Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

QIRA’ATIL AL-QUR’AN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu:

AKH. FAUZI ASERI, Prof. Dr., MA

Disusun Oleh:

Husein Fakhrezi (210105010185)

Muhammad Ihya ( 210105010173)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, Shalawat dan salam tak lupa
dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang berjudul “QIRAATIL QUR’AN”

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Bapak AKH. FAUZI ASERI, Prof. Dr., MA selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul
Qur’an. Dalam penyusunan makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukkan-masukkan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini agar kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Banjarmasin, 04 Maret 2023

]
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
BAB 1 ........................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................. 2
C. TUJUAN .......................................................................................................................................... 2
D. MANFAAT ...................................................................................................................................... 2
BAB II .......................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 3
A. Definisi Qira’atil Qur’an ................................................................................................................ 3
B. Latar belakang munculnya perbedaan Qir’at ............................................................................. 4
C. Macam-macam Qira’atil Qur’an .................................................................................................. 8
BAB III....................................................................................................................................................... 10
PENUTUP .................................................................................................................................................. 10
A. Kesimpulan ........................................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 11
BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Qira’at menyangkut bahan bacaan ayat-ayat dalam Al-Qur’an disampaikan serta
disampaikan serta diajarkan oleh Nabi Saw kepada para sahabatnya sesuai dengan wahyu
diterima oleh beliau melalui perantara Malaikat Jibri a.s. Selanjutnya, para shahabat
menyampaikan dan mengajarkannya pula kepada para tabi’in dan para tabi’in pun
menyampaikan serta mengajarkannya kepada para tabi’it tabi’in dan demikian seterusnya dari
generasi ke generasi. Qira’at tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara
langsung dengan halal-haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia. Selain
itu, ilmu Qira’at juga cukup rumit untuk dipelajari. Banyak hal yang harus diketahui oleh
peminat ilmu Qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-Qur‟an secara mendalam
dalam banyak seginya.

Qira’at atau macam-macam bacaan al-Qur’an telah mantap pada masa Rasulullah saw.,
dan beliau mengajarkan kepada sahabat sebagaimana beliau menerima bacaan itu dari Jibril
AS. Sehingga muncul beberapa sahabat yang ahli bacaan al-Qur’an seperti: Ubay bin Kaab,
Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, dan Abu Musa al-Asy’ari, mereka itulah
yang menjadi sumber bacaan alQur‟an bagi sebagian besar sahabat dan tabi‟in1. Begitu besar
keagungan Al-Qur’an sampai-sampai dalam membacanya pun harus disertai ilmu membaca
yang disebut ilmu Qira’at, karena dikawatirkan apabila dalam membaca Al-Qur’an tidak
disertai ilmunya akan berakibat berubahnya arti, maksud serta tujuan dalam setiap firman yang
tertulis dalam Al-Qur’an

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Definisi Qira’atil Qur’an?
2. Apa Latar Belakangnya Munculnya Perbedaan Qira’at
3. Macam-macam Qira’atil Qur’an

1
Acep Hermawan,Ulumul Qur’an,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2013), hal 133.
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian Qiraat?
2. Untuk mengetahui latar belakangnya Perbedaan Qira’at?
3. Untuk mengetahui macam-macam Qira’at?
4. Untuk Mengetahui Keragaman Qira’at?
D. MANFAAT
1. Untuk mengetahui definisi Qira’atil Qur’an
2. Untuk mengetahui perbedaan Qira’at
3. Untuk mengetahui Macam-macam Qira’atil Qur’an
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Ilmu Qira’attil Qur’an

