Anda di halaman 1dari 16

QIROAH SAB’AH

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Studi Al- Qur’an

Semester Gasal 2019 / 2020

Disusun Oleh Kelompok 11 / MPI B :

Khoirun Niswatin ( 206190038 )

Putri Nur Alvina (206190057 )

Dosen Pengampu :

Zamzam Mustofa, M.Pd.

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
Sepetember 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena atas limpahan
rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Qiroah Sab’ah” ini. Sholawat serta salam semoga tetap kami curahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya
serta seluruh kaum muslimin yang tetap berpegang teguh pada ajaran beliau.

Makalah ini merupakan makalah yang dibuat sebagai bagian dalam


memenuhi kriteria mata kuliah Filsafat Pendidikan. Dalam penulisan makalah ini
terdapat para pihak yang ikut serta memberikan bantuan baik moril maupun
material, kami haturkan terima kasih kepada :

Bapak Zamzam Mustofa, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Studi
Al- Qur’an

Seluruh teman yang telah memberikan bantuan serta motivasi untuk makalah
ini selesai pada waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, segala bantuan, dorongan, dan saran
serta bimbingan yang telah diberikan kepada kamu semoga menjadi nilai ibadah
di sisi Allah SWT., untuk segala masukan, kritik, dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat. Aamiin.

Ponorogo, 9 September 2019

Penyusun

Kelompok 11 / MPI B

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-
Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar
hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan
sebagainya. Selain sebagai sumber ilmu, Al Qur’an juga mempunyai ilmu
dalam membacanya.
Dalam surat Al Isra’, Alloh SWT telah berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang
Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang
besar.” (QS. Al-Isra’:9)
Juga telah di sebutkan dalam sebuah hadits, Sabda Rasulullah SAW :
“Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu
kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak
mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf, laam satu
huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Begitu besar keagungan Al Qur’an sampai – sampai dalam
membacanya pun harus disertai ilmu membaca yang di sebut ilmu qiro’at,
karena di kawatirkan apabila dalam membaca Al Qur’an tidak disertai
ilmunya akan berakibat berubahnya arti, maksud serta tujuan dalam setiap
firman yang tertulis dalam Al Qur’an.
Selain ilmu qiro’at, Al Qur’an juga suatu rangkain kalimat yang
serasi satu dengan yang lainnya. keserasian kalimat antar kalimat, ayat antar
ayat sampai kepada surat antar surat membuat Al Qur’an di juluki suatu
rangkain syair yang begitu indah mustahil untuk di serupai. dalam rangkaian
Ulumul Qur’an, keserasian dalam Al Qur’an di sebut Munasabah Al Qur’an.

