Anda di halaman 1dari 13

IMPLIKASI PERBEDAAN QIRAAT DALAM IBADAH

Dianjukan untuk memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah Ilmu Qiraat

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Nurlizam, M. Ag

DISUSUN OLEH :
Putri Miladatul Ikhsan : 4121055
Zihan Syahrial : 4121029

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M. DJAMIL
DJAMBEK BUKITTINGGI
2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil’alamin segala puji bagi Allah SWT. Yang mana


selalu memberikan nikmat sehat kepada kita semua. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada ruh junjungan alam yakninya Rosulollah SAW.

Makalah ini, penulis tulis berdasarkan metode yang diberikan kepada


Universitas Islam Negeri Bukittinggi dengan tema Implikasi dalam Perbedaan
Qira’at dalam Ibadah,Yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini disusun oleh
penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu datang dari diri penulis maupun
yang datang dari luar. Namun dengan penus kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Dalam penulisan makakalah ini tidak sedikit hambatan yang penulis


hadapi. Sehingga makalah in jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Bukittinggi, 28 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................
C. Tujuan Penulisan............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................

A. Implikasi perbedaan qira’at dalam shalat dan di luar sholat..............................


B. Implikasi perbedaan qira’at terhadap hukum....................................................
C. Pandangan ulama terhadap perbedaan qira’at yang berimplikasi pada
hukum................................................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................

DAFTAR KEPUSTAKAAN...................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbedaan bacaan al-qur’an sudah ada sejak awal, masing-masing
sahabat memegang teguh qira’at yang diterima dari Rasulullah saw. yang
mungkin berbeda dari yang lain. Dalam menerima bacaan al-qur’an ada yang
secara langsung dari Nabi saw. dan ada yang mengambil bacaan imam qira’at
yang dipercaya dan bersumber dari Nabi saw juga.
Dalam keadaan demikian, maka timbullah perbedaan qira’at yang
diterima oleh tabi’in dan tabi’ tabi’in. Demikianlah keadaannya sampai ke
tangan para ulama yang mengkhususkan dirinya untuk mempelajari qira’at
serta menyebarluaskannya, yakni terdiri dari qira’at sab’ah, qira’at ‘asyarah,
qira’at sab’ah ‘asyarah.
Perbedaan qira’at ditemukan dalam beberapa baik ayat hukum maupun
lainnya, berbeda cara pengucapan lafaz-lafaz al-qur’an dari segi huruf-
hurufnya, harakatnya dan bentuknya. Karena itu sangat urgen untuk diteliti
secara secara mendalam bacaan yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.
yang bersifat tauqiy, khususnya ayat-ayat hukum untuk mengetahui bagaimana
pengaruh perbedaan qira’at terhadap penetapan (istinbath) hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Implikasi perbedaan qira’at dalam shalat dan di luar sholat?
2. Bagaimana Implikasi perbedaan qira’at terhadap hukum?
3. Bagaimana pandangan ulama terhadap perbedaan qira’at yang berimplikasi
pada hukum?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana implikasi qira’at dalam sholat dan di luar
sholat.
2. Untuk mengetahui Implikasi perbedaan qira’at terhadap hukum.

iv
3. Untuk mngetahui pandangan ulama terhadap perbedaan qira’at yang
berimplikasi pada hukum.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Implikasi perbedaan qir’at dalam sholat dan di luar sholat


Sebenarnya perbedaan qira’at sudah muncul sejak zaman Rasulullah. Hal
ini terlihat dari beberapa Riwayat yang berkaitan dengan hadist “Al-Ahruf al-
Sab’ah”. Menurut Imam Al-Suyuthi ada 21 sahabat yang meriwayatkan hadits
tersebut. Banyaknya sahabat yang meriwayatkan hadits ini menjadikannya
sangat terkenal. Diantaranya, Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Umar bin Khaththab berkata: “Aku mendengar Hisyam bin
Hakim membaca surat al-Furqân di masa hidup Rasulullah. Aku perhatikan
bacaannya. Tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf yang belum
pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku
melabraknyadi saat ia shalat, tetapi aku berusaha sabar menunggunya
sampai salam. Begitu selesai salam aku menarik selendangnya dan
bertanya: “Siapakah yang membacakan surat itu kepadamu? Ia menjawab :
Rasulullah yang membacakannya kepadaku. Lalu aku mengatakan
kepadanya: Engkau berdusta! Demi Allah, Rasulullah telah membacakan
juga kepadaku surat yang aku dengar tadi engkau baca. Kemudian aku
bawa dia menghadap Rasulullah dan aku ceritakankepadanya: Wahai
Rasulullah: Aku telah mendengar orang ini membaca surat Al-Furqân dengan
huruf-huruf yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku. Maka
Rasulullah berkata: Lepaskan dia wahai Umar! Bacalah surat tadi wahai
Hisyam! Kemudian Hisyampun membacanya dengan bacaan seperti yang
aku dengar tadi. Maka Rasulullah berkata: Begitulah surat itu diturunkan.
Kemudian Rasulullah SAW. berkata: Sesungguhnya al-qur'an itu diturunkan
dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu
diantaranya.1

