DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
1. Tegar Satria Wijaya (210205020)
2. Nurul (210205012)
3. Puspa Wandari (210205013)
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelasaikan tugas makalah dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Ilmu Qira’at. Selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 8
B. Saran ..................................................................................................................... 8
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al- Qur’an merupakan kitab Allah yang menjadi pegangan dan rujukan seluruh kaum
muslimin. Pada masa awal islam, mushaf Al-Qur’an tidak bertitik dan berharkat. Ini
memungkinkan Al-Qur’an dibaca dengan bacaan berbeda - beda. Pada satu mushaf suatu
kalimat dibaca dengan bacaan tertentu dan pada mushaf lain kalimat tersebut dibaca dengan
bacaan lain Agar dapat menjadi pegangan (menghindari perbedaan), hanyalah orang-orang
yang benar-benar tsiqat (kuat hafalannya) dan meriwayatkan sampai pada Nabi SAW yang
dipercayai atau menjadi pegangan menyampaikan Al Qur’an.
Pada masa hidup Nabi Muhammad SAW, perhatian umat terhadap kitab Al-Qur'an
ialah memperoleh ayat-ayat Al-Qur’an itu, dengan mendengarkan, membaca, dan
menghafalkannya secara lisan dari mulut kemulut. Dari Nabi kepada para sahabat, dari
sahabat yang satu kepada sahabat yang lain, dan dari seorang imam ahli bacaan yang satu
kepada imam yang lain.
Qira’at atau macam-macam bacaan itu sudah ada sejak zaman RosulullahSAW, dan
beliau mengajarkan kepada para sahabat sebagaimana beliau menerima bacaan itu dari
malaikat jibril. Dan begitu turun ayat-ayat Al-Qur’an, maka dengan segera Nabi
membacakan kepada para sahabat, dan mereka menulisnya,menyimpan dan membacanya
ketika sholat atau ibadah-ibadah yang lainnya secara berulang-ulang siang dan malam.
Qira’at merupakan salah satu cabang ilmu Al-Qur’an, tetapi tidak banyak orang yang
tertarik kepadanya, kecuali orang orang tertentu saja, biasanya kalangan akademik. Banyak
faktor yang menyebabkan hal itu, di antarnya adalah ilmu ini tidak berhubungan langsung
dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari, tidak seperti ilmu fiqih, hadist dan
tafsir misalnya yang dapat dikatakan berhubungan langsung dengan kehidupan manusia.
Hal ini karena ilmu qira’at tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara
langsung dengan halal atau haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
1
Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari karena banyak hal yang harus
dikuasai, antara lain penguasaan bahasa arab secara mendalam, penguasaan ilmu ini sangat
berjasa dalam menggali, menjaga dan mengajarkan berbagai “cara membaca” Al-Qur’an
yang benar- benar sesuai dengan yang telah diajarkan Rasulullah SAW.
Dalam hal ini pemakalah akan memaparkan tentang latar belakang timbulnya
perbedaan qira’at.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at?
2. Apa Hikmah Perbedaan Qira’at?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
2. Untuk Mengetahui Hikmah Perbedaan Qira’at
2
BAB II
PEMBAHASAN
Di dalam buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Rosihon Anwar, terdapat beberapa hal yang
menjadi latar belakang timbulnya perbedaan qira’at, ada yang secara historis dan ada pula
secara penyampain yang akan di perinci sebagaimana berikut1:
1. Secara historis
Qira’at sebenarnya telah muncul semenjak Nabi masih ada walaupun tentu saja pada
saat itu Qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Ada beberapa riwayat yang
mendukung asumsi diatas:
a. Suatu ketika Umar bin Khattab berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim
Ketika membaca Al-Qur'an. Umar tidak puas terhadap bacaan Hisyam sewaktu
membacakan Surat Al-Furqan. Menurut Umar bacaan hisyam tidak benar dan
bertentangan dengan apa yang di ajarkan Nabi kepadanya. Namun, Hisyam
menegaskan pula bahwa bacaannya pun berasal dari Nabi. Seusai Sholat, Hisyam
diajak menghadap Nabi seraya melaporkan peristiwa diatas. Nabi menyuruh
Hisyam mengulangi bacaannya sewaktu sholat tadi. Setelah Hisyam
melakukannya, Nabi bersabda:
“memang begitulah Al-Qur’an diturunkan. Sesungguhnya Al Qur’an ini
diturunkan dalam tujuh Huruf, maka bacalah oleh kalian yang kalian anggap
mudah dari tujuh huruf itu.”
b. Didalam Riwayatnya, Ubai pernah bercerita:
“saya masuk ke masjid untuk mengerjakan sholat, kemudian datanglah seorang
dan membaca surat An Nahl, tetapi bacaannya berbeda dengan bacaan saya.
Setelah selesai, saya bertanya, “siapakah yang membacakan ayat itu kepadamu?”
ia menjawab, “Rasulullah SAW”. Kemudian, datangalh seorang mengerjakan
sholat dengan membaca permulaan surat An-Nahl (16), tetapi bacaannya
berbeda dengan bacaan saya dan bacaan teman tadi. Setelah sholatnya selesai,
saya bertanya, “siapakah yang membacakan ayat itu kepadamu?” ia menjawab
1 Rosihon Anwar, Ulumul Al- Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia,2010), 142- 149
3
“Rasulullah SAW”. Kedua orang itu lalu saya ajak menghadap Nabi, Beliau
meminta salah satu dari kedua orang itu membacakan lagi surat itu. Setelah
bacaannya selesai, nabi bersabda “baik”. Kemudian, Nabi meminta kepada yang
lain agar melakukan hal yang sama. Dan Nabi pun menjawabnya “baik”.
