Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH STUDI AL-QUR’AN

ILMU QIRO’AT AL-QUR’AN

Dosen Pengampu :

Moh. Athar, M.Ag.

Disusun Oleh :

Nur Hafizah Hayati

Heru Hidiyatul Pahmi

IAI HAMZANWADI PANCOR


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirta Allah swt karena berkat nikmat dan karunia nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat waktu.

Tak lupa pula kami ucapkan terimakaasih kepada Bapak Moh. Athar, M.Ag selaku dosen
pangampu pada Mata Kuliah Studi Al-Qur’an yang telah memberikan kami bimbingan dalam
mengerjakan tugas makalah ini.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui , maka
dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen, demi tercapainya
makalah yang sempurna.

Pancor,04 Oktober 2022


BAB I

Pendahuluan

A.Latar Belakang

Pada masa hidup Naabi Muhammad saw, perhatian ummat terhadap kitab Al-Qur’an
ialah memperoleh ayat-ayat Al-Qur’an dengan mendengarkan, membaca dan menghafalkannya
secara lisan dari mulut ke mulut.

Pada periode pertama,Al-Qur’an belum dibukukan, sehingga dasar pembacaan dan


pembelajarannya masih secara lisan. Hal ini berlangsung terus sampai masa sahabat, masa
pemerintah Khalifah Abu Bakar dan Umar r.a pada masa mereka, Kitab Al-Qur’an sudah
dibukukan dalam bentuk satu mushaf. Pembukuan mushaf tersebut merupakan ikhtiar Khalifah
Abu Bakar r.a atas inisiatif Umar Bin Khatab r.a. Pada masa Khalifah Utsman Bin Affan mushaf
Al-Qur’an itu di salin dan di buat banyak, serta dikirim ke daerah-daerah islam yang pada waktu
itu sudah menyebar luas guna menjadi pedoman bacaan pelajaran dan hafalan Al-Qur’an.

Hal itu di upayakan Khalifah Utsman, karena pada waktu ada perselisihan
sesame muslim di daerah Azzerbeijan mengenai bacaan Al-Qur’an. Perselisihan tersebut hampir
menimbulkan perang saudara sesame ummat Islam. Sebab, mereka berlainan dalam menerima
bacaan ayat-ayat AAl-Qur’an karena oleh Nabi Muhammad saw diajarkan cara bacaan yang
relevan dengan dialek mereka massing-masing. Tetapi karena tidak memahami maksud tyjuan
Nabi Muhammad saw, lalu tiap golongan menganggap hanya bacaan mereka sendiri yang
benar, sedang bacaan yang lain salah, sehingga mengakibatkan perselisihan. Itulah pangkal
perbedaan qira’at dan tonggak sejarah tumbuhnya ilmu qira’at.

B.Fokus Masalah

1.Apa pengertian dari Ilmu Qira’at Al-Qur’an ?

2.Apa saja kriteria Qira’at yang di terima ?

3.Siapa saja madzhab Qira’ah yang Mu’tabar ?

4.Bagaimana pengaruh perbedaan qira’at terhadap istinbath hukumnya?

5.Apa saja faedah mempelajari Ilmu Qira’at Al-Qur’an ?


6.Buatlah contoh perbedaan Qira’at pada pada Qs. Al-Fatihah dan implikasinya pada
pemaknaan ayat-ayatnya !

c.Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari Ilmu Qira’at Al-Qur’an

