Anda di halaman 1dari 12

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No.

56/DIKTI/Kep/2005

“Lifestyle” Muslimah

Rini Rinawati

ABSTRACT

It is always interesting to discuss youth lifestyle. As part of pop culture, youth lifestyle has some
features, i.e. standardized culture, having fixed repetitive format, light enjoyable, sentimental,
short-lasting, and artificially crafted. Such characteristics are in opposite with other cultural
values such as serious, intellectuality, time-respect, and authenticity. In the world of Moslem girl,
there is also a strong tendency of being modern and sociable. Mass media and globalization
are believed to be the most influential factors. In order to solve the problem, original Islamic
learning process such as “madrasah” and “pesantren” are strongly promoted.

Kata kunci: gaya hidup, remaja muslimah, budaya pop

1. Pendahuluan sekarang ini “cangih”. Dulu, tidak ada mal-mal yang


dijadikan arena jalan-jalan, arena “mejeng”, dan
1.1 Latar Belakang arena untuk pertemuan “gaul” para remaja. Dulu,
Dunia begitu indah, demikian hidup di masa mana ada kafe-kafe yang dijadikan tempat kumpul-
remaja alih-alih masa muda. Yang terbentang di kumpul para remaja. Inilah salah satu ciri dari
mata remaja hanya ada kesenangan, kemudahan, budaya populer yang saat ini sedang berkembang
dan keindahan. Berbicara mengenai remaja, maka di kalangan anak muda.
akan berbicara mengenai budaya mereka, tentunya Gaya hidup, khususnya di kalangan anak
tentang gaya hidup (Lifestyles) mereka, yaitu muda, menarik disimak, karena gaya hidup secara
pergaulan, musik, percintaan, fashion, bahasa, dan tidak terasa telah mengemudikan diri kita,
masih banyak lagi. Barker (2005:421) menjelaskan khususnya remaja, sejak membuka mata di pagi
bahwa salah satu hal yang menjadi ciri dunia hari sampai terlelap kembali di malam hari. Pada
pascaperang adalah munculnya dan gilirannya, remaja sebagai masyarakat konsumen
berkembangnya berbagai bentuk musik, gaya fash- menjadi salah satu objek yang empuk bagi industri
ion, aktivitas waktu senggang, tarian, dan bahasa- gaya hidup.
bahasa yang khas yang diasosiasikan dengan anak Masyarakat konsumen Indonesia mutahir
muda/remaja. Persoalan kebudayaan anak muda tampaknya tumbuh beriringan dengan sejarah
kemudian menjadi bagian penting dalam kajian globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalis
budaya. konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya
Kalau kita perhatikan mengenai remaja, pusat perbelanjaan bergaya semacam shopping
ternyata remaja zaman sekarang sangat berbeda mall, industri waktu luang, industri mode atau fash-
dengan remaja zaman dulu. Orang bilang, remaja ion, industri kecantikan, industri kuliner, industri

Rini Rinawati. “Lifestyle” Muslimah 65


gosip, kawasan huni mewah, real estate, dan menjadi sasaran yang empuk. Sebagai contoh, lihat
sebagainya (Chaney, 2003:8). saja industri mode (fashion) yang terus
Hal ini menjadikan kaum muda Indonesia bermunculan untuk memenuhi gaya hidup remaja
khususnya Muslimah, terpengaruh oleh trend Muslimah dalam urusan mode. Selain mode, kita
tersebut. Pada gilirannya, bagi sejumlah kawula dapat melihat pula di mal-mal tentang remaja
muda, gaya hidup enak dengan segala kemudahan muslimah yang banyak berkeliaran (“mejeng”),
sudah menjadi kebiasaan yang makin mengakar. demikian pula di kafe-kafe. Dengan kata lain, remaja
Di samping itu, kita dapat melihat tayangan– Muslimah dalam hal gaulpun tidak ketinggalan dari
tayangan televisi yang banyak mengungkap remaja umumnya. Dari beberapa fenomena di atas,
budaya pop ini dari mulai fashion, penampilan, menarik untuk mengkaji mengenai: “Gaya Hidup
sampai pada bahasa. Lihat saja sinetron-sinetron (lifestyles) remaja Muslimah.”
yang banyak memperlihatkan bagaimana mode
2.2 Identifikasi Masalah
berpakaian artis-artis kita yang pada gilirannya
Dari fenomena yang diuraikan sebelumnya,
ditiru oleh para remaja kita. Lihat pula, misalnya,
maka masalah diidentifikasi sebagai berikut:
bagaimana bahasa yang dipergunakan dalam
(1) Bagaimana gGaya hidup remaja Muslimah?
tayangan kita, kemudian tidak lama juga beredar di
(2) Bagaimana globalisasi media massa turut
kalangan remaja. Dan masih banyaknya lagi sisi
mempengaruhi terhadap gaya hidup ini?
tayangan-tayangan televisi yang menampilkan
(3) Upaya apa atau “tuntunan” apa yang dapat
budaya pop, kemudian merebak, bahkan menjadi
diberikan kepada remaja/anak muda kita dalam
trend dilakangan remaja kita.
globalisasi gaya hidup ini?
Indonesia dengan penduduk yang sebagian
besar Muslim, tentunya tidak luput dari serbuan 3.3 Tujuan Penulisan
budaya massa (budaya populer). Di kalangan umat
Tujuan dari penulisan masalah ini adalah:
Islam mulai marak iklan dan industri jasa dalam
(1) Untuk mengetahui gaya hidup remaja
bidang spiritualisme, contohnya pada fashion. Hal
Muslimah.
ini ditandai dengan menjamurnya konter-konter
(2) Untuk mengetahui media massa pada era
berlabel exlusive Moslem fashion. Bahkan, saat
globalisasi saat ini mempengaruhi gaya hidup
ini mulai berkembang factory oulet khusus busana
remaja muslimah.
Moslem.
(3) Untuk mengetahui upaya atau “tuntunan”
Sementara itu, maraknya penerbitan majalah yang dapat diberikan kepada remaja muslimah
anak muda Islam (khususnya Muslimah) nyaris kita dalam globalisasi gaya hidup ini.
tidak jauh berbeda sensibilitasnya dengan majalah
anak muda umumnya. Yang ditawarkan adalah 4.4 Kegunaan Penulisan
mode, shopping, soal gaul, seks, dan pacaran yang Hasil dari pengkajian mengenai masalah ini
dianggap sebagai “Islami”. Slogan yang diharapkan mempunyai nilai guna dari dua segi,
ditawarkannyapun seperti halnya untuk anak muda yaitu sebagai berikut:
umumnya; “jadilah Muslimah yang gaul dan (1) Kegunaan Praktis:
smart”, atau “jadilah Muslim yang cerdas, (a) Memberikan masukan bagi para remaja
dinamis, dan trend”, atau “jadilah cewek muslimah dalam mencermati budaya pop yang
Muslimah yang proaktif dan ngerti fashion”. sedang trend.
Demikian pula dengan tayangan televisi melalui (b) Memberikan masukan bagi para orangtua
berbagai sinetron yang menampilkan potret remaja dan para pendidik dalam membimbing remaja
yang berbusana minim. Banyak artis dan penyanyi muslimah dari serbuan budaya pop yang saat
yang gemar menampakkan aurat, dan lain lain. ini sedang trend.
Dengan adanya fenomena tersebut, maka (2) Kegunaan Teoretis:
remaja Muslimah sebagai masyarakat konsumen Memberikan sumbangan pikiran bagi

66 M EDIATOR, Vol. 8 No.1 Juni 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

perkembangan teori-teori komunikasi ward T. Hall (dalam Mulyana,1998;vi) bahwa “cul-


khususnya kajian budaya. ture is communication” dan “communication is
culture”.
2. Tinjauan Teoretis James W. Carey memberikan definisi kultural
terhadap komunikasi, yaitu “Communication is a
2.1 Komunikasi dan Budaya symbolic process whereby reality is produced,
Sebagai makhluk yang tidak dapat hidup maintained, repaired and tranformed” (dalam
sendiri, manusia memerlukan orang lain. Oleh Fiske,2004:x).
karena itu, manusia memerlukan komunikasi untuk Clifford Geertz merumuskan kebudayaan
berinteraksi dengan manusia lainnya. Manusia sebagai “pola nilai dalam bentuk simbol-simbol
tidak dapat tidak berkomunikasi atau “we can not yang diwariskan secara historis, suatu acuan
not communicate”. wacana yang dinyatakan dalam bentuk perlambang
Setiap komunikasi yang dilakukan oleh lewat mana masyarakat berkomunikasi,
manusia akan berpotensi sebagai komunikasi meneruskan, dan mengembangkan pengetahuan
dengan perbedaan budaya (komunikasi mereka atas kehidupan”. (dalam Jurnal
antarbudaya), karena setiap manusia merupakan ISKI,1997:85)
produk sebuah budaya. Ketika Anda sebagai Melihat pada penjelasan ahli mengenai
orang yang katanya berasal dari budaya “kuno” komunikasi dan mengenai budaya, maka jelaslah
berkomunikasi dengan anak remaja, yang katanya bahwa terdapat hubungan yang erat antara
juga, dari budaya “masa kini” atau budaya komunikasi dan budaya. Larry A. Samovar dan
“kontemporer”, maka pada saat itu Anda sedang Richard E. Porter mengemukakan enam unsur
melakukan komunikasi antarbudaya. Terlebih budaya yang secara langsung mempengaruhi
dalam era globalisasi ini, di mana tingkat mobilisasi komunikasi, yaitu:
penduduk dunia sedang mencapai puncaknya (a) Kepercayaan (beliefs), nilai (Values), dan sikap
dalam keseharian akan banyak berkomunikasi (attitued)
dengan orang-orang dari budaya yang berbeda. (b) Pandangan dunia (wordview)
Kemudian para ahli menganjurkan bahwa kita perlu (c) Organisasi sosial (social organization)
memahami tentang budaya dalam berkomunikasi. (d) Tabiat manusia (human nature)
Komunikasi dan budaya menjadi bagian (e) Orientasi kegiatan (activity orientation)
penting dari masyarakat kontemporer, dikarenakan (f) Persepsi tentang diri dan orang lain
komunikasi dan budaya merupakan dua hal yang (dalam Mulyana,1998:197).
tidak dapat dipisahkan bagaikan dua sisi dari satu
2.2 Budaya Populer (“Pop Culture”)
mata uang. Pada gilirannya, komunikasi dan realitas
(budaya) saling berhubungan. Fiske menjelaskan Kalau berbicara mengenai budaya populer
komunikasi merupakan proses yang tertanam dalam (pop culture), maka kita akan dihadapkan pada
kehidupan kita sehari-hari yang menginformasikan sekian banyak istilah lain seperti budaya massa,
cara kita menerima, memahami, dan mengonstruksi budaya dangkal, budaya konsumen, budaya
pandangan kita tentang realitas dan dunia (2004:x). komersial, dan lainnya lagi. Memang, mencermati
Selanjutnya, Fiske menegaskan bahwa budaya populer selanjutnya sering disebut sebagai
komunikasi merupakan sentral bagi kehidupan budaya pop dapat dipetakan berdasarkan
manusia, karena tanpa komunikasi, kebudayaan bagaimana budaya pop itu diidentifikasikan melalui
dari jenis apapun akan mati. Sebaliknya, cara-cara gagasan budaya massa, sehingga lahirlah teori
kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi budaya massa. Maraknya komersialisasi budaya
kita, bahasa dan gaya bahasa merupakan respon dan hiburan yang dipamerkan lewat media massa
terhadap dan fungsi komunikasi. Oleh karena itu, mempengaruhi perkembangan budaya massa yang
Komunikasi pun terikat budaya. Benar kata Ed- pada akhirnya perkembangan budaya pop.

Rini Rinawati. “Lifestyle” Muslimah 67


Dalam kajian teori budaya massa, sejarah perkembangan budaya pop ini akan memberi ruang
gagasan budaya pop secara gamlang disampaikan yang semakin sempit kepada kebudayaan yang
oleh William, merujuk pada “pergeseran sudut tidak dapat menghasilkan uang, yang tidak dapat
pandang” antara abad delapan belas dan abad diproduksi secara massa, seperti kesenian dan
sembilan belas, dia menulis: budaya rakyat. Hal ini sejalan dengan apa yang
Populer dipandang dari sudut pandang orang dikemukakan McDonald yang mengeluhkan apa
dan bukannya dari mereka yang mencari yang dia sebut sebagai “penyebaran lumpur
persetujuan atau kekuasaan atas mereka. Sekalipun budaya massa”. McDonald mengungkapkan,
demikian, pengertian awal tidaklah mati. Budaya “Hal ini merupakan sebuah kebudayaan yang
populer bukan diidentifikasi oleh rakyat tapi oleh menurunkan martabat dan bersifat remeh serta
orang lain, dan masih menyandang dua makna membatalkan realitas-realitas mendalam, dan juga
kuno: jenis karya interior (sastra populer, pers kenikmatan sederhana dan spontan. Massa yang
dirusak oleh beberapa generasi semacam ini pada
populer, yang dibedakan dengan pers berkualitas);
gilirannya menuntut produk-produk kultural yang
dan karya yang secara sengaja dibuat agar disukai remeh dan menyenangkan” (dalam Strinati,
orang (jurnalisme populer dibedakan dengan 2004:16).
jurnalisme demokratik, atau hiburan populer);
maupun pengertian modern yang disukai banyak Selanjutnya, teori budaya massa menjelaskan
orang, yang tentunya pada banyak kasus bahwa kebudayaan ini kurang memiliki tantangan
bertumpang tindih dengan pengertian lama. dan rangsangan intelektual, lebih cenderung pada
Pengertian mutahir budaya populer sebagai pengembaraan fantasi tanpa beban, di mana
kebudayaan yang sebenarnya dibuat oleh orang- budaya massa ini menciptakan respons-respons
orang untuk kepentingan mereka sendiri yang emosional maupun sentimentalnya sendiri dan
sama sekali berbeda dengan semua pengertian di bukannya meminta khalayaknya untuk
atas (dalam Strinati, 2004:3). menggunakan pikiran mereka, sehingga dalam
Terdapat tiga tema yang saling terkait dalam budaya massa ada kecenderungan
karya Williams tersebut, yaitu: pertama adalah apa menyederhanakan dunia nyata dan mengabaikan
atau siapa yang menentukan budaya populer. persoalan-persoalannya.
Kedua, berkenaan dengan pengaruh komersialisasi
dan industrialisasi terhadap budaya pop. Dan yang 2.3 Gaya Hidup (“Lifestyles”)
terakhir menyangkut peran ideologis budaya pop. Gaya hidup mulai marak sejak 1990-an, dan
Dengan demikian, budaya populer atau tampaknya sampai saat ini persoalan gaya hidup
budaya pop adalah budaya massa, yang dihasilkan menjadi hal yang tidak bisa dianggap sepele. Tak
melalui teknik-teknik industrial produksi massa dan bisa dipungkiri, dengan adanya globalisasi industri
dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan media dari mancanegara dengan modal besar yang
kepada khalayak konsumen massa. Atau mulai marak masuk ke tanah air, tentunya membuat
sebaliknya, budaya massa adalah budaya populer, serbuan gaya hidup lewat industri iklan dan televisi
yang diproduksi untuk pasar massal. sampai ke ruang-ruang kita yang paling pribadi, dan
Oleh karena itu, menurut teori ini, budaya bahkan ke relung-relung jiwa kita yang paling dalam.
massa alih-alih merupakan budaya pop, yaitu Gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia
sebuah budaya standar, memiliki rumusan, modern, atau bisa disebut sebagai modernitas.
berulang dan bersifat permukaan, yang Karena, dalam dunia modern gaya hidup akan
mengagungkan kenikmatan remeh, sentimental, membantu mendefinisikan sikap, nilai-nilai, dan
sesaat dan menyesatkan dengan mengorbankan menunjukkan kekayaan serta posisi sosial kita.
nilai-nilai keseriusan, intelektualitas, penghargaan Maka, tampaklah bahwa gaya hidup dianggap
atas waktu, dan autentisitas. merupakan proyek yang lebih penting daripada
Sebagai konsekuensi, maka dengan aktivitas waktu luang.

68 M EDIATOR, Vol. 8 No.1 Juni 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Kata “gaya” dalam bahasa Indonesia bergaya atau menampilkan peran formalnya.
merupakan padanan kata “style” dalam bahasa Dalam wilayah depan inilah gaya hidup
Inggris, yang berasal dari bahasa Yunani “stilus”, seseorang akan ditampilkan.
yang artinya alat tulis, atau tulisan tangan. Meyer Panggung depan (front region), terdiri dari:
Schapiro mendefinisikan gaya sebagai “bentuk (a) Front Pribadi (personal front), yang
yang konstan dan kadang unsur-unsur, kualitas- terdiri dari alat-alat yang dapat dianggap
kualitas, dan ekspresi yang konstan dari sebagai perlengkapan yang dibawa sang aktor,
perseorangan maupun kelompok.” Alvin Toffler dan juga bahasa (verbal dan nonverbal).
mendefinisikan gaya (hidup), yaitu “alat yang (b) Setting, yaitu situasi fisik yang harus ada
dipakai oleh individu untuk menunjukkan identitas ketika sang aktor melakukan pertunjukan
mereka dengan subkultur-subkultur tertentu” seperti; ruang periksa untuk dokter, ruang
(dalam Ibrahim, 1997:165). kuliah untuk guru, dsb
Chaney (2003:91) memberikan penjelasan (2) Wilayah Belakang (back stage), bagian
bahwa “gaya hidup adalah suatu cara terpola dalam belakang, yaitu tempat di mana para aktor
penggunaan, pemahaman, atau penghargaan mempersiapkan diri, bersantai atau berlatih
artefak-artefak budaya material untuk dan biasanya tidak diketahui oleh
menegosiasikan permainan kriteria status dalam khalayaknya.
konteks sosial.” Dari pemahaman tersebut jelas
Berdasarkan bagaimana presentasi diri dalam
bahwa peredaran gaya hidup merupakan makna
rangka menanamkan kesan-kesan (impression)
simbolik dari artefak-artefak tersebut, artinya apa
tertentu merupakan salah satu faktor yang
yang terlihat mempresentasikan tentang identitas
mempengaruhi gaya hidup seseorang. Seorang artis
mereka. Dengan demikian, gaya hidup selanjutnya
harus tampil bak Cinderela ketika berangkat ke pesta
merupakan cara-cara terpola dalam
sang Pangeran, dan menyembunyikan kehidupan
menginventasikan aspek-aspek tertentu kehidupan
yang sebenarnya. Hal ini dilakukan karena khalayak
sehari-hari dengan nilai sosial atau simbolik. Artinya,
menuntutnya demikian. Oleh karena itu, gaya hidup
gaya hidup adalah cara bermain dengan identitas.
para artis terlihat bergelimang kemewahan.
Kajian mengenai gaya hidup dapat ditarik
Sementara itu, berbahagialah sang pelukis, karena
sampai kepada teori tentang presentasi diri (im-
tidak ada harapan-harapan dari khalayak untuk
pression management) dalam “dramaturgi” dari
tampil penuh gebyar. Bahkan sebagai seniman dia
Erving Goffman. Dalam gaya hidup, penampilan
mendapatkan “prevelese” untuk berulah sedikit
adalah segalanya, hal ini sejalan dengan presentasi
nyentrik. Artinya, toleransi yang diberikan
diri yang selalu dilakukan oleh manusia dalam
masyarakat lebih besar dan longgar dalam
kehidupan sehari-harinya. Erving Goffman dalam
mempresentasikan dirinya.
karyanya, The Presentation of Self in Everyday
Dengan demikian, gaya hidup seorang akan
Life, mengemukakan bahwa kehidupan sosial,
berbeda sesuai dengan bagaimana presentasi diri
terutama, terdiri dari penampilan teatrikal yang
yang harus ditampilkan di atas panggung. Demikian
diritualkan, di mana kita bertindak seolah-olah di
pula remaja atau anak muda, mereka punya gaya
atas sebuah panggung sandiwara.
hidup sendiri sebagai identitas keremajaannya.
Goffman tertarik pada serangkaian tindakan
Memang, gaya hidup sebagai pembeda kelompok
individu yang dilakukan atau dipertunjukkan
akan muncul dalam mayarakat yang terbentuk atas
(show) bagi orang lain, sehingga menampilkan
dasar stratifikasi sosial. Setiap kelompok dalam stra-
kesan-kesan (impression) tertentu. Dalam rangka
tum sosial tertentu akan memiliki gaya hidup yang
pertunjukan (show) diri ini, seseorang memiliki dua
khas.
wilayah, yaitu:
Oleh karena itu, gaya hidup, menurut Siregar
(1) Wilayah Depan (front region), merujuk pada
(dalam Ibrahim, 1997:207), hanya dapat dibicarakan
peristiwa sosial yang memungkinkan individu
jika kita mau melihat kehadiran kelompok dalam

Rini Rinawati. “Lifestyle” Muslimah 69


‘kelas”-nya masing-masing. Dan karena gaya hidup
Sementara itu, menurut Sibley, usia fisik yang
merupakan simbol prestise suatu kelas tertentu,
dipakai dalam mendefinisikan remaja/anak muda
penyebarannya melalui komunikasi massa akan
itu fleksibel sesuai dengan budayanya masing-
menembus batas-batas stratifikasi sosial. Pada saat
masing, karena setiap budaya punya batasan yang
itulah kita akan menempatkan gaya hidup sebagai
berbeda-beda untuk kategori anak-anak. Dengan
suatu kebudayaan massa (populer) yang
demikian, anak muda lebih tepat dilihat sebagai
kehilangan ekslusivitas kelas sosial tertentu.
sekumpulan klasifikasi kultural yang kompleks dan
terus bergeser yang dicirikan oleh adanya
2.4 Remaja atau Anak Muda
perbedaan dan keragaman. Dari pandangan ini
Pada suatu waktu kita melihat sekumpulan memunculkan beberapa asumsi atau klasifikasi dari
orang yang berusia 17 tahun di sebuah mal, dan anak muda, menurut Cohen, yaitu sebagai berikut:
kita menyebut mereka adalah sekumpulan remaja/ (1) Anak muda adalah sebuah kategori tunggal,
anak muda yang sedang ber-“jalan-jalan.” Di dengan karakteristik-karakteristik psikologis
kesempatan lain, kita melihat seseorang yang dan kebutuhan-kebutuhan sosial tertentu
berusia 40 tahun, namun dari segi penampilan atau yang dimiliki oleh suatu kelompok usia.
gaya, terlihat sama dengan anak-anak SMA, dan (2) Masa muda merupakan tahap perkembangan
kita menyebutnya sebagai berjiwa muda. yang bersifat formatif (membentuk), masa di
Definisi tentang remaja/anak muda, ternyata mana sikap dan nilai-nilai terpatri pada ideologi-
ambigu. Para ahli dalam kajian budaya menyatakan ideologi yang akan menetap demikian selama
bahwa konsep anak muda/remaja tidak memiliki hidup.
makna yang universal. Hal ini dikarenakan dalam (3) Transisi dari ketergantungan masa anak-anak
mendefinisikan konsep remaja/anak muda akan menuju otonomi masa dewasa normalnya
berkaitan dengan sisi biologis, sisi psikologis, dan melibatkan fase pemberontakan, yang
juga dari sisi kultural. Remaja atau sering pula merupakan tradisi kultural yang diwariskan dari
disebut anak muda, sebetulnya tidak mempunyai generasi ke generasi.
tempat yang jelas. Ia tidak tergolong anak-anak, (4) Anak muda di masyarakat modern mengalami
tetapi ia tidak termasuk golongan orang dewasa. kesulitan untuk menjalani transisi serta butuh
Remaja/anak muda ada di antara masa kanak-kanak pertolongan, saran, dan dukungan profesional
dan orang dewasa. Oleh karena itu, masa remaja (dalam Barker, 2005:423).
menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi
atau peralihan, karena remaja belum memperoleh 3. Pembahasan
status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki sta-
tus kanak-kanak. 3.1 Gaya Hidup Remaja Muslimah
Menurut Monks, Knoers, dan Haditono Indonesia merupakan negara yang
(2004:261), masa remaja yang kurang lebih ada pada penduduknya sebagian besar beragama Islam, di
rentang usia 12 sampai 18 tahun, memiliki mana dari yang sebagian besar itu porsi terbanyak
perkembangan sebagai berikut: adalah wanita. Dengan demikian membicarakan
(1) perkembangan aspek-aspek biologis; gaya hidup remaja Muslimah menjadi topik
(2) menerima peranan dewasa berdasarkan pembicaraan yang menarik, karena dunia wanita,
pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri; khususnya remaja, menjadi dunia yang sering
(3) mendapatkan kebebasan emosional dari orang manjadi komoditas industri gaya hidup.
tua dan/atau orang dewasa lain; Selanjutnya membicarakan gaya hidup remaja
(4) mendapatkan pandangan hidup sendiri muslimah akan menyangkut pada pergaulan, fash-
(5) merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat ion atau penampilan.
mengadakan partisipasi dalam kebudayaan Penampilan bagi remaja merupakan ciri yang
pemuda sendiri. khas, karena budaya anak muda sangat identik

70 M EDIATOR, Vol. 8 No.1 Juni 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

dengan penampilan sebagai representasi dari pada busana Muslim juga mengeluarkan trend
identitas diri. Hal ini sejalan dengan apa yang “baju Muslim” untuk tahun berikutnya, sama
dijelaskan David Chaney (2003:15) bahwa seperti perancang-perancang busana lain yang
penampilan dalam industri gaya hidup adalah setiap tahun juga mengeluarkan rancangan trend
segalanya. Oleh karena itu tubuh/diri dalam busana musim gugur, musim panas, musim dingin
kehidupan sehari-hari menjadi objek atau proyek dan lain-lain.
benih penyemaian gaya hidup. “Kamu bergaya, Dari berbagai fenomena di atas, tidak
maka kamu ada” adalah ungkapan yang cocok mengherankan kalau kemudian lahir “budaya
untuk melukiskan kegandrungan remaja muslimah Barbies” yang menjadi trend setter bagi
kita terhadap gaya hidup. Tidak heran industri penampilan remaja Muslimah saat ini. Tampaknya,
gaya hidup sebagian besar adalah industri bagi para Muslimah urusan “tampangisme” atau
penampilan. “wajahisme” (lookism/faceism) kini menjadi
Ciri dari seorang Muslimah dapat dilihat dari persoalan serius dalam perburuan kecantikan dan
pakaian Muslimahnya. Dalam gelombang gaya untuk selalu tampil yang tercantik, tidak hanya
hidup ini cara berpakaian dari para Muslimah ini dipentas fashion, tapi juga dalam kehidupan sehari-
juga terkena budaya populer. Memang, agar tidak hari.
dikatakan melanggar aturan agama, terutama Ini merupakan gejala paling mutahir di Indo-
perintah berjilbab para remaja Muslimah nesia, bagaimana seorang Muslimah dilatih untuk
mengontekskan jilbab dengan dunia remaja melalui terobsesi dengan persoalan gaya hidup “Barbies”
budaya “gaul”-nya, lahirlah “kerudung gaul, yang mendewakan penampilan, sehingga salon-
jilbab gaul, atau jilbab gaya selebritis” dan salon selalu ramai dipenuhi remaja putri, apakah
menjadi trend remaja Muslimah yang tidak mau itu untuk merawat wajah, tubuh, rambut, bahkan
ketinggalan mode. Ciri khas jilbab ini kerudung sampai ke kuku tangan maupun kaki. Tak heran,
dililitkan ke leher dengan baju dan celana atau rok industri jasa yang memberikan layanan untuk
ketat, sehingga membentuk hampir seluruh mempercantik penampilan (wajah, kulit, tubuh,
anggota badan. Kini perempuan tidak lagi rambut) telah dan akan terus tumbuh menjadi big
mengenakan jilbab dengan pakaian yang longgar- business. Lahirlah apa yang saat ini kita kenal
longgar saja, yang tidak menunjukkan lekuk tubuh, dengan “salon Muslimah”.
tetapi juga dengan kaos atau hem lengan panjang Dalam masyarakat modern saat ini, di mana
yang ketat, atau juga celana jins yang kadang juga gaya hidup menjadi sebuah ciri, setiap orang
pas dengan lekuk tubuhnya. dituntut memainkan dan mengontrol peranan
Dalam hal berpakaian pun sekarang banyak mereka sendiri. Dengan demikian, gaya pakaian,
Muslimah yang dengan santainya memakai pakaian dandanan rambut, juga segala macam asesoris
yang serba minim, ketat, dan transparan ala artis yang menempel, adalah bagian dari pertunjukan
MTV. Hal ini dikarenakan dunia mode menawarkan identitas dan kepribadian diri para remaja. Hal ini
berbagai macam produk yang membuat mereka sejalan dengan ciri perkembangan remaja itu sendiri
tergoda untuk memilikinya, sehingga muncullah yang dikemukakan Monks, Knoers, dan Haditono
persepsi yang salah di kalangan Muslimah di mana (2004:261), yang menjelaskan bahwa para remaja
kalau tidak mengikuti trend yang terbaru, berarti punya keinginan untuk merealisasi suatu identitas
mereka bukan anak muda yang “gaul”. sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam
Terbentuklah ideologi “beragama tetapi tetap kebudayaan pemuda sendiri.
trendi” atau “biar religius tetapi tetap modis”. Teori tentang presentasi diri (Impression Man-
Untuk memenuhi keinginan para Muslimah agement) dalam “Dramaturgi” dari Erving Goffman
dalam hal fashion ini, peragaan dan lomba busana mengisyaratkan pula bahwa melalui gaya hidupnya
Muslim mulai sering diadakan. Bahkan setiap remaja Muslimah berusaha menampilkan simbol-
tahun para perancang yang mengkhususkan diri simbol tertentu untuk memperoleh kesan-kesan

Rini Rinawati. “Lifestyle” Muslimah 71


tertentu. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari tubi dibawa media massa ke dalam rumah kita.
Chaney yang menyatakan bahwa peredaran gaya Televisi menjadi sebuah “kotak ajaib” yang
hidup merupakan makna simbolik, di mana apa diletakkan begitu khusus di ruang keluarga. Tidak
yang terlihat akan merepresentasikan suatu heran kalau Gerbner menyebut tayangan televisi
identitas tertentu. Oleh karena itu, gaya hidup sebagai “agama baru” yang menggantikan agama
sering dihubungkan dengan status dan tradisional. Lihat saja, misalnya, bagaimana
menunjukkan citra seseorang. Dengan demikian, sinetron-sinetron anak muda menampilkan gaya
apa pun yang berkaitan dengan kehidupan hidup remaja mengenai pergaulan, musik,
manusia merupakan simbol-simbol yang akan percintaan, fashio, bahasa, dan masih banyak lagi,
menyampaikan citra tertentu (Chaney, 2003:91). sehingga, melalui media massa anak muda menjadi
Selanjutnya, dalam hal bergaul para remaja mengetahui trend gaya hidup yang sedang terjadi.
Muslimah ini telah mengikuti arus budaya pop Semua hal yang dipertontonkan oleh televisi
yang sedang trend. Dengan menjamurnya pusat melalui tayangannya, seperti gaya pakaian (fash-
perbelanjaan bergaya semacam shopping mall, ion) serta asesoris perlengkapannya lebih dari
kafe-kafe, dan sebagainya, menjadikan kaum muda, sekadar demontrasi penampilan, melainkan
khususnya Muslimah menjadikan tempat tersebut demontrasi ideologi. Sekaligus menunjukkan
sebagai ajang berkumpul dan bergaul. Mulailah bahwa globalisasi informasi melalui televisi
bermunculan konter-konter berlabel “exclusive berperan besar dalam penyebaran gaya hidup ini.
Moslem fashion”, “cafe Muslimah” dan Sekarang banyak sekali tayangan-tayangan
sebagainya, sebagaimana telah menjamurnya “sa- yang memicu para Muslimah untuk meniru cara
lon Muslimah”. Pada gilirannya bagi sejumlah berpakaian yang tidak Islami. Tidak sedikit sinetron
remaja muslimah, gaya hidup enak dengan segala yang menampilkan potret remaja yang berbusana
kemudahan dan kesenangan sudah menjadi minim. Banyak artis dan penyanyi yang gemar
kebiasaan yang makin mengakar. menampakkan aurat. Semua tontonan itu membuat
Memang, dengan semakin menjamurnya shop- para Muslimah terpengaruh oleh sikap dan perilaku
ping mall, telah melahirkan gaya hidup baru bagi yang akan mejerumuskan mereka ke jurang
muslimah kita, yaitu “shopaholic woman” yang , kehancuran agama, moral, dan budi pekerti. Media
meminjam istilah Yasraf Amir Piliang, shopping massa yang kerap disebut sebagai cermin dari
mall dalam era globalisasi gaya hidup tidak lagi masyarakatnya, dalam kebudayaan populer ini
sekadar “desa global”, akan tetapi kini sudah sebagai cermin tidak memantulkan kenyataan,
menjadi “desa fantasi global”. Shopping mall namun justru lebih banyak merefleksikan
lewat komoditas yang ditawarkannya telah bayangan-bayangan yang diinginkan oleh
mentranspormasikan kegiatan belanja yang masyarakat tersebut.
sebelumnya semata-mata kegiatan transaksi jual- Menurut Chaney (2003:10), para pemikir
beli, menjadi suatu kegiatan waktu senggang yang keagamaan mutahir harus mulai melihat bahwa
menjanjikan kesenangan dan fantasi. Kebudayaan sensibilitas keagamaanpun mulai mengalami
belanja telah menjadi satu gaya hidup di kalangan “komodifikasi” (menjadi komoditas) dipentas me-
Muslimah pada saat ini. dia massa. Ketika kerudung, jilbab, gamis, dan baju
koko (dengan berbagai model, pola, corak dan
3.2 Pengaruh Media Massa terhadap
warna) kian menjadi salah satu ikon gaya hidup
Gaya Hidup Remaja Muslimah dalam fashion, dan mulai menjadi bisnis besar, serta
Kontribusi media bagi perkembangan gaya banyak dipakai para artis dalam dunia hiburan
hidup para remaja Muslimah sangatlah besar, seperti sekarang ini, maka sebetulnya di kalangan
dikarenakan menjamurnya media massa. Saat ini, tertentu muncul upaya, disadari atau tidak, untuk
kita hidup dengan berlimpahnya informasi. Hal ini memberikan label “Islamisasi” dalam perilaku
tidak lain karena “ledakan informasi” yang bertubi- konsumtif di dunia mode dan shopping.

72 M EDIATOR, Vol. 8 No.1 Juni 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Begitu pula dengan perkembangan industri menunjukkan persinggungan yang cukup kuat
penerbitan khusus remaja saat ini telah menjadi antara budaya pop dan agama. Persinggungan ini,
ladang persemaian gaya hidup. Banyak majalah selain memunculkan fenomena masuknya nilai-nilai
anak muda yang menawarkan gaya hidup di budaya massa dalam Islam, juga sebaliknya,
seputar perkembangan trend busana, problem tampilnya dakwah Islam di media populer,
gaul, pacaran, shopping, dan acara mengisi waktu memasuki pula dunia anak muda. Pada titik ini,
senggang yang jelas perlahan tapi pasti akan ikut menunjukkan bagaimana terjadinya gejala
membentuk budaya kawula muda (youth culture) kolaborasi antara dua ranah yang selama ini
yang berorientasi gaya hidup fun. dianggap terpisah, dan bahkan berseberangan.
Sampai tahap ini, kita bisa melihat adanya Selain itu, kolaborasi antara budaya pop dan Islam
hubungan yang kompleks antara tubuh, fashion, juga menjadi suatu representasi atas perubahan
gaya dan penampilan, serta identitas kepribadian praktik kebudayaan Islam di kalanganMuslimah.
yang ingin dikukuhkan oleh remaja Muslimah Dalam diri mereka, ada saat tertentu yang
sebagai akibat dari pengaruh media dalam menunjukkan identifikasi mereka dengan budaya
pembentukan identitasnya melalui gaya hidup massa anak muda pada umumnya; sementara, ada
yang ditampilkan. pula situasi-situasi lain yang dengan jelas
Memang, pembentukan identitas bukan menunjuk pada keberadaan diri mereka sebagai
persoalan sederhana. Ia tidak pernah bergerak muslimah dengan tuntutan ajaran agama Islam.
secara otonom atau berjalan atas inisiatif diri sendiri, Mencermati fenomena merebaknya gaya hidup
tapi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang yang telah menyentuh kehidupan para Muslimah,
beroperasi bersama-sama. Sebut saja faktor pengaruh telah menarik perhatian para ulama. Untuk itu,
ideologi kelompok dan tekanan teman sepermainan Ustad Ninis menggambarkan bagaimana fenomena
sebaya. Di sini, persoalan merek sepatu, atau jenis gaya hidup di kalangan Muslimah saat ini dengan
pakaian, bisa jadi persoalan besar, karena ikut menjelaskan lewat sisi psikologisnya, bahwa usia
menentukan apakah seseorang dianggap memenuhi remaja sebagai masa “gawat” secara psikologis.
syarat untuk dimasukkan dalam kelompok tertentu Hal ini, karena pengaruh imitasi kepada seseorang
atau tidak. Faktor-faktor lainnya adalah status sosial. atau tokoh idola sangat kuat di usia remaja. Selain
Belum lagi pembombardiran iklan-iklan di media, juga itu, ikatan solidaritas teman sebaya lebih kuat. Oleh
tayangan di tevisi, maupun gambaran di media karena itu, menurut Ninis, “gaul” merupakan
penerbitan. pilihan para remaja untuk menyalurkan
Satu hal yang tidak bisa di lupakan adalah apsirasinyadan untuk menunjukkan identitasnya.
unsur kesenangan (pleasure dan fun). Unsur Ketika bersinggungan dengan aturan agama,
kesenangan ini bisa dipakai untuk menjelaskan dan terutama perintah berjilbab, para remaja kemudian
memahami kelompok anak muda yang mengadopsi, mencoba untuk mengkotekskan jilbab sebagai
mengonsumsi atau mencampurkan berbagai perintah wajib dengan dunia remaja (gaul). Padahal,
macam gaya dengan tanpa referensi jelas terhadap yang menjadi persoalannya adalah banyak remaja
makna asalnya. Hanya penampilan semata. Hanya Muslim tidak memahami hakikat berjilbab (dalam
fashion. Tetapi, hal ini tidak berarti mereduksi gaya Tiar, www.gontor.or.id).
menjadi sesuatu yang tidak bermakna. Berakhirnya Dalam al-Quran ayat 31, Surah An-Nur, jelas
otentisitas bukan berarti kematian makna, peniruan- disebutkan “Dan hendaklah mereka menutupkan
peniruan, kombinasi, ambil sana-ambil sini ikut kain kerudung ke dadanya.” Jadi, untuk batasan
membentuk lahirnya makna-makna baru. model jilbab secara prinsip, sebenarnya sudah jelas
dan tidak membutuhkan perdebatan panjang.
3.3 Tuntunan bagi Remaja Muslimah
Dalam al-Qur`an ayat 59, Surah 59, Allah berfirman:
dalam Globalisasi Gaya Hidup “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
Kehidupan masyarakat kontemporer memang anak-anak perempuan, dan istri-istri orang

Rini Rinawati. “Lifestyle” Muslimah 73


mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan diperintahkan.”
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang (2) Perlu memberikan pemahaman mengenai
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk batasan pergaulan antara laki-laki dan
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan perempuan. Islam berpandangan bahwa
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha pergaulan bebas antara laki-laki dan
Penyayang.” perempuan hanya akan mengundang banyak
Ayat lain yang berkaitan dengan perintah bahaya yang nyata.
menutup aurat (berjilbab) adalah Surah al-Ahzab
Dengan demikian, sebuah jalan yang dapat
ayat 33: “Dan hedaklah kamu tetap di rumahmu
dilalui Muslimah dalam mengarungi budaya pop
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
dengan segala trend ‘gaul’-nya adalah kembali
seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.”
kepada syariat Islam secara benar. Dan pendidikan
Sangat disayangkan pada saat ini banyak kaum
di rumah menjadi ujung tombak bagi benteng
Muslimah yang terpengaruh oleh gaya berpakaian
untuk memperteguh keimanan. Allah telah
ala Barat yang ditularkan di media-media massa.
menegaskan bahwa ketika seorang perempuan
Jika demikian, bisa dibayangkan bagaiman nasib
berpegang teguh pada nilai-nilai agamanya, maka
generasi mendatang, ketika para Muslimah yang
hal itu bisa mendatangkan kebahagiaan dan
pada gilirannya nanti akan menjadi ibu sebagai
ketenangan.
“madrasah pertama” bagi anak-anaknya sudah
hilang rasa malunya.
4. Penutup
Oleh karena itu, menjadi tugas para orang tua
untuk memberikan pemahaman kepada putrinya 4.1 Simpulan
yang telah mencapai usia belia mengenai kewajiban
Berdasarkan kajian secara teoretis dan
menutup aurat ini. Dan lingkungan rumah, sangat
pembahasan fenomena di lapangan yang telah
berpengaruh dalam memberikan contoh yang tepat
dijelaskan pada uraian sebelumnya, dapat
kepada mereka. Artinya, sang ibu atau kakak
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
perempuan dewasa hendaknya menjadi teladan
(1) Gaya hidup “gaul” menjadi trend remaja
dalam mengenakan jilbab.
Muslimah saat ini. Hal ini sebagai cerminan
Selanjutnya, bagi para Muslimah tidaklah
adanya kolaborasi antara tuntunan ajaran
mudah untuk mengesampingkan derasnya
agama dengan budaya pop.
gelombang budaya pop ini, apalagi ditunjang oleh
(2) Globalisasi media massa turut memengaruhi
gencarnya dukungan media massa. Oleh karena
gaya hidup remaja Muslimah. Hal ini dapat
itu Al-Banna (2004:20) menguraikan dua upaya
dilihat dari banyaknya tayangan-tayangan
yang dapat dilakukan untuk membentengi remaja
atau informasi yang disampaikan media massa
muslimah dalam masyarakat kontemporer (budaya
dengan lebih mengedepankan budaya pop.
pop) dengan gaya hidup “gaul” yang sedang tren,
(3) Proses pembelajaran ala “madrasah” atau
yaitu;
“pesantren” rumah yang, berdasarkan syariat
(1) Adanya upaya pendidikan dan peningkatan Islam secara benar, dapat dijadikan upaya
budi pekerti menurut ajaran Islam. Hal ini sesuai untuk mengeliminasi pengaruh dari budaya
dengan Al Quran ayat 6 Surat At-Tahrim: “Hai pop yang sedang trend, sehingga jadilah
orang-orang yang beriman, peliharalah Muslimah yang gaul namun tidak ke luar dari
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang syariat yang diajarkan Islam.
bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Penjaganya malaikat yang kasar, yang keras, 4.2 Saran
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa (1) Bagi para pengelola media massa, agar lebih
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan bijaksana dalam menyampaikan informasi
selalu mengerjakan apa yang (pesan), karena apa yang ditampilkan oleh

74 M EDIATOR, Vol. 8 No.1 Juni 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

media akan ditiru oleh khalayaknya (remaja Chaney, David. 1996. Lifestyles: Sebuah
Muslimah) kita. Pengantar Komprehensif. Penerjemah
(2) Bagi para pendidik, disarankan untuk Nuraeni. Yogyakarta: Jalasutra.
memperbanyak pembelajaran budi pekerti.
Fiske, John. 1990. Cultural and Communication
(3) Untuk para orangtua, hendaknya menjadikan
Studies. Penerjemah Yosal Iriantara dan Idi
rumah menjadi tempat proses pembelajaran
Subandi. Yogyakarta: Jalasutra.
ala “madrasah” atau “pesantren”.
(4) Bagi para peminat studi budaya (culture stud- Ibrahim, Idi Subandy. 1996. Lifestyle Ecstacy:
ies), disarankan untuk menelaah masalah gaya Kebudayaan Pop dalam Masyarakat
hidup dikalangan anak muda atau remaja Komoditas Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra.
melalui penelitian. Kaina. 2004. Shopaholic Woman: Gaya Hidup dan
Kenikmatan Berbelanja. Yogyakarta: Enigma
Publishing.
Daftar Pustaka Rakhmat, Jalaluddin. 1996. Psikologi Komunikasi:
Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Al-Banna, Hasan. 2004. Jangan Salah Gaul.
Penerjemah Dwi Ratnasari, Yogyakarta: Diva Strinati, Dominic. 2004. Popular Culture:
Press. Pengantar Menuju Teori Budaya Populer.
Penerjemah Abdul Mukhid. Yogyakarta:
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies: Teori dan Bantang.
Praktek. Penerjemah Tim Kunci Cultural Stud-
ies Center. Yogyakarta: Bentang. Susanto, A.B. 2001. Potret-Potret Gaya Hidup
Metropolis. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Budiman, Hikmat. 2002. Lubang Hitam
Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Tiar. 2004. Dialog Interaktif PSIA,
www.gontor.or.id

Rini Rinawati. “Lifestyle” Muslimah 75


76 M EDIATOR, Vol. 8 No.1 Juni 2007

Anda mungkin juga menyukai