Anda di halaman 1dari 14

QIRAAT AL-QUR’AN

Diajukan untuk memenuhi tugas makalah Mata Kuliah Tarikh Al—Qur’an yang diampu oleh:
Abdul Mutakabbir, S.Q., M.Ag.

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 8


ANDI ALDA ELVARIANI (2001010037)
NURMASITA (2001010050)
MUH. RESA (2001010045)

PROGRAM STUDI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa kami curahkan kepada Nabi saw. beserta para keluarga,
sahabat, serta orang-orang yang senantiasa istiqamah di jalan Islam hingga akhir zaman.

Sesuai dengan judul yang tersebut di atas, makalah ini akan membahas terkait qiraat
alqur’an.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing kami ustadz Abdul
Mutakabbir, S.Q., M.Ag.yang telah memberikan kami kepercayaan atas materi tersebut serta
teman-teman yang telah berkontribusi dalam penyusunannya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Sekian dan terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sabtu, 25 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I: PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan dan Manfaat 1

BAB II: PEMBAHASAN 3

A. Definisi Qira’at Al-Qur’an 3


B. Perkembangan Ilmu Qira’at Al-Qur’an 3
C. Jenis-jenis Qira’at Al-Qur’an 4
D. Penamaan Surah Yasin 6
E. Faedah Beraneka Ragamnya Qiraat yang Sahih 7
F. Manfaat Mempelajari Qira’at Al-Qur’an 8

BAB III: PENUTUP 9

A. Kesimpulan 9
B. Kritik dan Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk umat manusia, selalu dikaji sejak zaman klasik
sampai modern sekarang ini dalam berbagai aspeknya. Mulai dari aspek sejarah turun,
sejarah pembukuan, penafsiran, kandungan makna, gramatika sampai pada aspek cara
membacanya sesuai qira’at.
Al-Qur’an turun dengan membawa hujjah yang jelas untuk kemaslahatan
kehidupan manusia dan mengantarkan mereka ke jalan yang lurus.1
Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang masih terjaga keotentikannya. Mulai
dari proses pewahyuannya maupun cara penyampaian, pengajaran, dan periwayatannya
dilakukan melalui tradisi oral dan hafalan.Proses transmisi seperti ini dengan isnad yang
mutawatir dari generasi ke generasi, telah menjamin keutuhan dan keasliannya. Maka dari
itu, Al-Qur’an pada dasarnya bukanlah tulisan atau manuskrip, tetapi merupakan bacaan
(qira’at) sementara tulisan berfungsi hanya sebagai penunjang.
Adapun qira`at merupakan metode atau cara baca lafadz atau kalimat didalam al-
qur`an dari berbagai macam segi (riwayat), sebagaimanan yang diriwayatkan langsung dari
Rasulullah saw.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan qira’at Al-Qur’an?
2. Bagaimanakah perkembangan ilmu qira’at Al-Qur’an?
3. Apa sajakah jenis-jenis qira’at Al-Qur’an?
4. Bagaimanakah penamaan surah Yasin?
5. Apa sajakah faedah beraneka ragamnya qiraat yang sahih?
6. Apa sajakah manfaat mempelajari qira’at Al-Qur’an?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan qira’at Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui perkembangan ilmu qira’at Al-Qur’an.

1
Shidqy Munjin. (2019). Konsep Asbab AlNuzul dalam Ulum Al-Qur’an. Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir, 04(01). hlm. 65.

1
3. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis qira’at Al-Qur’an.
4. Untuk mengetahui penamaan surah Yasin.
5. Untuk mengetahui faedah beraneka ragamnya qiraat yang sahih.
6. Untuk mengetahui manfaat mepelajari qira’ah Al-Qur’an.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Qira’at Al-Qur’an