2. Untuk mengetahu kriteria Qira’at yang d terima

3. Untuk mengetahui mazhab Qira’ah yang Mu’tabar

4. Untuk mendeskripsikan pengaruh perbedaan Qira’at terhadap istibath hukumnya

5. Untuk mengetahui faedah mempelajari Ilmu Qira’at Al-Qur’an

6. Untuk mendeskripsikan contoh perbedaan Qira’at pada Qs. Alfatihah dan implikasinya pada
pemaknaan ayat-ayatnya.

BAB II

Pembahasan

A. Pengertian Qira’at Al-Qur’an


Qira‟at secara bahasa adalah bentuk jamak dari qira‟ah. Qira‟ah diambil
dari kata ‫ قرا‬lalu dibentuk mashdarnya menjadi ‫ وقرآنا‬-‫ قراءة‬-‫ ىقرأ‬-‫ قرأ‬yang berarti
menghimpun atau membaca. Sedangkan menurut terminologi qira‟ah adalah:
“Qira’ah adalah perbedaan lafadzh-lafadzh wahyu yang disebutkan (Al-Qur’an) dalam
penulisan huruf, atau cara mengucapkan lafadzh Al-Qur’an seperti ringan dan berat
serta lainnya.” Sementara itu, Ali ash-Shabuni mendefinisikan qira‟ah dengan: “Qira’at
adalah salah satu madzhab dari beberapa madzhab artikulasi (kosa kata) Al-Qur’an yang
dipilih oleh salah seorang Imam Qira’at yang berbeda dengan madzhab lainnya serta
berdasarkan pada sanad yang bersambung hingga Rasulullah SAW.” Sedangkan yang
dimaksud dengan al-muqri’ adalah orang yang alim dengan qira‟ah yang
meriwayatkannya secara musyafahah (lisan) melalui jalan talaqqi (berguru langsung)
dari orang yang ahli di bidang qira‟ah, demikian sampai silsilah qira‟ah tersebut
bersambung hingga kepada Rasulullah SAW. Dengan demikian, maka qira‟at bukan
ciptaan para imam qira‟at tetapi ia dari Rasulullah SAW. Qira‟at diturunkan
bersamaan dengan turunnya Al-Qur‟an. Artinya, qira‟at itu termasuk dalam Al-
Qur‟an yang kemudian Al-Qur‟an dinisbatkan kepada seorang Imam Qira‟at yang
meneliti dan menyeleksinya (Qira’at Qalun).
Al-Qur‟an adalah Kalam Allah SWT yang tiada tandingannya (mukjizat),
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril dimulai
dengan Qs. Al-Fatihah dan diakhiri dengan Qs. An-Nash, dan ditulis dalam mushaf-
mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir serta mempelajarinya
merupakan suatu ibadah.
Jadi, yang dimaksud dengan Ilmu Qira‟at Al-Qur‟an adalah ilmu yang
mempelajari tentang cara membaca ayat-ayat Al-Qur‟an yang berupa wahyu Allah SWT,
dipilih oleh salah seorang imam ahli qira‟at, berbeda dengan cara ulama lain,
berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir sanadnya dan selaras dengan kaidah-kaidah
bahasa Arab serta cocok dengan bacaan terhadap tulisan Al-Qur‟an yang terdapat
dalam salah satu mushaf Utsman.

B. Kriteria Qira’at yang diterima

Adapun kriteria diterimanya Qira‟ah itu ada tiga hal, sebagai berikut:

1. Qira‟at tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab

2. Sanad dari riwayat yang menceritakan qira‟at-qira‟at tersebut harus shahih.

3. Bacaan dari qira‟at tersebut harus cocok diterapkan kepada salah satu mushaf
Utsman.

Oleh karena itu, Qira‟at Al-Qur‟an yang shahih harus memenuhi ketiga kriteria
di atas. Sebab, qira‟ah yang demikian itu termasuk salah satu dari Sab’atu ahrufin (tujuh
macam bacaan diturunkannya Al-Qur‟an).

Menurut Al-Kawasy, semua qira‟at yang shahih sanadnya, selaras dengan kaidah
bahasa Arab dan cocok dengan salah satu mushaf Utsman itu adalah termasuk
qira‟ah sab‟ah yang dinashkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW.
Ibnul Jauzi dalam Kitab Munjidul Muqrin mengganti syarat-syarat kedua
(harus shahih sanadnya) dengan harus mutawatir. Karena, riwayat Al-Qur‟an tidak bisa
diterima kecuali dengan sanad mutawatir. Contoh, sanad-sanad qira‟at yang lebih
dari qira‟at asyrah itu sanadnya shahih semua, akan tetapi berupa hadis ahad
yang tidak mutawatir, sehingga bukan Al-Qur‟an dan tidak dapat diterima. Yang
dapat diterima harus yang sanadnya mutawatir saja.\

