Disusun oleh :
FAKULTAS USHULUDDIN
2021
1
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................................................. 3
BAB II ....................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 4
BAB III.................................................................................................................................... 17
PENUTUP ............................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Qiraat merupakan suatu mazhab pembaca al-Qur’an yang dianut oleh para qari, yang
antara satu sama lain saling berbeda. Perbedaan tersebut telah muncul semenjak
Rasulullah saw masih hidup. Diantara sebab terjadinya perbedaan tersebut adalah selain
al-Qur’an itu diturunkan dalam tujuh huruf, al-Qur’an juga diturunkan ditengah-tengah
bangsa Arab yang komunitasnya berbahasa Arab. Bangsa Arab memiliki lahjah (dialek)
yang beragam antara satu kabilah dengan kabilah yang lain, baik dari segi intonasi,
bunyi maupun hurufnya saling berbeda. Keberagaman dialek-dialek tersebut akan
menjadi lebih sempurna kemukjizatan al-Quran apabila dapat menampung berbagai
dialek dan macam- macam cara membaca Al-Qur’an sehingga memudahkan mereka
untuk membaca, menghafal dan memahaminya. Keberagaman dialek tersebut
merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari sehingga Rasulullah sendiri
membenarkan pembacaan Al-quran dengan berbagai macam bacaan (qira'ah) sehingga
pada akhirnya muncul istilah qiraah diantaranya adalah qiraat sab’ah. Sementara ahruf
sab’ah merupakan semacam kaedah-kaedah yang terkandung dalam susunan bahasa
Al-Qur’an yang para ulama berbeda pendapat dalam memaknainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa arti turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf ?
2. Apa perbedaan Ahruf Sab’ah dan Qira’ah Sab’ah ?
3. Apa hukum Qira’ah Sab’ah ?
4. Bagaimana Biografi Imam Qira’ah Sab’ah ?
5. Apa saja hikmah turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf ?
C. Tujuan
1. Mengetahui arti turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf ?
2. Mengetahui perbedaan Ahruf Sab’ah dan Qira’ah Sab’ah ?
3. Mengetahui hukum Qira’ah Sab’ah ?
4. Mengetahui Biografi Imam Qira’ah Sab’ah ?
5. Mengetahui hikmah turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
"Jibril membacakan(Al-Qur'an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku
meminta agar huruf itu ditambah, Ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf"
(H.R. Al-Bukhari, Muslim dan yang lain)
Ubay bin Ka'ab berkata, "Ketika Nabi berada di dekat parit Bani Ghifar, ia didatangi
Jibril seraya berkata, "Allah memerintahkanmu agar membacakan al-Qur'an kepada umatmu
dengan satu huruf". Beliau berkata, "Aku memohon kepada Allah ampunan-Nya, karena
umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu". Kemudian Jibril datang lagi untuk yang kedua
kalinya dan berkata, "Allah memerintahkanmu agar membacakan al-Qur'an kepada umatmu
dengan dua huruf". Nabi menjawab, "Aku memohon ampunan-Nya, umatku tidak kuat
melaksanakannya". Jibril lalu datang lagi untuk yang ketiga kalinya dan berkata, "Allah
memerintahkanmu agar membacakan al-Qur'an kepada umatmu dengan tiga huruf". Nabi tetap
menjawab, "Aku memohon ampunan kepada Allah, sebab umatku tidak dapat
melaksanakannya". Kemudian Jibril datang lagi untuk yang keempat kalinya seraya berkata,
"Allah memerintahkanmu agar membacakan al-Qur'an kepada umatmu dengan tujuh huruf,
dengan huruf mana saja mereka membaca, mereka tetap benar".
Dari Umar bin Khatab, ia berkata "Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat al-
Furqon di masa Rasulullah. Aku perhatikan bacaannya. Tiba-tiba ia membacanya dengan
banyak huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga aku hampir saja
melabraknya di saat ia sholat, tetapi aku urungkan. Maka aku menunggunya sampai salam.
