimbing sebelum membaca ayat-ayat yang terdapat khilaf
(perbedaan) antara dua Imam Qiroat.

Sebelum memulai pembacaan Tamrinul Idaroh peserta membacakan Nadzom


yang dikenal oleh santri dengan istilah Prapatan. Dinamakan prapatan karena
dibaca 15 menit sebelum masuknya waktu shalat. Isi nadzamnya yaitu berisi nama
awal seluruh surat dalam al-Qur‟an dan awal setiap juz yang berbunyi:

‫ُّرَرا‬ ِ ٍ ِ ُّ ‫ب النَّظْ ُم ِش ْع ُر ََْي َم ُع‬ ِ


َ ‫َك َع ْقد َج ْوَهَرة قَ ْد ُوس َط الد‬ # ‫الس َوَرا‬ َ ‫يَا طَا ل‬
‫ِّس ِاء ُزَهَرا‬
َ ‫ضا َوالن‬
ِ
ً ْ‫َو َال ع ْمَرا َن اَي‬ # ‫أ ََّوُُلَا فَ ِاِتَة َوبَ ْع َد َها البَ َقَرْة‬

‫اف أَنْ َفلُ َها بََرائَةٌ ُكبَ َرا‬


ُ ‫اَ ْعَر‬ # ‫ام َوبَ ْع َد ُُهَا‬ ِ
ٌ ‫َوالْ َمائ َدةُ ُُثَّ اَنْ َع‬
Kemudian selesai prapatan absen dan langsung membaca satu persatu
maju ke depan bergiliran sesuai dengan urutan absen, selesai dibaca kemudian di
baca bersama-sama oleh peserta lainya.
Jika dalam Mushaf itu terdapat tanda waqof, Ketika Tetap dibaca waqof
maka Santri memberi tanda lingkaran dan huruf ‫ ط‬. aapabila ada Khilaf santri
akan memeberi tanda garis bawah.
81

Contoh bacaanya sebagai berikut:

  106     

       

     

        

    107         

108
           

        

     

   109 

      

    

   

              110
 

            

               

106
‫بإماله الزء وآماالهمشة فىجهان الفتح واإلمالت‬
107
‫بإماله الزء وآماالهمشة فىجهان الفتح واإلمالت‬
108
Q. S al-An‟am ayat 76-78
109
‫بالرفع‬
110
‫َبئ بىسن ضيضم‬ ‫بَب ْي ٍس‬,‫ئ‬
‫ئ بىسن َبر ٍس‬
‫ بَب ِئ ٍس‬: ‫لشعبت وجهان‬
82

  

   

  

   

   

   

   

                

              

112        111

       

    

 113
       

      

      

       

111
‫بإسكان الميم وتخفيف السيه‬
112
Q. S al-A‟raf ayat 164-178
113
‫باإلمالت محضه‬
83

           

            

           

                

                  

      114       

           

          115    

              

          116
     

           

117
 

Dalam membaca Al-Qur'an di Pondok Pesantren Kempek, terdapat hal-hal


yang menjadi icon tersendiri sehingga menjadi ciri khusus yang melekat pada al-
Qur'an Kempek. Diantaranya yaitu nada Kempekan. Cara membaca yang datar
tanpa adanya cengkok nada yang sama dengan menekankan setiap makhroj dan
tajwidnya itulah al-Qur'an dengan nada Kempekan.

114
Dibaca 6 wajah
115
‫بضم الذال‬
116
‫بإمالت الزاء‬
117
Q. S al-Dahr ayat 26- Q.S al-Mursalat ayat 19.
84

Dengan cara membaca kempekan, para santri sudah di biasakan membaca


dengan fasih dengan menekankan setiap makhroj dan tajwidnya. Kemudian
mubalagoh atau berlebih-lebihan dalam mengucapkan makhrorijul huruf, hal ini
memberikan efek potisif bagi santri. Karena sudah terbiasa mengucapkan setiap
huruf dengan mendalam, maka akan selalu terbiasa hingga tua nanti.

Seperti nasehat Romo KH. Nawawi Umar Sholeh kepada Para Santri,
peserta Idaroh dan Kelompok Jam‟iyah Ngaji Kuping disetiap Hari Jum‟at.

"Mumpung sampean kuh masih enom, maca Qur'ane sing


faseh luh, baka wis tua terus untune wis laka sih angel "

Selanjutnya ciri khas bacaan Al-Qur'an Kempek yaitu waqof dan


washolnya, yang menurut sebagian orang yang ahli dalam ilmu qiroat di anggap
nyeleneh. K. Musthofa 'Aqil Siroj, dalam sambutannya saat Tasyakur Khotmil
Qur'an Pondok Pesantren Kempek berkata, " Waqof dan washol Kempek ketika di
bawa dalam lomba qiroat tidak akan menang, karna dianggap tidak sesuai dengan
ilmu qiroat menurut juri".