Al-Qira’at, jamak dari qiraatan, mashdar dari qara’a, yaqra’u, qira’atan. Menurut
istilah berarti madzhab pembaca al-Qur’an dari para imam qurra’ yang masing-masing
mempunyai perbedaan dalam pengucapan al-Qur’an dan disandarkan pada sanad-sanadnya
sampai kepada Rasullah Saw.2
Qira’ah dari segi bahasa adalah bacaan. Dengan demikian, qira’ah Al-Qur’an
berarti bacaan al-Qur’an. Menurut Istilah, qira’at adalah suatu madzhab yang dianut oleh
seorang imam dalam membaca al-Qur’an yang berbeada satu dengan yang lainnya dalam
pengucapan al-Qur’an serta disepakati riwayat dan jalurnya, baik perbedaan dalam
pengucapan huruf dan lafadznya.3
B. Perkembangan Ilmu Qira’at Al-Qur’an
Pada dasarnya, ilmu qira’at sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Hanya saja,
masa itu qira’ah terbatas pada sahabat yang secara khusus menekuni bacaan Al-Qur’an,
mengajarkan, dan mempelajarinya. Para sahabat ini selalu ingin mengetahui ayat yang
diturunkan kepada Rasulullah Saw. Untuk itu, mereka kemudian menghafalkan bahkan
membacakannya di hadapan Nabi untuk disimak.4
Ilmu qira’at baru dibukukan pada abad ke-3 Hijriah. Para ahli sejarah mengatakan
bahwa orang yang berjasa menuliskan ilmu qira’h adalah Imam Abu ubaid al-Qasim bin
Salam (224 H). Abu Ubaid menulis yang menghimpun qira’at dari 25 orang perawi, dan
menamainya dengan Kitab Qira’at.5
Menurut Ibnu Jazari, antusiasme para ulama terhadap ilmu qira’ah di latarbelakangi
oleh maraknya kebohongan yang dilakukan para musuh Islam terhadap al-Qur’an. Pada
saat yang bersamaan, ilmu mengenai al-Qur’an dan hadits sudah memiliki banyak cabang.

2
Muhammad Ali Ash-Sha’abuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, (Jakarta: Pustaka Amani, 2001) hlm, 357.
3
Rusydi Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits Teori dan Metodologi, (Yogyakarta: IRCSoD, 2015)
hlm 130 yang dikutip dari Kitab Manahilul ‘Irfan Fi Ulumil Qur’an karya Az-Zarqani, (Beirut: Darul Fikr, 1988)
hlm, 142.
4
Ibid, yang dikutip dari bukunya Muhammad Thabathab’i, Mengungkap Rahasia al-Qur’an (Bandung: al-Mizan,
1990) hlm, 134.
5
Ibid, Rusydi Anwar, hlm, 133.

3
Alasan lainnya adalah berkaitan dengan kaum muslimin yang sangat memerlukan ilmu
qira’at sebagai upaya menjaga dan memelihara al-Qur’an dari perubahan dan
pemutarbalikan yang akan dilakukan oleh musuh-musuh Islam.6
C. Jenis-jenis Qira’at Al-Qur’an
Para ulama melakukan persyaratan untuk menentukan qiraat yang benar dan diterima
serta yang salah dan harus ditolak. Beberapa persyaratan itu adalah sebagai berikut:
1. Qira’at harus sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
2. Qira’at itu harus sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani.
3. Qira’at itu harus shahih sanadnya.

Dalam menentukan keshahihan sanad qira’at, Ibnu Jazari membuat beberapa kelompok
kategori, yaitu sebagai berikut.

1. Qira’at Mutawatir
Yakni qira’at yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang banyak dan juga
periwayat yang banyak pula, sehingga tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta.
Menurut jumhur ulama qira’ah sab’ah juga qira’ah yang mutawatir.
2. Qira’at Masyhur
Yaitu qira’at yang sanadnya bersambung kepada Rasulullah Saw, tetapi hanya
diriwayatkan oleh seorang atau beberapa orang yang adil dan tsiqah, sesuai dengan
bahasa Arab, sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani baik berasal dari imam tujuh,
imam sepuluh maupun imam lain yang diakui.
3. Qira’at ahad
Yaitu qira’at yang sanadnya shahih tetapi menyalahi Mushaf Utsmani, kaidah
bahasa Arab atau tidak populer seperti qira’ah mutawatir dan masyhur. Qira’ah ini tidak
Demikian juga dengan kaidah dalam bahasa Arabnya yang berbeda serta tidak se-
masyhur seperti tersebut di atas, seperti terdapat dalam surah al-Taubah ayat 128:

‫سو ٌل ِم ْن أ َ ْن َف ِس ُك ْم‬
ُ ‫لَقَ ْد َجا َء ُك ْم َر‬

ُ ‫ )أ َ ْنفُ ِس‬dibaca dengan (‫)أ َ ْنفَ ِس ُك ْم‬.


Kata (‫ك ْم‬

6
Ibid, hlm 134 yang dikutip dari bukunya Sya‟ban Muhammad Ismail, Memgenal Qira’at alQur’an (Semarang:
Dimas, 1993) hlm, 124.