4
Begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya, 'Siapakah yang mengajarkan
bacaan surat itu kepadamu?' Ia menjawab, 'Rasulullah yang membacakannya kepadaku'. Lalu
aku katakan kepadanya, 'Kamu dusta! Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga
kepadaku surat yang sama, tetapi tidak seperti bacaanmu. Kemudian aku bawa dia menghadap
Rasulullah, dan aku ceritakan kepadanya bahwa aku telah mendengar orang ini membaca surat
al-Furqon dengan huruf-huruf(bacaan) yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal
engkau sendiri telah membacakan surat al-Furqon kepadaku. Maka Rasulullah berkata,
"Lepaskan dia, hai Umar. Bacalah surat tadi, wahai Hisyam!" Hisyampun kemudian
membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi. Maka kata Rasulullah, "Begitulah surat itu
diturunkan." Ia berkata lagi : "Bacalah, wahai Umar!" Lalu aku membacanya dengan bacaan
sebagaimana diajarkan Rasulullah kepadaku. Maka kata Rasulullah, "Begitulah surat itu
diturunkan. Sesungguhnya al-Qur'an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan
huruf yang mudah bagimu diantaranya"1
Kemudian makna tersendiri dari sab'atu ahruf secara bahasa yaitu kata sab’ah berarti
tujuh, dan ahruf adalah bentuk jama’ dari kata harf yang berarti huruf. Lalu para ulama
mengemukakan beberapa perbedaan pendapat saat kata sab'ah ini digabungkan dengan kata
ahruf . Sebagian mereka berpendapat bahwa makna sab'ah adalah untuk memperluas dan
mempermudah, bukan pembatasan bilangan pasti. Lafal sab'ah digunakan untuk kata
bermakna banyak, seperti lafal sab'una yang berarti berpuluh-puluh dan al sab'u mi'ah berarti
beratus-ratus. Bukan sebagai bilangan tertentu.
Al-Sayuthi, Ibnu Hibban dan sebagian ulama besar berpendapat bahwa lafal sab'ah
menunjukkan kepada bilangan tertentu, yaitu tujuh. Subhi al-Shalih berpendapat bahwa tidak
masuk akal, jika lafal sab’ah tidak menunjukkan kepada bilangan tertentu, apalagi jika kita
teliti dengan cermat, hadis itu membicarakan masalah yang mempunyai hubungan dengan
wahyu dan cara turunnya. Tentu saja Rasul Saw. dalam masalah ini, tidak mungkin
menyembunyikan maksudnya, dan tidak mungkin menyebutkan bilangan yang tidak
mempunyai maksud tertentu, sebab hadis yang dinukil oleh para sahabat itu, mempunyai kaitan
yang erat dengan keyakinan. Maka jelas bahwa sab'ah disini bermakna bilangan tertentu yaitu
tujuh.2
Di dalam al-Qur’an dan hadits, tidak terdapat nash yang menerangkan makna dan maksud
dari sab’atu ahruf tersebut, maka dari itu para ulama berbeda pendapat dalam memaknainya.
1 Aunur Rafiq el-Mazni. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an. (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,2005). Terjemah Mabahits fii ulumil Qur'an. Hlm. 195-196
2 Zumrodi. QIRAAT SAB’AH: Pemaknaan dan Varian Bacaannya. (Hermeunetik, Vol. 8, No. 1, Juni 2014). Hlm. 74
5
B. Perbedaan Ahruf Sab’ah dan Qiraat Sab’ah
Ahruf sab’ah dan qiraat sab’ah merupakan suatu hal yang terdapat dalam pembahasan
ilmu ulumul Qur’an. Kedua istilah tersebut memiliki perbedaan tersendiri. Namun keduanya
sangat berkaitan. Istilah ahruf sab’ah telah ada sejak Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, hal tersebut sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam sabda Nabi
Muhammad saw yang menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dalam Tujuh Huruf.
Sementara makna dari tujuh huruf tersebut para ulama berbeda pendapat sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya.