Secara etimologi, lafadz qira’at merupakan bentuk masdar dari ‫ قرأ‬yang artinya
bacaan. Sedangkan secara terminologis, terdapat berbagai ungkapan atau redaksi yang
dikemukakan oleh para ulama sehubungan dengan pengertian qira’at ini. Menurut Imam
az-Zarkasyi (W. 794 H), qira’at adalah perbedaan lafadz-lafadz al-Qur’an, baik
menyangkut hurufhurufnya maupun cara pengucapan hurufhuruf tersebut seperti takhfif,
tasydid dan lain-lain.3 Sedangkan menurut Ibn Al-Jazari (W. 833 H), qira’at adalah ilmu
mengenai cara pengucapan kalimat-kalimat dalam Al- Qur’an dan perbedaannya yang
disandarkan kepada para periwayatnya2.
Sementara itu, menurut Imam Syihabuddin al-Qasthalani (W. 923 H) qira’at adalah
suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para ahli qira’at tentang cara
pengucapan lafadzlafadz al-Qur’an, seperti yang menyangkut aspek kebahasaan, i’rab,
hadzf, itsbat, fashl, washl yang diperoleh dengan cara periwayatan3.Begitu pula dengan
Muhammad Ali ash-Shabuni dalam kitabnya At-Tibyan Fi Ulum al-Qur’an yang
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan qira’at adalah suatu madzhab tertentu dalam
cara pengucapan al-Qur’an yang dianut oleh salah seorang imam qira’at yang berbeda
dengan madzhab lainnya, berdasarkan sanad-sanadnya yang bersambung sampai kepada
Nabi SAW 8 . Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Manna’ Khalil al-Qattan
dalam kitabnya Mabahits Fi Ulum al-Qur’an4.
Dari definisi tersebut walaupun redaksi berbeda-beda, tapi pada hakikatnya
mempunyai makna yang sama, yakni ada beberapa cara melafalkan Alqur’an walaupun
sama-sama berasal dari sumber yang sama yaitu Rasulullah saw. Dengan demikian, bahwa
qira’at berkisar pada dua hal: pertama, qira’at berkaitan dengan cara melafalkan Al-Qur’an

2
Nabil bin Muhammad Ibrahim, Ilm al-Qira’at: Nasy’atuhu, Athwaruhu, Atsaruhu Fi al-Ulum Asy-Syar’iyah,
(Riyadh: Maktabah at-Taubah, 1421 H / 2000 M), hal 27
3
Ibid, Hal 27
4
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, hal 170
yang dilakukan oleh seorang imam dan berbeda dengan imam lainnya. Kedua, cara
melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan pada riwayat yang mutawatir dari Nabi saw.
Dengan dikaitkannya pengertian qira’at kepada madzhab atau imam qira’at
tertentu, maka muncullah beberapa istilah dalam menisbatkan qira’at al-Qur’an tersebut
kepada salah seorang imam qira’at dan kepada orang-orang setelahnya, seperti5 :
1. ‫ القراءة‬, suatu istilah apabila qira’at Al-Qur’an dinisbatkan kepada salah seorang
imam qira’at tertentu, seperti qira’at nafi’ dan lain sebagainya.
2. ‫ الرواية‬, suatu istilah apabila qira’at Al- Qur’an dinisbatkan kepada salah seorang
perawi qira’at dari imamnya, seperti riwayat Qalun dari Nafi’.
3. ‫ الطريق‬, suatu istilah apabila qira’at Al- Qur’an dinisbatkan kepada salah seorang
perawi qira’at dari perawi lainnya, seperti thariq Nasyith dari Qalun.
4. ‫ الوجه‬, suatu istilah apabila qira’at Al- Qur’an dinisbatkan kepada seorang
pembaca Al-Qur’an berdasarkan pilihannya terhadap versi qira’at tertentu.
B. Latar Berlakang munculnya perbedaan Qira’at

Sebagaimana kita ketahui bahwa Al-Qur’an sebagai kalamullah diwahyukan dan


disampaikan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril. Hal ini
berlangsung sejak turunnya wahyu pertama hingga seluruh Al-Qur’an selesai diturunkan.
Qira’at sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi saw., walaupun pada saat itu qira’at bukan
merupakan suatu disiplin ilmu, karena perbedaan para sahabat melafazkan Al-Qur’an dapat
ditanyakan langsung kepada Nabi saw.

Selanjutnya, apa yang disampaikan atau dibacakan oleh malaikat Jibril kepada Nabi
SAW disampaikan serta diajarkan pula oleh beliau kepada para shahabat. Para shahabat Nabi
SAW pun menyampaikan dan mengajarkannya kepada para tabi’in, dan para tabi’in
menyampaikan serta mengajarkannya pula kepada para tabi’it tabi’in. Dengan demikian,
penyampaian dan periwayatan qira’at al-Qur’an itu dilakukan sebagaimana penyampaian dan
periwayatan hadis atau sunnah6.

