makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah pembelajaran Fiqih MA-MTS yang
diampu oleh Dosen H., Wajihudin., Alh., M.Pd.I
Oleh :
PAI B semester 5
WONOSOBO
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT Yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayahnya sehingga kami dapar menyusun tugas makalah Strategi
Pembelajaran PAI yang berjudul ‘’Makalah Makalah Hukum Bacaan Sayyidina pada
Tasyahud’’ ini dengan tepat waktu.
Harapan kami makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca maupun untuk diri
penulis sendiri. Penulis menyadari bahwa ada banyak sekali kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun agar kedepannya makalah ini lebih baik lagi dari segi tulisan maupun isinya.
Penulis
II
Daftar isi
Halaman judul..........................................................................................................................I
KATA PENGANTAR.............................................................................................................II
DAFTAR ISI..........................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu ibadah
yang sangat agung. Ia termasuk dalam amalan-amalan ringan yang sangat besar
pahala dan keutamaannya. Seorang muslim yang setia dan mencintai Nabi shallallahu
alaihi wasallam dengan baik dan benar akan senantiasa memperbanyak sholawat dan
salam kepada beliau sesuai dengan bacaan yang diajarkan dan dicontohkan oleh
beliau. Namun disisi lain bersolawat kepada nabi tidaknya secara sembarangan
diucapkan, para ulama memberikan beberapa hukum dalam membaca solawat. Tak
lain yaitu pengucapan solawat pada gerakan solat yaitu pada gerakan tasyahud.
Dengan ini penulis memberikan wawasan sedikit tentang solawat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan cara membaca bacaan solawat yang baik dan benar?
2. Bagaimana pengertian sayyidina dalam islam?
3. Bagaimana hukum penempatan bacaan sayyidina dalam solat?
4. Bagaimana faedah atau keutamaan dalam membaca solawat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian dan cara membaca bacaan solawat yang
baik dan benar
2. Untuk mengetahui bagaimana pengertian sayyidina dalam islam
3. Untuk mengetahui bagaimana hukum penempatan bacaan sayyidina dalam solat
4. Untuk mengetahui Bagaimana faedah atau keutamaan dalam membaca solawat
4
BAB II
PEMBAHASAN
Sholawat menurut bahasa ialah ada dua makna yakni do’a atau mendoakan agar
diberkahi, adapun yang kedua ialah beribadah kepada Allah SWT semata-mata untuk mencari
ridoNya. Adapun menurut istilah sholawat merupakan puji-pujian yang ditujukan kepada
baginda Rasulullah saw, sesuai dengan firman Allah SWT yang tercantum dalam surat al-
Ahzab ayat 56
Menurut Imam Qurthuby ayat ini menjelaskan bahwa Allah memuliakan Rasul-Nya
baik semasa hidup maupun setelah beliau wafat, disebutkan pula kedudukan beliau; selain itu
dengan ayat ini pula Allah membersihkan seluruh kesalahan diri dan keluarga beliau.
Sehingga, makna shalawat Allah atas beliau adalah rahmat dan ridha-Nya, adapun shalawat
dari malaikat adalah do’a dan istighfar, sedangakan shalawat dari umatnya adalah do’a dan
menghormati serta mengagungkan perintahnya.
ال تجعلوا بيوتكم وال تجعلوا قبري عيدا و صلوا: قال رسول هللا صلّى هللا عليه و سلّم:عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال
ّ عل ّي
فإن صالتكم تبلغني حيث كنتم
Dari Abu Hurairah bersabda: “ Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kunuran,
dan jangnalah kalian menjadikan kunuranku sebagai tempat perayaan, bersholawatlah
kepadaku karena sesungguhnya ucapan sholawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun
kalaian berada”. (HR. Abu Daud) dengan sanad Hasan
5
2. cara membaca solawat yang baik dan benar
Bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu ibadah yang
sangat agung. Ia termasuk dalam amalan-amalan ringan yang sangat besar pahala dan
keutamaannya. Seorang muslim yang setia dan mencintai Nabi shallallahu alaihi wasallam
dengan baik dan benar akan senantiasa memperbanyak sholawat dan salam kepada beliau
sesuai dengan bacaan yang diajarkan dan dicontohkan oleh beliau. Untuk mengetahui
bagaimana cara bershalawat yang benar kepada Nabi akan diuraiakn sebagai berikut
a. Pertama: Nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ketika nama tersebut disebut
maka kita dianjurkan untuk membaca salawat, adalah semua nama dan gelar beliau,
termasuk kun-yah beliau (nama lain yang diawali dengan “Abu” atau “Ummu”).