Adapun qiraat sab’ah adalah istilah yang muncul berkaitan dengan bacaan para imam
Qurra dalam melafazkan bacaan-bacaan Al-Qur’an. Istilah qiraat Sab’ah tersebut muncul
ketika banyak bermunculan macam-macam bacaan Al- Qur’an. Kemudian oleh para imam-
imam Qurra tersebut melakukan penelitian dengan beberapa ketentuan yaitu kesesuaian qiraat
tesebut dengan kaidah bahasa Arab, sesuai dengan mushaf Usmani, dan shahih sanadnya.
Berdasarkan syarat- syarat tersebut maka pada akhirnya ditetapkan tujuh orang imam dan
bacaannya yang sesuai dengan syarat qiraat yang mutawatir.
6
Dengan demikian, secara keseluruhan Al- Qur’an mencakup ke tujuh bahasa tersebut. Namun
bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan setiap bahasa, tetapi tujuh bahasa itu tersebar dalam
Al-Qur’an.
Diantara Ulama yang lain mengatakan bahwa tujuh huruf itu adalah tujuh aspek hukum
yaitu perintah, larangan, halal, Haram, muhkam, Mutasyabih, dan Amtsal. Selain itu ada juga
yang menjelaskan tujuh aspek hukum tersebut adalah muhkam, mutasyabih, Nasikh, mansukh,
khas, ‘am dan qashash. Ada juga ulama yang lebih mengkhususkan lagi seperti Imam Abu Al-
Fadl Al-Razi menjelaskan bahwa keragaman lafaz atau kalimat yang terdapat dalam Al-Qur’an
tidak terlepas dari tujuh hal berikut5 yaitu:
1. Keragaman yang berkenaan dengan ( )االسمatau kata benda seperti mufrad, jamak, muzakkar
dan muannas, sebagai contoh dalam Al-Qur’an surat Al- Mukminun ayat 8
“Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya,” (QS.
Al-Mu’minun 23: Ayat 8)
Lafaz ألمنتهمdalam ayat tersebut dapat dibaca dalam bentuk mufrad yaitu ألمانتهمdan dapat
juga dalam bentuk jamak yaitu ألماناتهم
2. Keragaman yang berkenaan dengan Fiil. Yaitu Fiil Madhi, Mudhari’ dan Fiil Amar. Seperti
dalam Al-Qur’an surat Saba’ ayat 19
َي ٰه ِذ ِه اللّٰهُ بَ ْعدَ َم ْوتِ َها ۚ فَا َ َماتَهُ اللّٰهُ ِمائَة ُ ع ٰلى
ٖ ْع ُر ْو ِش َه ۚا قَا َل اَنّٰى يُح َ ٌِي خَا ِويَة ٰ َ ِي َم َّر
َ على قَ ْريَ ٍة َّوه ْ ا َ ْو َكالَّذ
َامك َ ظ ْر ا ِٰلى
ِ ط َع َ َض يَ ْو ٍۗم قَا َل بَ ْل لَّ ِبثْتَ ِمائَة
ُ ع ٍام فَا ْن َ ع ٍام ث ُ َّم بَ َعثَهٗ ۗ قَا َل َك ْم لَ ِبثْتَ ۗ قَا َل لَ ِبثْتُ يَ ْو ًما ا َ ْو بَ ْع
َ
5 Hasanuddin, Anatomi Al Qur’an; “perbedaan Qiraat dan pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Al-Qur’an” ( Jakarta: PT RajaGrafindo Oersada, 1995) hlm 99-
103.