4
Dalam surah al-Rahman ayat 76:

َ ‫ف ُخض ِْر َو َع َباِرقِي ِ ِح‬


‫سان‬ ِ َ‫علَي َرف‬
َ ‫ار‬ َ َ‫ُمت َّ ِك ِئيْن‬
َ ‫)ر ْف َر‬
Kata (‫ف‬ َ dibaca dengan (‫ف‬ ِ َ‫)رف‬
َ ‫ار‬ َ . Kedua bacaan qiraah di atas al-Hakim melalui
jalur ‘Ashim Jahdari, dari Abu Barkah, dari Nabi SAW. boleh dibaca dan tidak wajib
diyakini.
4. Qira’at Syadz
Adalah qira’at yang sanadnya cacat dan tidak bersambung kepada Rasullah saw.
Seperti qiraat Ibn al-Samaifah, seperti dalam surah Yunus ayat 92:

َ‫اس َع ْن آيَا ِتنَا لَغَافِلُون‬ ً ‫فَ ْاليَ ْو َم نُ ْن ِحي َْك ِببَدَنِ َك ِلت َ ُكونَ ِل َم ْن َخلَفَ َك آيَةً َو ِإ َّن َك ِث‬
ِ َّ‫يرا ِمنَ الن‬
َ ‫ )نُن َِج‬di baca dengan (‫ )نُ ْن ِحي َْك‬dan kata (‫ )خ َْلفَ َك‬dibaca dengan (‫) َخلَفَ َك‬.
Kata (‫يك‬

Menurut Abu Amr Ibn Hajab, seperti dikutib al-Jazari, qiraat yang syadz dilarang
pembacaannya pada saat solat dan lainnya. Sedangkan menurut mazhab Syafii, apabila
seseorang mengetahui bahwa suatu bacaan adalah qiraat syadz dan membacanya pada
saat salat, maka batallah solatnya. Jika tidak mengetahui, maka terbebas dari
kesalahan.7
5. Qira’at Maudhu’
Yaitu qir’at yang dinisbatkan kepada seseorang tanpa dasar.8 Sebagai contoh,
qiraat yang dinisbatkan kepada Imam Abu Hanifah dalam surah al-Fatir ayat 28:

ِ ‫ِإنَّما َ َي ْخشَي الله ِم ْن ِع َبا ِد ِه ْال َعلَ َم‬


‫اء‬
Kata (‫ )الله‬dibaca dengan (‫)الله‬. Dan kata (‫اء‬ ْ dibaca (‫اء‬
ِ ‫)العُلَ َم‬ ْ . Menurut
ِ ‫)ال َعلَ َم‬
Zarqani qiraat tersebut tidak memiliki dasar sama sekali, sehingga Abu Hanifa terbebas
darinya.
6. Qira’at Mudraj
Yaitu qira’at yang didalamnya terdapat lafadz atau kalimat tambahan yang biasanya
dijadikan penafsiran bagian ayat Al-Qur’an, seperti qira’at Ibnu Abbas. Seperti
terdapat Surah al-Baqarah ayat 198:

7
Ibn Jazari, Taqrib al-Nasyr Fi al-Qiraat al-‘Asyr, (Kairo: Dar al-Hadis, 2004), hlm 28.
8
Rusydi Anwar, 135

5
ٍ ‫ع َرفَا‬
‫ت‬ ْ َ‫علَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أ َ ْن تَ ْبتَغُوا فَض ًًْل ِم ْن َر ِب ُك ْم في مواسم الحج فَإِذَا أَف‬
َ ‫ضت ُ ْم ِم ْن‬ َ ‫لَي‬
َ ‫ْس‬
َ‫فَا ْذ ُك ُروا اللَّهَ ِع ْندَ ْال َم ْش َع ِر ْال َح َر ِام َوا ْذ ُك ُروهُ َك َما َهدَا ُك ْم َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ِم ْن قَ ْب ِل ِه لَ ِمنَ الض َِّالين‬

Kalimat (‫الحج‬ ‫ )في مواسم‬adalah penafsiran yang diselipkan dalam nash ayat
tersebut.
Juga terdapat dalam surah Nisa ayat 12:

‫ُس‬
ُ ‫سد‬ ِ ‫ث َكًللَةً أ َ ِو ْام َرأَة ٌ َولَهُ أ َ ٌخ أ َ ْو أ ُ ْختٌ ٍأم فَ ِل ُك ِل َو‬
ُّ ‫اح ٍد ِم ْن ُه َما ال‬ ُ ‫ُور‬
َ ‫َو ِإ ْن َكانَ َر ُج ٌل ي‬
Tambahan kata (‫)أم‬
ٍ adalah qiraah S’ad Ibn Abi Waqqash.9
D. Penamaan Surah Yasin

Kata ‫ي‬ (Ya’) dan ‫س‬ (Sin) dalam istilah ilmu-ilmu Al-Qurˊan disebut al-Ahruf al-