3
B. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian Qira’at Sab’ah?

B. Apa dalil yang membahas mengenai Qira’at ?

C. Siapa saja Imam Qira’at Sab’ah ?

D. Apa syarat kesahihan qira’at ?

E. Bagaiman pembagian qira’at ditinjau dari sanadnya ?

F. Apa hikmah dari mempelajari qira’at sab’ah ?

C. Tujuan

A. Menjelaskan pengertian Qira’at Sab’ah.

B. Menjelaskan dalil yang membahas mengenai Qira’at.

C. Untuk mengetahui siapa saja imam Qira’at Sab’ah.

D. Menjelaskan syarat kesahihan qira’at.

E. Menjelaskan pembagian qira’at ditinjau dari sanadnya.

F. Menjelaskan hikmah dari mempelajari qira’at sab’ah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qira’ah Sab’ah


Pada dasawarsa pertama abad IV Hijrah , Abu Bakar Ahmad bin
Musa Al Abbas yang dikenal seorang ulama besar dari Baghdad yang pada
permulaan tahun ke 300 H di Baghdad menghimpun 7 sistem qiroat dari 7
orang Imam al-harami ( Makkah dan Madinah ) kufah Basrah dan syam yang
semuanya terkenal sebagai para imam terpercaya jujur dan ahli bidang ilmu
qiraat. Penghimpun yang dilakukan oleh Imam Besar bersifat kebetulan
Sebab di luar mereka ada ahli qiraat yang lebih berbobot dan jumlahnya pun
tidak sedikit.
Namun Abu Bakar Ahmad bin Musa Al Abbas pernah di kecamatan
tuduhan bahwa ia telah mengakibatkan dipandang telah mengaburkan
persoalan dengan meresahkan orang-orang yang berpandangan biji bahwa
qiroat ini adalah tujuh huruf yang disebut dalam Al Hadits. 1
Dalam istilah keilmuan qiroah adalah salah satu mazhab pembacaan
AlQuran yang dipakai oleh salah seorang Imam Qurra sebagai suatu mazhab
yang berbeda. Qiroat ini didasarkan kepada sangat-sangat yang bersambung
kepada Rasulullah SAW. Periode Qurra yang mengajarkan bacaan Alquran
kepada orang-orang yang menuntut cara mereka masing-masing adalah
dengan berpedoman kepada masa para sahabat. Di antara para sahabat yang
terkenal mengajarkan qiroat ialah Ubay, Ali, Zaid bin Stabit, Ibnu Mas'ud ,
Abu Musa Al Asy'ari dan lain-lain. Dari mereka kebanyakan para sahabat
berpedoman kepada Rasulullah SAW sampai dengan datangnya masa tabiin
pada permulaan kedua Hijriyah. Selanjutnya timbul golongan-golongan yang
sangat memperhatikan tanda baca secara sempurna manakala diperlukan dan

1
Moch Tolchah, Aneka Pengkajian Studi Al-Qur’an, ( Yogyakarta : LKiS Pelangi Aksara,
2016), 35-36

5
mereka menjadikan sebagai satu cabang dari ilmu sebagaimana halnya ilmu
syariat yang lain.
Sedangkan orang-orang yang belajar qiraat pada masa itu
meriwayatkannya dengan menyebutkan sanadnya dan sering menghafalkan
qiroat yang diriwayatkan oleh dari guru. Penghafalan dan periwayatan seperti
ini memang sesuai untuk masa itu karena tulisan yang digunakan pada waktu
itu adalah tulisan kufi. Dalam tulisan Ini satu kata dapat dibaca dengan
beberapa cara. Oleh karena itu harus belajar langsung pada guru kemudian
menghafalkan dan meriwayatkannya.
Pada masa Khalifah Usman mengirimkan mushahif ke pelosok
negeri yang dikuasai Islam beliau menyatakan orang yang sesuai qiraatnya
dengan mushahif tersebut. Qiroat ini berbeda satu dengan lainnya karena
mereka mengambilnya dari sahabat yang berbeda pula. Perbedaan ini
berlanjut pada tingkat tabiin di setiap daerah penyebaran. Demikian
seterusnya sehingga sampai pada munculnya Imam qurra'. Begitu banyaknya
jenis qiroat sehingga seorang Imam Abu ubaid al-qasim Ibn salam tergerak
untuk menjadi orang yang pertama mengumpulkan berbagai qiraat dan
menyusunnya dalam satu kitab. Menyusul kemudian ulama lainnya menyusun
berbagai kitab qiraat dengan masing-masing metode penulisan dan
kategorisasinya. Demi kemudahan mengenali qiroat yang banyak itu
pengelompokan dan pembagian jenisnya adalah cara yang sering digunakan.
Maka dari segi jumlah ada tiga macam qiraat yang terkenal ,salah satunya
yaitu qiraat sab'ah.2
Qira'at sab'ah atau qiroat tujuh adalah macam-macam cara membaca
Al Quran yang berbeda. Disebut qiroah tujuh karena ada tujuh Imam qira’at
yang terkenal atau masyhur yang masing-masing memiliki langgam bacaan
tersendiri. Tiap Imam qiraat memiliki dua orang murid yang bertindak
sebagai perawi. Tiap perawi tersebut juga memiliki perbedaan dalam cara
membaca Alquran sehingga ada 14 cara membaca Al Quran yang masyhur.