Karena itu, jelaslah kiranya bahwa qira’at al-Qur’an itu bersifat tauqifiyah dan
bukan bersifat ikhtiyariyat. Artinya, ia berasal dan bersumber dari Nabi SAW dan bukan

5
Abdul Hadi Fadhli, al-Qira’at al-Qur’aniyah, hal 84
6
Abdul Hadi Fadhli, al-Qira’at al-Qur’aniyah, hal 17
merupakan hasil ijtihad atau rekayasa para ahli qira’at. Dan karena itu pula, para pemuka
shahabat Nabi SAW tidak memandang adanya satu versi qira’at yang kualitasnya lebih
baik atau lebih utama dari versi qira’at yang lainnya.

Adapun mengenai sumber perbedaan qira’at, terdapat perbedaan pendapat di


kalangan para ulama mengenai hal tersebut. Pendapat mereka bisa disimpulkan antara lain
sebagai berikut:7

a. Adanya perbedaan qira’at Nabi SAW


b. Adanya taqrir atau pengakuan Nabi SAW
c. Berbedanya qira’at yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi SAW melalui
perantaraan malaikat Jibril
d. Adanya riwayat dari para shahabat Nabi SAW menyangkut berbagai versi qira’at
yang ada
e. Adanya perbedaan lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa Arab pada
masa turunnya al-Qur’an.

Di dalam buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Rosihon Anwar , terdapat beberapa hal
yang menjadi latar belakang timbulnya perbedaan qira‟at, ada yang secara historis dan ada
pula secara penyampain yang akan di perinci sebagaimana berikut 8:

a. Latar Belakang secara Historis


Qira’at sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi saw., walaupun pada saat itu
qira’at bukan merupakan suatu disiplin ilmu, karena perbedaan para sahabat
melafazkan Al-Qur’an dapat ditanyakan langsung kepada Nabi saw., sedangkan
Nabi tidak pernah menyalahkan para sahabat yang berbeda itu.
Asumsi ini dapat diperkuat oleh riwayat-riwayat sebagai berikut :
1. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra,
berkata: “Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca Al- Qur’an surah
Al-Furqan, aku mendengar bacaannya mengandung beberapa huruf yang
belum pernah dibacakan oleh Rasulullah saw. kepadaku, sehingga setelah

7
Ibid, hal 104
8
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulum Al Qur’an,,hal 142-149
selesai shalatnya aku bertanya kepadanya: Siapa yang membacakan ini
kepadamu? Ia menjawab Rasulullah yang membacakan kepadaku! Setelah
itu aku mengajaknya untuk menghadap pada Rasulullah: Aku mendengar
laki-laki ini membaca surah al-Furqan dengan beberapa huruf yang belum
pernah Engkau bacakan, sedang Engkau sendiri yang telah membacakan
surah Al- Furqan kepadaku! Rasulullah menjawab: Begitulah surah ini
diturunkan”.
2. Imam Muslim dengan sanad dari Ubai bin Kaab berkata: Ketika aku berada
di masjid tiba-tiba masuklah seorang laki-laki untuk shalat dan membaca
bacaan yang aku ingkari, setelah itu masuk lagi laki-laki lain, bacaannya
berbeda dengan laki-laki yang pertama. Setelah kami selesai shalat kami
menemui Rasulullah, lalu aku bercerita tentang hal tersebut, kemudian
Rasulullah memerintahkan keduanya untuk membaca, maka Rasulullah
saw. mengatakan kepadaku: “Hai Ubay, sesungguhya aku diutus membaca
Al-Qur’an dengan tujuh huruf”.

Kedua riwayat tersebut membuktikan bahwa lafaz-lafaz Al-Qur’an


yang diucapkan oleh sahabat masing-masing berbeda, kemudian Rasulullah
tidak menyalahkan para sahabat dan memberi jawaban yang sama yaitu Al-
Qur’an diturunkan tujuh huruf. Untuk mengetahui apakah qira’at itu benar atau
tidak harus memenuhi tiga syarat yaitu pertama, sesuai dengan kaedah bahasa
Arab kedua, sesuai dengan mushaf Usmani dan ketiga, sanad-sanadnya shahih.

Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran Qira’at dimulai pada


masa Tabi‟in , yaitu pada Awal II H. takkala para Qari‟ sudah tersebar di
berbagai pelosok. Mereka lebih suka mengemukakan qira‟at gurunya dari pada
mengikuti Qira’at imam-imam lainya. Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara
turun temurun dari guru ke guru, sehingga sampai kepada imam qira‟at, nbaik
yang tujuh, sepuluh, atau yang empat belas9.