Muqaththa’ah yang berarti huruf-huruf yang dibaca secara terpenggal-penggal. Surah ini

dinamai surah Yasin karena dimulai dengan dua huruf Hijaiyyah ‫( ي‬Ya’) dan ‫( س‬Sin).
Nama ini telah dikenal sejak masa Rasulullah Saw. Surah ini merupakan surah ke 41 dari
segi perurutan turunnya. Turun sesudah surah al-Jinn dan sebelum surah al-Furqan yakni
sekian tahun setelah masa kenabian dan sebelum terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Jika
dilihat dari segi tartib mushafnya, surah ini merupakan surah ke 36 setelah surah Fathir dan
sebelum surah Ash-Shaffat. Termasuk surah al-Matsani dan berjumlah 83 ayat. Al-Biqa’i
juga berpendapat bahwa nama lain dari surah Yasin adalah Qalbu Al-Qurˊan (jantung Al-
Qurˊan), ad-Dafi’ah (yang menampik dan mendukung), al-Qhadhiyah (yang menetapkan).
Al-Biqa’i pun menjelaskan tentang huruf Ya’ pada kata Yasin yang bermakna:
1. Ya’ Insan yang bermakna manusia adalah inti dari semua makhluk ciptaan Allah yang
ada di alam semesta.
2. Ya’ Sayid yang bermakna orang yang menjadi penguasa dari semua manusia.
3. Ya’ Rajul yang bermakna pemimpin manusia yang lain.
4. Ya’ Muhammad yang bermakna pemimpin para manusia yang terpilih.

9
Abu Amru Uthman ibn Said al-Dani, Kitab al-Tafsir, Fi al-Qiraat al-Sab’a, (Beirut: Dar Kutub al-Islamiyah, 2006),
hlm 18.

6
Dalam tafsir al-Misbah, surah ini juga dikenal dengan nama Qalbu Al-Qurˊan (Jantung
Al-Qurˊan). Penamaan ini berdasar suatu hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, tetapi
dinilainya gharib bahkan banyak ulama yang menilainya dha’if. Mengutip pendapat Imam
Ghazali dalam tafsir al-Misbah, ia berpendapat bahwa penamaan itu disebabkan karena
uraian surah Yasin ini mengenai hari Kebangkitan. sedangkan keimanan baru dinilai benar
ketika seseorang sudah mempercayai hari Kebangkitan.10

Pada surah-surah sebelumnya telah di bicarakan mengenai awal surah yang di mulai
dengan huruf-huruf abjad. Pada kesimpulannya di sebutkan bahwa pendapat yang terkuat
menetapkan huruf- huruf abjad itu dimaksudkan sebagai peringatan untuk membangkitkan
minat orang yang membacanya kepada hal-hal yang penting yang akan disebutkan dalam
ayat –ayat sesudahnya. Tetapi, dari riwayat Ibnu ‘Abbas diperoleh keterangan bahwa yasin
bermakna ya insan (wahai manusia) yakni wahai Muhammad. Demikian pula pendapat abu
Hurairah, ‘ikrimah, adh-ahhak, Sufian bin uyaiyna dan Sa’id bin Jubair. Menurut mereka,
yasin berasal dari logat Habsyah. Sedang Malik yang meriwayatkan dari Zaid bin Aslam
menyebutkan arti yasin adalah kependekan dari nama-nma Allah. Ada lagi yang
berpendapat yasin ringkasan dari kalimat “Ya Sayidal basyar”, yakni nabi Muhammad
sendiri. Atau ia adalah salah satu nama dari al-qur’an. Namun demikian, mayoritas ulama
menyerahkan arti yasin kepada Allah.11

E. Faedah Beraneka Ragamnya Qiraat yang Sahih


1. Menunjukkan betapa terjaganya dan terpeliharanya Kitab Allah dari perubahan dan
penyimpangan padahal kitab ini mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-
beda.
2. Meringankan umat Islam danmemudahkan mereka untuk membaca Al-Qur’an.
3. Bukti kemujikzatan Al-Qur’an dari segi kepadatan matannya (ijaz), karena setiap qiraat
menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa pengulangan lafadz.
4. Penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam qiraat lain. 12

10
Salma Millatiy, MUNÂSABAH ÂYÂT DALAM SURAH YÂSÎN Studi Analisis Terhadap Tafsir Nazhm ad-
Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar karya Burhân ad-Dîn al-Biqâ’î pada Surah Yâsîn ayat 1-38, Skripsi
INSTITUT ILMU AL-QURˊAN (IIQ) JAKARTA, hal. 59-60.
11
Al-Qur’an dan Terjemahan Surah Yasin ayat 1.
12
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera AntarNusa, Bogor, 2016, 256-257.

