Anda di halaman 1dari 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329644580

ILMU QIRA'AT AL-QUR'AN MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata


Kuliah Studi Al-Qur'an yang dibina oleh

Presentation · December 2018

CITATIONS READS

0 25,725

1 author:

Nuril Qamariyah
IAIN Madura
8 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Peranan Ilmu Pengetahuan dalam mengembangkan Kebudayaan View project

Nuril Qamariyah View project

All content following this page was uploaded by Nuril Qamariyah on 14 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ILMU QIRA’AT AL-QUR’AN

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Studi Al-Qur’an yang dibina oleh

Dr. H. Moh. Zahid, M.Ag.

Oleh:

NURIL QAMARIYAH
NIM. 18380012034
KELAS C

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
NOVEMBER 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa hidup Nabi Muhammad SAW, perhatian umat terhadap
kitab Al-Qur‟an ialah memperoleh ayat-ayat Al-Qur‟an dengan
mendengarkan, membaca dan menghafalkannya secara lisan dari mulut ke
mulut.
Pada periode pertama, Al-Qur‟an belum dibukukan, sehingga dasar
pembacaan dan pelajarannya masih secara lisan. Hal ini berlangsung terus
sampai pada masa sahabat, masa pemerintah Khalifah Abu Bakar dan
Umar r.a. Pada masa mereka, Kitab Al-Qur‟an sudah dibukukan dalam
satu mushaf. Pembukuan Al-Qur‟an tersebut merupakan ikhtiar khalifah
Abu Bakar r.a. atas inisiatif Umar bin Khattab r.a. Pada masa Khalifah
Utsman bin Affan r.a. mushaf Al-Qur‟an itu disalin dan dibuat banyak,
serta dikirim ke daerah-daerah Islam yang pada waktu itu sudah menyebar
luas guna menjadi pedoman bacaan pelajaran dan hafalan Al-Qur‟an.
Hal itu diupayakan Khalifah Utsman, karena pada waktu ada
perselisihan sesama muslim di daerah Azzerbeijan mengenai bacaan Al-
Qur‟an. Perselisihan tersebut hampir saja menimbulkan perang saudara
sesama umat Islam. Sebab, mereka berlainan dalam menerima bacaan
ayat-ayat Al-Qur‟an karena oleh Nabi Muhammad SAW diajarkan cara
bacaan yang relevan dengan dialek mereka masing-masing. Tetapi karena
tidak memahami maksud tujuan Nabi Muhammad SAW, lalu tiap
golongan menganggap hanya bacaan mereka sendiri yang benar, sedang
bacaan yang lain salah, sehingga mengakibatkan perselisihan. Itulah
pangkal perbedaan qira‟at dan tonggak sejarah tumbuhnya ilmu qira‟at. 1
Tatkala para qari‟ sudah tersebar di berbagai pelosok. qira‟at
tersebut diajarkan secara turun temurun dari guru ke guru, sehingga
sampai pada para imam qira‟at, baik yang tujuh maupun sepuluh.
1
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2013), 242-243.
Sebab-sebab mengapa hanya tujuh imam qira‟at yang masyhur
padahal masih banyak imam-imam qira‟at lain yang lebih tinggi
kedudukannya, karena sangat banyaknya periwayat qira‟at mereka. Ketika
semangat dan perhatian generasi sesudahnya menurun, mereka lalu
berupaya untuk membatasi hanya pada qira‟at yang sesuai dengan khaf
mushaf serta dapat mempermudah penghafalan dan pendabitan
qira‟atnya.2
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini, kami akan
menyajikan bahan seminar kelas yang berjudul “Ilmu Qira’at Al-Qur’an”
sehingga kita mengetahui makna yang sesungguhnya.

B. Fokus Masalah
1. Apa pengertian dari Ilmu Qira‟at Al-Qur‟an?
2. Apa saja kriteria Qira‟at yang diterima?
3. Siapa saja Madzhab Qira‟ah yang Mu‟tabar?
4. Bagaimana pengaruh perbedaan Qira‟at terhadap Istinbath Hukumnya?
5. Apa saja faedah mempelajari Ilmu Qira‟at Al-Qur‟an?
6. Buatlah contoh perbedaan Qira‟at pada Qs. Al-Fatihah [1] dan
implikasinya pada pemaknaan Ayat-ayatnya!