2
Ibid., 34-35

6
Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat baik
dibuat oleh Imam qiraat maupun oleh perawinya. Cara membaca tersebut
merupakan ajaran Rasulullah SAW dan memang seperti itulah Alquran
diturunkan. Jadi ke semuanya ini adalah bacaan-bacaan al-qur'an yang sama
kuat derajat. Bacaan ini masing-masing di boleh dibaca siapa pun meski

pembaca atau pendengarnya tidak mengerti. Contohnya , bacaan - ‫َعلَْي ِه ُم‬

‫ َعلَْي ُه ْم َعلَْي ِه ْم‬- boleh membaca salah satunya asalkan bacaannya menjalur

pada satu model bacaan tidak campur dengan bacaan Imam Tujuh. Contoh
lagi, mim panjang atau yang pendek boleh-boleh saja.
Secara bahasa makna qiroat merupakan bentuk jamak dari qiroah
dan bentuk masdar dari qora’a yang berarti bacaan. Menurut Az Zarqani
pengertian qiro’at adalah suatu mazhab yang dianut oleh seorang Imam dari
para imam qurro' yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan
Alquran al-karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu
perbedaan dalam pengucapan huruf huruf ataupun pengucapan bentuknya.
Menurut Imam As Syuyuthi dan Imam Ibnu Al jaziry ulama pertama
menyusun ilmu ini adalah Abu ubaid al-qasim Bin Salam.
Qiroat merupakan cabang ilmu dalam Ulumul Quran. Ilmu ini
muncul karena banyaknya perbedaan dalam pengucapan atau bacaan Alquran
sehingga banyak penyimpangan dan perubahan dalam makna ayat-ayat
Alquran. Selain itu ilmu ini merupakan ilmu pokok bagi ulama yang ingin
menafsirkan al-qur'an karena setiap qiroat dapat mempengaruhi dalam
pengambilan suatu hukum. Tentunya untuk mempelajari ilmu ini dibutuhkan
kesabaran dan kegigihan karena termasuk yang paling luas jangkauannya. 3

B. Dalil – Dalil Mengenai Qiroah Sab’ah


Agar al-qur'an mudah dibaca oleh sebagian kabilah Arab yang
kenyataannya pada masa itu mereka mempunyai tingkat yang berbeda-beda

3
Abu Nizhan, Buku Pintar Al-Qur’an, ( Jakarta : Qultum Media, 2008) ,3-4

7
maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam membuat bacaan Alquran dari
Allah SWT untuk bacaan bahasa yang mereka miliki. Banyak hadits-hadits
nabi yang menerangkan bahwa Allah SWT telah mengizinkan bacaan
Alquran dengan 7 cara agar umat Islam mudah membacanya. Karena itu
mushaf mushaf Dapat dibaca dengan berbagai qiroat sebagaimana dalam
Sabda Rasulullah SAW yang artinya :
" sesungguhnya Alquran ini diturunkan atas tujuh huruf (cara bacaan ) ,
maka bacalah (menurut ) makna yang kau anggap mudah. " (HR. Bukhori
dan Muslim )
Dalam sebuah hadis lain juga dijelaskan yang berbunyi :
" Dari Ibnu Abbas RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Jibril
telah memberikan Alquran kepadaku dengan satu huruf, lalu Aku senantiasa
mendesak dan berulang kali meminta agar ditambah, Dania menambahnya
hingga sampai tujuh huruf " (HR. Bukhori Muslim )4