1
Aisyah Nur Faradila,dkk, “Variasi Qira’at dan latar belakang perbedaan Qira’at”, Jurnal Ilmu Al-
Qur’an dan Hadis, Vol.2 No.1, 2022.

v
Pada riwayat yang lain disebutkan bahwa Jibril atas perintah Allah
memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar membacakan al-qur`an kepada
ummatnya dengan satu huruf. Lalu Nabi meminta hal itu ditinjau kembali.
Allah SWT memberinya keringanan menjadi dua huruf. Nabi masih
meminta hal itu ditinjau kembali sampai akhirnya Nabi diberi
keringanan sampai tujuh huruf. Dalam beberapa riwayat dari hadits-
hadits tentang al-Ahruf al-Sab‟ahini, Nabi mengemukakan kepada Allah
tentang sebabnya beliau meminta keringanan yaitu bahwa umatnya terdiri
dari berbagai macam lapisan masyarakat dan umur. Ada yang tidak bisa
membaca dan menulis, ada yang sudah tua, dan ada pula yang masih
kecil. Semuanya adalah pembaca al-qur`an. Jika mereka diharuskan
membaca al-qur`an dengan satu variasi bacaan saja, tentu mereka akan
mengalami kesulitan. Padahal al-qur`an perlu disosialisasikan kepada
masyarakat. Qira’at tujuh adalah qira’at yang dibangsakan kepada tujuh iam
qira’at asyhur yaitu Naïf Al-madani (w.169 H), Hamzah ibn habib al-
zayyat (w.156H). qira’at sepuluh adalah qira’at yang tujuh ini di tambah
dengan Abu Ja’far (w 130H). adapun qira’at empat belas adalah qira’at
sepuluh di tambah dengan Ibn Muhaitsin (w.123 H), Al-yazidi (w. 202
H), Hasan al-bashri (w.110 H), dan Al-A’masy (w.148 H).2

Dalam menjaga penyelewengan dari qira’at yang sudah muncul para


laa membuat sejumlah syarat qira’at yang baku dan dapat diterima.untuk
membedakan antara antara qira’ah yang benar dan yang ganjil, para ulama
telah enetapkan tiga syarat bagi qira’at yang benar. Pertama sesuai dengan
bahasa arab, meskipun melalui satu cara.Kedua, sesuai dengan salah satu
mashaf-mashaf utsman sekalipun secara otensial.ketiga,sahih sanadnya
dari periwayatan imam yang tujuh dan sepuluh adapun dari imam-imam
qira’ah lainnya. Setiap qira’ah yang memenuhi syarat di atasdianggap qiraah
yang benar dan tidak boleh di tolak, model qira’at tesebut harus diterimanya.
Qira’at yang tidak memenuhi syarat di atas tersebut qiraah yang lemah,
ganjil, dan batal, sekalipun diriwayatkan oleh imam qira’aah yang tujuh
maupun yang lebih besar dari merika. Pendapat ini menjadi mazhab salaf yang
tidak seorang pun dari mereka menolaknya. Al-Suyuthi sepakat dengan

2
Ibid.

vi
pengelompokan al-jazari besanadatas sanad ke dalam enam macam.
Pertama, mutawatir yaitu qiraah yang di riwanyatkan oleh banyak
periwayat dai riwayat yang banyak yang tidak memungkinkan mereka
sepakat berdusta, dari tiap angkatan sapai masa rasul. Menurut jumhur ulama,
qira’ah yang tujuh adalah mutawatir. Menurut H.Ahmad Fathoni, para
ulama al-qur’an dan ahli hukum islam sepakat ,qira’ah ini , juga sah bila
dibaca di dalam dan di luar shalat, dapat di jadikan sumber dan hujjah,
dalam pengambilan hukum.3