Seperti: Nabi, Rasul, Rasulullah, Muhammad, Abul Qasim (kun-yah beliau),
Nabiyullah, atau yang lainnya.
b. Kedua: Cara salawat yang benar adalah dengan mengikuti cara Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Namun, ada beberapa keadaan yang menyebabkan bersalawat
menjadi wajib atau sunnah, di antaranya: Ketika tasyahud akhir: wajib untuk
bersalawat, Ketika dalam majelis (berkumpulnya beberapa orang untuk mengobrol):
wajib untuk bersalawat, menurut sebagian ulama, Ketika hari Jumat: dianjurkan
memperbanyak salawat, Seusai mendengar azan: dianjurkan untuk bersalawat, Ketika
berdoa: dianjurkan untuk mengawalinya atau mengakhirinya dengan salawat.
c. Ketiga: Lafal salawat, yang paling ringkas dan sesuai sunnah, disebutkan dalam hadis
riwayat Bukhari dan Muslim, “Dari Ka’ab bin Ujrah radhiallahu ‘anhu, bahwa para
sahabat pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kami telah memahami tata cara memberi
salam kepada Anda, lalu bagaimana cara memberi salawat kepada Anda?’ Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ucapkanlah,
Keterangan:
b. Ini adalah salawat terbaik karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajarkannya
sendiri kepada para sahabat.
6
B. Pengertian sayyidina dalam islam
Salah satu hal yang sejak dahulu sampai saat ini menjadi perdebatan di kalangan umat
Islam adalah penambahan kata sayyidina yang bisa diartikan sebagai tuan atau baginda dalam
bershalawat kepada Nabi atau dalam menuturkan nama mulia beliau di luar shalawat.
Sebagian kaum muslimin enggan menambahkan kata sayyidinâ di depan nama Muhammad
dan sebagian yang lain lebih suka menambahkan kata tersebut sebelum mengucapkan nama
sang nabi. Salah satu alasan bagi mereka yang enggan menambahkan kata sayyidinâ
adalah karena Rasulullah tidak menyebutkan kata itu ketika mengajarkan bacaan shalawat
kepada para sahabat. Mereka ingin mengamalkan apa yang diajarkan oleh beliau apa adanya
tanpa tambahan apa pun. Sebagaimana diketahui bahwa ketika sahabat menanyakan perihal
bacaan shalawat maka Rasulullah mengajarkan sebuah bacaan shalawat dengan kalimat yang
tidak ada kata sayyidinâ di dalamnya. Saat itu Rasulullah bersabda:
Artinya: “Ucapkanlah Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad.” (Muslim bin Al-Hajjaj An-
Naisaburi, Shahîh Muslim, [Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.], juz IV, hal. 305) Atas dasar
ajaran dan perintah Rasulullah inilah mereka tidak menambahkan kata sayyidinâ dalam
bershalawat, pun dalam menyebutkan nama beliau di luar shalawat.
Adapun kelompok yang menambahkan kata sayyidinâ mereka tidak hanya melihat
pada satu dalil hadits di atas namun juga memperhatikan banyak dasar dan alasan yang
mendukungnya. Di antara beberapa dalil yang menjadi rujukan mereka adalah sebagai
berikut: Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Artinya: “Saya adalah sayid (tuan)-nya anak Adam di hari kiamat.” (Muslim bin Al-
Hajjaj An-Naisaburi, Shahîh Muslim, [Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.], juz IV, hal. 1782)
Dalam riwayat yang lain--sebagaimana dituturkan Imam Nawawi dalam Al-Minhaj ada
tambahan kalimat wa lâ fakhra (tidak sombong) untuk menjelaskan bahwa penuturan Rasul
tentang ke-sayyid-annya bukan sebagai sikap kesombongan. Pernyataan Rasulullah tentang
ke-sayyid-annya ini disampaikan kepada umatnya sebagai rasa syukur kepada Allah atas
pemberian nikmat berupa kedudukan yang agung ini. Sebagaimana Allah memerintahkan
agar menceritakan nikmat yang diberikan-Nya kepada orang lain; wa ammâ bi ni’mati
Rabbika fa haddits.
7
Pengakuan Rasulullah ini menjadi perlu agar kita sebagai umatnya memahami pangkat dan
kedudukan beliau kemudian memperlakukan beliau sebagaimana mestinya serta
mengagungkannya sesuai dengan pangkat dan kedudukannya yang tinggi itu.