7
ُ ْف نُ ْنش ُِزهَا ث ُ َّم نَ ْك
س ْوهَا َ ظ ْر اِلَى ْال ِع
َ ظ ِام َكي ُ اس َوا ْن ِ ظ ْر ا ِٰلى ِح َم
ِ َّار ۗكَ َو ِلنَجْ عَلَكَ ٰايَةً ِلّلن ُ سنَّ ْه ۚ َوا ْن
َ َ َوش ََرابِكَ لَ ْم يَت
َيءٍ قَ ِدي ٌْرْ ع ٰلى ُك ِّل ش َ َلَحْ ًما ۗ فَلَ َّما تَبَيَّنَ لَهٗ قَا َل ا َ ْعلَ ُم ا َ َّن اللّٰه
Huruf dzai ( ) زpada kalimat ننشزهاdalam ayat tersebut diganti dengan Ra ( ) رsehingga
bacaannya menjadi ننشرها
4. Keragaman dalam bentuk Taqdim dan ta’khir yaitu mendahulukan dan mengakhirkan.
Contohnya QS. Qaff: 19
Ayat tersebut dapat dibaca dengan mendahulukan lafaz ق ِ ّ ْال َحdan mengemudiankan lafaz
ِ ْال َم ْوsehingga ayat tersebut menjadi ت
ت ِ ق بِ ْال َم ْو
ِ ّ س ْك َرة ُ ْال َح ْ َو َج ۤۡا َء
َ ت
5. Keragaman dari segi I’rab ( )االعرابyaitu kedudukan atau status suatu lafaz tertentu dalam
suatu kalimat, seperti yang terdapat dalam firman Allah
Lafaz المجيدdalam ayat tersebut berkedudukan sebagai sifat dari ذو وصفdan dapat juga
berkedudukan sebagai sifat dari العرشbunyi ayat tersebut menjadi ذوالعرش المجيد
6. keragaman dalam bentuk penambahan الزيادةatau pengurangan النقصmaksudnya adanya
penambahan atau pengurangan pada lafaz-lafaz tertentu dalam suatu kalimat seperti dalam
firman Allah
Kalimat َو َما َخلَقَ الذَّك ََر َو ْاالُ ْن ٰث ٓىdapat dibaca dengan mengurangi lafaz ما خلقSehingga bunyi
ayat tersebut menjadi َوالذَّك ََر َو ْاالُ ْن ٰث ٓىdalam contoh lain dalam surat At- Taubah
ي تَحْ ت َ َها ْاالَ ْنهٰ ُر ٰخ ِل ِديْنَ فِ ْي َها ٓ اَبَدًا ٰۗذلِكَ ْالفَ ْو ُز ْالعَ ِظ ْي ُم ٍ ّٰعدَّ لَ ُه ْم َجن
ْ ت تَجْ ِر َ َ َوا
Lafaz تحتهاdalam ayat tersebut dapat dibaca dengan menambah lafaz منsehingga bunyi
ayat tersebut menjadi ي من تَحْ تَ َها ْاالَ ْنهٰ ُر
ْ تَجْ ِر
8
7. Keragaman yang berkenaan dengan lahjah seperti izhar, idgham, tafkhim, tarqiq, imalah,
dan lain-lain yang terdapat dalam firman Allah.6
Huruf تpada lafaz أتكdan huruf سpada lafaz موسىdapat dibaca dengan imalah امالة
sehingga bunyi ayat tersebut menjadi Hal ateka muse
Kalimat ومنهمdalam ayat tersebut di idghamkan kepada lafaz منakan tetapi dapat juga
dibaca dengan tanpa idgham yaitu dengan menshilah Mim Jamak sehingga bacaannya
menjadi ومنهمو من يلمزك
Pendapat Imam Arrozi inilah yang kiranya yang rajih diantara pendapat yang lain,
dengan alasan tujuh sisi diatas banyak ditemui dalam disiplin ilmu ini.7
6 Suarni, “AHRUF SAB’AH DAN QIRAAT SAB’AH”. Jurnal Al-Mu‘ashirah Vol. 15, No. 2, Juli 2018 hlm. 170
7 M. Imamul Umam, “AHRUF SAB’AH DAN QIRAAT”. Jurnal Al-Irfani, vol.5 no 1, 2019 hlm.31
9
`Asim Kufah - 127 Syu`bah Khafsun
Menurut para ulama syarat-syarat qira`at yang shahih adalah sebagai berikut:
2. Qira`at sesuai dengan salah satu mushaf Ustmani, meskipun hanya mendekati saja.
3. Qira`at itu isnadnya harus shahih, sebab qira`at merupakan sunnah yang diikuti yang
didasarkan pada penukilan dan keshahihan riwayat8
8 Manna al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2004), hal. 216 - 221
10
Jundub, Yazid ibn Ruman, Abdullah bin Ayash dari Umar bin Khatab. (3) Muhammad Ibn
Muslim ibn Shihab az-Zuhri dari Sa’id ibn Musayyab dari Abu Musa Al-Asya’ri . Adapun
Ubay bin Ka’ab, Said bin Tsabit, dan Abu Musa Al-‘Asyari mereka semua menerima
qira’at yang mereka ajarkan dari Rasulullah.9
Banyak orang yang meriwayatkan qira’at Nafi’. Baik sekedar di dengar atau dibaca
langsung. Mereka dating dari Mekah, Syam, Mesir, Basrah dan lain lain. Diantara orang
yang membaca al-qur’an kepada nya Malik bin Annas (salah satu Imam Madzhab yang
empat). dua orang perawi yang terkenal telah meriwayatkan qira’at Nafi’ adalah :
a) Qalun, nama lengkapnya adalah Isa bin Maina’ al-Madani maula Bani Zahrah dan
memiliki nama laqab Qalun Beliau adalah anak tiri Imam Nafi’ yang berkebangsaan
Romawi. Kata Qalaun sendiri merupakan bahasa Romawi yang berarti bagus Alasan
Imam Nafi’ memberinya julukan dengan nama qalun tersebut, karena keindahan
suaranya Qalun membaca Al-Qur’an kepada Nafi’ tahun 150 H pada masa khalifah
Abu Ja’far Al-Jika ada seorang yang membaca Al-Qur’an kepada nya, Qalun dapat
mengetahui kesalahan nya melalui gerakan mulutnya. Beliau wafat pada 220 H/ 835 M
dalam usia hampir seratus tahun. Jalur riwayat qalun berasal dari Abu Nashid
Muhammad ibn Harun.
b) Warsy, nama lengkapnya dalah Utsman bin Sa‟id al-Mishry yang memiliki nama laqab
Warsy. Lahir di Mesir pada tahun 110 H/ 728 M dan wafat di Mesir 169 H/ 785 M. Arti
kata warsy dalam bahasa Arab adalah sebuah nama untuk salah satu jenis keju. Alasan
mengapa Imam Nafi’ memberinya julukan dengan istilah tersebut karena warsy
memiliki warna kulit yang putih seperti keju. Warsy berasal dari Qoiruwan kemudian
pergi ke madinah untuk membaca al-qur’an sesuai apa yang diajarkan oleh Nafi’. Jalur
riwayat Warasy berasal dari Abu Ya’qub Yusuf al-Razaq.10
9 Abd al-Fatah al-Qadhî, al-Budûr al-Zahirah fî al-Qira’at al-‘Asyr al-Mutawatirah (Kairo: Maktabah al-Azhar, 2005), hlm. 7
10 Abd al-Fatah al-Qadhî, al-Budûr al-Zahirah fî al-Qira’at al-‘Asyr al-Mutawatirah... hlm. 9
11
11
H/ 665 M dan wafat di Makkah juga pada tahun 120 H/ 737 M. Perawi terkenal
madzhab qira’at ini adalah :
1) al-Bazzi. nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Abdillah bin Qasim
bin Nafi’ bin Abi Bazzah al-Makki al-Makhzumi. Beliau lahir pada tahun 170 H /
786 M dan wafat pada tahun 250 H/ 864 M. Selain sebagai ulama ilmu qira’at beliau
juga merupakan mu’adzin Masjid al-Haram. Al-Bazzi tidak langsung meriwayatkan
qira’atnya dari Imam Ibnu Katsir, melainkan melalui perantara Ikrimah bin
Sulaiman, dari Isma’il bin Abdillah al-Qisth, dari Syibl bin Abbad, dari Ibnu Katsir.