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari Ilmu Qira‟at Al-Qur‟an.
2. Untuk mengetahui kriteria Qira‟at yang diterima.
3. Untuk mengetahui Madzhab Qira‟ah yang Mu‟tabar.
4. Untuk mendeskripsikan pengaruh perbedaan Qira‟at terhadap istinbath
hukumnya.
5. Untuk mengetahui faedah mempelajari Ilmu Qira‟at Al-Qur‟an.
6. Untuk mendeskripsikan contoh perbedaan Qira‟at pada Qs. Al-Fatihah
[1] dan Implikasinya pada pemaknaan ayat-ayatnya.

2
Manna‟ Khalil Al-Qaththan, Studi-studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: Litera Antar Nusa, 2016),
249.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qira’at Al-Qur’an


Qira‟at secara bahasa adalah bentuk jamak dari qira‟ah. Qira‟ah

diambil dari kata ‫ قرأ‬lalu dibentuk mashdarnya menjadi ‫ قراءة – وقرآان‬- ‫قرأ‬

- ‫يقرأ‬ yang berarti menghimpun atau membaca. Sedangkan menurut

terminologi qira‟ah adalah:

‫القراءة ىي اختالف ألفاظ الوحي املذكور يف كتابة احلروف أوكيفية النطق هبا من ختفيف‬
‫وتثقيل وغريمها‬
“Qira’ah adalah perbedaan lafadzh-lafadzh wahyu yang disebutkan (Al-
Qur’an) dalam penulisan huruf, atau cara mengucapkan lafadzh Al-
Qur’an seperti ringan dan berat serta lainnya.”

Sementara itu, Ali ash-Shabuni mendefinisikan qira‟ah dengan:

‫القراءات مذىب من مذاىب النطق ىف القرآن يذىب بو إمام من األئمة القراء مذىبا خيالف‬
‫غريه ىف النطق ابلقرآن الكرمي وىي بابتة سأااييهىا إ ى راو هلل ملسو هيلع هللا ىل‬
“Qira’at adalah salah satu madzhab dari beberapa madzhab artikulasi
(kosa kata) Al-Qur’an yang dipilih oleh salah seorang Imam Qira’at yang
berbeda dengan madzhab lainnya serta berdasarkan pada sanad yang
bersambung hingga Rasulullah SAW.”

Sedangkan yang dimaksud dengan al-muqri’ adalah orang yang


alim dengan qira‟ah yang meriwayatkannya secara musyafahah (lisan)
melalui jalan talaqqi (berguru langsung) dari orang yang ahli di bidang
qira‟ah, demikian sampai silsilah qira‟ah tersebut bersambung hingga
kepada Rasulullah SAW.
Dengan demikian, maka qira‟at bukan ciptaan para imam qira‟at
tetapi ia dari Rasulullah SAW. Qira‟at diturunkan bersamaan dengan
turunnya Al-Qur‟an. Artinya, qira‟at itu termasuk dalam Al-Qur‟an yang
kemudian Al-Qur‟an dinisbatkan kepada seorang Imam Qira‟at yang
meneliti dan menyeleksinya (Qira’at Qalun).3
Al-Qur‟an adalah Kalam Allah SWT yang tiada tandingannya
(mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantara
Malaikat Jibril dimulai dengan Qs. Al-Fatihah dan diakhiri dengan Qs.
An-Nash, dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita
secara mutawatir serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah.4
Jadi, yang dimaksud dengan Ilmu Qira‟at Al-Qur‟an adalah ilmu
yang mempelajari tentang cara membaca ayat-ayat Al-Qur‟an yang berupa
wahyu Allah SWT, dipilih oleh salah seorang imam ahli qira‟at, berbeda
dengan cara ulama lain, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir sanadnya
dan selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta cocok dengan bacaan
terhadap tulisan Al-Qur‟an yang terdapat dalam salah satu mushaf
Utsman.5

B. Kriteria Qira’at yang diterima


Adapun kriteria diterimanya Qira‟ah itu ada tiga hal, sebagai berikut:
1. Qira‟at tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab
2. Sanad dari riwayat yang menceritakan qira‟at-qira‟at tersebut harus
shahih.
3. Bacaan dari qira‟at tersebut harus cocok diterapkan kepada salah satu
mushaf Utsman.
Oleh karena itu, Qira‟at Al-Qur‟an yang shahih harus memenuhi ketiga
kriteria di atas. Sebab, qira‟ah yang demikian itu termasuk salah satu dari
Sab’atu ahrufin (tujuh macam bacaan diturunkannya Al-Qur‟an).
Menurut Al-Kawasy, semua qira‟at yang shahih sanadnya, selaras
dengan kaidah bahasa Arab dan cocok dengan salah satu mushaf
Utsman itu adalah termasuk qira‟ah sab‟ah yang dinashkan dalam
hadits Nabi Muhammad SAW.

