QIRA’AT AL-QUR’AN
“Studi Al-Qur’an”
Dosen Pengampu:
Wazirotul Sa'adah, M. H.
Disusun Oleh :
JURUSAN TARBIYAH
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang Maha
Kuasa. Kepada-Nya juga kita sampaikan rasa syukur atas keleluasan ilmu dan
pikiran hingga mampu memahami sebagian dari ilmu-Nya. Sholawat serta salam
tidak lupa kita curahkan kepada Nabi Agung Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi
Wassalaam, kepada sanak saudara beliau, sahabat-sahabat beliau dan pengikut-
pengikut beliau yang senantiasa istiqomah menjalankan sunnah-sunnah beliau
hingga akhir zaman kelak. Aamiin Yaa Rabbal Aalamin.
ii
Penulis
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang viral belakangan ini tentang beberapa oknum yang mengkritik
tentang bacaan seorang ulama yang masyhur tentang kesalahan pelafalan surat al-
fatihah. Mereka mengkritik bahwa ulama yang sudah masyhur tersebut salah
dalam membaca ayat ke enam, padahal ada beberapa qiraat imam yang
memperbolehkan dibaca sedemikian rupa, pengkritikan ini disebabkan minimnya
literasi pengetahuan mereka tentang keberagamaan jenis qiraat atau cara bacaan
al-quran yang benar. Mereka menganggap bahwa hanya bacaan qiraat mereka
sendiri adalah yang benar padahal pada kenyataannya dalam membaca al-quran
tidak hanya mengikuti satu imam melainkan beberapa imam yang disepakati
bersama.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi qira’at merupakan kata jadian (masdar) dari kata kerja
qara’a (membaca). Sedangkan secara terminologi ada beberapa definisi yang
dikemukakan oleh para ulama antara lain:
1. Ibnu al-Jazari
2. Al-Zarqasyi
3. Al-Shabuni
Qira’at adalah suatu mazhab cara melafalkan Al-Qur’an yang dianut oleh
salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada
Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam.
1
Anwar, Rosihan. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2005. hlm. 27
2
Anwar, Rosihan. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
3
a. Pertama, Qira’at Al-Qur’an berkaitan dengan cara melafalkan Al-Qur’an
yang dilakukan oleh seorang imam dan berbeda dengan imam lainnya.
b. Qira’at Asyarah (Qira’at sepuluh), yaitu qira’at tujuh ditambah tiga ahli
qira’at yaitu Yazid bin al-Qa’qa al-Maksumi al-madani, Ya’kub bin
Ishak dan Khallaf bin Hisyam.
3
As-Shabuni, Muhammad Ali. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2011. hlm 45.
4
ditambah empat imam qira’at yaitu Hasan Basri, Muhammad bin Abdul
Rahman, Yahya bin al-Mubarak dan Abu al-Farj Muhammad bin
Ahmad asy-Syambusy.4
Sistem qira’at dari segi kualitas masih banyak ulama yang berbeda
pendapat, seperti hasil penelitian al-Jazari mengolompokkan kedalam lima
bagian yaitu:5
b. Qira’at masyhur yaitu, qira’at yang memiliki sanad yang shahih, tetapi
tidak sampai pada kualitas mutawatir, hanya sesuai dengan kaedah bahasa
Arab dan tulisan mushaf usmani.
c. Qira’at ahad yaitu qira’at yang memiliki sanad shahih, tetapi menyalahi
tulisan mushaf usmani dan kaedah bahasa Arab.
4
Anwar, Rosihan. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2005. hlm 28.
5
Al-Maliki, al-Hasani, Muhammad bin Alawy. Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Bandung: Pustaka
Setia, 2009. hlm 60.