C. Madzhab Qira’at yang Mu’tabar


Madzhab Qira‟at yang mu‟tabar disini muncul pada abad keempat hijriyah di
tangan Imam Ahmad bin Musa bin al-Abbas yang masyhur dengan sebutan Ibnu
Mujahid (w. 324 H). Berdasarkan hasil kajian yang mendalam terhadap berbagai macam
qira‟at Al-Qur‟an yang berkembang pada saat itu, Ibnu Mujahid menyimpulkan bahwa
hanya ada tujuh macam qira‟at yang dianggap memenuhi syarat dan layak diterima
sebagai qira‟at Al-Qur‟an. Tujuh macam qira‟at atau yang dikenal dengan sebutan
qira‟at tujuh itu adalah qira‟at yang dipopulerkan oleh tujuh orang imam, yaitu Imam
Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu „Amir, „Ashim, Hamzah, dan Kisa‟i.
Adapun biodata para Imam tujuh tersebut berikut dua orang perawinya
adalah sebagai berikut:
1. Imam Nafi, nama lengkapnya Nafi al-Madani Ibnu Abdurrahman bin Abi Nu‟aim Abu
Ruwaim al-Laitsi. Lahir tahun 70 H dan wafat tahun 169 H. Beliau termasuk Imam
tsiqah yang berasal dari Ashbahan. Beliau belajar qira‟at dari Abi Ja‟far Yazid bin
Al-Qa‟qa‟ Al-Madani, Ibnu Hurmuz Al-A‟raj, dan Muslim bin Jundub. Semua guru
Nafi ini mempelajari qira‟at dari sahabat seperti Ibnu Abbas, Abu Hurairah,
Ubay, dan Az-Zubir bin Al-Awwam.8 Adapun dua orang perawinya yang terkenal
adalah:
a. Qalun, nama lengkapnya Abu Musa Isa bin Mina az-Zarqa, penguasa Bani
Zahrah. Lahir pada tahun 120 H dan meninggal tahun 220 H. Beliau seorang
Qari‟ penduduk Madinah dan sekitarnya.
b. Warsy, nama lengkapnya Utsman bin Sa‟id al-Qibthi al-Mishri, penguasa
Quraisy. Lahir tahun 110 H dan meninggal pada tahun 197 H di Mesir.

2. Ibnu Katsir, nama lengkapnya Abdullah Abu Ma‟bad al-Athar ad-Dari al-Farisi al-
Makki. Lahir pada tahun 45 H dan meninggal tahun 120 H. Beliau belajar qia‟at dari
sahabat Nabi SAW ialah Abdullah bin Sa‟ib.10 Adapun dua orang perawinya yang
terkenal adalah:

a. Al-Bazzi, nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Abu al-Hasan
al-Bazzi. Beliau seorang qari‟ di Makkah dan Muadzin di masjid al-Haram. Lahir
pada tahun 170 H dan meninggal pada tahun 250 H.
b. Qunbul, nama lengkapnya Muhammad bin Abdurrahman al-Makhzumi Abu
Umar al-Makki. Beliau lahir pada tahun 195 H dan meninggal pada tahun 291 H.
3. Abu Amr bin al-Ala, nama lengkapnya Zabban bin al-Ala at-Tamimi al-Mazani al-
Bashari. Lahir pada tahun 68 H dan meninggal tahun 154 H. Adapun dua orang
perawinya yang terkenal adalah:
a. Ad-Duri, nama lengkapnya Hafsh bin Umar Abu Umar al-Azdi al-Baghdadi an-
Nahwi adh-Dharir. Wafat tahun 26 H.
b. As-Susi, nama lengkapnya Shaleh bin Zaid Abu Syu‟aib as-Susi ar-Ruqi. Beliau
muqri‟ dhabit dan tsiqah dan meninggal tahun 261 H.
4. Ibn Amir ad-Dimasyqi, nama lengkapnya Abdullah Abu Imran al-Yahshabi. Beliau
seorang Imam qira‟ah di Syam. Lahir tahun 21 H dan meninggal tahun 118 H. Adapun
dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a. Hisyam bin Ammar, nama lengkapnya Abu al-Walid as-Sullami ad-Dimasyqi. Bliau
seorang imam, khatib, dan mufti penduduk Damaskus. Lahir tahun 153 H dan
meninggal tahun 245 H.
b. Ibnu Dzakwan, nama lengkapnya Abu Amr Abdullah bin Ahmad al-Fahri ad-
Dimasyqi. Lahir tahun 173 H dan meninggal tahun 242 H. Beliau seorang qari‟ di
Syam dan Imam di Masjid Jami‟ Damaskus.
5. „Ashim bin Abi an-Najud al-Kufi, nama lengkapnya Abu Bakar Ibnu Bahdalah al-
Hannath. Penguasa Bani As‟ad, qari‟ terkemuka di Kufah. Meninggal tahun 127 H.
Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a. Syu‟bah, nama lengkapnya Abu Bakar bin „Iyasy al-Asadi an-Nahsyali al-Kufi al-
Hannath. Lahir tahun 95 H dan meninggal tahun 193 H.
b. Hafsh bin Sulaiman, nama lengkapnya Abu Umar al-Asadi al-Kufi al-Bazzar. Lahir
tahun 90 H dan meningeal tahun 180 H.
6. Hamzah bin Habib az-Zayyat, nama lengkapnya Abu „Imarh al-Kufi at-Taimi. Lahir
tahun 80 H dan meninggal tahun 156 H. Beliau belajar qira‟at dari Abi Muhammad
Sulaiman bin Mahran Al-A‟masy dan Humran bin A‟yan.12 Adapun dua orang
perawinya yang terkenal adalah:
a. Khalaf bin Hisyam, nama lengkapnya Abu Muhammad al-Asadi al-Bazzar al-Baghdadi.
Lahir tahun 150 H dan meninggal tahun 229 H.
b. Khallad, Nama Lengkapnya Abu Isa bin Khalid asy-Syaibani asy-Shairafi al-Kufi.
Beliau wafat tahun 220 H.
7. Al-Kisa‟I, nama lengkapnya Abu al-Hasan Ali bin Hamzah, asli Persia dan menjadi
Imam di Kufah dalam bahasa Arab. Lahir tahun 119 H dan wafat tahun 189 H. Adapun
dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a. Abu al-Haris, nama lengkapnya al-Laits bin Khalid al-Baghdadi dan wafat tahun 240 H.
b. Ad-Duri, nama lengkapnya Hafsh bin Umar Abu Umar al-Azdi al-Baghdadi an-Nahwi
adh-Dharir. Wafat tahun 246 H.
Selain tujuh orang qari yang terkenal itu masih terdapat tiga orang qari‟ lagi
yang cukup populer, namun tingkatan qira‟at mereka masih di bawah qira‟at dari
tujuh qari‟ di atas, di antaranya ialah:

1. Abu Ja‟far al-Madani (w. 130 H), Qira‟atnya kemudian diriwayatkan oleh Ibn Wirdan
(w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w. 170 H).

2. Ya‟qub al-Bashari (w. 205 H), Qira‟atnya diriwayatkan oleh Ruwais (w. 238 H) dan
Rauh ibn „Abd al-Mu‟min (w. 234 H).
3. Khalf ibn Hisyam (w. 229 H), salah satu qari‟ yang juga telah meriwayatkan
qira‟at Hamzah. Qira‟atnya diriwayatkan oleh Abu Ya‟qub Ishaq ibn Ibrahim al-
Marwazi (w. 286 H), dan Abu al-Hasan Idris ibn „Abd al-Karim (w. 292 H).

Qira‟at 10 orang qari‟ ini disebut qira‟at „asyr (qira‟at sepuluh).