2) Qunbul, nama lengkapnya adalah Abu Amr Muhammad bin Abdirrahman bin
Muhsin bin Khalid bin Sa‟id al-Makhzumi al-Makki. Beliau lebih dikenal dengan
nama laqab Qunbul. Lahir pada tahun 195 H/ 810 M dan wafat pada tahun 291 H/
903 M. Beliau meriwayatkan qira’at dari Imam Ibnu Katsir melalui perantara Ahmad
al-Qawwas, dari Abu al-Ikhrith Wahb bin Wadhih. dari Isma’il bin Abdillah al-
Qisth, dari Syibl bin Abbad dan Ma‟ruf bin Misykan, dari Ibnu Katsir. dari Isma‟il
bin „Abdillah al-Qisth, dari Syibl bin „Abbad dan Ma‟ruf bin Misykan, dari Ibnu
Katsir.12
c. Abu ‘Amr al-Bashri.
Nama lengkapnya Zayyan bin ‘Ala bin Ammar bin Aryan al-Muzani at-Tamimi
al-Bashr. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qira’at Bashrah. Beliau telah
meriwayatkan qira’atnya dari beberapa ulama generasi tabi’in. Beliau lahir di
Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya berangkat ke
Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.13
Murid beliau banyak sekali, yang terkenal adalah Yahya bin Mubarak bin
Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah kedua perawi qira’at Abu’Amr
menerima qira’atnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusi (w. 261 H).
1) Al-Duuri, nama lengkapnya adalah Abu ‘Umar Hafsh bin ‘Umar bin Abd al-
Aziz bin Shahban al-Duuri al-Azdi al-Baghdadi. Beliau adalah seorang tuna
netra yang lebih terkenal dengan nama julukan al-Duuri. Beliau wafat pada
246 H/ 860 M.
11 Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar alMuqri’ al-Muntahi, (Kairo: Maktabah al-Babi al-Halabi, 1954), hlm. 10.
12 Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar alMuqri’ al-Muntahi, hlm. 10.
13 Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al’Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar alMuqri’ al-Muntahi. hlm. 11
12
2) Al-Suusi, nama lengkapnya adalah Abu Syu‟aib Shalih bin Ziad bin ‘Abdillah
al-Susi al-Raqyi. Beliau lebih masyhur dengan sebutan al-Susi. Beliau wafat
pada tahun 261 H/ 874 M.14
d. Imam Ibnu ‘Amir asy-Syami
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Amir bin Yazid bin Tamim bin
Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu Amr, ia termasuk golongan
tabi’in. Beliau adalah imam qira’at negeri Syam, lahir pada tahun 8 H, wafat pada
tahun 118 H di Damsyik. Ibn Amir menerima qira’at dari Mughirah bin Abu Syihab,
Abdullah bin Umar bin Mughirah al-Makhzumi dan Abu Darda dari ‘utsman bin
‘affan dari Rasulullah SAW.15
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qira’atnya yang terkenal adalah :
1) Hisyam, nama lengkapnya adalah Abu al-Walad Hisyam bin „Ammar bin Nashir
al-Sulami ad-Dimasyqi, yang lebih masyhur dengan sebutan Hisyam. Beliau
lahir pada tahun 153 H/ 770 M dan wafat pada tahun 245 H/ 859 M. Beliau tidak
langsung menerima qira’at dari Ibnu Amir, melainkan melalui perantara ‘Irak al-
Maruzi, dari Ayyub bin Tamim, dari Yahya al-Zumari dari Ibnu ’Amir.16
2) Ibnu Dzakwan, nama lengkapnya adalah Abu ‘umar ‘abdullah bin Ahmad bin
Basyir bin Dzakwan. Lahir pada tahun 173/ 789 dan wafat pada tahun 242 H/ 56
M. Beliau lebih terkenal dengan nama laqab Ibnu Dzakwan. Beliau mendapatkan
qira’at melalui perantara Ayyub bin Tamim, Yahya bin Harits, dari Ibnu ’Amir
17
13
yang menjadi perawi qira’atnya yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafsh
(w. 180H).