C. Tujuh Imam Qira’at dan Latar Belakangnya


Ada tujuh orang Imam qira’at yang disepakati. Tetapi di
samping itu para ulama memilih pula tiga orang Imam qira’at yang
diriwayatkannya dipandang shahih dan mutawatir. Mereka adalah Abu Jafar
Yazid bin Al - Qa'qa Al- Madani ,Ya'qub bin Ishaq Al Hadhrani dan Khalaf
bin Hisyam. Mereka sepuluh Imam itulah yang terkenal dengan Imam qiraat
'asyrah (qira'at sepuluh ) yang diakui. Qiroat di luar yang sepuluh ini
dipandang qira'at syadz (cacat) ,seperti qira'at Al Yazidi, Al-Hasan , Al -
A'masy, Ibnu Az-Zubair, dan lain-lain. Meskipun demikian bukan berarti
tidak ada satupun dari qira’at sepuluh dan bahkan qira’at tujuh yang masyhur
itu terlepas dari syadz , Sebab di dalam sepuluh qiroat tersebut masih
terdapat juga beberapa syadz sekalipun hanya sedikit.
Pemilihan quro’ yang tujuh itu dilakukan oleh para ulama pada
abad ke-3 H. Bila tidak demikian maka sebenarnya para imam yang dapat
dipertanggungjawabkan ilmunya itu cukup banyak jumlahnya. Pada
4
Ahmad Said Matondang, The Great Of Reciting The Holy Qur’an,
( Tasikmalaya : Edu Publisher, 2018), 70-71

8
permulaan abad ke-2 umat Islam di Basrah memiliki qir’aat Ibnu Amr dan
Ya'qub. Di Kufah orang-orang memiliki qira’at Hamzah dan Ashim. Di
Syam mereka memilih qira'at Ibnu Amr . Sementara di Mekkah mereka
memiliki qira’ad Ibnu Katsir. Sedangkan di Madinah memilih qira’at nafi'.
Mereka itulah tujuh orang Qori'. Tetapi pada permulaan abad ke-3 Abu Bakar
Bin Mujahid menetapkan nama al-kisa'i dan membuang nama Ya'qub dari
kelompok tujuh qori' tersebut.
Kata as Suyuthi "orang pertama yang menyusun kitab tentang
qiroat adalah Abu ubaid Al qasim Bin Salam disusun oleh Ahmad bin Jubair
Al- Kufi, kemudian Ismail bin Ishaq Al Maliki murid Qalun, lalu Abu Ja'far
bin jarir at tabari. Selanjutnya Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Umar
Ad Dajuni, kemudian Abu Bakar Bin Mujahid. Pada masa Ibnu Mujahid ini
dan sesudahnya tampilah para ahli yang menyusun buku mengenai berbagai
macam qiraat baik yang mencakup semua qiroat maupun tidak secara singkat
maupun secara panjang lebar. Imam Imam qiraat itu sebenarnya tidak
terhitung jumlahnya Hafiz Al Islam Abu Abdillah Adz Dzahabi telah
menyusun thabaqat ( sejarah hidup berdasarkan tingkatan) mereka, kemudian
diikuti pula oleh Hafiz Al Qurra' Abul Khairb Ibnul Jazari.”
Imam Ibnu Jazari dalam an-nasyr mengemukakan bahwa Imam
pertama yang dipandang telah menghimpun bermacam-macam qiroat dalam
satu kitab adalah Abu ubaid Al qasim Bin Salam. Menurut perhitungan saya
lanjut Ibnul Jazari ia mengumpulkan 25 orang ulama ahli qiraat selain dari
Imam yang tujuh itu. Iya wafat pada 224 H. Sesudah itu, Abu Bakar
Muhammad bin Musa bin Abbas bin Mujahid merupakan orang pertama yang
membatasi hanya pada qiraat 7 orang saja. Iya wafat pada 324 H. Kami
mendapat berita dari sebagian orang yang tidak berpengetahuan bahwa qiroat
yang benar hanyalah qiroat ya berasal dari ke-7 Imam. Bahkan dalam
pandangan sebagian besar orang yang jahil qiroat qiroat yang benar itu
hanyalah yang terdapat di dalam As - Syathibiyah dan At -Tayair.
Persoalan mengapa hanya tujuh Imam qiraat saja yang masyhur
padahal masih banyak Imam Imam qiraat lain yang lebih tinggi