3
Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Press,
2014), 143-144.
4
Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 15.
5
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2013), 340-341.
Ibnul Jauzi dalam Kitab Munjidul Muqrin mengganti syarat-syarat
kedua (harus shahih sanadnya) dengan harus mutawatir. Karena, riwayat
Al-Qur‟an tidak bisa diterima kecuali dengan sanad mutawatir. Contoh,
sanad-sanad qira‟at yang lebih dari qira‟at asyrah itu sanadnya shahih
semua, akan tetapi berupa hadis ahad yang tidak mutawatir, sehingga
bukan Al-Qur‟an dan tidak dapat diterima. Yang dapat diterima harus
yang sanadnya mutawatir saja.6

C. Madzhab Qira’at yang Mu’tabar


Madzhab Qira‟at yang mu‟tabar disini muncul pada abad keempat
hijriyah di tangan Imam Ahmad bin Musa bin al-Abbas yang masyhur
dengan sebutan Ibnu Mujahid (w. 324 H). Berdasarkan hasil kajian yang
mendalam terhadap berbagai macam qira‟at Al-Qur‟an yang berkembang
pada saat itu, Ibnu Mujahid menyimpulkan bahwa hanya ada tujuh macam
qira‟at yang dianggap memenuhi syarat dan layak diterima sebagai qira‟at
Al-Qur‟an. Tujuh macam qira‟at atau yang dikenal dengan sebutan qira‟at
tujuh itu adalah qira‟at yang dipopulerkan oleh tujuh orang imam, yaitu
Imam Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu „Amir, „Ashim, Hamzah, dan
Kisa‟i.7
Adapun biodata para Imam tujuh tersebut berikut dua orang
perawinya adalah sebagai berikut:
1. Imam Nafi, nama lengkapnya Nafi al-Madani Ibnu Abdurrahman bin
Abi Nu‟aim Abu Ruwaim al-Laitsi. Lahir tahun 70 H dan wafat tahun
169 H. Beliau termasuk Imam tsiqah yang berasal dari Ashbahan.
Beliau belajar qira‟at dari Abi Ja‟far Yazid bin Al-Qa‟qa‟ Al-Madani,
Ibnu Hurmuz Al-A‟raj, dan Muslim bin Jundub. Semua guru Nafi ini
mempelajari qira‟at dari sahabat seperti Ibnu Abbas, Abu Hurairah,
Ubay, dan Az-Zubir bin Al-Awwam.8 Adapun dua orang perawinya
yang terkenal adalah:

6
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2013), 345-346.
7
Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 148.
8
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2014), 52.
a. Qalun, nama lengkapnya Abu Musa Isa bin Mina az-Zarqa,
penguasa Bani Zahrah. Lahir pada tahun 120 H dan meninggal
tahun 220 H. Beliau seorang Qari‟ penduduk Madinah dan
sekitarnya.
b. Warsy, nama lengkapnya Utsman bin Sa‟id al-Qibthi al-Mishri,
penguasa Quraisy. Lahir tahun 110 H dan meninggal pada tahun
197 H di Mesir.9
2. Ibnu Katsir, nama lengkapnya Abdullah Abu Ma‟bad al-Athar ad-Dari
al-Farisi al-Makki. Lahir pada tahun 45 H dan meninggal tahun 120 H.
Beliau belajar qia‟at dari sahabat Nabi SAW ialah Abdullah bin
Sa‟ib.10 Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a. Al-Bazzi, nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Abdullah
Abu al-Hasan al-Bazzi. Beliau seorang qari‟ di Makkah dan
Muadzin di masjid al-Haram. Lahir pada tahun 170 H dan
meninggal pada tahun 250 H.
b. Qunbul, nama lengkapnya Muhammad bin Abdurrahman al-
Makhzumi Abu Umar al-Makki. Beliau lahir pada tahun 195 H dan
meninggal pada tahun 291 H.11
3. Abu Amr bin al-Ala, nama lengkapnya Zabban bin al-Ala at-Tamimi
al-Mazani al-Bashari. Lahir pada tahun 68 H dan meninggal tahun 154
H. Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a. Ad-Duri, nama lengkapnya Hafsh bin Umar Abu Umar al-Azdi al-
Baghdadi an-Nahwi adh-Dharir. Wafat tahun 26 H.
b. As-Susi, nama lengkapnya Shaleh bin Zaid Abu Syu‟aib as-Susi ar-
Ruqi. Beliau muqri‟ dhabit dan tsiqah dan meninggal tahun 261 H.
4. Ibn Amir ad-Dimasyqi, nama lengkapnya Abdullah Abu Imran al-
Yahshabi. Beliau seorang Imam qira‟ah di Syam. Lahir tahun 21 H dan
meninggal tahun 118 H. Adapun dua orang perawinya yang terkenal
adalah:

9
Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 152.
10
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, 52.
11
Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 152.
a. Hisyam bin Ammar, nama lengkapnya Abu al-Walid as-Sullami ad-
Dimasyqi. Bliau seorang imam, khatib, dan mufti penduduk
Damaskus. Lahir tahun 153 H dan meninggal tahun 245 H.
b. Ibnu Dzakwan, nama lengkapnya Abu Amr Abdullah bin Ahmad
al-Fahri ad-Dimasyqi. Lahir tahun 173 H dan meninggal tahun 242
H. Beliau seorang qari‟ di Syam dan Imam di Masjid Jami‟
Damaskus.
5. „Ashim bin Abi an-Najud al-Kufi, nama lengkapnya Abu Bakar Ibnu
Bahdalah al-Hannath. Penguasa Bani As‟ad, qari‟ terkemuka di Kufah.
Meninggal tahun 127 H. Adapun dua orang perawinya yang terkenal
adalah:
a. Syu‟bah, nama lengkapnya Abu Bakar bin „Iyasy al-Asadi an-
Nahsyali al-Kufi al-Hannath. Lahir tahun 95 H dan meninggal tahun
193 H.
b. Hafsh bin Sulaiman, nama lengkapnya Abu Umar al-Asadi al-Kufi
al-Bazzar. Lahir tahun 90 H dan meningeal tahun 180 H.
6. Hamzah bin Habib az-Zayyat, nama lengkapnya Abu „Imarh al-Kufi
at-Taimi. Lahir tahun 80 H dan meninggal tahun 156 H. Beliau belajar
qira‟at dari Abi Muhammad Sulaiman bin Mahran Al-A‟masy dan
Humran bin A‟yan.12 Adapun dua orang perawinya yang terkenal
adalah:
a. Khalaf bin Hisyam, nama lengkapnya Abu Muhammad al-Asadi al-
Bazzar al-Baghdadi. Lahir tahun 150 H dan meninggal tahun 229 H.
b. Khallad, Nama Lengkapnya Abu Isa bin Khalid asy-Syaibani asy-
Shairafi al-Kufi. Beliau wafat tahun 220 H.
7. Al-Kisa‟I, nama lengkapnya Abu al-Hasan Ali bin Hamzah, asli Persia
dan menjadi Imam di Kufah dalam bahasa Arab. Lahir tahun 119 H
dan wafat tahun 189 H. Adapun dua orang perawinya yang terkenal
adalah:
a. Abu al-Haris, nama lengkapnya al-Laits bin Khalid al-Baghdadi dan
wafat tahun 240 H.

12
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, 53.
b. Ad-Duri, nama lengkapnya Hafsh bin Umar Abu Umar al-Azdi al-
Baghdadi an-Nahwi adh-Dharir. Wafat tahun 246 H.13
Selain tujuh orang qari yang terkenal itu masih terdapat tiga orang
qari‟ lagi yang cukup populer, namun tingkatan qira‟at mereka masih di
bawah qira‟at dari tujuh qari‟ di atas, di antaranya ialah:

1. Abu Ja‟far al-Madani (w. 130 H), Qira‟atnya kemudian diriwayatkan


oleh Ibn Wirdan (w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w. 170 H).
2. Ya‟qub al-Bashari (w. 205 H), Qira‟atnya diriwayatkan oleh Ruwais
(w. 238 H) dan Rauh ibn „Abd al-Mu‟min (w. 234 H).
3. Khalf ibn Hisyam (w. 229 H), salah satu qari‟ yang juga telah
meriwayatkan qira‟at Hamzah. Qira‟atnya diriwayatkan oleh Abu
Ya‟qub Ishaq ibn Ibrahim al-Marwazi (w. 286 H), dan Abu al-Hasan
Idris ibn „Abd al-Karim (w. 292 H).
Qira‟at 10 orang qari‟ ini disebut qira‟at „asyr (qira‟at sepuluh).14

D. Pengaruh Perbedaan Qira’at terhadap Istinbath Hukumnya


Perbedaan qira‟at terkadang berpengaruh dalam menetapkan ketentuan
hukum, antara lain:
1. Qs. Al-Baqarah ayat 222:

         

         

         

 
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh
itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka Telah suci, Maka campurilah
13
Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 153-154.
14
Athaillah, Sejarah Al-Qur’an; Verifikasi tentang Otentisitas Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), 345.
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.”

Berkaitan dengan ayat ini, di antara Imam Qira‟at tujuh, yaitu Abu
Bakar Syu‟bah (Qira‟at „Ashim riwayat Syau‟bah), Hamzah, dan Al-Kisa‟i

membaca kata  dengan memberi syiddah pada huruf tha‟ dan ha.

Maka, bunyinya menjadi “yuththahhirna”. Berdasarkan perbedaan qira‟at


ini, para ulama fiqh berbeda pendapat sesuai dengan banyaknya perbedaan

qira‟at. Ulama yang membaca  berpendapat bahwa seorang suami

tidak diperkenankan berhubungan dengan istrinya yang sedang haid,


kecuali telah suci atau berhenti dari keluarnya darah haid. Sementara yang
membaca “yuththahhirna” menafsirkan bahwa seorang suami tidak boleh
melakukan hubungan seksual dengan istrinya, kecuali telah bersih.
2. Qs. An-Nisa‟ ayat 43:

        

          

            

        

        


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air,
Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun.”
Berkaitan dengan ayat ini, Imam Hamzah dan Al-Kisa‟i

memendekkan huruf lam pada kata  sementara Imam lainnya

memanjangkannya . Bertolak dari perbedaan qira‟at ini, terdapat tiga

versi pendapat para ulama mengenai maksud kata itu, yaitu bersetubuh,
bersentuh, dan sambil bersetubuh. Sedangkan para ulama fiqh ada yang
berpendapat bahwa persentuhan laki-laki dan perempuan itu membatalkan
wudhu‟. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa bersentuhan itu tidak
membatalkan wudhu‟, kecuali kalau berhubungan badan.15

E. Faedah mempelajari Ilmu Qira’at Al-Qur’an


Ada beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam mempelajari qira‟at
Al-Qur‟an, antara lain:
1. Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan hukum bacaan yang telah
disepakati para ulama.
2. Dapat men-takhrij (mencari solusi) hukum bacaan yang
diperselisihkan para ulama.
3. Dapat menggabungkan dua ketentuan hukum bacaan yang berbeda.
4. Dapat menunjukkan dua ketentuan hukum bacaan yang berbeda dalam
kondisi berbeda pula.
5. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam ayat-ayat
al-Qur‟an yang mungkin sulit untuk dipahami maknanya.16
Adapun bervariasinya qira‟at yang shahih juga mengandung banyak
faedah dan fungsinya, di antaranya:
a. Menunjukkan betapa terjaganya Al-Qur‟an dari perubahan dan
penyimpangan.
b. Meringankan umat Islam dan memudahkan untuk membaca Al-
Qur‟an.