Adanya mushaf - mushaf itu di sertai dengan penyebaran para qari' keberbagai
penjuru, pada gilirannya melahirkan sesuatu yang diinginkan,yakni timbulnya qira'at
yang semakin beragam. Lebih-lebih setelah terjadinya transformasi bahasa dan
akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa bangsa bukan arabin sehingga pada
akhirnya perbedaan qira'at itu sudah pada kondisi sebagaimana yang di saksikan
Hudzaifah Al Yamamahdan yang kemudian dilaporkan terhadap Usman.
2. Secara penyampaian
a. Perbedaan dalam I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk
kalimat. Misalnya pada firman allah sebagai berikut:
4
ْ ُ ْ َ َّ َ ُ ُ ْ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َّ
ٱل ِذين يبخلون ويأمرون ٱلناس ِبٱلبخل
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir”
(Q.S. An.Nisa (4) : 37 ).
kata bil-bukhli yang berarti kikir dapat dibaca fathah pada huruf ba-nya,
sehingga dapat dibaca bil-bakhli tanpa perubahan makna.
b. Perubahan pada I’rab dan harakat (baris) kalimat sehingga dapat merubah
maknanya, misalnya pada firman Allah:
َ َ ْ َ ََ َّ َ َ ْ َ ْ ن
ربنا ب َٰ َِٰعد بي أسف ِارنا
Artinya: "Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami" (Qs. Saba’/34:19)
c. Perbedaan pada perubahan huruf antara perubahan I‟rab dan bentuk tulisannya,
sementara maknanya berubah. Misalnya pada firman Allah:
ُ َْ ْ ْ َ ُ َ ْ ُ ُ ََ
وش
ِ وتكون ٱل ِجبال كٱل ِعه ِن ٱلمنف
5
Artinya: ..."Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan."
(Q.S. Al- Qari'ah (101): 5).
َ ْ ْ َ ْ َُْ َ ْ َٓ َ َ
وجاءت سكرة ٱلمو ِت ِبٱلحق
Artinya: "Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya". (Q.S Qaf
(50):19).
Konon menurut suatu riwayat, Abu bakar pernah membacanya menjadi“Wa ja’at
sakrat al-haqq bi al-maut”,ia menggeser kata al-Maut ke belakang, dan memasukan
kata al-Haqq, setelah mengalami pergeseran, bila kalimat itu diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, berarti “dan datanglah sakarat yang benar-benar dengan
kematian”. Qiraat semacam ini juga tidak dipakai karena menyalahi ketentuan yang
berlaku.
g. Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf, seperti pada firman Allah
sebagai berikut:
َۡ ۡ َ َ ّٰ
َجن ٍت ت ۡج ِر ۡى ِم ۡن ت ۡح ِت َها اۡلنه ُ ؕر
Artinya: " surga - surga yang mengalir sungai - sungai di dalamnya".
Kata Min pada ayat ini dibuang dan pada ayat serupa yang tanpa Min justru
ditambah.
6
Di dalam buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Rosihon Anwar ini, beliau menuturkan
beberapa sebab terjadinya perbedaan qira’at, dan diantara sebab-sebab munculnya
beberapa qira’at yang berbeda adalah sebagai berikut.
Terlepas dari faktor-faktor yang menjadi latar belakang munculnya perbedaan qira’at,
tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya perbedaan qira’at terkandung banyak hikmah,
di antaranya sebagai berikut:
1. Adanya perbedaan qira’at dapat memperkokoh kesatuan umat Islam. Karena dengan
diturunkannya Al - Qur’an yang mengandung variasi bacaan tentunya akan sesuai
dengan kemampuan mereka, sehingga setiap kelompok umat Islam tidak saling
mengklaim Al – Qur’an adalah milik kelompok tertentu saja.
2. Perbedaan qira’at merupakan keringanan dan kemudahan bagi umat Islam secara
keseluruhan.
3. Menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an terutama dari aspek lughawi-nya, karena
dengan adanya berbagai macam qira’at dapat menggantikan kedudukan ayat - ayat
yang bisa menjadi banyak jika tidak dipadatkan dalam qira’at.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
5. Merupakan kemuliaan dan keutamaan umat Muhammad Saw atas umat-umat
terdahulu. Karena bisa jadi kitab-kitab terdahulu turun hanya dengan satu segi dan
dalam satu qira’ah saja, berbeda dengan Al-Qur’an yang turun dalam sab’atu ahruf.3
3 Khairunnas Jamal dan Putra Afriadi,Pengantar Ilmu Qira'at. (Pekan Baru: Kalimedia,2020).54
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
8
DAFTAR PUSTAKA
jamal, Khairunnas dan Afriadi putra. (2020). Pengantar Ilmu Qira'at. Pekan Baru:
Kalimedia.
Ramli, Abdul wahid, (1993). Ulumul Qur’an. Jakarta: PT Raja Garfindo Persada.