D. Pengaruh Perbedaan Qira’at terhadap Istinbath Hukumnya


Perbedaan qira‟at terkadang berpengaruh dalam menetapkan ketentuan
hukum, antara lain:

1. Qs. Al-Baqarah ayat 222:

Yang Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh


itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita
di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Berkaitan dengan ayat ini, di antara Imam Qira‟at tujuh, yaitu Abu Bakar
Syu‟bah (Qira‟at „Ashim riwayat Syau‟bah), Hamzah, dan Al-Kisa‟i membaca kata ‫ىطهرن‬
dengan memberi syiddah pada huruf tha‟ dan ha. Maka, bunyinya menjadi
“yuththahhirna”. Berdasarkan perbedaan qira‟at ini, para ulama fiqh berbeda
pendapat sesuai dengan banyaknya perbedaan qira‟at. Ulama yang membaca
 berpendapat bahwa seorang suami tidak diperkenankan berhubungan
dengan istrinya yang sedang haid, kecuali telah suci atau berhenti dari keluarnya
darah haid. Sementara yang membaca “yuththahhirna” menafsirkan bahwa seorang
suami tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan istrinya, kecuali telah bersih.

2. Qs. An-Nisa‟ ayat 43:

Yang Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang
dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak
mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”

Berkaitan dengan ayat ini, Imam Hamzah dan Al-Kisa‟i memendekkan huruf
lam pada kata ‫ لمستم‬sementara Imam lainnya memanjangkannya ‫المستم‬.Bertolak dari
perbedaan qira‟at ini, terdapat tiga versi pendapat para ulama mengenai maksud kata
itu, yaitu bersetubuh, bersentuh, dan sambil bersetubuh. Sedangkan para ulama fiqh
ada yang berpendapat bahwa persentuhan laki-laki dan perempuan itu membatalkan
wudhu‟. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa bersentuhan itu tidak
membatalkan wudhu‟, kecuali kalau berhubungan badan.

E. Faedah mempelajari Ilmu Qira’at Al-Qur’an


Ada beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam mempelajari qira‟at Al-
Qur‟an, antara lain:
1. Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan hukum bacaan yang telah disepakati
para ulama.
2. Dapat men-takhrij (mencari solusi) hukum bacaan yang diperselisihkan para
ulama.
3. Dapat menggabungkan dua ketentuan hukum bacaan yang berbeda.
4. Dapat menunjukkan dua ketentuan hukum bacaan yang berbeda dalam kondisi
berbeda pula.
5. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam ayat-ayat al-Qur‟an yang
mungkin sulit untuk dipahami maknanya.
Adapun bervariasinya qira‟at yang shahih juga mengandung banyak faedah
dan fungsinya, di antaranya:
a. Menunjukkan betapa terjaganya Al-Qur‟an dari perubahan dan penyimpangan.
b. Meringankan umat Islam dan memudahkan untuk membaca Al-Qur‟an.
c. Bukti kemukjizatan Al-Qur‟an dari segi kepadatan makna, karena setiap qira‟at
menunjukkan sesuatu hukum syara‟ tertentu tanpa perlu pengulangan lafadzh.
Misalnya Qs. Al-Maidah ayat 6 ۗ‫ْن‬ ِ ‫َوا ْم َسح ُْوا ِب ُرء ُْوسِ ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم ِالَى ْال َكعْ َبي‬
:

Dengan menasabkan dan mengkhafadkan kata ‫واَرْ ُجلَ ُك ْم‬.َ Dalam qira‟at yang
menasabkannya terdapat penjelasan tentang hukum membasuh kaki, karena ia
di‟atafkan kepada ma‟mul fi‟il (objek kata kerja) gasala ‫اغسِ لُ ْوا وُ ج ُْو َه ُك ْم َواَ ْي ِد َي ُك ْم ِالَى ْال َم َراف ِِق‬
ْ ‫َف‬
Sedang qira‟at dengan jar (khafad) menjelaskan hukum menyapu sepatu ketika
terdapat keadaan yang menuntut demikian, dengan alasan lafadzh itu di „atafkan
kepada mamul fi‟il masaha ‫ َوا ْم َسح ُْوا ِب ُرء ُْوسِ ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم‬. Dengan demikian, maka kita dapat
menyimpulkan dua hukum tanpa berpanjang lebar kata. Hal ini sebagian makna
kemukjizatan Al-Qur‟an dari segi kepadatan maknanya.
d. Penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam qira‟at lain.

F. Contoh Perbedaan Qira’at pada Qs. Al-Fatihah [1] dan Implikasinya pada Pemaknaan
Ayat-ayatnya
G. Qs. Al-Fatihah [1]: 1-7
‫ِبسْ ِم ٱهَّلل ِ ٱلرَّ حْ ٰ َم ِن ٱلرَّ حِيم‬
‫ِ اَ ْل َح ْم ُد هّٰلِل ِ َربِّ ْال ٰعلَ ِمي َْن‬

ِ ‫َ الرَّ حْ ٰم ِن الرَّ ِحيْم ٰملِكِ َي ْو ِم ال ِّدي‬


‫ْن‬

ُ‫َّاك َنسْ َت ِعيْن‬


َ ‫د َو ِاي‬2ُ ‫َّاك َنعْ ُب‬
َ ‫ِ ِاي‬
‫اِھْ ِد َنا الص َِّرا َط ْالمُسْ َتـقِيْم‬
‫ٓالِّ ۡي َن‬222222222222‫الض‬
َّ ‫ب َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل‬ ُ ‫ ِر ۡال َم ۡغ‬222222222222‫ت َعلَ ۡي ِهمۡ ۙ َغ ۡي‬
ِ ‫ ۡو‬222222222222‫ض‬ َ ‫ َرا َط الَّذ ِۡي َن اَ ۡن َع ۡم‬222222222222‫ص‬
ِ Referensi :
https://tafsirweb.com/37082-surat-al-fatihah.html
Artinya: (1) Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. (2) Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (3) Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. (4) Yang menguasai di Hari Pembalasan. (5) Hanya Engkaulah
kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (6)
Tunjukilah kami jalan yang lurus. (7) (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat.
Ayat Al-Qur‟an, pada kata atau lafal tertentu, dibaca dengan berbagai bentuk
bacaan. Para Imam qari‟ sesuai dengan apa yang mereka riwayatkan dari Nabi
Muhammad SAW berbeda dalam membacanya, yakni meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1. Menggunakan huruf yang berbeda, yaitu suatu qira‟at berbeda dengan qira‟at
lainnya dalam persoalan huruf yang digunakan dalam suatu kata. Contoh: lafal
‫ الصراط‬di antara qira‟at tujuh membacanya dengan huruf shad dan di antara qira‟at
sepuluh yang lain membacanya dengan huruf sin, yaitu ‫السراط‬. kedua bacaan tersebut
sama-sama bagian dari Al-Qur‟an dan semuanya mutawatir.
2. Perbedaan dalam menentukan bunyi lafal, seperti membaca kata ‫ْن‬ ِ ‫ ٰملِكِ َي ْو ِم ال ِّدي‬. Pada
kata tersebut bisa dibaca panjang huruf mim-nya oleh „Ashim, al-Kisa‟i, dan Ya‟kub.
Ketika dibaca panjang maka kata ِ‫ك‬2ِ‫ ٰمل‬berarti pemilik hari pembalasan. Sedangkan
Imam Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu Amir, Hamzah membacanya dengan
memendekkan huruf mim-nya sehingga maknanya adalah raja/merajai hari
pembalasan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Qira‟at Al-Qur‟an adalah
ilmu yang mempelajari tentang cara membaca ayat-ayat Al-Qur‟an yang berupa wahyu
Allah SWT, dipilih oleh salah seorang imam ahli qira‟at, berbeda dengan cara
ulama lain, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir sanadnya dan selaras dengan
kaidah-kaidah bahasa Arab serta cocok dengan bacaan terhadap tulisan Al-Qur‟an
yang terdapat dalam salah satu mushaf Utsman.
Perbedaan qira‟at terkadang berpengaruh dalam menetapkan ketentuan hukum,
antara lain ada pada Qs. Al-Baqarah ayat 222 dan Qs. An-Nisa‟ ayat 43.
Kemudian, dari variasinya qira‟at yang shahih ada beberapa manfaatnya,
yaitu: Pertama, Menunjukkan betapa terjaganya Al-Qur‟an dari perubahan dan
penyimpangan. Kedua, Meringankan umat Islam dan memudahkan untuk membaca Al-
Qur‟an.

Anda mungkin juga menyukai