7
F. Manfaat Mempelajari Qira’at Al-Qur’an
Dengan memahami ilmu qira’at sekaligus perbedaan-perbedaannya, maka kita
akan mendapatkan beberapa manfaaat, yakni sebagai berikut.
1. Memudahkan kita memahami perbedaan logat dari tiap-tiap suku, tekan suara dan dan
bahasa mereka dengan bahasa al-Qur’an, terutama berkaitan dengan orang Arab pada
awal Islam yang terdapat banyak kabilah dan suku-suku.
2. Membantu kita dalam melakukan kajian tafsir serta dapat menjelaskan apa yang
mungkin masih dianggap global bagi qira’ah lain,terutama dalam istinbat hukum.
Seperti qira’ah Ibnu Mas’ud; assariqu wassariqatu faqtha’u aidiayahuma. Dalam
qira’ah lain dibaca faqtha’u aimanahuma.
3. Menunjukan terpelihanya al-Qur’an dari perubahan dan penyimpangan, mengingat
kitab tersebut memiliki banyak segi bacaan.
4. Sebagai salah satu bukti akan kemukjizatan al-Qur’an, baik dari segi lafadz dan
maknanya. Ada kalanya perbedaan qira’ah itu hanya sebatas perbedaan lafadz, bukan
maknanya, seperti lafadz ash-shirath dibaca as-sirath.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Qira’at Al-Qur’an adalah madzhab pembaca Al-Qur’an dari para imam qurra’ yang
masing-masing mempunyai perbedaan dalam pengucapan Al-Qur’an dan disandarkan
pada sanad-sanadnya sampai kepada Rasulullah saw.
Ilmu qira’at sudah ada sejak zaman Rasulullah saw. dimana pada masa itu qira’at
pada sahabat saja yang secara khusus menekuni bacaan Al-Qur’an, mengajarkan dan
mempelajarinya. Ilmu qira’ah baru dibukukan pada abad ke-3 Hijriah oleh Abu Ubaid
al-Qasim bin Salam (224 H). Antusiasme para ulama pun semakin meningkat sejak
maraknya kebohongan musuh-musuh Islam terhadap Al-Qur’an sehingga
dikhawatirkan dapat mempengaruhi keaslian Al-Qur’an.
Dalam pembagiannya, ilmu qira’ah dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu
qira’ah mutawatir, qira’ah masyhur, qira’ah ahad, qira’ah syadz, qira’ah maudhu’, dan
qira’ah mudraj.
Dalam penamaan surah Yasin pendapat yang terkuat menetapkan huruf- huruf
abjad itu dimaksudkan sebagai peringatan untuk membangkitkan minat orang yang
membacanya kepada hal-hal yang penting yang akan disebutkan dalam ayat –ayat
sesudahnya.
Faedah adaya berbagai macam qiraat yang sahih diantaranya yaitu: menunjukkan
betapa terjaganya dan terpeliharanya Kitab Allah dari perubahan dan penyimpanga,
meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca Al-Qur’an, bukti
kemujikzatan Al-Qur’an dari segi kepadatan matannya (ijaz), penjelasan terhadap apa
yang mungkin masih global dalam qiraat lain.
Mempelajari ilmu qira’at memiliki banyak manfaat, beberapa diantaranya yaitu
memudahkan kita dalam memahami perbedaan logat dari setiap suku, tekan suara dan
bahasa mereka dengan bahasa Al-Qur’an, dan membantu kita dalam pengkajian tafsir.

9
B. Kritik dan Saran
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari materi yang kami
sampaikan, baik dari segi referensi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, dengan
tangan terbuka kami menerima kritik maupun saran yang membangun dari pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA
Suheli, A. (n.d.). QIRA'AT AL QURAN. Qira'at Ulumul Qur'an, 1-2.
Jati, S. N. (n.d.). BAB IV ILMU QIRAAT AL-QUR'AN DAN PEMBACAAAN AL-QUR'AN

DENGAN MENGGUNAKAN QIRA'AH IMAM 'ASHIM. 54-58.

Al-Qattan, M. K. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Litera AntarNusa. Bogor. 2016. 256-257.

Salma Millatiy, MUNÂSABAH ÂYÂT DALAM SURAH YÂSÎN Studi Analisis Terhadap
Tafsir Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar karya Burhân ad-Dîn al-Biqâ’î pada
Surah Yâsîn ayat 1-38, Skripsi INSTITUT ILMU AL-QURˊAN (IIQ) JAKARTA, hal. 59-60.

11

Anda mungkin juga menyukai