Dianjukan untuk memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah Ilmu Qiraat
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Nurlizam, M. Ag
DISUSUN OLEH :
Putri Miladatul Ikhsan : 4121055
Zihan Syahrial : 4121029
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................
C. Tujuan Penulisan............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR KEPUSTAKAAN...................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbedaan bacaan al-qur’an sudah ada sejak awal, masing-masing
sahabat memegang teguh qira’at yang diterima dari Rasulullah saw. yang
mungkin berbeda dari yang lain. Dalam menerima bacaan al-qur’an ada yang
secara langsung dari Nabi saw. dan ada yang mengambil bacaan imam qira’at
yang dipercaya dan bersumber dari Nabi saw juga.
Dalam keadaan demikian, maka timbullah perbedaan qira’at yang
diterima oleh tabi’in dan tabi’ tabi’in. Demikianlah keadaannya sampai ke
tangan para ulama yang mengkhususkan dirinya untuk mempelajari qira’at
serta menyebarluaskannya, yakni terdiri dari qira’at sab’ah, qira’at ‘asyarah,
qira’at sab’ah ‘asyarah.
Perbedaan qira’at ditemukan dalam beberapa baik ayat hukum maupun
lainnya, berbeda cara pengucapan lafaz-lafaz al-qur’an dari segi huruf-
hurufnya, harakatnya dan bentuknya. Karena itu sangat urgen untuk diteliti
secara secara mendalam bacaan yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.
yang bersifat tauqiy, khususnya ayat-ayat hukum untuk mengetahui bagaimana
pengaruh perbedaan qira’at terhadap penetapan (istinbath) hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Implikasi perbedaan qira’at dalam shalat dan di luar sholat?
2. Bagaimana Implikasi perbedaan qira’at terhadap hukum?
3. Bagaimana pandangan ulama terhadap perbedaan qira’at yang berimplikasi
pada hukum?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana implikasi qira’at dalam sholat dan di luar
sholat.
2. Untuk mengetahui Implikasi perbedaan qira’at terhadap hukum.
iv
3. Untuk mngetahui pandangan ulama terhadap perbedaan qira’at yang
berimplikasi pada hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Aisyah Nur Faradila,dkk, “Variasi Qira’at dan latar belakang perbedaan Qira’at”, Jurnal Ilmu Al-
Qur’an dan Hadis, Vol.2 No.1, 2022.
v
Pada riwayat yang lain disebutkan bahwa Jibril atas perintah Allah
memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar membacakan al-qur`an kepada
ummatnya dengan satu huruf. Lalu Nabi meminta hal itu ditinjau kembali.
Allah SWT memberinya keringanan menjadi dua huruf. Nabi masih
meminta hal itu ditinjau kembali sampai akhirnya Nabi diberi
keringanan sampai tujuh huruf. Dalam beberapa riwayat dari hadits-
hadits tentang al-Ahruf al-Sab‟ahini, Nabi mengemukakan kepada Allah
tentang sebabnya beliau meminta keringanan yaitu bahwa umatnya terdiri
dari berbagai macam lapisan masyarakat dan umur. Ada yang tidak bisa
membaca dan menulis, ada yang sudah tua, dan ada pula yang masih
kecil. Semuanya adalah pembaca al-qur`an. Jika mereka diharuskan
membaca al-qur`an dengan satu variasi bacaan saja, tentu mereka akan
mengalami kesulitan. Padahal al-qur`an perlu disosialisasikan kepada
masyarakat. Qira’at tujuh adalah qira’at yang dibangsakan kepada tujuh iam
qira’at asyhur yaitu Naïf Al-madani (w.169 H), Hamzah ibn habib al-
zayyat (w.156H). qira’at sepuluh adalah qira’at yang tujuh ini di tambah
dengan Abu Ja’far (w 130H). adapun qira’at empat belas adalah qira’at
sepuluh di tambah dengan Ibn Muhaitsin (w.123 H), Al-yazidi (w. 202
H), Hasan al-bashri (w.110 H), dan Al-A’masy (w.148 H).2
2
Ibid.
vi
pengelompokan al-jazari besanadatas sanad ke dalam enam macam.
Pertama, mutawatir yaitu qiraah yang di riwanyatkan oleh banyak
periwayat dai riwayat yang banyak yang tidak memungkinkan mereka
sepakat berdusta, dari tiap angkatan sapai masa rasul. Menurut jumhur ulama,
qira’ah yang tujuh adalah mutawatir. Menurut H.Ahmad Fathoni, para
ulama al-qur’an dan ahli hukum islam sepakat ,qira’ah ini , juga sah bila
dibaca di dalam dan di luar shalat, dapat di jadikan sumber dan hujjah,
dalam pengambilan hukum.3
vii
َاْو ٰلَمْس ُتُم الِّنَس ۤاَء َفَلْم ِجَتُد ْو ا َم ۤاًء َفَتَيَّم ُمْو ا َص ِعْيًد ا َطِّيًبا َفاْم َس ُحْو ا ِبُو ُجْو ِه ُك ْم َو َاْيِد ْيُك ْم ۗ ِاَّن
Kataَ ( )َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َءpada surah annisa diatas, imam Hamzah, Kisa’I,
dan Khallaf membacanya dengan menghilangkan alif (memendekkan huruf
lam) yang artinya menyentuh. Berdasarkan bacaan ini Imam Syafi’I
berpedapat bahwa seorang lelaki yang menyentuh perempuan wudhunya
batal. Sedangkan Imam Nafi’ Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu Amir, ‘Asyim,
Abu Ja’far, dan Ya’qub membacanya dengan memanjangkan huruf lam
yang berarti menjimak. Berdasarkan bacaan ini maka seorang lelaki yang
hanya menyentuh perempuan tidak batal wudhunya, karena yang dimaksud
dengan bacaan ini ( )اَل َم ْس ُتُمadalah hubungan suami istri. Oleh karena itu,
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa menyentuh perempuan lain tidak
membatalkan wudhu, karena yang dimaksud menyentuh dalam ayat tersebut
adalah hubungan suami istri.
Namun demikian, tak semua perbedaan qira’at akan berdampak pada
perbedaan hukum, conrtohnya :
1. Surah Al-Baqarah :184
َّلِذ ِع ۡن ٍم ٰل ِم ۡن ٍت ۡن
َاَّياًم ا َّم ۡع ُد ۡو ٰد ؕ َفَم َك اَن ُك ۡم َّم ِر ۡي ًض ا َاۡو َع ى َس َف ٍر َف َّد ٌة ِّم َاَّيا ُاَخ َرؕ َو َعَلى ا ۡي َن
ُيِط ۡي ُقۡو َنهٗ ِفۡد َيٌة َطَعاُم ِم ۡس ِكۡي ٍن ؕ َف ۡن َتَطَّو َع َخ ۡي ا َفُه َخ ۡي َّل ٗه ؕ َاۡن َتُصۡو ُمۡو ا َخ ۡي َّلـُک ۡم ِاۡن
ٌر َو ًر َو ٌر َم
ُك ۡن ُتۡم َتۡع َلُم ۡو ن
“(yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu
aada yang sakit atau dalam perjalanan(lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain, dan wajib bagi orang-oarang yang beratmenjalankannya (jika
viii
mereka tidak brpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang
miskin, barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
maka yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengrtahui.”
Kata ( ) ِفۡد َيٌة َطَع اُم ِم ۡس ِكۡي ٍنpada ayat diatas Ibnu Katsir, ‘Ashim, Abu Amr,
Hmazah dan Kisa’i membacanya dalam bentuk mufrad ( )ِم ۡس ِكۡي ٍنsedangkan
Nafi’ dan Ibnu Amr menjamaknya ( ) َم ٰس اِكْيِنkedua bacaan terse ut tidak
berdampak pada perbedaan hukum.
2. Surah Al-Ahzab : 49
َأُّيَه ا ٱَّلِذ يَن َءاَم ُنٓو ۟ا ِإَذا َنَك ْح ُتُم ٱْلُم ْؤ ِم َٰن ِت َّمُث َطَّلْق ُتُم وُه َّن ِم ن َقْبِل َأن َمَتُّس وُه َّن َفَم ا َلُك ْم َعَلْيِه َّن
َٰٓي
ِم ْن ِعَّد ٍة َتْع َتُّدوَنَه ا َفَم ِّتُعوُه َّن َو َس ِّر ُح وُه َّن َس َر اًح ا ِمَج ياًل
“hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kamudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘Iddah bagimu
yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.”
Kata ( ) َقْب ِل َأن َتَم ُّس وُهَّن pada ayat diatas Hamzah dan Kisa’i
membacanya dengan memanjangkan huruf mim, sedangkan Ibnu Katsir,
Abu Amr, Ibnu Amir, Ashim dan Nafi’ membacanya dengan memendekkan
huruf mim, kedua bacaan yang berbeda tersebut tidak berdampak pada
perbedaan hukum.5
C. Hikmah Perbedaan Qira’at
Adanya bermacam-macam qira’at seperti yang telah disebutkan,
mempunyai berbagai himah atau manfaat, yaitu:
1. Meringankan umat islam dan memudahkan mereka dalam membaca
al-qur’an, khususnya penduduk arab yang terdiri berbagai kabilah
dan suku yang diantara mereka terdapat perbedaat logat, tekanan
suara dan sebagainya.
2. Menunjukkan bahwah Allah SWT benar-benar menjaga al-qur’an
dari perubahan dan peyimpangan, walaupun al-qur’an banyak segi
bacaan yang berbeda-beda.
5
Hasanuddin AF, Anatomi Al-qur’an, Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath
Hukum dalam Al-qur’an, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal.202-214.
ix
3. Sebagai penjelas bagi hal-hal mungkin masih global atau samar
dalam qira’at yang lainya
4. Bukti kemukjizatan al-qur’an dari segi keringkasan maknanya karena
setiap Qira’at menunjukan hukum syara. tertentu tanpa perlu adanya
pengulangan lafadz.
5. sebagai keutamaan dan kemulian umat Muhammad SAW atas umat-
umat terdahulunya karna kitab-kitab yang terdahulu haya turun
dengan satu qira’at. 6
6
Hasanuddin, Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Al-Qur’an,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 12
x
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qira’at adalah perbedaan cara mengucapkan lafazh-lafazh al-qur’an
yang baik menyankut hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf. Qira’at
memiliki bermacam-macam, yakni qira’at sab’ah, qira’at asyrah dan qira’at
arbaah asyrah, dan masih banyak lagi macam-macamnya, menurut kualitas
qira’at itu sendiri.
B. Saran
Makalah kami masih jauh dari kata sempurna, dan kami sarankan
kepada para pembaca agar mencari referensi lain untuk menambah pemahaman
dan wawasan baru.
xi
DAFTAR KEPUSTAKAAN
AF, Hasanuddin. 1995. Anatomi Al-qur’an, Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap
Istinbath Hukum dalam Al-qur’an, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Faradila, dkk, Aisyah Nur. 2022. “Variasi Qira’at dan latar belakang perbedaan Qira’at”, Jurnal
Ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol.2 No.1.
Hasanuddin. 1995. Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Al-
Qur’an, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
xii
xiii