9
Djalal H.A, Ulumul Qur’an, hal 348
Adanya mushaf-mushaf itu disertai dengan penyebaran para qari
keberbagai penjuru, pada gilirannya melahirkan sesuatu yang diinginkan, yakni
timbulnya qira’at yang semakin baeragam. Lebih-lebih setelah terjadinya
transformasi bahasa dan akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa bangsa
bukan arabin sehingga pada akhirnya perbedaan qira‟at itu sudah pada kondisi
sebagaimana yang di saksikan Hudzaifah Al Yamamah dan yang kemudian
dilaporkan terhadap Utman.

b. Latar belakang secara penyampaian

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa setelah para sahabat tersebar,


maka mereka membacakan qira’at Al-Qur’an kepada murid-muridnya secara turun
temurun. Pada akhirnya murid-murid lebih suka mengemukakan qira’at gurunya
dari pada mengikuti qira’at imam-imam yang lain. Hal ini mendorong beberapa
ulama merangkum beberapa bentuk-bentuk perbedaan cara melafazkan Al-Qur’an
adalah sebagai berikut:10

1. Perbedaan dalam I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan
bentuk kalimat. Misalnya dapat dilihat dalam Qs. an-Nisa/4: 37 (kata
bil-bukhli yang berarti kikir dapat dibaca fathah pada huruf ba-nya,
sehingga dapat dibaca bil-bakhli tanpa perubahan makna).
2. Perubahan pada I’rab dan harakat, sehingga dapat merubah
maknanya.Misalnya dalam Qs. Saba’/34:19 (Kata baa’id artinya
jauhkanlah, yang kedudukannya sebagai fi’il amr, boleh juga dibaca
ba’ada yang kedudukannya menjadi fi’il madhi, sehingga maknanya
berubah “telah jauh”).
3. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan I’rab dan bentuk
tulisan, sedang makna berubah. Misalnya dalam Qs.al-Baqarah/2: 259
(Kata nunsyizuha “Kami menyusun kembali” ditulis dengan huruf zay
diganti dengan huruf ra’, sehingga berubah bunyi menjadi nunsyiruha
yang berarti “Kami hidupkan kembali”)

10
Muhammad Abdul Azhim az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan, hal 172
4. Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisan, tapi
makna tidak berubah. Misalnya dalam Qs. al-Qari’ah/101: 5 (Kata ka-
al- ‘ihni “bulu-bulu” kadang dibaca ka-ash-shufi “bulu-bulu domba”.
Perubahan ini berdasarkan ijmak ulama, namun tidak dibenarkan karena
bertentangan dengan mushaf Usmani).

C. Macam-Macam Qira’til Qur’an


Macam-macam qira’at itu sebenarnya banyak, sejak Abu Ubaid al-Kasim Ibnu
Salam sebagai orang yang pertama mengarang buku masalah qira’at, setelah itu
bermunculan ahli-ahli qira’at yang menyebabkan para ulama berbeda-beda dalam system
qira’at. Masalah itu mulai pada permulaan abad ke 2 H, yaitu setelah banyak orang
dinegeri Islam menerima qira’at dari beberapa imam dan berakhir pada akhir abad ke 3
H. (Ali al-Shabuni: 1988). Di mana pada abad itu qira’at dibukukan, maka lahirlah ragam
qira’at yang masyhur sebagai berikut:

1. Dari segi Kuantitas

a. Qira’at Sab’ah (qira’at tujuh) yaitu qira’at yang disandarkan kepada imam qira’at
yang tujuh mereka adalah Abdullah al-Katsir al-Dari, Nafi’ bin Abdrrahmana bin
Abi Naim, Abdullah al-Yasibi, Abu Amar, Ya’kub, Hamzah dan Ashim
b. Qira’at Asyarah (qira’at sepuluh), yaitu qira’at tujuh ditambah tiga ahli qira’at
yaitu Yazid bin al-Qa’qa al-Maksumi al-madani, Ya’kub bin Ishak dan Khallaf
bin Hisyam.
c. Qira’at Arba’ah Asyarah (qira’at empat belas), yaitu qira’at sepuluh ditambah
empat imam qira’at yaitu Hasan Basri, Muhammad bin Abdul Rahman, Yahya
bin al-Mubarak dan Abu al-Farj Muhammad bin Ahmad asy-Syambusy.
(Rosihan Anwar: 2000)11