15
Rosihun Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2013), 157-158.
16
Ainul Yaqin, Ulumul Qur’an (Pamekasan: Duta Media, 2016), 98.
c. Bukti kemukjizatan Al-Qur‟an dari segi kepadatan makna, karena
setiap qira‟at menunjukkan sesuatu hukum syara‟ tertentu tanpa perlu
pengulangan lafadzh. Misalnya Qs. Al-Maidah ayat 6:

     

Dengan menasabkan dan mengkhafadkan kata . Dalam

qira‟at yang menasabkannya terdapat penjelasan tentang hukum


membasuh kaki, karena ia di‟atafkan kepada ma‟mul fi‟il (objek kata
kerja) gasala

    


Sedang qira‟at dengan jar (khafad) menjelaskan hukum menyapu
sepatu ketika terdapat keadaan yang menuntut demikian, dengan

alasan lafadzh itu di „atafkan kepada mamul fi‟il masaha 

 . Dengan demikian, maka kita dapat

menyimpulkan dua hukum tanpa berpanjang lebar kata. Hal ini


sebagian makna kemukjizatan Al-Qur‟an dari segi kepadatan
maknanya.
d. Penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam qira‟at
lain.17

17
Manna‟ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: Litera Antar Nusa, 2016), 256-257.
F. Contoh Perbedaan Qira’at pada Qs. Al-Fatihah [1] dan Implikasinya
pada Pemaknaan Ayat-ayatnya
Qs. Al-Fatihah [1]: 1-7

         

        

       

        


Artinya: (1) Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. (2) Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (3)
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (4) Yang menguasai di Hari
Pembalasan. (5) Hanya Engkaulah kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan. (6) Tunjukilah kami jalan yang
lurus. (7) (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat.

Ayat Al-Qur‟an, pada kata atau lafal tertentu, dibaca dengan berbagai
bentuk bacaan. Para Imam qari‟ sesuai dengan apa yang mereka
riwayatkan dari Nabi Muhammad SAW berbeda dalam membacanya,
yakni meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Menggunakan huruf yang berbeda, yaitu suatu qira‟at berbeda dengan
qira‟at lainnya dalam persoalan huruf yang digunakan dalam suatu
kata.

Contoh: lafal ‫ الصراط‬di antara qira‟at tujuh membacanya dengan huruf


shad dan di antara qira‟at sepuluh yang lain membacanya dengan huruf
sin, yaitu ‫السراط‬. kedua bacaan tersebut sama-sama bagian dari Al-

Qur‟an dan semuanya mutawatir.18


2. Perbedaan dalam menentukan bunyi lafal, seperti membaca kata ‫ملك يوم‬
‫ الدين‬. Pada kata tersebut bisa dibaca panjang huruf mim-nya oleh

18
Athaillah, Sejarah Al-Qur’an; Verifikasi tentang Otentisitas Al-Qur’an, 357.
„Ashim, al-Kisa‟i, dan Ya‟kub. Ketika dibaca panjang maka kata ‫ملك‬
berarti pemilik hari pembalasan. Sedangkan Imam Nafi, Ibnu Katsir,
Abu Amr, Ibnu Amir, Hamzah membacanya dengan memendekkan
huruf mim-nya sehingga maknanya adalah raja/merajai hari
pembalasan.19

19
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, 47-49.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Qira‟at Al-
Qur‟an adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membaca ayat-ayat
Al-Qur‟an yang berupa wahyu Allah SWT, dipilih oleh salah seorang
imam ahli qira‟at, berbeda dengan cara ulama lain, berdasarkan
riwayat-riwayat mutawatir sanadnya dan selaras dengan kaidah-kaidah
bahasa Arab serta cocok dengan bacaan terhadap tulisan Al-Qur‟an
yang terdapat dalam salah satu mushaf Utsman.
Perbedaan qira‟at terkadang berpengaruh dalam menetapkan
ketentuan hukum, antara lain ada pada Qs. Al-Baqarah ayat 222 dan
Qs. An-Nisa‟ ayat 43.
Kemudian, dari variasinya qira‟at yang shahih ada beberapa
manfaatnya, yaitu: Pertama, Menunjukkan betapa terjaganya Al-
Qur‟an dari perubahan dan penyimpangan. Kedua, Meringankan umat
Islam dan memudahkan untuk membaca Al-Qur‟an.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna‟ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: Litera Antar Nusa,
2016.

Anshori. Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. Jakarta:


Rajawali Press, 2014.

Anwar, Rosihun. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2013.

Ash-Shaabuuniy Muhammad Ali. Studi Ilmu Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia,


1998.

Athaillah. Sejarah Al-Qur’an; Verifikasi tentang Otentisitas Al-Qur’an.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, 2013.

Yaqin, Ainul. Ulumul Qur’an. Pamekasan: Duta Media, 2016.

Yusuf, Kadar M. Studi Al-Qur‟an. Jakarta: Amzah, 2014.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai