Dosen Pengampu:
Hj. Shofwatal Qolbiyyah, S.Pd.I., M.Pd.I.
Disusun Oleh:
MOH KHOTIB
NIM: 202304010030
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan
makalah tentang: ”PERBEDAAN ANTARA قراءة، رواية، وجه & طريقDALAM
ILMU QIRA’AT AL QUR'AN”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas kuliah yang diampu Hj. Shofwatal Qolbiyyah, S.Pd.I., M.Pd.I. di
Program Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Darul
‘Ulum Jombang.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
dalam hal menambah pengetahuan dan wawasan tentang perbedaan antara qira’ah
()قراءة, riwayah ()رواية, thariq ( )طريقdan wajh ( )وجهdalam ilmu Qira’at Al Qur’an.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
segala kritik dan saran yang membangun selalu peneliti harapkan. Selanjutnya,
peneliti berharap makalah ini mampu memberikan manfaat kepada semua pihak.
Moh Khotib
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era teknologi yang semakin modern ini, para pembaca al-Quran
dapat membaca, mengikuti, dan mendengarkan bacaan orang lain dari belahan
dunia manapun. Hal ini menjadi suatu keunggulan dan menjadi metode baru
dalam belajar membaca al-Quran sehingga para pembaca al-Quran dapat
menerapkan berbagai metode. Akan tetapi, alangkah baiknya, sebelum para
pembaca menerapkan metode pembacaan al-Quran, perlu untuk memahami
perbedaan qiraah, riwayah, dan thariq dalam ilmu tajwid karena jika tidak
memahami perbedaan tersebut, problem muncul ketika bacaan yang didengar
tidak sama dengan bacaan yang pernah dipelajari oleh si pendengar sehingga
terjadi miskonsepsi dan mispersepsi. Padahal, bacaan al-Quran yang
menurutnya berbeda, itu juga bersumber dan diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW. Perbedaan bacaan al-Quran itu disebabkan adanya klasifikasi bacaan
yaitu qiraah, riwayah, dan thariq. Bacaan al-Quran yang populer di dunia Islam
serta menjadi role model di Indonesia saat ini, jika diklasifikasikan maka ia
adalah qiraah Ashim, riwayah Hafsh, dan thariq Syathibi.
Belakangan ini sering bermunculan para pembaca al-Qur’an yang
mencampuradukan (talfiq) bacaan al-Qur’an. Hal ini disebabkan karena
ketidaktahuan mereka mengenai hal-hal yang berkaitan dengan thariq dalam
qira’ah tertentu, khususnya qira’ah Ashim dengan riwayah Hafs yang menjadi
bacaan mayoritas kaum muslimin di dunia. Misalnya, membaca saktah pada
lafal بل رانpada Q.S. al-Muthaffifin: 14, padahal ia membaca mad munfashil
dengan panjang dua harakat. Seharusnya ia membaca dengan mengidhgamkan
huruf lam ke dalam ra’.
Riwayah Hafs mempunyai thariq yang sangat banyak, yaitu 52 thariq
(Al-Jazari, 1998: 153). Sedangkan menurut Imam al-Dhabba’ mempunyai 57
thariq (Dhamrah, 2009: 46) dengan menambahkan 5 thariq yang tidak dipilih
oleh Imam Ibnu al-Jazari. Thariq dari riwayah Hafs yang menjadi pegangan
1
2
mayoritas umat Islam di dunia adalah thariq Ubaid bin Shabah yang
dinadzamkan oleh Imam al-Syatibi dalam qasidahnya Hirzu al-Amani wa
Wajhu al-Tahani. Thariq ini juga dikenal dengan nama thariq al-Syatibiyyah.