11
Jurnal al-Asas, Vol. III, No. 2, Oktober 2019, hal 37
Berkaitan dengan masalah qira’at di atas masih ada ulama yang memperselisihkan
kemutawatiran qira’at-qira’at tersebut, ada yang mengatakan qira’at tujuh, sepuluh dan
qira’at empat belas. Yang perlu diperpegangi bahwa boleh saja mengambil selain dari
ahli-ahli qira’at tersebut yang penting ada kepastian bahwa ia menerima system qira’at itu
dari ulama sebelumnya, baik secara lisan maupun mendengarkan sehingga rangkaian
berakhir pada seorang sahabat Nabi saw., yang langsung menerima qira’at itu dari
Rasulullah saw.
2. Dari Segi Kualitas
Sistem qira’at dari segi kualitas masih banyak ulama yang berbeda pendapat,
seperti hasil penelitian al-Jazari mengolompokkan kedalam lima bagian (Muh. Alawy al-
Maliki al-Hasani: 1999) yaitu:
a. Qira’at mutawatir yaitu qira’at yang disampaikan oleh sekolompok
orang mulai dari awal sampai akhir sanad tidak mungkin sepakat
untuk berdusta. Maka sebagian ulama sepakat yang termasuk
dalam kelompok ini adalah qira’ah sab’ah, qira’at asyarah, dan
qira’at arba’ah asyarah.
b. Qira’at masyhur yaitu, qira’at yang memiliki sanad yang shahih,
tetapi tidak sampai pada kualitas mutawatir, hanya sesuai dengan
kaedah bahasa Arab dan tulisan mushaf usmani.
c. Qira’at ahad yaitu, qira’at yang memiliki sanad shahih, tetapi
menyalahi tulisan mushaf usmani dan kaedah bahasa Arab.
d. Qira’at syadz yaitu qira’at yang sanadnya tidak shahih
e. Qira’at yang menyerupai hadis mudraj (sisipan) yaitu adanya
sisipan pada bacaan dengan tujuan penafsiran.12

12
Jurnal al-Asas, Vol. III, No. 2, Oktober 2019, hal 38
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Qira’ah adalah suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam yang berbeda dengan
imam yang lainnya dalam segi pelaflan Al-Qur‟an dan sanadnya bersambung langsung
kepada Rasulullah SAW Macam macam qira‟at itu bisa ditinjau dari dua segi, segi
hitungan dan segi sanad. Adapun qira‟at dari segi bilangan ada tiga, yaitu:qira‟at sab‟ah,
qira’at,asyra, qira‟at arba‟a asyra. Sedangkan qira‟at ditinjau dari segi sanad ada enam
macam, yaitu: mutawatir, masyhur, ahad, syadz, maudhu‟, mudraj.

Latar belakang timbulnya perbedaan itu ada secara historis dan ada secara
pengucapan. Adapun secara penyampaian: a). Perbedaan dalam I‟rab atau Harkat kalimat
tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat. b) Perbedaan pada I‟rab dan harkat (baris)
kalimat sehingga mengubah maknanya. c) Perbedaan pada perubahan huruf antara
perubahan I‟rab dan bentuk tulisannya, sementara maknaya berubah. d) Perubahan pada
kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya, tetapi maknyan tidak berubah. e)
Perbedan pada kalimat dimana bentuk dan maknanya berubah pula. Misalnya pada
ungkapan thl‟in mandhud menjadi thalhin mandhud. f) Perdaan pada mendahulukan dan
mengakhirkannya. g) Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna’ Khalil, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, Riyadh: Mansyurat al-‘Ashr al-Hadis,
1973 M / 1393 H

Anwar, Rosihon. Ulum Al Qur’an. 2010. Bandung:CV Pustaka Setia

Ibrahim, Nabil bin Muhammad, Ilm al-Qira’at: Nasy’atuhu, Athwaruhu, Atsaruhu Fi al-Ulum
asy-Syar’iyah, Riyadh: Maktabah at-Taubah, 1421 H / 2000 M

Hermawan, Acep.,Ulumul Qur’an. 2013. Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Fadhli, Abdul Hadi, Al-Qira’at al-Qur’aniyah, Beirut: Dar al-Majma’ al-Ilmi, 1979 M

Djalal H.A, Abdul. Ulumul Qur’an. 2013. Surabaya: CV Dunia Ilmu

Az Zarqaani, ‘Abdul’Adzim. Manaahilul’Irfaan. 2010. Beirut:Daarul Kitab Al Amaliyah.

Jurnal al-Asas, Vol. III, No. 2, Oktober 2019. Ratnah Umar

Anda mungkin juga menyukai