1) Syu’bah, nama lengkapnya adalah Su‟bah bin Ayyasy bin Salim al-Hannath
alAsadi al-Kufi. Lahir pada tahun 85 H. Beliau telah menghatamkan Alquran
dihadapan imam Ashim sebanyak tiga kali. Beliau adalah seorang ulama yang
sangat dalam ilmunya, Bahkan ketokohan beliau dalam ilmu hadis juga sangat
diperhitungkan.
2) Hafsh, nama lengkapnya adalah Hafsh bin Sulaiman al-Mughirah Abu ‘Umar.
Lahir di Kuffah pada tahun 90 H dan wafat pada tahun 180 H. menurut Ibn Ma’in
, ia lebih pandai qira’at nya dari pada Abu Bakr Syu’bah. Hafshim dengan
sempurna. Ia pernah tinggal di Baghdad dan mnegajarkan qira’atnya Ashim.
Dan kemudian pergi ke Mekkah juga mengajarkan qira’at nya Hafsh lah yang
menjadikan qira’at Ashim yang diikuti banyak orang. 18
f. Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin’Ammarah bin Ismail al kufi.
Biasa disebut dengan gelarnya Abu Imarah. Beliau adalah imam qiraat di Kufah
setelah Imam’Ashim Lahir pada tahun 80 H, wafat pada tahun 156 H di Halwan,
suatu kota di Iraq pada masa Abu Ja’far Al-Mansur. Sanad qira’at-nya berasal dari
banyak guru, diantaraya :
1) Abu Abdullah Ja’far Ash-Ashodiq, dari Muhammad al-Baqur, dari Zain al-
‘abidin, dari Husein, daei ‘Ali bin Abu Thalib.
2) Abu Miuhammad Sulaiman ibn Mihran al-Amasy dan Thalhah ibn Mashraf,
dari Yahya ibn Washab, dari Abu Syabl ‘Alqamah ibn Qais dan keponakan nya
al-Aswad ibn Yazid ibn Qais, Zir bin Hubaish, Zaid bin Wahab dan Masruq ibn
al-Ajda.19
Adapun diantara peirwayat qira’at nya yang terkenal adalah :
1) Khalaf, nama lengkpanya adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam alBazzar.
Lahir pada tahun 150 H dan wafat pada tahun 229 H di Baghdad. Beliau juga
memilih qira’at untuk dirinya sendiri oleh karenanya beliau juga merupakan
salah satu imam qira’at ‘asyrah.
18 Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara...., hlm. 97. Lihat juga Ahmad bin Ali bin Hajar al-„Asqallani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid. I (Beirut: Dar al-
Fikr, 1984), Jilid II, hlm. 345.
19 Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad alUdzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar alMuqri’ al-Muntahi....., hlm 13
14
2) Khallad, nama lengkapnya adalah Khallad bin Khalid asy-Syaibani ashShairafi
al-Kufi, nama kunyahnya adalah Abu Isa. Lahir pada tahun 130 H dan wafat
pada tahun 220 H.20
g. Kisa’i al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Usman alNahwi.