Thariq-thariq lain dari riwayah Hafs juga menjadi pedoman dalam membaca
al-Qur’an oleh sebagian umat Islam. Jadi, Thariq al-Syatibiyyah adalah salah
satu thariq dari 57 thariq dalam riwayah Hafs.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mencoba untuk memaparkan hal-hal
yang berkaitan dengan qiraah, riwayah, thariq dan wajh dalam varian bacaan
al-Qur’an. Sebagai contoh, penulis akan menggunakan contoh thariq-thariq
dalam riwayah Hafs. Thariq-thariq tersebut adalah thariq al-Syatibiyyah, thariq
al-Farisi dalam kitab al-Tajrid dan thariq Ibnu al-Mu’addal dalam kitab
Raudhah. Selain itu, penulis juga akan memaparkan hukum mencampuradukan
thariq dalam bacaan al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah
sebagai berikut: “Bagaimanakah perbedaan antara qira’ah ()قراءة, riwayah
()رواية, thariq ( )طريقdan wajh ( )وجهdalam ilmu Qira’at Al Qur’an?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui perbedaan
antara qira’ah ()قراءة, riwayah ()رواية, thariq ( )طريقdan wajh ( )وجهdalam ilmu
Qira’at Al Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
kenabian, ditambah lagi dengan turunnya Al-Qur’an atas 7 huruf yang belum
dikenal oleh masyarakat muslim di berbagai pelosok. Semua ini menyebabkan
sebagian orang mengkafirkan sebagian yang lain. Melihat penomena ini,
Khalifah Utsman bin Affan memanggil para sahabat dan meminta pandapat
mereka bagaimana cara mengatasi problem yang terjadi di kalangan kaum
muslimin. Para sahabat akhirnya sepakat untuk menuliskan Al-Qur’an dalam
satu mushhaf. Maka pada akhir tahun 24 H. Khalifah Utsman bin Affan ra
mempercayakan tugas suci ini kepada empat orang sahabat terkemuka dalam
bidang Al-Qur’an yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash
dan Abd ar-Rahman bin al-Harits. Kemudian Khalifah Utsman bin Affan ra
meminta Ummul Mukminin Hafshah binti Umar ra supaya mengirimkan
mushaf yang dikumpul pada zaman Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, ra (Zaid,
1998: 128-129).
Para panitia penulisan Al-Qur’an yang telah dipilih oleh Khalifah
Utsman bin Affan berhasil menuliskan mushhaf yang menjadi panduan kepada
kaum muslimin. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah mushhaf yang
ditulis. Sebagian berpendapat jumlahnya empat, satu mushhaf dikirim oleh
Khalifah Utsman ke al-Kufah, satu ke al-Bashrah, satu ke asy-Syam dan satu
lagi bersama khalifah di al-Madinah. Sedangkan yang lain berpendapat
jumlahnya lima. Pendapat yang lain mengatakan jumlahnya tujuh dengan
menambah mushhaf yang di kirim ke Mesir, al-Yaman dan al-Bahrain.
Kemudian semua mushhaf yang ditulis pada zaman Khalifah Utsman bin Affan
tidak bertitik dan tidak berbaris, dan bentuk tulisannya memberi peluang
kepada semua qira’at.
Jika suatu kata tidak dapat memberi peluang kepada berbagai qira’at,
maka salah satu mushhaf ditulis dengan satu wajah dan mushhaf yang lain
ditulis dengan wajah yang lain. Seterusnya Khalifah Usman bin ‘Affan
mengutus seorang sahabat yang qira’ahnya sesuai dengan rasam mushaf yang
dikirim ke daerah itu dan memerintahkan kaum muslimin supaya berpegang
dengannya serta membakar mushhaf yang lainnya.
6
3. Bahwa sahih sanadnya baik diriwayatkan dari imam qira’at yang tujuh dan
yang sepuluh maupun dari imam-imam yang diterima selain mereka. Setiap
qira’at yang memenuhi kriteria di atas adalah qira’at yang benar yang tidak
boleh ditolak dan harus diterima. Namun bila kurang dari ketiga syarat
diatas disebut qira’at syazzah (abnormal).
Wajh ( )الوجهsecara bebas dapat dimaknai versi atau ragam, yaitu semua
bentuk perbedaan atau khilafiyah yang diriwayatkan dari Qari’ tertentu, lalu
dalam kasus ini seseorang dipersilakan untuk memilih mana yang akan
dibacanya, karena semuanya shahih dari Qari’ tersebut. Perbedaan-perbedaan
Thariq terkadang mencakup perbedaan-perbedaan pula dalam Wajh ini.