B. Implikasi perbedaan qira’at terhadap hukum


Dari segi transmisi periwayatannya, rasm secara tertulis sedangkan
qira’at secara oral oleh para penghafal al-qur’an. Sementara dari segi
kemunculannya, rasm mengikuti qira’at dan bukan qira’at yang mengikuti
rasm yang dibukukan oleh Khalifah Usman bin Affan, sebab kemunculan
rasm usmani baru pada periode Khalifah Usman. Sekalipun qira’at dan rasm
hakikatnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, namun al-qur’an
diturunkan lengkap dengan sab’atu ahruf bukan dengan rasmnya. Rasm
dibuat untuk mengakomodasi bacaan al-qur’an yang diturunkan dengan
sab’atu ahruf. Karena untuk melihat keterkaitan ragam qira’at dan rasm
utsmani, para ulama kemudian mencari kesesuaian bacaan dengan salah satu
mushaf usmani sebgai salah satu syarat kesahehan sebuah qira’at
(qira‟at mutawatirah).4
Perbedaan qira’at mutawatirah itu kemudian diakomodasi oleh rasm
utsmani sehingga semuanya bisa tercover dalam enam buah mushaf yang
ditulis pada masa Khalifah Usman bin Affan itu. Munculnya perbedaan qira’at
acap kali menimbulkan perbedaan hukum. Beberapa contoh perbedaan qira’at
yang berdampak pada perbedaan hukum dalam al-qur’an. Berikut beberapa
contoh tersebut :
1. Surah An-Nisa’ : 43
‫ٰٓيَاُّيَه ا اَّلِذ ْيَن ٰاَم ُنْو ا اَل َتْق ُبوا الَّص ٰل وَة َو َاْنُتْم ُس َك اٰر ى َح ىّٰت َتْع َلُمْو ا َم ا َتُقْو ُلْو َن َو اَل ُج ُنًبا ِااَّل‬
‫َر‬
‫اِبِر ِب ٍل ىّٰت ْغَتِس ُل اۗ ِاْن ُك ْنُت َّم ٰٓض ى َا ٰل ى َف ٍر َا ۤا َا ٌد ِّم ْنُك ِّم اْلَغۤإِى ِط‬
‫ْم َن‬ ‫ْو َع َس ْو َج َء َح‬ ‫ْم ْر‬ ‫َع ْي َس ْي َح َت ْو َو‬
3
Ibid.
4
Nuruddin ‘Iter, Ulum Al-Qur’an Al-Karim, (Damaskus : Mathba’ah al-Shalah, 1996), Cet. IV,
hal.147-148.

vii
‫َاْو ٰلَمْس ُتُم الِّنَس ۤاَء َفَلْم ِجَتُد ْو ا َم ۤاًء َفَتَيَّم ُمْو ا َص ِعْيًد ا َطِّيًبا َفاْم َس ُحْو ا ِبُو ُجْو ِه ُك ْم َو َاْيِد ْيُك ْم ۗ ِاَّن‬

‫الّٰل َه َك اَن َعُفًّو ا َغُفْو ًر ا‬


“Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu
dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan
jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub
kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub).
Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci);
usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha
Pemaaf, Maha Pengampun.”

Kataَ ( ‫ )َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء‬pada surah annisa diatas, imam Hamzah, Kisa’I,
dan Khallaf membacanya dengan menghilangkan alif (memendekkan huruf
lam) yang artinya menyentuh. Berdasarkan bacaan ini Imam Syafi’I
berpedapat bahwa seorang lelaki yang menyentuh perempuan wudhunya
batal. Sedangkan Imam Nafi’ Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu Amir, ‘Asyim,
Abu Ja’far, dan Ya’qub membacanya dengan memanjangkan huruf lam
yang berarti menjimak. Berdasarkan bacaan ini maka seorang lelaki yang
hanya menyentuh perempuan tidak batal wudhunya, karena yang dimaksud
dengan bacaan ini ( ‫ )اَل َم ْس ُتُم‬adalah hubungan suami istri. Oleh karena itu,
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa menyentuh perempuan lain tidak
membatalkan wudhu, karena yang dimaksud menyentuh dalam ayat tersebut
adalah hubungan suami istri.
Namun demikian, tak semua perbedaan qira’at akan berdampak pada
perbedaan hukum, conrtohnya :
1. Surah Al-Baqarah :184
‫َّلِذ‬ ‫ِع ۡن ٍم‬ ‫ٰل‬ ‫ِم ۡن‬ ‫ٍت ۡن‬
‫َاَّياًم ا َّم ۡع ُد ۡو ٰد ؕ َفَم َك اَن ُك ۡم َّم ِر ۡي ًض ا َاۡو َع ى َس َف ٍر َف َّد ٌة ِّم َاَّيا ُاَخ َر‌ؕ َو َعَلى ا ۡي َن‬
‫ُيِط ۡي ُقۡو َنهٗ ِفۡد َيٌة َطَعاُم ِم ۡس ِكۡي ٍن ؕ َف ۡن َتَطَّو َع َخ ۡي ا َفُه َخ ۡي َّل ٗه ؕ َاۡن َتُصۡو ُمۡو ا َخ ۡي َّلـُک ۡم ِاۡن‬
‫ٌر‬ ‫َو‬ ‫ًر َو ٌر‬ ‫َم‬
‫ُك ۡن ُتۡم َتۡع َلُم ۡو ن‬
“(yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu
aada yang sakit atau dalam perjalanan(lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain, dan wajib bagi orang-oarang yang beratmenjalankannya (jika

viii
mereka tidak brpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang
miskin, barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
maka yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengrtahui.”