Tapi jangan salah, dibalik waqof dan washol kempek dianggap tidak
sesuai menurut juri terdapat beribu-ribu ilmu yang tersirat. Kita ambil contoh di
dalam surat An-Nass. Kalau kita menggunakan waqof dan washol kempek maka
akan menemukan woshol pada lafadz " ilah, min syar, minal jinnah ".

Kalau di lihat dari ilmu qiroat washol di dalam lafadz tersebut ini tidak di
perbolehkan karna bukan tempatnya
berhenti dan bisa mengakibatkan
perubahan makna. Tapi kita lihat
makna yang tersirat ketika washol pada
lafadz tersebut.

Washol pada lafadz ilah dan


minal jinnah dalam surat An-Nass
memberikan pelajaran bahwa yang namanya ha ketika di waqof akan menjadi
85

huruf ha yang mati. Ketika di lanjutkan bacaannya maka huruf ha berharohat atau
hidup. Kemudian washol pada lafadz minal jinnah. Dalam lafadz al-Jinnatu disini
terdapat ta marbutoh yang mana hukum ta marbutoh ketika dalam situasi waqof
maka akan berubah menjadi huruf ha dan ketika bacaan di lanjutkan kembali
menjadi ta marbutoh. Keterangan ini ada dalam pembahasan kitab-kitab tajwid
saja.

Begitu hebatnya Al-Qur'an Kempekan, Karena ketika kita menggunakan


waqof dan washol kempek secara tidak langsung kita sudah menguasai hukum ta
marbuthoh bukan hanya teori saja akan tetapi langsung mempraktekannya dalam
bacaan Al-Qur'an. Selanjutnya washol pada lafadz min syar. Memang secara
kaidah ilmu qiroat ini tidak di perbolehkan karena berhenti bukan pada tempatnya,
akan tetapi coba kita lihat lebih dalam lagi makna yang tersirat.

Di dalam pembahasan Ilmu Tajwid ada yang namanya hukum baca'an


tarqiq dan tafhim. Huruf ro di baca tafhim apabila huruf ro berharokat dhommah
atau fathah, baik ketika waqof maupun washol, dan huruf ro' di baca tarqiq ketika
menyandang harokat kasroh. Hebatnya dalam waqof dan washol kempek, pada
surat An-Nass yang washol di lafadz min syarin. Ketika washol di baca tafhim
dan ketika bacaan di lanjutkan maka dibaca tarqiq. Secara tidak langsung kita di
ajarkan tentang hukum tarqiq dan tafhim.

Contoh lain pada surat Yasiin ayat 79-80. Ketika kita menggunakan waqof
dan washol kempek, maka pada ahir ayat 79 akan di washolkan pada lafadz
Alladzi.

Secara ilmu qiroat hal ini tidak di perbolehkan karena mengambil washol
pada permulaan shilah. akan tetapi ketika kita teliti lebih dalam, contoh washol
86

pada surat Yasiin ayat 79-80 ini mengajarkan kita terhadap hukumnya Hamzah
Washol. Yang dimana hukumnya Hamzah Washol ini di terangkan dalam
pembahasan ilmu shorof.

‫فاهنا زاءدة تثبت يف االبتداء وتسقط يف الدرج‬


"Hamzah washol ialah huruf tambahan, yang tetap
pada permulaan kalimat di hilang ketika berada di
tengah-tengah kalimat "

Ketika di washolkan pada lafadz Alladzi maka hamzahnya Al ini hilang,


dan ketika di baca ulang maka hamzahnya ini nampak. Bahkan kita juga di
ajarkan hukumnya Tanwin yang ada dalam pembahasan ilmu Tajwid dan nahwu
yaitu :

‫التىىيه هى وىن ساكىت تلحق في اخز الكلمت لفظا ال خطا‬


Tanwin adalah nun mati yang terletak pada ahir
kalimat yang telihat ketika di ucapkan dan hilang
ketika di tulis.

Tanpa kita sadari dengan mewasolkan bacaan pada surat Yasin ayat 79-80
banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil, mulai dari Tanwin, Hamzah washol,
bahkan Nun Washol yang muncul ketika tanwin berhadapan dengan Al. Banyak
sekali waqof dan washol kempek yang dilihat dari sisi ilmu qiroat tidak sesuai tapi
mengandung banyak pelajaran yang tersimpan.

Seperti selalu washol pada kalimat ‫ ثم اتخذتم‬Karena untuk memperjelas


sulitnya mengucapkan huruf dzal dan ta yang bersandingan. Dan banyak lagi yang
lainya yang tak memungkinkan di muat dalam tulisan yang terbatas ini.