Misalnya, pada saat waqaf pada kata al-‘alamin ( )العالمينdalam ayat ke-2 surah
al-Fatihah, terdapat 3 wajh atau versi, yaitu dibaca pendek (qashr), sedang
(tawassuth), dan panjang (madd). Seorang qari’ diperbolehkan memilih mana
saja dari ketiganya, namun disarankan oleh Ibnu al-Jazari agar ia memilih satu
versi saja dalam satu kali pengkhataman. Maksudnya, pada seluruh kata
tersebut di mana pun ia waqaf selama membacanya, ia memilih satu versi. Bila
ia sudah selesai, lalu memulai dari awal lagi, ia boleh menggunakan versi
lainnya.
Dengan demikian, bacaan Al-Qur’an yang dinisbatkan kepada seorang
imam tertentu disebut Qira’at, lalu apa yang dinisbatkan kepada seseorang
yang mengutip riwayatnya dari imam tersebut secara langsung disebut
Riwayah, kemudian apa yang disandarkan kepada orang lain yang
meriwayatkan bacaan sesudah mereka disebut dengan Thariq, sedangkan
perbedaan-perbedaan yang mungkin ada di dalam riwayat dari satu orang imam
tertentu dalam cara membaca kata atau ayat yang sama disebut dengan Wajh.
riwayah Warasy dari Nafi’, riwayah Hafsh dari ‘Ashim, riwayah Ibnu Wardan
dari Abu Ja’far, dan sebagainya.
Thariq secara bahasa berarti jalur, jalan. Maksudnya adalah rangkaian
sanad (yakni, para perawi) yang berakhir pada seorang perawi dari Imam
Qiraat atau guru (syaikh) bacaan Al-Qur’an tertentu. Istilah ini dipergunakan
untuk menunjuk apa yang diriwayatkan oleh seorang Qari’ dari generasi lebih
akhir (yakni, yang hidup sesudah Rawi pertama dari Qari’ tertentu). Misalnya,
tharhq atau jalur al-Azraq dari Warasy, thariq Abu Rabi’ah dari al-Bazzy,
thariq ‘Ubaid Ibnu ash-Shabbah dari Hafsh, dan sebagainya.
Tiga istilah di atas disebut juga dengan Khilaf Wajib, dengan kata lain
seseorang yang membaca Al Quran denga riwayat tertentu harus mengikuti
kaedah-kaedah yang berlaku dalam Qiraat, riwayah thariq tersebut.
Wajh secara bebas dapat dimaknai versi atau ragam, yaitu semua bentuk
perbedaan atau khilafiyah yang diriwayatkan dari Qari’ tertentu, lalu dalam
kasus ini seseorang dipersilakan untuk memilih mana yang akan dibacanya,
karena semuanya shahih dari Qari’ tersebut. Namun disarankan oleh Ibnu
Jazari agar kita memilih satu versi saja dalam satu kali pengkhataman. Yang
terakhir ini disebut juga Khilaf Jaiz yaitu perbedaan para qurra dalam memilih
bentuk bacaan seumpama bacaan istia’azah, bacaan basmalah antara dua surah,
memilih untuk berhenti secara sukun, roum atau isymam, memilih bacaan
dengan kadar panjang ishba’ (panjang) 6 harakat, tawassut (pertengahan) 4
harakat atau qashar (pendek) 2 harakat dalam mad ‘aridh lissukun.
Dewasa ini, Riwayat Hafs dari Qiraat ‘Ashim (Riwayah Hafsh ‘An
‘Ashim Min Thariqi Asy Syathibiyyah) adalah riwayat yang paling banyak
digunakan kaum muslimin termasuk Indonesia, Warsy masih dipakai di
Marokko dan Jazair dan sebagian warga Niger, Qiraat Abu ‘Amr dipakai
sebagian warga Somalia dan Chad, Riwayat Qalun masih dipakai di negara
Tunisia. Beberapa abad yang lalu daerah bekas Uni Soviet (Kazakstan,
Uzbekistan, Dagestan, Thajikistan) pernah memakai Qiraat Abu ‘Amr secara
luas, begitu juga kawasan Afrika Utara pernah memakai riwayat Warsy secara
luas.
BAB III
PENUTUP
10
DAFTAR PUSTAKA
11