Kata ( ‫ ) ِفۡد َيٌة َطَع اُم ِم ۡس ِكۡي ٍن‬pada ayat diatas Ibnu Katsir, ‘Ashim, Abu Amr,
Hmazah dan Kisa’i membacanya dalam bentuk mufrad ( ‫ )ِم ۡس ِكۡي ٍن‬sedangkan
Nafi’ dan Ibnu Amr menjamaknya ( ‫ ) َم ٰس اِكْيِن‬kedua bacaan terse ut tidak
berdampak pada perbedaan hukum.

2. Surah Al-Ahzab : 49

‫َأُّيَه ا ٱَّلِذ يَن َءاَم ُنٓو ۟ا ِإَذا َنَك ْح ُتُم ٱْلُم ْؤ ِم َٰن ِت َّمُث َطَّلْق ُتُم وُه َّن ِم ن َقْبِل َأن َمَتُّس وُه َّن َفَم ا َلُك ْم َعَلْيِه َّن‬
‫َٰٓي‬

‫ِم ْن ِعَّد ٍة َتْع َتُّدوَنَه ا َفَم ِّتُعوُه َّن َو َس ِّر ُح وُه َّن َس َر اًح ا ِمَج ياًل‬
“hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kamudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘Iddah bagimu
yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.”

Kata ( ‫) َقْب ِل َأن َتَم ُّس وُهَّن‬ pada ayat diatas Hamzah dan Kisa’i
membacanya dengan memanjangkan huruf mim, sedangkan Ibnu Katsir,
Abu Amr, Ibnu Amir, Ashim dan Nafi’ membacanya dengan memendekkan
huruf mim, kedua bacaan yang berbeda tersebut tidak berdampak pada
perbedaan hukum.5
C. Hikmah Perbedaan Qira’at
Adanya bermacam-macam qira’at seperti yang telah disebutkan,
mempunyai berbagai himah atau manfaat, yaitu:
1. Meringankan umat islam dan memudahkan mereka dalam membaca
al-qur’an, khususnya penduduk arab yang terdiri berbagai kabilah
dan suku yang diantara mereka terdapat perbedaat logat, tekanan
suara dan sebagainya.
2. Menunjukkan bahwah Allah SWT benar-benar menjaga al-qur’an
dari perubahan dan peyimpangan, walaupun al-qur’an banyak segi
bacaan yang berbeda-beda.
5
Hasanuddin AF, Anatomi Al-qur’an, Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath
Hukum dalam Al-qur’an, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal.202-214.

ix
3. Sebagai penjelas bagi hal-hal mungkin masih global atau samar
dalam qira’at yang lainya
4. Bukti kemukjizatan al-qur’an dari segi keringkasan maknanya karena
setiap Qira’at menunjukan hukum syara. tertentu tanpa perlu adanya
pengulangan lafadz.
5. sebagai keutamaan dan kemulian umat Muhammad SAW atas umat-
umat terdahulunya karna kitab-kitab yang terdahulu haya turun
dengan satu qira’at. 6

6
Hasanuddin, Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Al-Qur’an,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 12

x
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qira’at adalah perbedaan cara mengucapkan lafazh-lafazh al-qur’an
yang baik menyankut hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf. Qira’at
memiliki bermacam-macam, yakni qira’at sab’ah, qira’at asyrah dan qira’at
arbaah asyrah, dan masih banyak lagi macam-macamnya, menurut kualitas
qira’at itu sendiri.

Qira’at memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penetapan suatu


hukum akibat perbedan kata, huruf dan cara baca.dengan adanya qira’atul
qur’an ini maka dapat memudahkan umat islma untuk membanyanya sesuai
dengan yang ia pehami. Karena Rosulullah Saw, memperbolahkan pembacaan
al-qur’an yang tidak sesuai dengan pertama kali al-qur’an itu diturunkan.

B. Saran
Makalah kami masih jauh dari kata sempurna, dan kami sarankan
kepada para pembaca agar mencari referensi lain untuk menambah pemahaman
dan wawasan baru.

xi
DAFTAR KEPUSTAKAAN

AF, Hasanuddin. 1995. Anatomi Al-qur’an, Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap
Istinbath Hukum dalam Al-qur’an, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Faradila, dkk, Aisyah Nur. 2022. “Variasi Qira’at dan latar belakang perbedaan Qira’at”, Jurnal
Ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol.2 No.1.

Hasanuddin. 1995. Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Al-
Qur’an, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

‘Iter, Nuruddin. 1996. Ulum Al-Qur’an Al-Karim, Damaskus : Mathba’ah al-Shalah.

xii
xiii

Anda mungkin juga menyukai