9
kedudukannya atau setingkat dengan mereka dan jumlahnya pun lebih dari
tujuh ? Hal ini tak lain dikarenakan sangat banyaknya para periwayat qiroat
mereka. Ketika semangat dan perhatian generasi sesudahnya menurun mereka
lalu berupaya untuk membatasi hanya pada qiroat yang sesuai dengan khat
mushaf serta dapat mempermudah penghafalan dan kecermatan qiraatnya.
Langkah yang ditempuh generasi penerus ialah memperhatikan Siapa di
antara ahli qiraat itu yang lebih populer kredibilitas dan amanahnya, lamanya
waktu dalam menekuni qiroat dan adanya kesepakatan untuk diambil serta
dikembangkan qiraatnya. Dari setiap negara di Pilihlah seorang Imam , tetapi
tanpa mengabaikan penukilan qiroat Imam di luar yang tujuh orang itu,
seperti qira'at Ya'qub Al - Hadrami, Abu Ja'far Al- Madani, Syaibah bin
Nashsha,dan sebagainya.
Para penulis kitab tentang qiroat telah memberikan andil besar
dalam membatasi qiroat pada jumlah tertentu. Sebab pembatasannya pada
sejumlah Imam qiraat tertentu tersebut merupakan faktor bagi popularitas
mereka. Padahal masih banyak qori-qori lain yang lebih tinggi kedudukannya
dari mereka. Dan ini menyebabkan orang yang menyangka bahwa para qori
yang qiroat nya dituliskan itulah imam imam qiraat yang terpercaya. Ibnu
Jabr Al makki dalam menyusun sebuah kitab tentang qiroat yang hanya
membatasi pada 5 orang qari' saja. Iya memilih seorang Imam dari setiap
negeri dengan pertimbangan bahwa mushaf yang dikirimkan Utsman negeri-
negeri itu hanya 5 buah.
Sementara itu sebuah pendapat mengatakan bahwa Usman
mengirim 7 buah mosok 5 buah seperti ditulis oleh Al makki ditambah satu
mushaf Ke Yaman dan satu lagi ke Bahrain. akan tetapi kedua musuh
terakhir ini tidak terdengar kabar beritanya. Kemudian Ibnu Mujahid dan
lainnya berusaha untuk menjaga bilangan mushaf yang disebarkan Usman
tersebut, maka dari mushaf Bahrain dan Yaman itu mereka cantumkan juga
ahli qiraat nya untuk menyempurnakan jumlah bilangan (tujuh) . Oleh karena
itu para ulama berpendapat berpegang pada qiroat 7 ahli qiraat atau Qori itu
tanpa yang lain, tidaklah berdasarkan pada atsar maupun sunnah. Sebab

10
jumlah itu hanyalah hasil usaha pengumpulan oleh beberapa orang
belakangan, kemudian kumpulan tersebut tersebar luas. Seandainya Ibnu
Mujahid menuliskan pula qori yang lain selain yang 7 lalu digabungkan
dengan mereka tentulah para Qori itupun akan terkena pula.
Menurut Abu Bakar Ibnul Arabi penentuan ke tujuh orang qori’
ini tidak dimaksudkan bahwa qiro’at yang boleh dibaca itu hanya terbatas
tujuh sehingga qiroat yang lainnya tidak boleh dipakai seperti qiroat Abu
Ja'far, Syaibah, Al - A'masy dan lain-lain, karena para Qori Inipun
kedudukannya sama dengan yang 7 atau bahkan lebih tinggi. Pendapat
semacam ini juga dikatakan oleh banyak ahli qiroat lainnya.
Kata abu Hayyan dalam kitab karya Ibnu Mujahid dan
pengikutnya, sebenarnya qiroat yang masyhur sedikit sekali. Sebagai misal ;
Abu Amru bin Al-Ala' , Iya terkenal mempunyai 17 orang perawi kemudian
di Sebutkanlah nama-nama mereka itu. Tetapi dalam Kitab Ibnu Mujahid
hanya disebutkan Al Yazidi. Dari Alya Siti ini pun diriwayatkan oleh sepuluh
orang perawi. Maka bagaimana ia dapat merasa cukup dengan hanya
menyebutkan as – Susi dan Ad - Duri saja, padahal keduanya tidak
mempunyai kelebihan apa-apa dibanding yang lain ? Semua perawi itu se
level dalam kecermatan dan keahliannya. " Aku tidak mengetahui alasan
sikap Ibnu Mujahid ini selain dari kurangnya ilmu pengetahuan yang
dimilikinya, demikian Abu Hayyan.5

D. Syarat Kesahihan Qira’at


Untuk mendapatkan qira’at yang sesuai dengan ajaran Rasulullah
SAW sekaligus bisa dijadikan rujukan para ulama membuat suatu syarat
dalam penyeleksian berbagai macam qiraat yang berkembang syarat-syarat
tersebut adalah :
a. Sanatnya harus shohih.
b. Qira’at harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab baik bahasa Arab
yang paling fasih ataupun sekadar fasih sebab qiroat adalah sunnah yang
5
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Al Kautsar,
2006), 213-216

11
harus diikuti dengan rujukan berdasarkan pada isnat bukan ra'yu
( penalaran akal).
c. Qira’at harus sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani sekalipun hanya
tersirat. Hal tersebut karena dalam penulisan mushaf -mushaf para sahabat
telah bersungguh-sungguh dalam membuat rasm (cara penulisan mushaf )
sesuai dengan macam macam dialek (logat) qira’at yang mereka ketahui.

Misalnya mereka akan menuliska" asshiratha" ‫ٱلص َٰر َط‬


ِّ dalam ayat

"ihdinassirthalmustaqi" ( QS. Al - Fatihah [1] : 6 ) dengan shad ‫( )ص‬

sebagai ganti dari sin ) (‫س‬.


d. Mereka tidak menuliskan Sin yakni "assiratha". Meskipun dalam satu segi
berbeda dalam satu rasm. Namun qiroah dengan sin pun telah memenuhi
atau sesuai dengan bahasa asli lafadz tersebut yang dikenal sehingga kedua
bacaan itu dianggap sebanding.6
Kriteria di atas ditegaskan pula oleh Ibnu Al Jazari dengan kaidah
yang lebih longgar, bahwasanya suatu qira’at dianggap maqbul ( diterima )
apabila, petama : sesuai dengan kaidah bahasa Arab, kedua : sesuai dengan
salah satu mushaf ‘usmani walaupun baru kemungkinan saja; kertiga, sahih
sanadnya. Menurut al Jazari , bahwa ketiga syarat tersebut harus terpenuhi
dalam sebuah qira’at, artinya jika ketiga syarat terpenuhi , maka qira’at
tersebut dianggap mutawatir dan sesuai denagn bacaan al- Qur’an ( dalam hal
ini mushaf ‘usmani ), maka qira’at tersebut dianggap sebagai qira’at syazah.
Oleh karena itu qira’at syazah tidak boleh dibaca di dalam atau diluar dholat.7

E. Pembagian Qira’at Ditinjau Dari Segi Sanad


Dari segi sanad qiraat dibagi menjadi enam bagian, yaitu :

6
Abu Nizhan, Buku Pintar Al-Qur’an, 34

7
Muhamad Ali Mustofa Kamal al- Hafidz, Epistemologi Qira’at Al- Qur’an , (Yogyakarta
: Deepublish, 2014), 57

12
a. Qira’at Mutawatir, yaitu qiroat yang diriwayatkan oleh Rawi yang banyak
dan semuanya tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Para ulama sepakat
bahwa qiraat sab'ah merupakan qiraat Mutawatir.
b. Qira’at masyhur, yaitu qiraat yang sanadnya shahih tetapi tidak sampai
pada derajat Mutawatir sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan sesuai pula
dengan rasm Usmani. Qiraat Mutawatir dan qiraat masyhur harus
dijadikan pegangan dalam membaca al-quran baik ketika salat ataupun di
luar salat.
c. Qira’at Ahad, yaitu qiraat yang sanadnya shahih tetapi berbeda dengan
rasm Utsmani atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab .Selain itu
tidak terkenal di kalangan Imam qira'at.
d. Qira’at syadzah, yaitu qiraat yang sanadnya cacat atau tidak bersambung
kepada Rasulullah SAW.
e. Qira’at maudu,' yaitu qiraat yang disandarkan kepada sanad atau Rawi
yang tidak dikenal atau tidak diterima.
f. Qira’at mudraj, yaitu qiroat yang memperoleh tambahan kalimat yang
merupakan tafsir dari ayat tersebut.8

F. Hikmah Mempelajarai Qiroah Sab’ah


Adanya bermacam-macam qiro’at seperti yang telah disebutkan
mempunyai berbagai hikmah atau manfaat yaitu :
1. Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka dalam membaca al-
quran khususnya oleh penduduk Arab pada masa awal diturunkannya al-
quran penduduk Arab tersebut terdiri atas berbagai kabilah dan suku yang
di antara mereka banyak terdapat perbedaan logat tekanan suara dan
sebagainya.
2. Menunjukkan bahwa wa Allah Subhanahu Wa Ta'ala benar-benar menjaga
Alquran dari perubahan dan penyimpangan walaupun kitab ini mempunyai
banyak segi bacaan yang berbeda-beda

8
Abu Nizhan, Buku Pintar Al-Qur’an) , 34-35

13
3. Sebagai penjelasan bagi hal-hal mungkin masih Global atau samar dalam
qiraat yang lain misalnya yang ada yang membaca pasang Quran surat al-
jumu'ah ayat 9 dengan lafadz namun hal tersebut membantu penafsiran
bagi lafadz fast sehingga dimaksud dengan kau di sini adalah bukan
berjalan cepat cepat atau tergesa-gesa tetapi bersegera pergi ke masjid dan
berjalan dengan tenang.
4. Bukti kemukjizatan Alquran dari segi keringkasan maknanya karena setiap
qiraat menunjukkan suatu hukum syara tertentu tanpa perlu adanya
pengulangan lafadz.
5. Sebagai keutamaan dan kemuliaan umat Muhammad SAW atas umat-umat
pendahulunya karena kitab kitab yang terdahulu hanya turun dengan satu
qiroat.9
6. Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaga nya kitab Allah Subhanahu
Wa Ta'ala dari perubahan dan penyimpangan.
7. Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca
Alquran.
8. Untuk mempersatukan umat Islam di atas dasar bahasa yang satu.
9. Bukti kemukjizatan Alquran dari segi kepadatan makna karena setiap
qiroat menunjukkan sesuatu hukum syarat tertentu tanpa perlu
pengulangan lafaz.
10. Untuk menjelaskan suatu hukum dari beberapa hukum.
11. Untuk menjelaskan sebagian lafadz yang mubham ( samar).10

9
Abu Nizhan, Buku Pintar Al-Qur’an, , 38-39

10
Ahmad Said Matondang, The Great Of Reciting The Holy Qur’an. , 81

14
BAB III
KESIMPULAN

Qira’at adalah perbedaan cara pengucapan lafadz, metode dan periwayatan


Al qur’an yang disandarakan oleh tujuh imam qurra’. Syarat qira’at sahih yaitu
harus sesuai dengan kiadah bahsa Arab, sesuai dengan rasm utsmani, dan
memiliki sanad sahih. Mempelajari qira’at sangatlah penting dan sangat
berpengaruh terhadap pengambilan istinbath hukum dari Al-Qur’an.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al- Hafidz,Muhamad Ali Mustofa Kamal. Epistemologi Qira’at Al- Qur’an .


Yogyakarta : Deepublish, 2014.
Al-Qaththan, Syaikh Manna. Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta : Pustaka Al
Kautsar, 2006.
Matondang, Ahmad Said. The Great Of Reciting The Holy Qur’an. Tasikmalaya :
Edu Publisher, 2018
Nizhan, Abu. Buku Pintar Al-Qur’an,. Jakarta : Qultum Media, 2008
Tolchah,Moch . Aneka Pengkajian Studi Al-Qur’an. Yogyakarta : LKiS Pelangi
Aksara, 2016

16

Anda mungkin juga menyukai