Maka, waqof dan washol Kempek secara tidak langsung ialah sebagai
Ta'lim (pengajaran) kepada para santri apabila kita mau mengulasnya lebih dalam
lagi. al-Qur'an Kempek ini tak semena-mena diajarkan pada para santri karena
Romo K.H Nawawi Umar Sholeh mendapatkannya dari Ayahandanya yaitu Romo
KH. Umar Sholeh dan beliau mendapatkannya Syekh Muhammad Munawwir Bin
87

Abdullah Ar-Rosyid (Krapyak) dan terus bersambung hingga penerima


Kalamullah yaitu Rasullulah SAW. Maka tak diragukan lagi tentang ke afsahan
Qur'an Kempek.

F. Tujuan Pelaksanaan Tamrinul Idaroh


Pertama mengisi bulan Ramadhan dengan bacaan-bacaan al-Qur'an, supaya
para santri terutama untuk para khotimin yang telah selesai mngkhatamkan al-
Qur‟an mereka mau mengulang kembali bacaan mereka, kalau tidak adanya
idaraoh ketika al-Qur‟an khatam selesai sudah, jadi kitab suci yang benar-benar
suci jadi tidak tersentuh lagi. Namun ketika idaroh itu mulai dari Thamrinan atau
pengayaan para khotimin semuanya akan dituntut untuk maju mempresentasikan
bacaan mereka mungkin satu halaman, dua halaman dari bacaan yang mereka
baca selama ini mengaji lima sampai enam tahun, mereka persentasikan kemudian
hasil bacaan mereka disimak, didengarkan oleh seluruh temen-temen
seangkatannya dan juga diterima oleh tim penguji, oleh para seniornya untuk
persiapan nanti disimak, didengar langsung oleh K.H Nawawi.
Kedua yang keduanya agar mereka terus mengulang kembali bacaan al-
Qur‟an yang telah mereka khatamkan selama 5 sampai 6 tahun tersebut.
Ketiga tujuannya adalah memperbanyak, memberi pengayaan terhadap
materi bacaan al-Qur‟an. Seprti cara bacanya riwayat Imam „Ashim, ada juga cara
bacaan Imam Syu‟bah juga bacaan-bacaan yang lainnya. Walaupun di kempek
mungkin hanya dua bacaan dalam mengaji al-Qur‟an, tapi minimal mereka punya
varian bacaan sehingga harapannya ketika mereka sudah mengikuti idharoh sudah
menjadi Khotimin Khotimat, sekiranya mereka sudah punya al-Qur‟an kempek,
bahasanya lumayan lengkap dengan berbagai varian cara bacaan panjang
pendeknya, washol waqafnya dan seterusnya sehingga bisa memberi pengayaan
yang lebih, pemberian materi yang lebih kaya kepada santri tersebut kemudian
terakhir di antara tujuan yang lumayan penting juga di idaroh itu adalah.
Keempat ujian pengetesan terhadap konsistensi bacaan mereka, artinya
seperti yang kita tahuu bahwa ngaji al-Qur‟an di kempek itu tidak mudah paling
cepat 4 tahun, rata-rata 5 sampai 6 tahun bahkan ada juga yang sampai 8 tahun 9
88

tahun. Maka kalau tidak diperiksa dari Fatihah sampai An-Nas lagi, di hawatirkan
bacaan mereka yang sudah 4, 5, 9 tahun mengaji lupa atau salah cara bacanya.
Sehingga dibaca lagi, dicek lagi konsistensi bacaan mereka juga kesesuaian
bacaan mereka dari segi makhorijul huruf, sifat huruf, kefasihan dan ketartilan
dalam mengaji, ketika masih ada beberapa bacaan yang salah dalam membacanya
maka masih bisa diperbaiki.

G. Hikmah Adanya Tamrinul Idaroh


Hikmah di adakanya idaroh adalah untuk mengisi kegiatan ramadhan
dengan membaca al-Qur‟an dan kita juga dapat memahami tata bahasa dalam al-
Qur‟an berbagai macam varian cara membacanya dan juga merasakan momen-
momen yang tak terlupakan saat melakukan idaroh tersebut dan juga bisa menjaga
kualitas lulusan khotimin al-Qur‟an baik laki-laki maupun perempuan.
Mempererat tali silaturahim antara para khotimin, khotimat dengan alumni-alumni
lain, dan mendapatkan sanad al-Qur‟an yang bersambung dari Imam „Ashim
sampai Nabi Muhammad.

Seperti apa yang dijelaskan dalam Q.S al-Baqarah ayat 185, yang
menjelaskan “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al-
Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu serta
pembeda (antara yang haq dan yang batil).118 Banyak hikmah bagi orang yang

                

                    

         
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
89

membaca al-Qur‟an di bulan Ramadhan diantaranya akan memperoleh pahala


berlipat ganda yang sempurna, akan mendapat rahmat dan petunjuk, keselamatan
dan kasih sayang dari Allah SWT. Sebagai penyembuh dari segala penyakit, al-
Qur‟an akan menjadi penolong di hari kiamat, dijauhi setan dan kesusahan dan
masih banyak lagi.

Anda mungkin juga menyukai