Menambah kata "Sayyid" pada bacaan Shalawat kepada Nabi SAW menurut Imam
Abu Hanifah, Malik dan Syafi'i sepakat memberlakukan tambahan kata tersebut. Hal ini demi
mengagungkan beliau dan karena lebih mengutamakan sopan santun (adab) di atas mengikuti
perintah yang menyebutkan: "Bacalah Allahumma shalli 'Ala Muhammad….."
Tetapi Imam Ahmad bin Hanbal lebih mengutamakan mengikuti perintah di atas
sopan santun, sekalipun Imam Ahmad sendiri selalu menambahkan kata Sayyid. Beliau
hanya bermaksud melebih mengutamakan mengikuti Sunnah Nabi, karena siyadah Rasulullah
SAW sudah merupakan hal yang muttafaq.
Bahwa beliau adalah "Sayyid" (pemuka) orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian di
dunia dan di akhirat, seperti dalam hadits berikut:
"Aku adalah pemuka anak Adam dan tidak ada rasa bangga."
Para ulama berkata: Adapun hadits ( ال تسيدونى فى الصالةjanganlah kamu semua menyebutkan
Sayyid dalam membaca shalawat), maka hadits ini batil, tidak ada asalnya, bahkan maudhu'
(palsu). Redaksi hadits ini salah menurut bahasa Arab, karena dalam bahasa Arab tidak ada
kata ساد – يسيدyang ada adalah ساد – يسود.
Padahal Nabi Muhammad SAW tidaklah salah dan tidak pula membuat kesalahan.
Menyandarkan kesalahan kepada Nabi Muhammad SAW adalah suatu kesalahan besar dan
pelakunya dikhawatirkan masuk ancaman sebagaimana dalam sabda beliau:
Dalam Buku 77 Tanya-Jawab Seputar Shalat karya Ustaz Abdul Somad (UAS) juga
disebutkan bahwa Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi'i menganjurkan mengucapkan
"Sayyidina" pada bacaan Shalawat karena memberikan tambahan pada riwayat adalah salah
satu bentuk adab, maka lebih utama dilakukan daripada ditinggalkan.
8
Adapun dalil menyebut "Sayyidina" sebelum nama Nabi Muhammad لمžžه وسžžلى هللا عليžžص
disebutkan dalam Al-Qur'an: "Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu
seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebagian (yang lain)..." (QS. An-Nur: Ayat 63).
Shalawat merupakan salah satu bacaan wirid yang sangat dianjurkan. Dalam shalat
sendiri, membaca shalawat merupakan rukun yang harus dikerjakan saat tahiyat akhir.
Namun, shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah tidak ada menyebutkan kata “Sayyidina”.
Lantas bagaimana hukumnya menambahkan kata “Sayyidina” dalam bacaan shalawat,
terutama ketika dilakukan dalam shalat?
Penambahan kata “Sayyidina” bukan hal baru yang dilakukan oleh umat Islam saat
ini. Penambahan kata “Sayyidina” sudah terjadi sejak dahulu di masa para ulama salaf.
Karena itu, banyak ditemukan penjelasan-penjelasan para ulama mengenai hukum
penambahan kata “Sayyidina”.
9
Pendapat kedua adalah ulama yang lebih mengutamakan mengikuti perintah sehingga
berpendapat bahwa yang lebih baik tidak menambahkan kata “Sayyidina” dalam bacaan
shalawat, tapi mencukupkan sesuai dengan redaksi yang terdapat dalam hadis.
Terlepas dari sudut pandang apapun yang kita ikuti, menambahkan atau tidak
menambahkan kata “Sayyidina” dalam bacaan shalawat masing-masing memiliki dasar
pengambilan hukum. Karena itu perdebatan mengenai penambahan kata “Sayyidina” sudah
tidak perlu diperpanjang. Dalam sebuah qaidah fikih disebutkan bahwa urusan khilafiah tidak
boleh diingkari, yang boleh diingkari hanya permasalahan yang sudah disepakati hukumnya
oleh ulama. Bagi yang lebih condong pada pendapat yang tidak menambahkan kata
“Sayyidina” tidak perlu mencela yang menyebutkan kata “Sayyidina”, demikian pula
sebaliknya.