Nama panggilannya Abu al-Hasan dan ia bergelar Kisa’i karena ia memakain kisa
(satu kain) saat ihram. Sanad qira’at nya berasal dari :
1) Abu Abdullah bin Ja’far Ash-Shodiq, dari Muhammad al-Baqir, dari Zain al-
Abidin, dari Husein, dari Ali bin Abi Thalib
2) Isa’ ibn alqamah ibn Qais, dari Ibn Mas’ud dari Rasulallah
Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal sebagai perawi qira’atnya adalah :
a. Abu al-Harits, nama lengkapnya al-Laits bin Khalid al-Marwazi al-Baghdadi
yang lebih masyhur dengan sebutan Abu al-Harits. Beliau termasuk orang yang
sangat cerdas, teliti, tsiqqah, dan sangat menguasai qira’at Kisa’i Abu Amr ad-
Dani mengatakan bahwa beliau termasuk sahabat-sahabat besar Kisa’i A-lLaits
wafat pada tahun 240 H. )
b. Ad-Duuri, nama lengkapnya adalah Hafsh bin „Amr al-Duuri. Beliau
merupakan perawi dari dua imam yakni Abu’Amr dan Kisa’i21
20 Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad alUdzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar alMuqri’ al-Muntahi.., h.14
21 Manna al Qaththan, Dasar-Dasar Ilmu Al-Quran (Jakarta: Ummul Qura, 2016), hal. 223
22 Ibid, hal. 209
15
2. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah memerintahkan aku untuk membaca
Al-Quran dengan satu huruf (satau bahasa)’. Kemudian, aku berkata, “Ya
Rabb! Berilah keringanan pada umatku’.”23
3. Jibril berkata, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk membacakan
Quran kepada umatmu dengan satu huruf (bahasa).” Lantas, beliau berkata,
“Aku memohon keselamatan dan ampunan kepada Allah. Umatku tidak mampu
(melaksanakannya)
b) Kemukjizatan Al-Quran dalam aspek makna dan hukum
Perbedaan bentuk lafal pada beberapa huruf dan kata dapat membuka jalan untuk
menyimpulkan hukum yang terdapaat dalam Quran. Dengan kata lain dapat
menggabungkan antara dua hukum yang berbeda karena adanya qiraat. Hal ini
membuat Quran relevan untuk sepanjang masa.24
c) Sebagai bukti atas terjaga dan terpeliharanya Quran25
Namun perlu diperhatikan bahwa perbedaan cara baca itu tidaklah sampai merusak arti
Al-Qur'an, perbedaan itu hanya mengenai dialek yang masih menjadi kebiasaan yang
sukar diubah oleh beberapa Qabilah Arab, hal ini terjadi tatkala setelah banyak Qabilah
Arab yang berlainan lahjah memeluk Islam. Tujuannya jelas untuk memberikan
keringanan pada ummat saat itu.
23 Manna al Qaththan, Dasar-Dasar Ilmu Al-Quran (Jakarta: Ummul Qura, 2016), hal. 250
24 Manna al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2004), hal. 210
25 M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Quran (Tangerang: Yayasan Masjid at-Taqwa, 2018), hal. 298
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ahruf sab’ah dan qiraat sab’ah memiliki makna yang berbeda, namun kedua istilah
tersebut saling berkaitan. Karena pemahaman terhadap istilah ahruf Sab’ah tersebut sebagai
akibat munculnya bermacam-macam bacaan. Macam-macam bacaan para imam Qurra tersebut
muncul setelah masa Tabiin yang bersumber pada sahabat. Namun setelah dilakukan penelitian
dengan syarat-syarat tertentu, maka hanya tujuh qiraat yang diangap mutawatir yaitu Qiraat
Imam Nafi’, Abu Amr, Ashim, Ibnu Katsir, Al-Kisa’i, Hamzah, dan Ibnu Amir. Karena jumlah
para imam tersebut ada tujuh orang imam, maka qiraat tersebut dikenal dengan qiraat sab’ah.
17
DAFTAR PUSTAKA
Zumrodi. QIRAAT SAB’AH: Pemaknaan dan Varian Bacaannya. (Hermeunetik, Vol. 8, No.
1, Juni 2014).
Al-Qatthan, Manna. 2004. Pengantar Studi Ilmu Al-Quran. Jakarta: Pustaka al-Kautsar
Arifin, M. Zaenal. 2018. Khazanah Ilmu Al-Quran. Tangerang: Yayasan Masjid at-Taqwa
Suarni, “AHRUF SAB’AH DAN QIRAAT SAB’AH”. Jurnal Al-Mu‘ashirah Vol. 15\1 Abd al-Fatah al-
Qadhî, al-Budûr al-Zahirah fî al-Qira’at al-‘Asyr al-Mutawatirah (Kairo: Maktabah al-Azhar, 2005), hlm. 7
Muhammad al-Udzri, Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar
alMuqri’ al-Muntahi, Kairo: Maktabah al-Babi al-Halabi, 1954
18