5
d. Qira’at syadz yaitu qira’at yang sanadnya tidak shahih.
e. Qira’at yang menyerupai hadis mudraj (sisipan) yaitu adanya sisipan pada
bacaan dengan tujuan penafsiran.
b. Imam Muslim dengan sanad dari Ubai bin Kaab berkata : Ketika aku
6
berada di masjid tiba-tiba masuklah seorang laki-laki untuk shalat dan
membaca bacaan yang aku ingkari, setelah itu masuk lagi laki-laki lain,
bacaannya berbeda dengan laki-laki yang pertama. Setelah kami
selesai shalat kami menemui Rasulullah, lalu aku bercerita tentang hal
tersebut, kemudian Rasulullah memerintahkan keduanya untuk
membaca, maka Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam. mengatakan
kepadaku: “Hai Ubay, Sesungguhya Aku diutus membaca Al-Qur’an
dengan tujuh huruf”.6
Untuk mengetahui apakah Qira’at itu benar atau tidak harus memenuhi tiga
syarat yaitu pertama, sesuai dengan kaedah bahasa Arab kedua, sesuai dengan
mushaf Usmani dan ketiga, sanad-sanadnya shahih.7
Apabila suatu Qira’at tidak memenuhi salah satu diantara tiga syarat
tersebut, maka Qira’at tersebut tidak sah atau lemah. Orang yang pertama kali
menyusun Qira’at adalah Abu Ubaidah al-Kasim bin Salam, kemudian setelah itu
menyusul Ulama-ulama lain, namun diantara mereka berbeda dalam menetapkan
jumlah syarat-syarat Qira’at yang benar.
6
As-Shabuni, Muhammad Ali. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2019. hlm 49.
7
Anwar, Rosihan. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2005. hlm. 29.
7
bentuk perbedaan cara melafazkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan dalam I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan
bentuk kalimat. Misalnya : Dapat dilihat dalam QS. An-Nisa’ / 4 : 37 (kata
bil-bukhli yang berarti kikir dapat dibaca fathah pada huruf ba-nya,
sehingga dapat dibaca bil-bakhli tanpa perubahan makna).8
d. Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisan, tapi makna
tidak berubah. Misalnya : Dalam QS. Al-Qari’ah / 101 : 5 (Kata Ka-al-‘ihni
“bulu-bulu” kadang dibaca Ka-ash-shufi “Bulu-bulu domba”. Perubahan ini
berdasarkan Ijma’ Ulama’, namun tidak dibenarkan karena bertentangan
dengan mushaf Utsmani).9
8
Anwar, Rosihan. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2005. hlm. 30.
9
Anwar, Rosihan. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2005. hlm. 32.
10
Ibid.
8
Faedah mempelajari Ilmu Qira’at Al-Qur’an
Ada beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam mempelajari Qira’at Al-Qur’an,
antara lain:
1. Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan hukum bacaan yang telah
disepakati para ulama.
2. Dapat men-takhrij (mencari solusi) hukum bacaan yang
diperselisihkan para ulama.
3. Dapat menggabungkan dua ketentuan hukum bacaan yang berbeda.
4. Dapat menunjukkan dua ketentuan hukum bacaan yang berbeda dalam
kondisi berbeda pula.
5. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam ayat-ayat al-
Qur’an yang mungkin sulit untuk dipahami maknanya.11
11
Ainul Yaqin, Ulumul Qur’an. Pamekasan: Duta Media, 2016, hlm .98.
12
Ibid.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Ilmu Qira’at adalah ilmu yang mempelajari tata cara pelafalan al-quran yang
sesuai dengan kaidah yang mutawatir dan bersambung langsung dari
rasulullah dengan pemahaman yang berbeda oleh masing masing ulama
yang dipercaya. Perbedaan pemahaman tersebut disebabkan karena
beragamnya kondisi sosiokultural dan kebiasaan yang berlaku dimasyarakat.
Selain itu pengaruh geografis suku arab sangat mempengaruhi dialek yang
berbeda disetiap daerah.
b. Faedah mempelajari ilmu ini yaitu kita tidak gampang meyalahkan suatu
kelompok atau komunitas yang cara membaca al-qurannya berbeda dengan
kita.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran serta masukan yang sifatnya
membangun sangatlah kami harapkan untuk memperbaiki makalah ini agar lebih
baik kedepannya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ainul Yaqin, Ulumul Qur’an. Pamekasan: Duta Media, 2016, hlm .98.
Al-Maliki, al-Hasani, Muhammad bin Alawy. Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an,
Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Anwar, Rosihan. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
As-Shabuni, Muhammad Ali. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia,
2019.
11