Sungguh, setiap apa yang Allah perintahkan sudah sangat pasti Allah persiapkan pula
pahala bagi siapa yang mengamalkannya. Adapun keutamaan dan faedah shalawat kepada
Rasulullah diantaranya:
ِ ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ أَ َّن َرسُوْ َل هللاr صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َع ْشرًا َّ َصلَّى َعل
َ ًي َوا ِح َدة َ قَا َل َم ْن
“Dari abu hurairah bahwasannya Rasulullah bersabda: barang siapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, niscaya Allah akan bershalawat kepadannya sepuluh kali.”
ْ َّت َوحُط
ت َ صلَّي هللاُ َعلَ ْي ِه َع ْش َر
ٍ صلَ َوا َ ًاح َدة
ِ صاَل ةً َو َّ َصلَّى َعل
َ ي َ َم ْن: صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم َ َال ق
َ ِال َرسُوْ ُل هللا ٍ ِأَنَسُ بْنُ َمال
َ َك ق
ت لَهُ َع ْش َر د ََر َجات ٍ َع ْنهُ َع ْش َر خَ ِط ْيئَا
ْ ت َو ُرفِ َع
10
“Abas bin malik berkata, telah bersabda Rasulullah r baranga siapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali dan dihapus
darinya sepuluh kesalahan, diangkat baginya sepuluh derajat.”(HR. an-Nasa’i)
َب هللاُ َع َّز َو َج َّل لَهُ بِهَا َع ْش َر َحسنات ِ صلَّى َعلَي ُم َّرةً َو
َ اح َدةً َكت َ ِع َْن أَبِ ْي هُ َر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َرسُوْ ُل هللا
َ َم ْن:صلَّى هللاُ َعلَيْه َو َسلَّ ْم
ِ ع َْن َع ْب ِد هللاِ ْب ِن َم ْسعُوْ ٍد أَ َّن َرسُوْ َل هللاr ًصاَل ة َّ َاس بِ ْي يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة أَ ْكثَ ُرهُ ْم َعل
َ ي ِ َّ أَوْ لَى الن: قَا َل
Dari abdullah bin mas’ud, bahwasannya Rasulullah rbersabda :“Manusia yang paling
utama denganku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku.”
9. Shalawat menjadi sebab seseorang memperoleh shalawat dari Allah dan para
malaikat-Nya. (Al-ahzab : 43)
“Abdullah bin ‘amru berkata, barangsiapa yang bershalawat kepada Rasulullahr satu
kali, niscaya Allah dan para malaikat-Nya akan bershalawat kepadanya tujuh puluh kali.”
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sholawat menurut bahasa ialah ada dua makna yakni do’a atau mendoakan agar
diberkahi, adapun yang kedua ialah beribadah kepada Allah SWT semata-mata
untuk mencari ridoNya Dalil yang mensyari’atkan bersholawat terdapat pada QS
Al-Ahzab ayat 56 dan juga hadits nabi
2. Dalam memaa solawat tidak semena mena membacana ada aturan tersendiri
dalam berucap, sepeti halnya membaca solawat disertai dengan membaca
sayyidina, sayyidina ini tak lain merupakan gelar diperuntukan kepada rosullullah.
3. Ada berbagai macam Hukum membaca sholawat. Seperti wajib membaca solawat
ketika membaca tasyahud, kemudian setiap kali mendengar dan menulis nama
nabi.
4. Dalam makalah ini juga terdapat beberapa Faedah dan keutamaan shalawat
kepada rasulullah diantaranya: Mendapatkan sepuluh shalawat dari Allah untuk
setiap kali satu shalawat kepada Rasulullah, Diangkat baginya sepuluh derajat,
dan dihapus darinya sepuluh keburukan dll.
B. Saran
Makalah ini sepenuhnya belum sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah.
Oleh karena itu, untuk kesempurnaan makalah ini perlu adanya kritik yang konstruktif dari
para pembaca demi sempurnanya makalah ini
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Bahstul Masail PCNU Jember, Tim. 2008. Membongkar Kebohongan Buku “mantan
kiai NU menggugat sholawat & dzikir syirik (H. Mahrus Ali). Jember: Khalista
2. Abu Mu’awiyah, Hammad. 2007. Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi. Gowa:
Maktabah al-Tsariyah.
3. Ali, Mahrus. 2007. Mantan kiai NU menggugat sholawat & dzikir syirik. Surabaya:
Laa Tasyuki.
4. https://islam.nu.or.id/post/read/101699/tambahan-kata-sayyidina-dalam-shalawat-nabi
13